Anda di halaman 1dari 15

BAB II

ISI

A. Keselamatan dan kesehatan kerja


Keselamatan dan kesehatan kerja sebagai suatu program didasari pendekatan
ilmiah dalam upaya pencegahan atau memperkecil terjadinya bahaya(hazard) dan
risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan maupun kerugian-kerugian lainnya
yang mungkin terjadi. Dimana dapat dikatakan bahwa keselamatan kesehatan kerja
adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan
risiko kesehatan dan keselamatan kerja.
Menurut Izral (2016), tujuan yang hendak dicapai dalam K3 dalam UU No. 1
Tahun 1970 yaitu:
1. Tujuan umum
a. Melindungi tenaga kerja di tempat kerja agar selalu twrjamin keselamatan
dan kesehatannya sehingga dapat diwujudkan peningkatan produksi dan
produktivitas kerja
b. Melindungi setiap orang lain yang berada di tempat kerja yang selalu dalam
keadaan selamat dan sehat
c. Melindungi bahan dan peralatan produksi agar dapat digunakan secara aman
dan efisien
2. Tujuan khusus
a. Mencegah/mengurangi kecelakaan kerja, kebakaran, peledakan dan penyakit
akibat kerja
b. Menciptakan mesin, instalansi, pesawat, alat bahan, dan hasil produksi
c. Menciptakan lingkungan kerja dan tempat kerja yang aman, nyaman, sehat,
dan penyesuaian aantara pekerjaan dengan manusia atau antara manusia
dengan pekerjaan

B. Sistem management kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3)


SMK3 merupakan bagian dari sistem management secara keseluruhan yang
meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur,
proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan,
pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan efektif.
Tujuan diterapkannya SMK3 yaitu untuk menciptakan suatu sistem
keselamatan dan kesehatan kerja ditempat kerja, dimana terdapat unsur tenaga kerja,
lingkungan kerja, dan berbagai pihak yang terlibat didalamnya.

C. Bahaya (hazard)
Bahaya diartikan sebagai potensi dari rangkaian sebuah kejadian untuk
muncul dan menimbulkan kerusakan atau kerugian. Jika salah satu bagian dari rantai
kejadian hilang, maka suatu kejadian tidak akan terjadi. Bahaya terdapat dimana-
mana baik ditempat kerja maupun dilingkungan, namun bahaya akan menimbulkan
efek jika terjadi sebuah kontak atau eksposur (Tranter, 1999).
Hazard adalah suatu potensi bahwa dari suatu urutan kejadian (event) akan
timbul suatu kerusakan atau dampak yang merugikan. (
Berdasarkan karakteristiknya dampak yang diakibatkan oleh suatu jenis
bahaya maka jenis bahaya dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
1. Bahaya Keselamatan (Safety Hazard)
Merupakan jenis bahaya yang berdampak pada timbulnya kecelakana
yang dapat menyebabkan luka (injury) hingga kematian, serta kerusakn property
perusahaan. Dampaknya bersifat akut. Jenis bahaya keselamatan antara lain:
a. Mechanical hazard
Bahaya yang terdapat pada benda atau proses yang bergerak yang dapat
menimbulan dampak, seperti tertusuk, terpotong, terjepit, tergores, terbentur,
dll.
b. Electrical hazard
Merupakan bahaya yang berasal dari arus listrik
c. Chemical hazard
Bahaya bahan kimia baik dalam bentuk gas, cair dan padat yang mempunyai
sifat mudah terbakar, mudah meledak dan korosif.
2. Bahaya Kesehatan
Merupakan jenis bahaya yang berdampak pada kesehatan, menyebabkan
gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja. Dampaknya bersifat kronis. Jenis
bahaya kesehatan antara lain:
a. Hazard fisik, misalnya yang berkaitan dengan peralatan seperti temperature
ekstrim, kelembaban, kebisingan, radiasi, pencahayaan, getaran, dll.
b. Hazard kimia adalah kecederaan akibat sentuhan dan terhidu bahan kimia.
Contohnya, bahan-bahan kimia seperti asaid, alkali, gas, pelarut, simen, getah
simetik, gentian kaca, pelekat antiseptic, aerosol, insektisida, dll. Bahan-bahan
kimia tersebut berbahaya dan perlu diambil langkah-langkah keselamatan
apabila mengendalinya.
c. Hazard biologi, misalnya yang berkaitan dengan makhluk hidup yang berada
di lingkungan kerja seperti virus, bakteri, tanaman, burung, binatang yang
dapat menginfeksi atau memberikan reaksi negative kepada manusia.
d. Hazard psikososial, yang berkaitan aspek social psikologis maupun organisasi
pada pekerjaan dan lingkungan kerja yang dapat memberi dampak pada aspek
fisik dan mental pekerja. Misalnya pola kerja yang tidak beraturan, waktu
kerja yang diluar waktu normal, beban kerja yang melebihi kapasitas mental,
tugas yang tidak bervariasi, suasana lingkungan kerja yang terpisah atau terlalu
ramai, dsb.
e. Hazard ergonomic, yang termasuk di dalam kategori ini antara lain desain
tempat kerja yang tidak sesuai, postur tubuh yang salah saat melakukan
aktifitas, desain pekerjaan yang dilakukan, pergerakan yang berulang-ulang.

D. Proses manajemen bahaya kerja


manajemen ancaman bahaya kerja adalah suatu proses interaksi yang digunakan oleh
organisasi tempat kerja untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menanggulangi
bahaya ditemaptnya guna mengurangi resiko akibat bahaya tersebut. Jadi manajemen
bahaya kerja merupakan suatu alat yang bila digunakan denagn benar akan
menghasilkan lingkungan kerja yang aman, bebas dari ancaman bahaya di tempat
kerja. Tahapan menejemen bahaya kerja:
1. Identifikasi bahaya kerja
2. Evaluasi bahaya kerja
3. Penilaian hasil evaluasi
4. Pengendalian dan pemantauan bahaya kerja
E. Upaya Pengendalian Resiko Bahaya (Hazard)
Setelah kita ketahui jenis-jenis resiko bahaya di rumah sakit, ternyata seluruh
resiko bahaya tersebut terdapat di rumah sakit. Beberapa contoh sistem pengendalian
resiko bahaya yang telah dilakukan di rumah sakit adalah sebagai berikut:
1) Hazard Fisik
a. Mekanik : resiko yang paling sering terjadi adalah tertusuk jarum
dan terpeleset atau menabrak dinding / pintu kaca. Pengendalian yang sudah
dilakukan antara lain: penggunaan safety box limbah tajam, kebijakan dilarang
menutup kembali jarum bekas, pemasangan keramik anti licin pada koridor
dan lantai yang miring, pemasangan rambu “awas licin”, pemasangan kaca
film dan stiker pada dinding / pintu kaca agar lebih kelihatan, kebijakan
penggunaan sabuk keselamatan pada pekerjaan yang dilakukan pada
ketinggian lebih dari 2 meter, dan lain-lain.
b. Resiko bahaya radiasi: resiko ini terdapat di ruang radiologi, radio therapi,
kedokteran nuklir, ruang cath lab dan beberapa kamar operasi yang memiliki
fluoroskopi / x-ray. Pengendalian yang sudah dilakukan antara lain:
pemasangan rambu peringatan bahaya radiasi, pelatihan proteksi bahaya
radiasi, penyediaan APD radiasi, pengecekan tingkat paparan radiasi secara
berkala dan pemantauan paparan radiasi pada petugas radiasi dengan personal
dosimetri pada patugas radiasi.
c. Resiko bahaya kebisingan: terdapat pada ruang boiler, generator listrik dan
ruang chiller. Pengendalian yang telah dilakukan antara lain: substitusi
peralatan dengan alat-alat baru dengan ambang kebisingan yang lebih rendah,
penggunaan pelindung telinga dan pemantauan tingkat kebisingan secara
berkala oleh Instalasi Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit (ISLRS).
d. Resiko bahaya pencahayaan: resiko bahaya ini terutama di satuan kerja dengan
pekerjaan teliti seperti di kamar operasi dan laboratorium. Pengendalian yang
sudah dilakukan adalah pemantauan tingkat pencahayaan secara berkala oleh
ISLRS dan hasil pemantauan dilaporkan ke Direktur, Teknik dan Unit K3
untuk tindak lanjut ruangan yang tingkat pencahayaannya tidak memenuhi
persyaratan.
e. Resiko bahaya listrik: resiko bahaya listrik terdiri dari konsleting dan
kesetrum. Pengendalian yang telah dilakukan adalah adanya kebijakan
penggunaan peralatan listrik harus memenuhi Standar Nasional Indonesia
(SNI) dan harus dipasang oleh bagian IPSRS atau orang yang kompeten.
f. Resiko bahaya akibat iklim kerja: resiko ini meliputi kondisi temperatur dan
kelembaban ruang kerja. Pemantauan temperatur dan kelembaban dilakukan
oleh ISLRS. Acuan dari standar temperatur dan kelembaban mengacu pada
keputusan menteri kesehatan RI no 1402 tahun 2004 tentang persyaratan
kesehatan lingkungan rumah sakit. Masalah yang sering muncul adalah
temperatur melebihi standar seperti di Instalasi Binatu dan ruang produksi
gizi, karena belum memungkinkan untuk distandarkan pengendalian yang
dilakukan dengan pemberian minum yang cukup. Masalah kelembaban yang
tinggi beresiko terjadinya kolonisasi kuman patogen sehingga meningkatkan
angka infeksi baik bagi pasien maupun bagi pekerja. Pengendalian secara
teknis telah dilakukan akan tetapi pada musim tertentu kadang tidak
memenuhi persyaratan. Upaya yang dilakukan untuk menghambat kolonisasi
kuman terutama pada ruang perawatan pasien, ICU dan kamar operasi harus
dilakukan desinfeksi ruangan lebih sering dan pemantauan angka kuman
secara berkala.
g. Resiko bahaya akibat getaran: resiko bahaya getaran tidak terlalu signifikan.
Dari telaah yang telah dilakukan unit K3, resiko bahaya getaran ditemukan di
bagian taman akibat dari mesin pemotong rumput dan di klinik gigi akibat dari
mesin bor gigi, tetapi tingkat getaran pada ke 2 lokasi tersebut masih dalam
batas yang diijinkan.
2) Hazard biologi
Resiko bahaya biologi yang paling banyak adalah akibat kuman patogen dari
pasien yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh, dropet dan udara.
Pengendalian resiko ini telah dilakukan oleh Tim Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI) akan tetapi termasuk dalam area pemantauan Unit K3. Resiko air
borne dissease dikendalikan dengan rekayasa ruangan tekanan negatif beserta
peraturan administratif dan APD. Resiko penularan melalui droplet dikendalikan
dengan menyediakan masker bagi petugas, pengantar pasien dan pasien yang
batuk, serta sosialisasi etika batuk oleh PPI. Resiko blood borne dissease
dikendalikasn dengan penggunaan alat-alat single use beserta persturan
administratif dan APD. Selain itu untuk mencegah pe nularan penyakit blood
borne dissease khususnya Hepatitis B dilakukan Imunisasi Hepatitis B dengan
perioritas pada karyawan dengan kadar titer anti HBs < 0,2 u/L terutama yang
bekerja pada tindakan invasif terhadap pasien. Selain itu juga telah dilakukan
penanganan paska pajanan infeksi khususnya pada HIV dan Hepatitis B. Bila
pekerja atau peserta didik mengalami kecelakaan kerja berupa tertusuk jarum
bekas pasien atau terkena percikan darah dan cairan tubuh pada mukosa (mata,
mulut) atau terkena pada luka, maka wajib melaporkan kepada penanggung jawab
ruangan pada saat itu dan setelah melakukan pertolongan pertama harus segera
periksa ke IGD agar dilakukan telaah dan tindak lanjut paska pajanan sesuai
prosedur untuk mengurangi resiko tertular.
3) Hazard kimia
Resiko ini terutama terhadap bahan kimia golongan berbahaya dan beracun
(B3). Pengendalian yang telah dilakukan adalah dengan identifikasi bahan-bahan
B3, pelabelan standar, penyimpanan standar, penyiapan MSDS, penyiapan P3K,
APD dan safety shower serta pelatihan teknis bagi petugas pengelola B3.
Rekayasa juga dilakukan dengan penggunaan Laminary Airflow pada pengelolaan
obat dan B3 lainnya.
4) Hazard ergonomi
Resiko ini banyak terjadi pada pekerjaan angkat dan angkut baik pasien
maupun barang. Sosialisasi cara mengangkat dan mengangkut yang benar selalu
dilakukan. Selain itu dalam pemilihan sarana dan prasarana rumah sakit juga harus
mempertimbangkan faktor ergonomi tersebut terutama peralatan yang dibeli dari
negara lain yang secara fisik terdapat perbedaan ukuran badan.
5) Hazard psikolog
Resiko psikologi teidak terlalu kelihatan akan tetapi selalu ada meskipun
kadarnya tidak terlalu mencolok. Upaya yang dilakukan antara lain dengan
mengadakan pertemuan antar satuan kerja, antar staff dan pimpinan dan pada
acara-acara bersama seperti saat ulang tahun RS dan lain-lain yang bertujuan agar
terjalun komunikasi yang baik sehingga secara psikologi menjadi lebih akrab
dengan harapan resiko bahaya psikologi dapat ditekan seminimal mungkin.

F. Resiko
Risiko adalah sesuatu yang mengarah pada ketidakpastian atas terjadinya suatu
peristiwa selama selang waktu tertentu yang mana peristiwa tersebut menyebabkan
suatu kerugian baik itu kerugian kecil yang tidak begitu berarti maupun kerugian
besar yang berpengaruh kelangsungan hidup dari suatu perusahaan.
resiko dapat dibagi menjadi 5 macam antara lain:
1. Resiko keselamatan
Resiko ini secara umum memiliki ciri-ciri antara lain probabilitas rendah, tingkat
pemaparan yang tinggi, tingkat konsekuensi kecelakaan yang tinggi, bersifat akut
dan menimbulkan efek secara langsung. Tindakan pengendalian yang ahrus
dilakukan dalm respon tanggap darurat adalah dengan mengetahui penyebabnya
secara jelas dan lebih focus pada keselamatan manusia dan pencegahan timbulnya
kerugian terutama pada area kerja.
2. Resiko Kesehatan
Resiko ini umumnya memiliki cir-ciri antara lain memiliki probabilitas tinggi,
tingkat pemajanan yang rendah, konsekuensi yang rendah, meliki masa laten yang
panjang, efektidak langsung terlihat dan bersifat kronis. Hubungan sebab akibat
tidak mudah ditentukan. Resiko ini focus pada kesehatan manusia.
3. Resiko Lingkungan dan ekologi
Resiko ini memiliki ciri-ciri antara lain melibatkan interaksi yang beragam antara
populasi dan komunitas ekosistem pada tingkat mikro maupun makrro, ada
ketidakpastisn yang tinggi antara sebab dan akibat.Resiko ini focus pada habitat
daan dampak ekosistem.
4. Resiko Kesejahteraan masyarakat
Resiko ini memiliki ciri-ciri yang berkaitan dengan persepsi kelompok atau umum
performance sebuah organisasi, nilai property, estetika, dan penggunaan sumber
daya yang terbatas. Fokus pada niali-nilai yabg terdapat dalam masyarakat dan
persepsinya.
5. Resiko keuangan
Ciri-ciri dari resiko ini antara lain memiliki resiko yang jangka panjang dan jnagka
pendek dari kerugian property, yang terkait dengan perhitungan asuransi,
pengembalian investasi. Resiko ini pada umumnya menjadi pertimbangan utama,
khususnya bagi pemilik perusahaan dalam setiap pengambilan keputusan, dimana
setiap pertimbangan akan selalu dengan finansial dan mengacu pada tingkat
efektif dan efisien.
G. Pengendalian Bahaya

Resiko-resiko bahaya tersebut semua dapat kita kendalikan melalui 5


hierarchy sebagai berikut:
1. Eliminasi
Eliminasi meerupakan langkah awal dan merupakan solusi terbaik dalam
mengendalikan paparan, namun juga merupakan langkah yang paling sulit untuk
dilaksanakan. Kecil kemungkian sebuah perusahaan untuk mengeliminasi
subatansi atau proses tanpa mengganggu kelangsungan produksi secara
keseluruhan. Contoh penghilangan timbal secara perlahan pada produksi bahan
bakar.
2. Substitusi
Metode pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan, proses, operasi
ataupun peralatan dari yang berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Dengan
pengendalian ini menurunkan bahaya dan resiko minimal melalui disain sistem
ataupun desain ulang. Beberapa contoh aplikasi substitusi misalnya: Sistem
otomatisasi pada mesin untuk mengurangi interaksi mesin-mesin berbahaya
dengan operator, menggunakan bahan pembersih kimia yang kurang berbahaya,
mengurangi kecepatan, kekuatan serta arus listrik, mengganti bahan baku padat
yang menimbulkan debu menjadi bahan yang cair atau basah.
3. Rekayasa / Enginering
Pengendalian ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan bahaya dengan
pekerja serta untuk mencegah terjadinya kesalahan manusia. Pengendalian ini
terpasang dalam suatu unit sistem mesin atau peralatan.
Contoh-contoh implementasi metode ini misal adalah sistem tekanan negatif pada
ruang perawatan air borne dissease, penggunaan laminar airflow, pemasangan
shield /sekat Pb pada pesawat fluoroscopy (X-Ray), dan lain-lain.
4. Administratif
Kontrol administratif ditujukan pengendalian dari sisi orang yang akan
melakukan pekerjaan. Dengan dikendalikan metode kerja diharapkan orang akan
mematuhi, memiliki kemampuan dan keahlian cukup untuk menyelesaikan
pekerjaan secara aman. Jenis pengendalian ini antara lain seleksi karyawan,
adanya standar operasional Prosedur (SOP), pelatihan, pengawasan, modifikasi
perilaku, jadwal kerja, rotasi kerja, pemeliharaan, manajemen perubahan, jadwal
istirahat, dan lain-lain.
5. PPE (Personal protective Equitment) / Alat pelindung diri (APD)
Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri merupakan merupakan hal yang
paling tidak efektif dalam pengendalian bahaya. APD hanya dipergunakan oleh
pekerja yang akan berhadapan langsung dengan resiko bahaya dengan
memperhatikan jarak dan waktu kontak dengan resiko bahaya tersebut. Semakin
jauh dengan resiko bahaya maka resiko yang didapat semakin kecil, begitu juga
semakin singkat kontak dengan resiko bahaya resiko yang didapat juga semakin
kecil.
Penggunaan beberapa APD kadang memiliki dampak negatif pada pekerja
seperti kurang leluasa dalam bekerja, keterbatasan komunikasi dengan pekerja
lain, alergi terhadap APD tertentu, dan lain-lain. Beberpa pekeerja yang kurang
faham terhadap dampak resiko bahaya dari pekerjaan yang dilakukan kadang
kepatuhan dalam penggunaan APD juga menjadi rendah. APD reuse memerlukan
perawatan dan penyimpanan yang baik sehingga kualitas perlindungan dari APD
tersebut tetap optimal.

H. Implementasi Hazard dan Risk dalam Asuhan Keperawatan


1. Pengertian
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter dan
Perry, 1997 dalam ....)
2. Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan , penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping.
3. Metode
Metode implementasi keperawatan:
a. Membantu dalam aktivitas kehidupan sehari-hari
b. Konseling
c. Penyuluhan
d. Memberikan asuhan keperawatan langsung
e. Kompensasi untuk reaksi yang merugikan
f. Teknik tepat dalam memberikan perawatan dan menyiapkan klien untuk
prosedur
g. Mencapai tujuan keperawatan
h. Mengawasi dan mengevaluasi kerja dari anggota staf lain
1) Upaya pencegahan kecelakaan kerja melalui pengendalian bahaya di
tempat kerja: pelatihan dan pendidikan, konseling dan konsultasi,
pengembangan sumber daya atau teknologi terhadap tenaga kerja tentang
penerapan K3.
2) Upaya pencegahan kecelakaan kerja melalui pembinaan dan pengawasan :
pelatihan dan pendidikan, konseling dan konsultan, pengembangan
sumber daya / atau teknologi terhadap tenaga kerja tentang penerapan K3
3) Upaya pencegahan kecelakaan kerja melalui sistem management:
prosedur dan aturan K3, penyediaan sarana dan prasarana K3 dan
pendukungnya dan penghargaan dan saksi terhadap penerapan K3
ditempat kerja

i. Terdapat juga beberapa upaya pencegahan lain antara lain:


Pelayanan kesehatan kerja diselengarakan secara paripurna, terdiri dari
pelayanan promitif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan
dalam suatu sistem yang terpadu.
4. Contoh kasus
Seorang perawat di RSUD Gunung Jati, di Kota Cirebon diketahui positif
difteri pasca menangani pasien difteri. Berdasarkan informasi, perawat
tersebut diduga tertular pasca menangani dan melakukan tindakan awal pada
pasien positif difteri tsb, perawat yang terkena difteri berinisial RU dan
bertugas di ruang IDG RSUD Gunung Jati. RU diketahui merupakan perawat
pertama yang menangani pasien pertama difteri yang masuk RS tersebut
- Analisa kasus:
Masuk kedalam hazard biologi, karena perawat tertular bakteri difteri pasca
menangani pasien difteri
- Upaya penanganan pada perawat:
a. Menjaga diri dari infeksi dengan mempertahankan teknik aseptic seperti
mencuci tangan, memakai APD dan menggunakan alat kesehatan dalam
keadaan steril.
b. Perawat mematuhi SOP yang sudah ada di RS ddan selalu hati-hati dalam
melakukan tindakan.

I. Evaluasi bahaya dan resiko


1. Pengertian
Tahap penilian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan
perencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya. dalam melakukan tindakan keperawatan, perlu dilakukan evaluasi
keperawatan. evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses
keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawtan yang telah
dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Tahap evaluasi disusun
menggunakan SOAP secara operasional dengan somatic(dilakukan selama proses
asuhan keperawatan dan formatif (dengan proses dan evaluasi akhir).
2. Evaluasi dibagi menjadi dua yaitu:
a. evaluasi berjalan(somatif)
evaluais jenis ini dikerjakan dalam bentuk pengisian format catatan
perkembangan dengan berorientasi kepada masalah yang dialami oleh
keluarga. format yang dipakai adalah format SOAP.
b. evaluasi akhir(formatif)
evaluasi jenis ini dikerjakan dengan cara membandingkan antara tujuan yang
akan dicapainya. bila terdapat kesenjangan diantara keduanya, semua tahap
dalam proses keperawatan perlu ditinjau kembali, agar didapat data-data,
masalah atau rencana yang perlu dimodifikasi.
3. Metode yang dipakai dalam evaluasi
a. observasi langsung adalah mengamati secra langsung perubahan yang
terjadi dalam keluarga
b. wawancara keluarga, yang berkaitan dengan perubahan sikap, apakah telah
menjalankan anjuran yang diberikan perawat
c. memeriksa laporan, dapat dilihat dari rencana asuhan keperawatan yang
dibuat dan tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencana
d. latihan stimulasi, berguna dalam menentukan perkembangan kesangkupan
melaksanakan asuhan keperawatan
4. Risiko yang terjadi pada tahap evaluasi
dengan mempertimbangkan kriteria risiko masing-masing bahaya kerja, dapat
ditetapka prioritas risiko bahaya kerja sebagai berikut:
1. risiko ringan: kemungkinannya kecil untuk terjadi serta akibat yang
ditimbulkannya ringan maka bahaya kerja ini dapat diabaikan
2. risiko sedang: kemungkinanya kecil untuk terjadi akan tetapi akibat yang
ditimbulkannya cukup berat, atau sebaliknya, maka perlu pelaksanaan
manajemen risiko khusus.
3. risiko berat: sangat mungkin terjadi dan akan berakibat sangat buruk, maka
harus dilaksanakan penanggulangan sesegera mungkin.
5. Contoh kasus
kasus
sering dikritik, perawat ini masuk RSJ
kejadian mengenaskan menimpa seorang perawat berinisial NN, salah satu
perawat di RS negeri diseragen. sekarang dia harus melakukan rehabilitasi di RSJ
menur agar dapat kembali kekondisnya semula. kejadian ini bermula ketika dia
mendapat pasien yang sering mengkritik pekerjaannya. setiap dia selesai
melakukan tindakan seperti pemasangan infuse dan ketika dia akan mengkaji
respon pasien, pasien selalu marah-marah kepadanya. padahal dia sudah bekerja 7
tahun sebagai perawat dan pekerjaannya selalu rapi ujar salah satu teman perawat
tersebut. pasien tersebut selalu marah-marah padanya, dan selalu mengkritik
setiap perawat akan melakukan evaluasi pada dirinya. NN selalu mengeluh pada
saya ketika dia selesai melakukan tindakan kepada pasien tersebut dan NN itu
orangnya gampang kepikiran, jadi setiap ada orang yang bicara tidak enak tentang
dia, dia akan memikirkan terus menerus ungkap GH teman perawat tersebut. dan
ini NN harus masuk RSJ karena dia mengalami gangguan jiwa setelah kejadian
tersebut.
pihak RS sudah melakukan penyelidikan untuk kasus ini, dan ternyata pasien
tersebut pernah tersinggung karena ucapan perawat NN sehingga dia tidak
menyukai NN dan terus mengkritik tindakan yang dilakukan NN kepada dirinya.
- hazard:
berdasarkan informasi diatas, rumah sakit melakukan penyelidikan, setelah
perawat tersebut masuk ke RSJ.
- upaya rumah sakit:
dari pihak RS dapat membuat semacam sarana untuk menerima semua
keluhan yang dirasakan perawat baik tentang fasilitas ataupun pasien
sehingga perawat bisa menceritakan segala keluhannya dan diberikan solusi.
dan jika ada masalah dengan klien, pihak RS dapat menjembatani sehingga
tidak terlambat. karena masalah seperti ini sanfgat berdampak pada perawat
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Dari pemaparan makalah di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk menciptakan
perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental
maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Jadi
kesehatan dan keselamatan kerja tidak melulu berkaitan dengan masalah fisik pekerja,
tetapi juga mental, psikologis dan emosional.
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu unsur yang penting
dalam ketenagakerjaan. Namun dalam melaksanakan tindakan keperawatan masih
banyak perawat yang tidak menjaga teknik antiseptic seperti mencuci tangan,
memakai APD. Oleh karena itu banyak perawta yang tertular penyakit dari pasien
yang ditanganinya. Selain itu masih banyak perawat yang tidak menggunakan SOP
dengan baik.

B. Saran
1. Untuk meningkatkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja diperlukan adanya
Hazard.
2. Bagi perawat harus melakukan tiknik antiseptic dan memakai APD guna
mencegah terjadinya penularan penyakit.
3. Pihak RS sebaiknya dapat melakukan sosialisasi tentang K3.
DAFTAR PUSTAKA

Tranter, M. 1999. Occupational Hygine and Risk Management. Astralia:Multi


Package. OH&S Press

Anda mungkin juga menyukai