Anda di halaman 1dari 9

PEMBAHASAN

1. DEFINISI SHOCK HEMORAGIC

Hemoragi adalah pengaliran darah keluar dari pembuluh darah yang bisa mengalir keluar
tubuh (perdarahan eksternal) atau ke dalam tubuh (perdarahan internal). Syok hemoragik
adalah syok yang terjadi akibat perdarahan dalam jumlah yang besar (500 ml). Banyak terjadi
dalam obsetri, disebabkan oleh perdarahan postpartum, perdarahan karena abortus,
kehamilan ektopik terganggu, plasenta previa, solusio plasenta, rupture uteri dan perlukaan
jalan lahir. Penanganannya adalah dengan menghilangkan penyebab dan mengganti segera
darah yang hilang.

2. SIRKULASI SHOCK HEMORAGIC

Setelah terjadi pendarahan yang berat, volume darah yang ada menjadi sangat berkurang.
Hipovolumenya mengakibatkan hipotensi, sehingga penderita jauh ke dalam keadaan syok.
Setelah syok, terjadi peningkatan kadar catecholamine dalam darah yang disertai
vasokonstriksi arteriola-arteriola dan venula-venula dalam sirkulasi mikro. Vasokonstriksi
pada pembuluh-pembuluh darah ini berlangsung karena rangsangan simpatik. Akibatnya
terjadi hipotensi, susunana saraf simpatik mendapat rangsangan dari pusat-pusat vasomotor
dalam medulla yang lebih dahulu dirangsang oleh reseptor-reseptor regang (stretch receptors)
yang berada dalam sinus karotikus dan arkus aorta.

Dengan terjadinya vasokonstriksi arteriola-arteriola dan venula-venula karena rangsangan


simpatik, pembuluh-pembuluh tersebut seolah-olah terperas, terjadilah suatu sympathetic
squeezing. Pembuluh-pembuluh darah dalam alat-alat vital tidak turut serta dalam
sympathetic squeezing karena aliran darah didalamnya hampir sepenuhnya diatur oleh unsur-
unsur lokal. Akibat kejadian-kejadian ini adalah mengurangnya aliran darah dalam daerah
splangnikus, uterus, ginjal, otot-otot dan kulit, sedangkan aliran darah dalam jantung dan
otak tetap. Terjadi semacam autotranfusi pada alat-alat vital. Vasokonstriksi arteriola-arteriola
dan venula-venula dalam sirkulasi mikro menyebabkan tekanan hidrostatik dala kapilar-
kapilar menurun. Keadaan ini mengakibatkan perembesan cairan dari ruang ekstravaskular
ke ruang intravaskular, peristiwa ini menambah volume darah yang beredar. Berkat
autotranfusi akibat terjadinya iskemia selektif alat-alat tubuh dan berkat pengalliran cairan
dari ruang ekstravaskular ke ruang intravaskular, maka dalam tingkat syok yang masih
dikompensasikan, volume darah yang beredar curah jantung (cardiac output) dapat
dipertahankan, sehingga hipotensi dapat diatasi dan perfusi jaringan terjamin. Dalam keadaan
syok terjadi pula reaksi-reaksi lain, seperti peningkatan produksi hormon antidiuretik oleh
hipofisis dan peningkatan produksi aldensteron oleh glandula surprarenalis, sehingga terjadi
penyimpanan air dan garam oleh ginjal, hal ini menguntungkan dalam mempertahankan
volume darah dalam sirkulasi. Dalam stadium syok hemoragi reversible yang masih dini
pemberian cairan dan elektrolit intravena mempercepat homeostatis. Bila perdarahan
berlangsung terus dan tidak terkendalikan, maka volume darah yang beredar makin
berkurang dan tekanan darah tidak dapat dipertahankan lagi. Dengan makin mengurangnya
perfusi dengan darah, hipoksia jaringan makin berat dan pengumpulan metabolit makin
banyak. Meskipun masih dalam pengaruh saraf simpatik, penumpukan metabolit pada
akhirnya menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh-pembuluh darah prakapilar yang
mengalami dilatasi, kemudian disusul oleh pembuluh-pembuluh darah pascakapilar. Dengan
terjadinya vasodilatasi pembuluh-pembuluh darah dalam sikulasi mikro ini, tertimbunlah
darah didaerah kapilar. Dengan demikian, volume darah yang mengalir kembali ke jantung
makin berkurang. Disparitas antara volume darah yang beredar dengan kapasitas daerah
vascular (vascular bed) makin besar, sehingga hipotensi menjadi makin berat. Akibat tekanan
darah diastolic yang menurun, maka aliran darah dalam arteria koronaria berkurang, sehingga
menimbulkan anoksia pada otot jantung yang mengakibatkan kelemahan jantung. Dalam
perkembangan proses selanjutnya vena-vena kecil dan venula pascakapilar tidak lagi
menunjukan reaksi terhadap rangsangan simpatik. Sirkulasi mikro dalam keadaan demikian
sepenuhnya dalam pengaruh zat-zat vasodilator endogen. Dalam fase terakhir dari syok
hemoragi yang tidak reversible lagi terdapat tanda-tanda kegagalan fungsi alat-alat tubuh
vital.

3. SHOCK HEMORAGIC

3.1 Syok hemoragi reversibel dibagi dalam 2 stadium :


Syok reversibel dini (early reversible shock), yang dapat dikompensasikan
Dalam tingkat ini kadar katekolamin meningkat ditandai dengan vasokonstriksi
pembuluh darah perifer. Tekanan darah masih normal atau mulai turun. Penanganan
segera dapat mengatasi syok dengan mudah.
Syok reversibel lanjut (late reversible shock), yang dalam keadaan dekompensasi.
Vasokonstriksi terus-menerus, bagian perifer tubuh dingin, tekanan darah turun, nadi
cepat, dan terjadi penumpukan darah dalm vena-vena didaerah tertentu. Jumlah darah
yang mengalir dalam peredaran darah umum dan yang ke jaringan berkurang. Untuk
penanganan diperlukan upaya dan jumlah cairan (atau darah) yang lebih banyak.

3.2 Syok hemoragi dalam obsetri dapat dijumpai pada :

Antepartum : plasenta previa, solusio plasenta. Hemoragi antepartum adalah perdarahan


sebelum melahirkan yang biasanya diklasifikasikan sebagai perdarahan apapun dalam
kehamilan sesudah usia kehamilan 24 minggu.

3.2.1 Perbedaan Solusio Plasenta Dan Plasenta Previa.

Solusio Plasenta Plasenta Previa

Perdarahan Merah tua s/d coklat Merah segar,


hitam. Terus menerus Berulang Tidak nyeri, Tak
Disertai nyeri tegang

Uterus Tegang, bagian janin tak Tak tegang, Tak nyeri tekan
teraba,Nyeri tekan

Syok/Anemia Lebih sering, Tidak Jarang, Sesuai dengan


sesuai dengan jumlah jumlah darah yang keluar.
darah yang keluar.

Fetus 40% fetus sudah mati, Biasanya fetus hidup,


Tidak disertai kelainan Disertai kelainan letak.
letak.

Pemeriksaan Ketuban menonjol Teraba plasenta atau


Dalam walaupun tidak his. perabaan fornik ada
bantalan antara bagian janin
dengan jari pemeriksaan.
3.2.2 Penyebab hemoragi antepartum :

 Pelepasan mendadak plasenta yang letaknya normal (solusio plasenta)


 Perdarahan dari plasenta yang letaknya abnormal (plasenta previa)
 Perdarahan otak yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah serebral,
perdarahan otak atau serebral ini dapat tejadi pada kehamilan yang berkaitan
dengan hipertensi misalnya eklampsia dan hipertensi esensial.
 Perdarahan dengan jumlah kehilangan darah yang telihat jauh lebih sedikit dari
pada jumlah kehilangan , tanda-tanda klinis tidak sesuai dengan hasil pengukuran
jumlah darah yang hilang.

3.2.3 Intrapartum : ruptura uteri (robeknya diding rahim)

3.2.4 Postpartum : perdarahan postpartum, luka-luka jalan lahir. Syok karena perdarahan, infeksi,
dan eklamsi adalah merupakan tiga hal utama pembawa kematian dalam
kebidanan. Hemoragi postpartum adalah kehilangan darah sebanyak 500 ml
atau lebih dari traktus genitalia setelah melahirkan.

3.2.5 Hemoragi postpartum ada dua yaitu :

 Hemoragi postpartum primer yaitu mencakup semua kejadian peradarahan dalam 24 jam
setelah kelahiran.
 Hemoragi postpartum sekunder yaitu mencakup semua kasus PPH yang terjadi antara 24
jam setelah kelahiran bayi dan 6 minggu masa postpartum.

3.2.6 Penyebab hemoragi postpartum primer :

 Uterus atonik (terjadi karena, misalnya plasenta atau selaput ketuban tertahan)
 Trauma genital (meliputi penyebab spontan dan trauma akibat penatalaksanaan atau
gangguan, misalnya kelahiran yang menggunakan peralatan termasuk seksio sesarian,
episiotomy).
 Koagulasi intravaskular diseminata yaitu salah satu komplikasi yang terjadi pada sepsis
dan berkontribusi terhadap kejadian disfusi organ.
 Inversi uterus
3.2.7 Penyebab hemoragi postpartum sekunder :

 Fragmen plasenta atau selaput ketuban tertahan.


 Pelepasan jaringan mati setelah persalinan macet (dapat terjadi serviks, vagina, kandung
kemih, rektum.
 Terbukanya luka pada uterus (setelah seksio sesarian atau ruptru uterus)

Faktor yang menempatkan maternal pada risiko tinggi Hemoragi


Postpartum

Terjadi sebelum Muncul selam kehamilan Muncul saat


kehamilan sekarang sekarang persalinan

Primigravida Plasenta previa Persalinan induksi

Paritas tinggi (4+) Abrupsi plasenta Persalinan


macet/lama

Fibroid Polihidramnion Persalinan


presipitas

Plasent tertahan Kehamilan ganda Kelahiran dengan


terdahulu, PPH terdahulu korsep

Pembedahan terdahulu Kematian intrauterin Seksio sesarian


pada uterus termasuk
seksio sesarian terdahulu

Persalinan lama/macet eklampsia Anestesi


terdahulu umum/epidural

Penyakit yang diderita Hepatitis Korioamnionitis


(diabetes, jantung,
kelainan pembekuan
darah)

Anemia Setiap kondisi yang Koagulasi


berkaitan dengan anemia intravaskular
(seperti malaria, infeksi diseminata
cacing tambang)
4. PENANGANAN SHOCK HEMORAGIC

Pada syok hemoragi tindakan esensial adalah menghentikan perdarahan dan menganti
kehilangan darah. Setelah diketahui adanya syok hemoragi, penderita dibaringkan dalam
posisi Trendelenburg, yaitu dalam poisi terlentang biasa dengan kaki sedikit tinggi (30˚).
Dijaga jangan sampai penderita kedinginan badannya. Setelah kebebasan jalan nafas terjamin,
untuk meingkatkan oksigenisasi dapat diberi oksigen 100% kira-kira 5 liter/menit melalui
jalan nafas. Sampai diperoleh persediaan darah buat tranfusi, pada penderita melalui infus
segera diberi cairan dalam bentuk larutan seperti NaCl 0,9%, ringer laktat, dekstran, plasma
dan sebagainya. Sebagai pedoman dala menentukan jumlah volume cairan yang diperlukan,
dipergunakan ukuran tekanan vena pusat (CVP) dan keadaan diuresia. CVP dapat
dipergunakan untuk menilai hubungan antara volume darah yang mengalir ke jantung dan
daya kerja jantung. Tinggi CVP pada seseorang yang sehat yang berbaring adalah 5-8 cm air.
Tekanan akan menurun jika volume darah itu menjadi kurang dan akan menarik dengan
berkurangnya daya kerja jantung. Dengan demikian, CVP penting untuk memperoleh
informasi tentang keseimbangan antara darah yang mengalir ke jantung dan kekuatan jantung,
serta untuk menjaga jangan sampai pemberian cairan dengan jalan infus berlebihan. Selama
CVP masih rendah pemberian cairan dapat diteruskan akan tetapi jika CVP lebih dari normal
(15-16 cm air), hal itu merupakan isyarat untuk menghentikan atau saat untuk menggurangi
pemberian cairan dengan infus. Pemeriksaan hematokrit berguna sebagai pedoman pemberian
darah. Kadar hematokrit normal 40%, dan pada perdarahan perlu diberi darah sekian banyak,
sehingga hematokrit tidak kurang dari 30%. Jika dianggap perlu kepada penderita syok
hemoragi diberi cairan bikarbonat natrikus untuk mencegah atau meanggulangi asidosis.
Penampilan klinis penderita banyak member isyarat mengenai keadaan penderita mengenai
hasil perawatannya.

5. TERAPI :

5.1 Tindakan umum

Letakkan penderita datar punggunya, tinggikan kedua tungkai : “ posisi pisau lipat”.
Cegah agar tidak kedinginan (selimut, bantal), berikan oksigen.
5.2 Hemostatis

Pada suatu kedaruratan, tergantung atas penyebabnya, pembuluh darah atau serviks yang
ruptura diklem, uterus ditekan bimanual, tekan aorta. Dalam banyak hal, tidak mungkin
mengefektifkan hemostatis ditempat praktek dokter (kehamilan prematur, ektopik, ruptura
uteri, hematoma supralevator)

5.3 Pergantian volume

Berikan larutan koloid (haemaccel, plasmafucin, plasmagel, macrodex): maksimum 1500


ml (ekspander plasma). Berikan setengah atau dua pertiga larutan elektrolit : 1000-4000
ml (pengganti ekstrasel). Tranfusi darah : ganti perdarahan yang banyak dengan dara
lengkap.

5.4 Kendalikan gangguan mikrosirkulasi dan tetapkan sentralisasi

Berika Hydergine mula-mula sampai 1,2 mg, kemudian 0,6 mg IV. Berikan
Rheomacrodex (10%) : maksimum 10 ml/kg berat badan, tetapi hati-hati pada insufisiensi
ginjal.

5.5 Hilangkan nyeri

Hanya bila diperlukan, kemudian berikan Demerol dalam dosis kecil : maksimum 50 mg
per dosis.

5.6 Penatalaksanaan koagulasi

Selalu curiga kelainan pembekuan darah bila darah yang mengalir dari genitalia tidak
membeku atau membeku sangat lambat

5.7 Memantau fungis ginjal

Pada prinsipnya pasang kateter “indwelling”. Ukur pengeluaran air seni setiap jam.
5.8 Penatalksanaan jantung

Pada jantung yang tidak rusak sebelumnya dan pada penderita tua : Kombetin (strofantin)
0,25-0,5 mg IV atau Lanoxin (digitoksin) 0,25 mg IV.

5.9 Tindakan klinis

Intubasi, pernapasan dikontrol. Koreksi keseimbangan asam-basa, kemungkinan


osmoterapi (Mannitol) Streptokinase dalm syok hemoragi yang cepat progresif.

PENUTUP

KESIMPULAN

Shock hemoragic adalah syok yang terjadi akibat perdarahan dalam jumlah yang besar
(500 ml). disebabkan oleh perdarahan postpartum, perdarahan karena abortus, kehamilan
ektopik terganggu, plasenta previa, solusio plasenta, rupture uteri dan perlukaan jalan lahir.
Syok hemoragi reversibel dibagi dalam 2 stadium :

 Syok reversibel dini (early reversible shock), yang dapat dikompensasikan


 Syok reversibel lanjut (late reversible shock), yang dalam keadaan dekompensasi.

Syok hemoragi dalam obsetri dapat dijumpai pada :

 Antepartum : plasenta previa, solusio plasenta.


 Intrapartum : ruptura uteri
 Postpartum : perdarahan postpartum, luka-luka jalan lahir.
Penanganannya adalah dengan menghilangkan penyebab dan mengganti segera darah yang
hilang.

DAFTAR PUSTAKA

Heller, Luz. 1997. Gawat Darurat Ginekologi Dan Obstetri. Jakarta : Egc.

Dsog., Chalik, Dr. Tma. 1997. Hemoragi Utama Obstetri Dan Ginekologi. Jakarta : Widya
Medika.

Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Ybp-Sp.

Rab, Prof. Dr. H. Tabrani. 1999. Pengatasan Shock. Jakarta : Egc.

Mph., Mochtar, Prof. Dr. Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta : Egc.

Who. 2001. Safe Motherhood Model Hemoragi Postpartum. Jakarta : Egc.

Anda mungkin juga menyukai