Disusun Oleh :
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
cafetarian atau supermarket, dimana calon akseptor memilih sendiri
kontrasepsi yang diinginkan, padahal dalam kontrasepsi tidak ada satupun
metode yang sesuai.
Peran bidan sangat penting dalam memberikan asuhan kebidanan
keluarga berencana salah satu kewenangannya adalah melakukan konseling
atau KIE untuk memberikan gambaran tentang berbagai macam metode alat
kontrasepsi sehingga klien dipersilahkan untuk memilih metode kontrasepsi
yang diyakini. Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk
memilih kasus Asuhan Kebidanan Pada Akseptor Kontrasepsi IUD/AKDR.
Dengan memberikan asuhan kebidanan terhadap ibu nifas yang akan memulai
penggunaan kontrasepsinya, dapat kita yakini bahwa ibu tersebut akan
nyaman 1terhadap kontrasepsi yang dipakai sesuai dengan konseling
sebelumnya mengenai kelebihan dan kekurangan dari kontrasepsi yang
dipilih.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Agar mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada Ny “S” usia
24 tahun P10001 untuk melakukan pemasangan kontrasepsi IUD sesuai
keinginan ibu.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswi mampu mengetahui konsep teori nifas dan pelayanan KB.
2. Mahasiswi mampu mengetahui asuhan kebidanan menurut Halen
Varney, meliputi:
a. Langkah I (Pengkajian).
b. Langkah II ( identifikasi diagnosa/masalah).
c. Langkah III (antisipasi diagnosa/masalah potensial).
d. Langkah IV (identifikasi tindakan segera).
e. Langkah V (intervensi).
f. Langkah VI (implementasi).
g. Langkah VII (evaluasi).
3
3. Mahasiswi mampu membahas kesenjangan antara konsep teori dan
kasus.
1.3 Teknik pengumpulan data
1.3.1 Anamnesa / Wawancara
Mengadakan wawancara (tanya jawab) langsung kepada wanita
(klien) yang bersangkutan tentang hal-hal yang berhubungan dengan latar
belakang masalah kesehatan klien, sehingga dapat memberikan intervensi
yang tepat sesuai dengan diagnosa dan masalah. Dalam kasus ini, penulis
juga melakukan anamnesa / wawancara kepada bidan.
1.3.2 Observasi/pemeriksaan
Suatu cara pengumpulan data dengan melakukan pengamatan
langsung terhadap suatu objek dalam periode tertentu melalui
pemeriksaan umum dan fisik.
1.3.3 Studi Dokumentasi
Dengan melihat rekam medik klien terhadap program
pengobatan dan perawatan melalui catatan medik atau catatan
keperawatan.
1.3.4 Studi kepustakaan
Segala usaha yang dilakukan oleh penulis untuk mencari
informasi yang relevan dengan topik /masalah yang sedang dicari
berdasarkan studi dari buku terbitan, jurnal dll.
1.4 Sistematika Penulisan
Halaman sampul depan.
Halaman lembar pengesahan.
Halaman kata pengantar.
Halaman daftar isi.
BAB I : Pendahuluan
Meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat,
metode dan teknik pengumpulan data, tempat dan waktu pengkajian,
dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Pustaka
4
Berisi tentang tinjauan teori dan Manajemen Kebidanan Varney.
BAB III : Tinjauan Kasus
Berisi tentang pengkajian data, identifikasi masalah dan diagnosa,
antisipasi diagnosa dan masalah potensial, identifikasi kebutuhan
segera, pengembangan rencana/intervensi, implementasi, evaluasi.
BAB IV : Pembahasan
Membahas ada tidaknya kesenjangan antara teori dan praktek di
lapangan.
BAB V : Penutup
Terdiri dari kesimpulan dan saran
Daftar Pustaka
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
Tinggi fundus uterus dan berat uterus menurut masa involusi
(Suherni, Hesty Widyasih, Anita Rahmawati, 2009)
Tabel 2.1
2. Lochea
Adalah istilah untuk sekret dari uterus yang keluar melalui
vagina selama puerperium (Varney, 2007). Ada beberapa jenis
lochea, yakni (Suherni, Hesty Widyasih, Anita Rahmawati, 2009):
a. Lochea Rubra ( Cruenta)
Lochea ini berisi darah segar dan sisa-sisa selaput
ketuban, selsel darah desidua (Desidua yakni selaput tenar
rahim dalam keadaan hamil), venix caseosa (yakni palit bayi, zat
seperti salep terdiri atas palit atau semacam noda dan sel-sel
epitel yang mnyelimuti kulit janin), lanugo (yakni bulu halus
pada anak yang baru lahir), dan mekonium (yakni isi usus janin
cukup bulan yang terdiri atas getah kelenjar usus dan air ketuban
berwarna hijau).
b. Lochea Sanguinolenta
Warnanya merah kuning berisi darah dan lendir. Ini
terjadi pada hari ke 3-7 pasca persalinan.
7
c. Lochea Serosa
Berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi,
pada hari ke 7-14 pasca persalinan.
d. Lochea Alba
Cairan putih yang terjadinya pada hari setelah 2
minggu.
e. Lochea Purulenta
Ini terjadi karena infeksi, keluarnya cairan seperti
nanah berbau
f. Locheohosis
Lochea yang tidak lancar keluarnya.
3. Perubahan vagina dan perinium
a. Vagina
Pada minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul vugae
(lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan) kembali.
b. Perlukaan vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan
perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah
persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi akibat ekstrasi
dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar,
robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada
pemeriksaa speculum.
c. Perubahan pada perineum
Terjadi robekan perineum hampir pada semua
persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah
dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat,
sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin
melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar
dan pada sirkumfarensia suboksipito bregmatika.
8
Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomi
(penyayatan mulut serambi kemaluan untuk mempermudah
kelahiran bayi) lakukanlah penjahitan dan perawatan dengan
baik (Suherni, Hesty Widyasih, Anita Rahmawati, 2009).
4. Perubahan pada sistem pencernaan
Biasanya ibu mengalami konstipasi setelah melahirkan
anak. Hal ini disebabkan karena pada waktu melahirkan alat
pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan kolon menjadi
kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan
(dehidrasi), kurang makan, hemorroid, laserasi jalan lahir. Supaya
buang air besar kembali teratur dapat diberikan diit atau makanan
yang mengandung serat dan pemberian cairan yang cukup. Bila
usaha ini tidak berhasil dalam waktu 2 atau 3 hari dapat ditolong
dengan pemberian huknah atau gliserin spuit atau diberikan obat
laksan yang lain (Eny Retna Ambarwati, Diah Wulandari, 2009).
5. Perubahan sistem perkemihan
Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2 sampai 8
minggu, tergantung pada 1) keadaan/status sebelum persalinan 2)
Lamanya partus kalla II yang dilalui 3) Bersarnya tekanan kepala
yang menekan pada saat persalinan (Suherni, Hesty Widyasih,
Anita Rahmawati, 2009).
6. Perubahan tanda-tanda vital
a. Suhu badan
Sekitar hari ke 4 setelah persalinan suhu tubuh
mungkin naik sedikit, antara 37,2ºC-37,5°C. Kemungkinan
disebabkan karena ikutan dari aktivitas payudara. Bila kenaikan
mencapai 38°C pada hari kedua sampai hari-hari berikutnya,
harus diwaspadai infeksi atau sepsis nifas.
b. Denyut nadi
Denyut nadi ibu akan melambat sampai sekitar 60 kali
per menit, yakni pada waktu habis persalinan karena ibu dalam
9
keadaan istirahat penuh. Ini terjadi utamanya pada minggu
pertama postpartum
c. Tekanan darah
Tekanan darah <140/90 mmHg. Tekanan darah tersebut
bisa meningkat dari pra persalinan pada 1-3 hari postpartum.
d. Respirasi
Pada umumnya respirasi lambat atau bahkan normal,
karena ibu dalam kedaan pemulihan/dalam kondisi istirahat.
Bila ada respirasi cepat postpartum (>30x per menit) mungkin
karena ikutan tandatanda syok (Suherni, Hesty Widyasih, Anita
Rahmawati, 2009).
2.1.1.3 Perubahan-Perubahan Psikis Ibu Nifas
Perubahn peran seorang ibu memerlukan adaptasi yang harus
dijalani. Tanggung jawab bertambah dengan hadirnya bayi yang baru
lahir. Dorongan serta perhatian anggota keluarga lainnya merupakan
dukungan positif untuk ibu. Dalam menjalani adaptasi setelah
melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase sebagai berikut (Suherni,
Hesty Widyasih, Anita Rahmawati, 2009).
1. Fase taking in
Yaitu periode ketergantungan. Periode ini berlangsung
dari hari pertama sampai kedua setelah melahirkan. Pada fase ini,
ibu sedang berfokus terutama pada dirinya sendiri. Ibu akan
berulang kali menceritakan proses persalinan yang dialaminya dari
awal sampai akhir.
2. Fase taking hold
Yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah
melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa kawatir akan
ketidakmampuan dan tanggung jawab dalam merawat bayi. Ibu
mempunyai perasaan sangat sensitif mudah tersinggung dan
gampang marah.
10
3. Fase letting go
Yaitu periode menerima tanggung jawab akan peran
barunya. Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu
sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya.
2.1.1.4 Tujuan Asuhan Masa Nifas
Tujuan asuhan masa nifas diantaranya sebagai berikut:
1. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologi.
2. Melaksanakan skrining yang komperhensif, mendeteksi masalah,
mengobati/merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu.
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan
diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi
kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
4. Memberikan pelayanan keluarga berencana.
(Suherni, Hesty Widyasih, Anita Rahmawati, 2009).
2.1.1.5 Kebutuhan Dasar Ibu Nifas
Kebutuhan dasar masa nifas antara lain sebagai berikut:
1. Gizi
Ibu nifas dianjurkan untuk:
a. Makan dengan diit berimbang, cukup karbohidrat, protein,
lemak, vitamin dan mineral.
b. Mengkomsumsi makanan tambahan, nutrisi 800 kalori/hari pada
6 bulan pertama, 6 bulan selanjutnya 500kalori/hari dan tahun
kedua 400 kalori. Jadi jumlah kalori tersebut adalah tambahan
dari kalori per harinya.
c. Mengkomsumsi vitamin A 200.000 iu. Pemberian vitamin A
dalam bentuk suplementasi dapat meningkatkan kualitas ASI,
meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatkan
kelangsungan hidup anak. (Suherni, Hesty Widyasih, Anita
Rahmawati, 2009).
11
Tabel Penambahan Makanan pada Wanita Dewasa, Hamil, dan
Menyusui
(Suherni, Hesty Widyasih, Anita Rahmawati, 2009)
Tabel 2.2
Zat Wanita dewasa Wanita hamil 20 Wanita
Makanan tidak hamil (BB minggu terakhir menyusui
47 kg)
Ferrum 12 mg 5 mg 5 mg
2. Ambulasi
Ambulasi sedini mungkin sangat dianjurkan, kecuali ada
kontraindikasi. Ambulasi ini akan meningkatkan sirkulasi dan
mencegah risiko tromboflebitis, meningkatkan fungsi kerja
peristaltik dan kandung kemih, sehingga mencegah distensi
abdominal dan konstipasi. Ambulasi ini dilakukan secara bertahap
sesuai kekuatan ibu. Terkadang ibu nifas enggan untuk banyak
bergerak karena merasa letih dan sakit. Jika keadaan tersebut tidak
segera diatasi, ibu akan terancam mengalami trombosis vena.
Untuk mencegah terjadinya trombosis vena, perlu dilakukan
ambulasi dini oleh ibu nifas. Pada persalinan normal dan keadaan
ibu normal, biasanya ibu diperbolehkan untuk mandi dan ke WC
dengan bantuan orang lain, yaitu pada 1 atau 2 jam setelah
12
persalinan. Sebelum waktu ini, ibu harus diminta untuk melakukan
latihan menarik napas dalam serta latihan tungkai yang sederhana
Dan harus duduk serta mengayunkan tungkainya di tepi tempat
tidur. Sebaiknya, ibu nifas turun dan tempat tidur sediri mungkin
setelah persalinan. Ambulasi dini dapat mengurangi kejadian
komplikasi kandung kemih, konstipasi, trombosis vena puerperalis,
dan emboli perinorthi. Di samping itu, ibu merasa lebih sehat dan
kuat serta dapat segera merawat bayinya. Ibu harus didorong untuk
berjalan dan tidak hanya duduk di tempat tidur. Pada ambulasi
pertama, sebaiknya ibu dibantu karena pada saat ini biasanya ibu
merasa pusing ketika pertama kali bangun setelah melahirkan.
(Bahiyatun, 2009).
3. Personal Higiene Ibu
Sering membersihkan area perineum akan meningkatkan
kenyamanan dan mencegah infeksi. Tindakan ini paling sering
menggunakan air hangat yang dialirkan (dapat ditambah larutan
antiseptik) ke atas vulva perineum setelah berkemih atau defekasi,
hindari penyemprotan langsung. Ajarkan ibu untuk membersihkan
sendiri.
4. Istirahat dan tidur
Anjurkan ibu untuk :
a. Istirahat yang cukup untuk mengurangi kelelahan.
b. Tidur siang atau istirahat selagi bayi tidur.
c. Kembali ke kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan.
Mengatur kegiatan rumahnya sehingga dapat menyediakan
waktu untuk istirahat pada siang kira-kira 2 jam dan malam 7-8
jam.
Kurang istirahat pada ibu nifas dapat berakibat:
a. Mengurangi jumlah ASI.
b. Memperlambat involusi, yang akhirnya bisa menyebabkan
perdarahan.
13
c. Depresi.
5. Senam Nifas
Selama kehamilan dan persalinan ibu banyak mengalami
perubahan fisik seperti dinding perut menjadi kendor, longgarnya
liang senggama, dan otot dasar panggul. Untuk mengembalikan
kepada keadaan normal dan menjaga kesehatan agar tetap prima,
senam nifas sangat baik dilakukan pada ibu setelah melahirkan. Ibu
tidak perlu takut untuk banyak bergerak, karena dengan ambulasi
secara dini dapat membantu rahim untuk kembali kebentuk semula.
Senam nifas adalah senam yang dilakukan sejak hari pertama
melahirkan setiap hari sampai hari yang kesepuluh, terdiri dari
sederetan gerakan tubuh yang dilakukan untuk mempercepat
pemulihan ibu.
6. Seksualitas masa nifas
Kebutuhan seksual sering menjadi perhatian ibu dan
keluarga. Diskusikan hal ini sejak mulai hamil dan diulang pada
postpartum berdasarkan budaya dan kepercayaan ibu dan keluarga.
Seksualitas ibu dipengaruhi oleh derajat ruptur perineum dan
penurunan hormon steroid setelah persalinan. Keinginan seksual
ibu menurun karena kadar hormon rendah, adaptasi peran baru,
keletihan (kurang istirahat dan tidur). Penggunaan kontrasepsi
(ovulasi terjadi pada kurang lebih 6 minggu) diperlukan karena
kembalinya masa subur yang tidak dapat diprediksi. Menstruasi ibu
terjadi pada kurang lebih 9 minggu pada ibu tidak menyusui dan
kurang Iebih 30 - 36 minggu atau 4 - 18 bulan pada ibu yang
menyusui.
2.1.2 Kontrasepsi
14
Menurut WHO, tindakan yang membantu individu/ pasutri untuk
mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak
diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval
diantara kehamilan, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hanafi
hartanto, 2010)
15
2.1.3 Konsep Dasar Kontrasepsi IUD/ AKDR
1. IUD yang terbuat dari plastik (Lippes loop) atau baja anti karat
(cincin Cina), mempunyai tingkat kegagalan tahun pertama yang
tertinggi (2-6 perwanita).
2. IUD berkandungan obat, yakni hormon steroid seperti IUD
progestasert yang mengandung progesteron dan yang baru
dikembangkan IUD Levo Nova mengandung levonorgestrel,
mempunyai tingkat kegagalan sedang (1-3 per 100 wanita).
3. IUD berkandungan tembaga, seperti Copper T ( CuT 380A dan
200C), multiload (MlCu250 dan 375) dan Nova T, mempunyai
tingkat kegagalan 1 atau kurang.
16
4. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus
(Saifuddin, 2006).
17
2. Komplikasi lain:
a. Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah
pemasangan.
b. Perdarahan berat pada waktu haid atau di antaranya yang
memungkinkan penyebab anemia.
c. Perforasi dinding uterus (sangat jarng apabila pemasangannya
benar)
3. Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS.
4. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau yang
sering berganti pasangan.
5. Penyakit radang panggul yang terjadi sesudah perempuan dengan
IMS memakai AKDR. PRP dapat memicu infertilitas.
6. Prosedur medis, termasukpemeriksaan pelvik dierlukan dalam
pemasangan AKDR. Seringkali perempuan takut selama
pemasangan.
7. Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi segera setelah
pemasangan AKDR. Biasanya menghilang dalam 1-2 hari.
8. Klien tidak dapat melepas AKDR oleh drinya sendiri. Petugas
kesehatan terlatih yang harus melepaskan AKDR.
9. Mungkin AKDR keluar dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi
apabila AKDR dipasang segera sesudah melahirkan)
10. Tidak mencegah kehamilan ektopik karena fungsi AKDR untuk
mencegah kehamilan normal.
11. Perempuan harus memeriksa posisi benang AKDR dari waktu ke
waktu. Untuk melakukan ini perempuan harus memasukkan
jarinya ke dalam vagina, sebagian perempuan tidak mau
melakukan ini (Saifuddin, 2006)
2.1.3.6 Persyaratan Pemakaian IUD/AKDR
Yang dapat menggunakan yaitu:
1. Usia reproduktif
2. Resiko rendah IMS (Infeksi Menular Seksual)
18
3. Tidak menghendaki metode hormonal
4. Keadaan nulipara: perempuan yang belum pernah melahirkan anak
5. Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang
6. Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi
7. Pasca melahirkan dan tidak menyusui bayinya
8. Pasca abortus dan tidak terlihat adanya infeksi
9. Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari
10. Tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari senggama
11. Perokok, sedang menyusui, gemuk atau kurus
12. Sedang memakai antibiotik atau anti kejang
13. Penderita tumor jinak payudara, hipertensi, diabetes, penyakit
tiroid, dll (Saifuddin, 2006)
2.1.3.7 Yang tidak Diperkenankan Memakai IUD/AKDR
1. Sedang hamil (diketahui/kemungkinan hamil).
2. Perdarahan vagina yang tidak diketahui.
3. Sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis)
bulan terakhir sedang mengalami/menderita PRP/abortus septik.
4. Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim
yang dapat mempengaruhi kavum uteri.
5. Penyakit trofoblas ganas.
6. Diketahui menderita TBC pelvis.
7. Kanker alat genital.
8. Ukuran rongga rahim kurang dari 5cm (Saifuddin, 2006).
2.1.3.8 Waktu Pengggunaan IUD/AKDR
1. Sewaktu haid sedang berlangsung
Pada hari-hari pertama atau terakhir haid. Keuntungannya
pemasangan lebih mudah oleh karena serviks terbuka dan lembek,
rasa nyeri tidak seberapa keras, perdarahan yang timbul akibat
pemasangan tidak seberapa dirasakan.
2. Sewaktu pasca melahirkan (post partum)
19
a. Secara dini (immediate insertion): dipasang pada wanita yang
melahirkan sebelum dipulangkan dari rumah sakit.
b. Secara langsung (direct insertion): dipasang dalam masa 3
bulan pasca melahirkan/abortus.
c. Secara tidak langsung (indirect insertion): dipasang setelah 3
bulan pasca melahirkan/abortus
3. Sewaktu post abortus
4. Beberapa hari setelah haid terakhir (Marjati,2010)
2.1.3.9 Penanganan Efek Samping yang Umum dan Permasalahan yang Lalu
1. Amenore
Periksa apakah sedang hamil, apabila tidak, jangan lepas
AKDR lakukan konseling dan selidiki penyebab amenorea apabila
dikehendaki. Apabila hamil, jelaskan dan sarankan untuk melepas
AKDR apabila talinya terlihat dan kehamilan kurang dari 13
minggu.Apabila benang tidak terlihat atau kehamilan lebih dari 13
minggu, AKDR jangan dilepaskan.Apabila klien sedang hamil dan
ingin mempertahankan kehamilannya tanpa melepaskan AKDR,
jelaskan adanya resiko kemungkinan terjadinya kegagalan
kehamilan dan infeksi serta perkembangan kehamilan harus lebih
diamati dan diperhatikan.
2. Kejang
Pastikan dan tegaskan adanya PRP atau penyebab lain dari
kekejangan. Tanggulangi penyebabnya apabila ditemukan.Apabila
tidak ditemukan penyebabnya beri analgesic untuk sedikit
meringankan. Apabila klien mengalami kejang yang berat,
lepaskan AKDR dan bantu klien menentukan metode kontrasepsi
yang lain.
3. Perdarahan vagina yang hebat dan tidak teratur
Pastikan dan tegaskan adanya infeksi pelvic dan
kehamilan ektopik.Apabila tidak ada kelainan patologis,
perdarahan berkelanjutan serta perdarahan hebat, lakukan
20
konseling dan pemantauan. Beri ibuprofen (800mg, 3x/hari selama
1 minggu) untuk mengurangi perdarahan dan berikan tablet besi (1
tablet setiap hari selama 1-3 bulan). AKDR memungkinkan dilepas
apabila klien menghendaki. Apabila klien telah memakai AKDR
selama >3 bulan dan diketahui menderita anemia (Hb<7gr%)
anjurkan untuk melepas AKDR dan bantulah memilih metode lain
yang sesuai.
4. Benang yang hilang
Pastikan adanya kehamilan atau tidak.Tanyakan apakah
AKDR terlepas.Apabila tidak hamil dan AKDR tidak terlepas,
berikan kondom. Periksa talinya di dalam saluran endoserviks dan
kavum uteri (apabila memungkinkan adanya peralatan dan tenaga
terlatih) setelah masa haid berikutnya. Apabila tidak ditemukan
rujuklah ke dokter, lakukan X-Ray atau pemeriksaan ultrasound.
Apabila tidak hamil dan AKDR yang hilang tidak ditemukan,
pasanglah AKDR baru atau bantulah klien memilih metode lain.
5. Adanya pengeluaran cairan dari vagina/dicurigai adanya PRP
Pastikan pemeriksaan untuk IMS.Lepaskan AKDR apabila
ditemukan menderita atau sangat dicurigai menderita gonorhoe
atau infeksi klamidial, lakukan pengobatan yang memadai. Bila
PRP, obati dan lepas AKDR sesudah 48 jam. Apabila AKDR
dikeluarkan, beri metode lain sampai masalahnya teratasi
(Saifuddin, 2006)
21
kolaborasi dan atau kerjasama.Hal ini dapat digunakan sebagai dasar dalam
perencanaan kebidanan selanjutnya (Saminem, 2009).
22
3) Agama
Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk
membimbing atau mengarahkan pasien dalam berdoa.
(Sulistyawati,2009).
4) Pendidikan
Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk
mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga bidan
dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya
(Sulistyawati,2009).
5) Suku/bangsa
Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari
(Sulistyawati,2009).
6) Pekerjaan
Wanita hamil dapat tetap bekerja namun aktifitas yang di
jalaninya tidak boleh terlalu berat. Seorang wanita nifas
disarankan untuk menghentikan aktifitas apabila mereka
merasakan gangguan dalam masa nifasnya. (Sulistyawati, 2009).
7) Alamat
Selain sebagai data mengenai gambaran mengenai jarak
dan waktu yang ditempuh pasien menuju lokasi tenaga
kesehatan (Sulistyawati, 2009)
b. Keluhan utama
Keluhan utama dikaji untuk mengetahui keluhan yang
dirasakan pasien saat ini (Sulistyawati, 2009).
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan yang lalu
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya riwayat atau penyakit akut, kronis seperti jantung, DM,
hipertensi, asma yang dapat mempengaruhi pada masa nifas ini
(Ambarwati dkk, 2009).
23
2) Riwayat kesehatan sekarang
Data-data ini diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan adanya yang diderita pada saat ini yang ada
hubungannya dengan masa nifas (Ambarwati dkk, 2009).
3) Riwayat kesehatan keluarga
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan
kesehatan pasien dan janinnya, yaitu apabila ada penyakit
keluarga yang menyertai dalam masa nifasnya (Ambarwati
dkk,2009).
d. Riwayat perkawinan
Yang perlu dikaji adalah berapa kali menikah, status
menikah sah atau tidak, karena bila tidak akan mempengaruhi
kondisi psikis ibunya (Sulistyawati,2009).
e. Menstruasi
1) Menarce
Menarce adalah usia pertama kali mengalami
menstruasi. Wanita Indonesia pada umumnya megalami
menarce sekitar 12 sampai 16 tahun (Sulistyawati, 2009).
2) Siklus
Siklus menstruasi adalah jarak antara menstruasi yang
dialami dengan menstruasi berikutnya, dalam hitungan hari 23
sampai 32 (Sulistyawati, 2009).
3) Volume
Data ini menjelaskan beberapa banyak darah
menstruasi yang dikeluarkan. Kadang kita akan kesulitan untuk
mendapatkan data yang valid. Sebagai acuan biasanya kita
gunakan kriteria banyak, sedang dan sedikit. Jawaban yang
diberikan oleh pasien biasanya bersifat subjektif, namun kita
dapat gali lebih dalam lagi dengan beberapa pertanyaan
24
pendukung seperti sampai berapa kali ganti pembalut dalam
sehari (Sulistyawati, 2009).
f. Riwayat obstetrik (Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang
lalu)
Berapa kali ibu hamil, apakah pernah abortus, cara
persalinan yang lalu, penolong persalinan, keadaan nifas yang lalu
(Ambarwati dkk, 2009).
g. Riwayat KB
Meskipun pemakaian alat kontrasepsi masih lama, namun
tidak ada salahnya jika kita mengkajinya lebih awal agar pasien
memperoleh informasi sebanyak mungkin mengenai pilihan
beberapa alat kontrasepsi. Kita juga dapat memberikan penjelasan
mengenai alat kontrasepsi tertentu yang sesuai dengan keinginan dan
kondisi pasien (Ambarwati dkk, 2009).
h. Riwayat sosial budaya, ekonomi dan psikososial
Untuk mengetahui pasien dan keluarga yang menganut adat
istiadat yang akan menguntungkan atau merugikan pasien khususnya
pada masa nifas misalnya pada kebiasaan pantangan makan
(Ambarwati dkk, 2009).
2. Data Obyektif
Dalam menghadapi masa nifas dari seorang klien, seorang
harus mengumpulkan data untuk memastikan bahwa keadaan klien
dalam keadaan stabil. Data objektif meliputi data hasil pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang
lainnya (Mufdilah, dkk, 2009).
Langkah-langkah pemeriksaannya sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Fisik Umum
1) Keadaan Umum
Untuk mengetahui data ini kita cukup dengan mengamati
keadaan pasien secara keseluruhan. Hasil pengamatan kita
laporkan dengan kriteria sebagai berikut :
25
a) Baik
Jika pasien memperlihatkan respon yang baik
terhadap lingkungan dan orang lain, serta secara fisik pasien
tidak mengalami ketergantungan berjalan sendiri (Sulistyawati,
2009).
b) Lemah
Pasien dimasukkan dalam kriteria ini jika ia kurang
atau tidak memberikan respon yang baik terhadap lingkungan
dan orang lain dan pasien sudah tidak mampu lagi berjalan
sendiri (Sulistyawati, 2009).
2) Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien,
kita dapat mengakaji tingkat kesadaran mulai dari composmentis
sampai dengan koma (Sulistyawati, 2009).
3) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah
Tekanan darah arteri menggambarkan dua hal, yaitu
besar tekanan yang dihasilkan vertikel kiri sewaktu
berkontraksi (angka sistolik). Nilai normal rata-rata tekanan
sistol pada orang dewasa adalah 100 sampai 140 mmHg,
sedangkan rata-rata diastol adalah 60 sampai 90 mmHg
(Priharjo, 2006).
b) Nadi
Nadi adalah gelombang yang diakibatkan oleh adanya
perubahan pelebaran (vasodilatasi) dan penyempitan
(Vasokontriksi) dari pembuluh darah arteri akibat kontraksi
vebtrikel melawan dinding aorta.Tekanan nadi adalah tekanan
yang ditimbulkan oleh perbedaan sistolik dan diastolik. Denyut
nadi dipengaruhi oleh saraf simpatik (untuk meningkatkan)
dan saraf parasimpatik ( untuk menurunkan). Normalnya 60-80
kali per menit (Tambunan, dkk, 2011).
26
c) Pernafasan
Pernafasan merupakan salah satu indikator untuk
mengetahui fungsi sistem pernafasan yang terdiri dari
mempertahankan pertukaran oksigen dan karbon dioksida
dalam paru dan pengaturan asam basal.Adapun pernapasan
pada orang dewasa yaitu 16-24x/menit (Priharjo, 2006).
d) Suhu
Suhu adalah derajat panas yang dipertahankan oleh
tubuh dan diatur oleh hipotalamus (dipertahankan dalam batas
normal yaitu 36 0C sampai 37 0C) dengan menyeimbangkan
antara panas yang dihasilkan dan panas yang dilepaskan. Suhu
normal pemeriksaan Axila yaitu 36,50C dari 37,50C
(Tambunan, dkk, 2011).
4) Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan salah satu ukuran pertumbuhan
seseorang. Tinggi badan dapat diukur dengan stasiometer atau
tongkat pengukur (Tambunan, dkk, 2011).
5) Berat Badan
Berat badan atau massa tubuh diukur dengan pengukur
massa atau timbangan. Indeks massa tubuh digunakan untuk
menghitung hubungan antara tinggi dan berat badan, serta menilai
tingkat kegemukan (Tambunan, dkk, 2011).
b. Pemeriksaan khusus
1) Kepala
Kepala merupakan organ tubuh yang penting
dikaji karena dikepala terdapat organ-organ yang sangat
berperan dalam fungsi kehidupan.Inspeksi dengan
memperhatikan bentuk kepala terdapat benjolan atau tidak, nyeri
tekan dan kebersihan kepala (Priharjo, 2006).
27
Pengkajian kepala diawali dengan inspeksi lalu
palpasi. Posisi pasien dapat duduk, atau berdiri (tergantung pada
kondisi pasien).
Inspeksi dilakukan dengan memperhatikan bentuk
kepala yang abnormal dan ukuran kepala dapat diukur dengan
pita pengukuran. Bagian yang juga perlu untuk dilihat. Pada
daerah muka/ wajah dilihat kesimetrisan muka, apakah kulitnya
normal pucat, sianosis atau ikterus. Bagian muka keadaan
normalnya adalah simetris antara kanan dan kiri.
Ketidaksimetrisan muka menunjukkan adanya gangguan pada
saraf ketujuh (nervus fasialis).Selain itu, juga diperiksa ada
tidaknya gangguan sensorik di daerah wajah.
Palpasi dapat dilakukan untuk mengetahui keadaan
rambut, massa, pembengkakan, nyeri tekan, dan kulit kepala
(Tambunan dkk,2011)
2) Muka
Pada daerah wajah/muka dilihat simetris atau tidak,
apakah kulitnya normal atau tidak, pucat/tidak, atau ikterus dan
lihat apakah terjadi hiperpigmentasi. Pada kulit terdapat deposit
pigmen dan hiperpigmentasi alat-alat tertentu, pigmentasi ini
disebabkan pengaruh Melanophore stimulating Hormone (MSH)
yang meningkat (Wiknjosastro, 2005).
3) Mata
Pemeriksaan mata dilakukan untuk menilai adanya visus
atau ketajaman penglihatan. Pemeriksaan sklera bertujuan untuk
menilai warna, apakah dalam keadaan normal yaitu putih. Apabila
ditemukan warna lain. Pemeriksaan pupil, secara normal
berbentuk bulat dan simetris. Apabila diberikan sinar, akan
mengecil.
Tujuan pengkajian mata adalah untuk mengetahui bentuk
dan fungsi mata. Dalam setiap pengkajian selalu bandingkan
28
antara mata kanan dan kiri.Teknik yang digunakan adalah
inspeksi dan palpasi.
Inspeksi secara umum untuk pemeriksaan fisik mata
dilihat kelopak mata, konjungtiva (pucat/tidak), sklera
kuning/tidak. Mata yang kering dapat terjadi pada gangguan
akibat difisiensi vitamin A. Mata odem atau hyperemia atau
sekret mata berlebihan dapat terjadi karena adanya reaksi alergi,
benda asing, perlukaan, dll. Inspeksi konnjungtiva dan sklera
a) Amati konjungtiva dan sklera dengan cara sebagai berikut
1. Anjurkan klien untuk melihat kedepan.
2. Amati konjungtiva untuk mengetahui ada tidaknya
kemerah-merahan.
3. Pemeriksaan konjungtiva dilakukan dengan cara menarik
kelopak mata bagian bawah kebawah dengan menggunakan
ibu jari.
4. Amati keadaan konjungtiva dan kantong konjungtiva bagian
bawah, catat bila didapatkan warna yang tidak normal,
misalnya anemik dan adanya pus.
5. Saat memeriksa konjungtiva, amati pula warna sklera catat
adanya perubahan warna menjadi ikterik
b) Amati warna iris, serta ukuran dan bentuk pupil. Evaluasi
reaksi pupil terhadap cahaya dengan menggunakan senter.
Normalnya pupil adalah sama besar (isokor). Pupil yang
mengecil disebut miosis, sangat kecil disebut pin point,
sedangkan pupil yang mengalami dilatasi (melebar) disebut
midriasis.
Langkah-langkah dalam melakukan gerakan mata dan medan
penglihatan:
Dalam menirukan gerakan mata anjurkan klien melihat
kedepan.
29
c) Amati apakah kedua mata memandang lurus kedepan atau
salah satu deviasi. Amati pula apakah kedua mata tetap diam
atau bergerak secara spontan (nistagmus), seperti gerakan
mata mula-mula lambat bergerak ke satu arah kemudian
dengan cepat kembali ke posisi semula.
30
4) Hidung
Hidung dikaji dengan tujuan untuk mengetahui keadaan
atau bentuk dan fungsi hidung.Pengkajian hidung mulai dari
bagian luar, bagian dalam kemudian sinus-sinus.Pada
pemeriksaan hidung juga dilihat apakah ada polip dan
kebersihannya (Priharjo, 2006).
5) Mulut
Pemeriksaan mulut bertujuan untuk menilai ada tidaknya
trismus, halitosis dan labioskisis.
Pengkajian mulai mengamati bibir, gigi, gusi, lidah,
selaput lendir, pipi bagian dalam, lantai dasar mulut, dan
palatum/langit-langit mulut kemudian faring (Priharjo, 2006).
6) Telinga
Pada pemeriksaan telinga bagian luar dapat dimulai
dengan pemeriksaan daun telinga dan liang telinga dengan
menentukan bentuk, besar dan posisinya. Pemeriksaan liang
telinga ini dapat dilakukan dengan bantuan otoskop. Pemeriksaan
pendengaran dilaksanakan dengan bantuan garfutala untuk
mengetahui apakah pasien mengalami gangguan pendengaran
atau tidak .
7) Leher
Tujuan pengkjian leher secara umum adalah mengetahui
bentuk leher serta organ-organ penting yang berkaitan.Palpasi
pada leher dilakukan untuk mengetahui keadaan dan lokasi
kelenjar limfe, kelenjar tyroid dan trakea.Pembesaran kelanjar
limfe dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, misalnya
peradangan akut/ kronis. Pembesaran limfe juga terjadi
dibeberapa kasus seperti tuberculosis atau sifilis. Palpasi kelenjar
tyroid dilakukan untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar
tyroid yang biasanya disebabkan oleh kekurangan garam yodium
(Priharjo, 2006).
31
8) Dada
Suara paru-paru dan jantung, puting, benjolan, nyeri
tekan, dan hyperpigmentasi.
a) Mengkaji kesehatan pernafasan
Bila mengkaji kesehatan pernapasan, perhatikan tahap
perkembangan klien, faktor psikososial seperti keadaan cemas
dan stres,faktor perawatan diri seperti kebiasaan latihan
(exercise) dan nutrisi, serta faktor lingkungan seperti adanya
polusi. Semua faktor ini akan mempengaruhi fungsi
pernapasan.
b) Pengkajian fisik sistem kardiovaskuler padajantung.
Sistem kardiovaskuler terdiri atas jantung dan
pembuluh darah.Jantung merupakan organ yang mempunyai
peranan dalam mengedarkan oksigen.Didalam sel darah
mengangkut sisa pengolahan dan membawanya ke organ –
organ tertentu untuk disarung atau dikeluarkan dari dalam
tubuh. Berat jantung berkisar antara 300-350 gr pada laki-laki
dewasa normal dan antara 250-300 gr pada wanita dewasa
normal atau sekitar 0,5% dari berat badan. Jantung terletak di
mediasternum antara tulang rusuk kedua dam keenam.
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, perawat
sebaiknya mengumpulkan data riwayat kesehatan mengenai
faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan penyakit
jantung pada klien (Tambunan dkk,2011).
9) Payudara
Payudara menjadi besar saat hamil dan menyusui dan
biasanya mengecil setelah menopouse.Pembesaran ini terutama
disebabkan oleh pertumbuhan truma jaringan penyangga dan
penimbunan jaringan lemak.
Areola mamae (kalang payudara) letaknya mengelilingi
putting susu dan berwarna kegelapan yang disebabkan oleh
32
penipisan dan penimbunan pigmen pada kulitnya (Ambarwati,
2009).
10) Abdomen
Untuk mengetahui struktur dan fungsi abdomen, untuk
mengetahui keadaan hepar, limpa, ginjal, dan kandung kemih
dilihat dari lokasi, mobilitas, kontur, konsistensi, dan adanya
nyeri tekan ( Priharjo, 2006).
Bentuk abdomen yang normal adalah simetris, baik pada
orang gemuk maupun pada orang kurus.Abdomen menjadi besar
dan tidak simetris pada berbagai keadaan, misalnya kehamilan,
tumor dalam rongga abdomen, tumor ovarium atau tumor
kandung kemih.Pada bagian abdomen juga kita mendengarkan
bising usus yang disebabkan oleh perpindahan gas atau makanan
sepanjang intestinum dan suara pembuluh darah serta
dapatmenentukan TFU (Priharjo, 2006).
11) Genetourinaria
Untuk mengetahui bersih atau tidak, ada varises atau
tidak, ada kandiloma atau tidak, oedema atau tidak (Priharjo,
2006).
12) Ekstermitas
Perlu dikaji apakah ada kelainan atau tidak, bisa
digerakkan atau tidak, adakah odema, dan varises atau tidak.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menegakkan
diagnosa dan untuk menentukan adakah faktor resiko
(Prawirohardjo, 2005).
2.2.2 Identifikasi diagnosa/masalah
Mengidentifikasi diagnosa kebidanan dan masalah berdasarkan
intepretasi yang benar atas data-data yang telah diikumpulkan. Dalam
langkah ini data yang telah dikumpulkan diintepretasikan menjadi
diagnosa tetapi membutuhkan penaganan yang dituangkan dalam rencana
33
asuhan terhadap pasien, masalah sering berkaitan dengan pengalaman
wanita yang diidentifikasikan oleh bidan (Saminem, 2009).
Untuk menegakkan diagnosa didapatkan dan hasil pengkajian
berupa data subjektif dan data objektif (Wiknjosastro, 2005).
2.2.3 Antisipasi Diagnosa dan Masalah Potensial
Masalah potensial atau diagnosa potensial pada ibu nifas dengan
pemasangan kontrasepsi dapat muncul diagnosa yang memerlukan adanya
antisipasi(Manuaba, 2008).
2.2.4. Identifikasi Kebutuhan/Tindakan Segara
Tahap ini dilakukan oleh bidan dengan melakukan identifikasi
dan menetapkan beberapa kebutuhan setelah diagnosis dan masalah
ditegakkan.
Tindakan segera adalah memerlukan kesinambungan dari
manajemen kebidanan. Identifikasi dan menetapkan perlunya tindakan
segera oleh bidan atau dokter dan atau untuk dikonsultasikan atau
ditangani bersama anggota TIM kesehatan lain sesuai dengan kondisi
pasien (Ambarwati, 2009).
2.2.5 Intervensi/Perencanaan Asuhan Secara Menyeluruh
Asuhan yang bersifat menyeluruh dari langkah-langkah
sebelumnya. Perencanaan dilakukan dalam rangka menerapkan tindakan
yang berkaitan dengan langkah kedua. Yang meliputi tujuan, kriteria hasil
,intervensi dengan rasional.
2.2.6 Implementasi / Pelaksanaan Perencanaan
Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan dari semua rencana
sebelumnya, baik terhadap masalah pasien ataupun diagnosis yang di
tegakkan. Mengarahkan atau melaksanaan rencana asuhan secara efisien
dan aman (Ambarwati, 2009).
2.2.7 Evaluasi
Hal yang dievaluasi meliputi apakah kebutuhan telah terpenuhi
dan mengatasi diagnosis dan masalah yang telah diidentifikasi (Jannah,
2011).
34
Merupakan langkah pengecekan apakah rencana asuhan benar-
benar telah terpenuhi kebutuhan sebagai mana telah diidentifikasikan
dalam masalah diagnosa. Hasil akhir letak sungsang yaitu keadaan umum
baik, ibu tidak merasa cemas, bagian terbawah adalah kepala (Varney,
2007).
Metode pendokumentasian yang digunakan dalam asuhan
kebidanan adalah SOAP yang merupakan salah satu metode
pendokumentasian yang ada. Adapun konsep SOAP menurut (Varney,
2007) diantaranya:
1. Subyektif : Menggambarkan hasil pendokumentasian hasil
pengumpulan data melalui anamnesa.
2. Obyektif : Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik
klien, hasil laboratorium dan tes diagnostik lain yang dirumuskan
dalam data untuk mendukung assessment.
3. Assessment : Menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan
interpretasi data subyektif dan obyektif dalam suatu identifikasi.
4. Planning : Menggambarkan pendokumentasian dan perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi berdasarkan assessment
35
BAB III
TINJAUAN KASUS
Asuhan Kebidanan Pada Ny. “S” Usia 24 th P10001 Post Partum Minggu Ke 6
3.1 PENGKAJIAN
36
(Epilepsi, TBC, Hepatitis). Selain itu ibu tidak pernah melakukan
operasi ataupun rawat inap di rumah sakit.
I.3.2 Riwayat kesehatan dahulu
Ibu tidak pernah menderita penyakit menurun (DM,
Hipertensi, Asma), menahun (Jantung, Paru-paru, Ginjal), menular
(Epilepsi, TB, Hepatitis).
I.3.3 Riwayat kesehatan keluarga
Kawin ke- : I.
Lamanya : 2 th.
Menarche : 13 tahun.
Siklus : 28 hari.
Teratur/tidak : Teratur.
Lama : 7 hari.
Sifat darah : Merah, cair, bau khas.
Dismenorhea : Hari 1-2 menstruasi.
37
Fluor albus : Sebelum dan setelah menstruasi, tidak gatal, tidak
bau.
HPHT : 10-6-2014
Tabel 3.1
38
I.9 Riwayat latar belakang budaya
Ibu berasal dari suku jawa, tapi ibu tidak pernah tarak makan,
serta tidak selalu mengikuti adat-adat jawa. Hanya pada usia 40 hari
diadakan selapanan.
b. Sesudah nifas : 58 kg
39
kanan dan kiri hitam, bulat, reaksi cahaya
mengecil dan tidak ada strabismus (juling).
Palpasi : Tidak ada pembengkakan kelenjar palpebra
d. Hidung
Inspeksi : Bersih, tidak ada polip, tidak ada sekret, tidak ada
pernafasan cuping hidung, lubang hidung simetris.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan massa pada hidung.
e. Mulut
Inspeksi :Bibir lembab, tidak ada karies, tidak ada
stomatitis, lidah tidak kotor, gusi tidak ada odem
dan tidak ada tanda-tanda radang.
f. Telinga
Inspeksi : Telinga simetris, tidak ada serumen, tidak ada
gangguan pendengaran.
Palpasi : Tidak ada pembengkakan.
g. Leher
40
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa, tidak ada
benjolan abnormal, pengeluaran ASI lancer.
j. Abdomen
1. Diagnosa
41
Do : - TTV : a. Tensi : 120/80 mmHg c. RR : 19x/menit
3.5 INTERVENSI
42
b. N : 84 kali/menit d. S: 36,8 0C.
2. TFU : mengecil sesuai ukuran masa nifas normal.
Intervensi dengan rasional
1. Lakukan pemasangan IUD yang terdiri dari Konseling awal tentang Kb
yang meliputi jenis KB
Rasional : Sebuah hubungan yang dibangun dalam konseling (
komunikasi dua arah ) merupakan awal dari sebuah
pemecahan masalah.
2. Konseling khusus tentang KB IUD
Rasional : Konseling khusus akan lebih memantapkan suatu pilihan
yang digunakan sebagai solusi pemecahan masalah.
3. Lakukan tindakan pra pemasangan IUD
Rasional : Keberhasilan tindakan pemasangan berawal dari persiapan
pra pemasangan dengan waktu dan alat yang tepat.
4. Lakukan tindakan pemasangan IUD
Rasional : Tindakan pemasangan dengan segera setelah alat siap
mengurangi adanya infeksi.
5. Segera bereskan alat
Rasional : Tindakan membereskan alat segera dapat memberikan rasa
nyaman pada pasien.
6. Ajarkan pada klien cara memeriksa benang IUD
Rasional : Benang IUD merupakan indikator penting dalam
43
3.6 IMPLEMENTASI
Tanggal : 08 Januari 2014.
44
n. Melakukan pemeriksaan adanya lesi atau keputihan.
o. Mengeluarkan spekulum dengan hati-hati dan meletakan pada tempat
semula.
p. Menjelaskan proses pemasangan IUD.
q. Memasukan lengan IUD kedalam tabung.
4. Melakukan tindakan pemasangan IUD dengan benar
a. Pakai sarung tangan.
b. Memasang kembali spekulum vagina.
c. Mengusap vagina dan servik dengan larutan anti septik.
d. Menjepit servik dengan tenakulum.
e. Memasukan sonde uterus kedalam kavum uteri.
f. Menentukan posisi uterus dan kedalaman uterus.
g. Mengukur kedalaman uterus.
h. Mengangkat tabung IUD dari kemasan tanpa menyentugpermukaan
yang steril.
i. Mengangkat tabung IUD dengan leher biru dalam posisi sejajar dengan
lengan IUD, sementara melakukan tarikan hati-hati pada tenakulum,
masukan tabung insertor kedalam uterus sapai leher biru menyentuh
servik sampai terasa adanya tahanan.
j. Memegang serta menahan tenakulum dan pendorong dengan satu
tangan.
k. Melepaskan lengan IUD.
l. Melepaskan lengan AKDR dengan tehnik with drowl.
m. Mengeluarkan sebagian dari tabung insetor dan gunting benang IUD
dan sisakan benang 3-4 cm.
n. Mengeluarkan seluruh tabung insetor dengan hati-hati.
o. Memeriksa servik dan perdarahan pada bekas jepitan tenakulum.
p. Mengeluarkan spekulum dengan hati-hati.
45
c. Mencelupkan kedua tangan ke dalam larutan klorin 0,5%.
d. Membuka handscoon.
e. Mencuci tangan.
f. Memastikan klien tidak mengalami syok.
7. Memberi tahu pasien untuk kontrol 1 minggu lagi, atau sewaktu-waktu jika
ada keluhan.
3.7 EVALUASI
b. Nadi : 84 x/menit
c. RR : 19 x / menit.
d.Suhu : 36,8OC.
46
Respon : Ibu memahami anjuran yang diberikan tenga
kesehatan.
2. Anjurkan ibu untuk segera periksa jika ada keluhan.
Respon : Ibu bersedia melakukan anjuran yang diberikan oleh
tenaga kesehatan.
47
BAB IV
PEMBAHASAN
Masa Nifas (puerpurium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika
alat – alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, berlangsung selama
kira – kira 6 minggu.
IUD merupakan metode untuk wanita yang tidak memerlukan tindakan rutin
tiap hari atau sebelum senggama, mempunyai perlindungan efektif jangka panjang
tapi tidak permanen, bisa digunakan oleh wanita berumur lebih dari 35 tahun, dan
untuk wanita yang sedang menyusui.
Dalam laporan ini penulis membuat asuhan kebidanan pada Ny “S” P10001
dengan akseptor IUD. Sebelum melakukan tindakan, untuk memudahkan
pemasangan penulis melakukan pengkajian yang terdiri dari data obyektif dan
subyektif. Hal ini dilakukan untuk mencari, apakah terjadi kesenjangan antara teori
dan praktek. Setelah dilakukan pengkajian secara lengkap, penulis melakukan
identifikasi masalah/diagnosa, kemudian kebutuhan segera dan dilanjutkan
pengembangan rencana atau intervensi, dan implementasi.
Secara teori dan praktek dalam pemasangan IUD tidak terdapat kesenjangan.
Di dalam pelaksanaan intervensi dan implementasi banyak penjelasan atau KIE yang
harus diterima oleh klien serta pertanyaan yang harus diungkapkan klien.
Setelah pelaksanaan intervensi dan implementasi selesai, barulah penulis
mengadakan evaluasi, yang berisi tentang hasil dari tindakan yang dilakukan. Dalam
melakukan evaluasi pada kasus ini, harus benar-benar dilakukan dengan teliti. Karena
dalam kasus ini jika IUD tidak terpasang dengan rapi dan aman maka akan
menyebabkan potensial terjadi infeksi. Dan jika pemasangan kurang tepat, IUD
tersebut memiliki potensial besar terjadi ekspulsi.
48
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
AKDR adalah salah satu alat kontrasepsi yang paling sedikit ditemukan
angka kegagalannya karena keefektifannya begitu tinggi. Mekanisme kerja
AKDR yaitu menghancurkan sperma yang dilakukan oleh sel-sel makrolog pada
tempat-tempat kontak IUD dan mekanisme kerja lainnya adalah dengan adanya
benda asing menyebabkan perubahan biokimia dan histology endometrium
sehingga terjadi lisis endometrium, selain itu hormon prostaglandin meningkat
sehingga uterus berkontraksi dan akibatnya implantasi tidak terjadi. Berdasarkan
hasil pembahasan tentang Asuhan Kebidanan Pada Ny “S” usia 24 th P10001,
klien ingin memasang IUD karena jangka waktu pemakaiannya yang lama, yaitu
10 tahun, aman digunakan untuk wanita yang sudah berusia lebih dari 35 tahun
dan masih menyusui. Dari asuhan yang diberikan, tidak ditemukan kesenjangan,
baik pada pengkajian sampai dengan evaluasi, sehingga dapat kami simpulkan
bahwa asuhan terhadap tindakan pemasangan IUD dianggap telah tepat dan
benar.
5.2 Saran
1. Kepada Mahasiswa agar tetap mempertahankan untuk melakukan tindakan
terapeutik pada klien sehingga terjalin hubungan yang baik.
2. Kepada petugas agar tetap mempertahankan tindakan pencegahan infeksi baik
sebelum maupun sesudah melakukan tindakan.
3. Pada klien diharapkan dapat menjaga personal hygiene sehingga tidak
menimbulkan komplikasi.
49
DAFTAR PUSTAKA
50
51