Anda di halaman 1dari 40

BAB I

CATATAN MEDIS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. A
Umur : 11 Tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Islam
No RM : 023606
Tgl masuk bangsal : 28 Januari 2019

Nama bapak : Tn. D


Umur : 38 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : swasta
Alamat : Ds. Wakumoro

Nama ibu : Ny. A


Umur : 35 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Alamat : Ds. Wakumoro

II. ANAMNESE
Anamnese dilakukan secara alloanamnesis pada Ibu Pasien tanggal
28 Januari 2019 jam 08.00 WITA. Di Bangsal Unit Gawat Darurat RSUD
MUNA.
Keluhan Utama : Sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang :

1
Pasien masuk dengan keluhan sesak napas, sejak kurang lebih 1
minggu terakhir, yang dialami terus-menerus. Sesak tidak dipengaruhi oleh
posisi. Sesak napas disertai dengan pembengkakan pada wajah.
Demam (+) (menurun dengan menggunakan obat penurun panas,
namun kemudian suhu pasien naik lagi), demam dirasakan sejak kurang
lebih 10 hari terakhir. Nyeri kepala (+), batuk(-), nyeri dada (-), mual (-),
muntah (-). BAB lancar, biasa. BAK warna merah, sejak kurang lebih 1
minggu terakhir, sampai sekarang (28 Januari 2019).

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama.
Menurut pengakuan orangtua pasien, sebelumnya pasien tidak
pernah terkena penyakit infeksi (kulit ataupun tenggorokkan).
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga. Tidak ada
anggota keluarga yang mempunyai riwayat diare, batuk lama, asma, dan
alergi obat.
Riwayat Pribadi Ekonomi Sosial

Data Khusus
1. Riwayat Kehamilan/Pre Natal :
An.M.R adalah anak pertama dari Ny.A saat berusia 24 tahun.
Ibu rutin periksa kehamilan lebih dari 4 kali di puskesmas. Waktu
hamil tidak pernah sakit, mengkonsumsi obat-obatan Vitamin dan Zat
Besi dari dokter, tidak mengkonsumsi alkohol, maupun rokok. Suntik
TT sebanyak dua kali. kehamilan cukup bulan.

2. Riwayat persalinan/natal :
Lahir secara normal, langsung menangis kuat, dan segera
dilakukan inisiasi menyusui dini. Berat badan saat lahir 2700gram,
panjang badan 48 cm
3. Riwayat pasca persalinan/ post natal :
Tidak ada perdarahan post partum
Riwayat Imunisasi

Macam imunisasi Frekuensi Umur Keterangan


Imunisasi dasar Dilakukan di Bidan
BCG 1 kali 0 bulan Lengkap

2
DPT 3 kali 2,3,4 bulan Lengkap
Hepatitis B 4 kali 0,2,3,4 bulan Lengkap
Polio 4 kali 1,2,3,4 bulan Lengkap
Campak 1 9 bulan Lengkap
Kesan : imunisasi dasar lengkap sesuai umur

Riwayat makan dan minum

Umur Makanan dan Jumlah Frekuensi


Minuman

0 bulan – 2 Susu formula Semau anak Semau anak


bulan

5 – 7 bulan Susu formula + 2 sdm diencerkan 2 kali/ hari


Bubur sun 60 cc air matang
Selalu habis

sekarang Makanan dan Semau anak 2kali /hari


minuman orang
dewasa

Kesan : anak tidak pernah diberi ASI.

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak


Perkembangan :

Umur Perkembangan

0-3 bulan Motorik Kasar : mengakat kepala


Motorik Halus : menggerakan kepala
Bahasa : mengoceh
Sosial : tersenyum pada ibu

3-6 bulan Motorik Kasar : telungkup


Motorik Halus : mengangkat kepala
Bahasa : mengeluarkan suara bila senang
Sosial : tersenyum saat bermain

6-9 bulan Motorik Kasar : duduk


Motorik Halus : memungut kelerang
Bahasa : bersuara tanpa arti
Sosial : ciluk ba

9-12 bulan Motorik Kasar : berdiri dengan berpegangan

3
Motorik Halus : masukan benda kemulut
Bahasa : meniru bunyi
Sosial : mengenal anggota keluarga

Kesan Perkembangan sesuai umur

Pertumbuhan :
Pertambahan BB dan PB tiap bulan tidak ingat hanya sesuai garis hijau di
KMS

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 26 Juni 2018
1. Keadaan Umum : Kurang aktif
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Status Gizi
BB : 8 kg
PB : 94 cm
4. Tanda Vital
Nadi : 125 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
Respirasi : 32 x/menit

Suhu : 38° C

5. Status Internus
a) Kepala
Kesan mesocephal, UUB datar sudah menutup
b) Mata
Mata cowong (-), Konjungtiva palpebra anemis (-/-), Sklera ikterik
(-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek pupil direk (+/+), reflek
pupil indirek (+/+)
c) Telinga
Sekret (-/-), darah (-/-), gangguan fungsi pendengaran(-/-)
d) Hidung

4
Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-), septum
deviasi (-/-)
e) Mulut
Bibir kering (-), bibir sianosis (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-),
Tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)
f) Leher
Simetris, trachea di tengah, pembesaran KGB (-), tiroid (Normal),
kaku kuduk (-)
g) Thorax
Dextra Sinistra
Depan
1. Inspeksi
Bentuk dada Ø Lateral >Antero Ø Lateral >Antero
posterior posterior
Hemitorak
Simetris Simetris
Dinamis
2. Palpasi Simetris Simetris
Stem fremitus
Pelebaran ICS Dextra = sinistra Dextra = sinistra
Arcus Costa (-) (-)
3. Perkusi Normal Normal

Sonor diseluruh Sonor di seluruh


4. Auskultasi lapang paru lapang paru
Suara dasar
Suara tambahan
Vesikuler Vesikuler
Wheezing(-), Wheezing(-),
ronki (-/-) ronki (-/-)
Belakang
1. Inspeksi
Bentuk dada Dalam batas normal Dalam batas normal
Hemitorak Simetris Simetris
2. Palpasi
Stem fremitus
Pelebaran ICS Dextra = sinistra Dextra = sinistra
(-) (-)
3. Perkusi
Suara lapang

5
paru Sonor di seluruh Sonor di seluruh
lapang paru lapang paru
4. Auskultasi
Suara dasar
Suara tambahan Vesikuler Vesikuler
Wheezing(-), ronki (-) Wheezing(-), ronki (-)

Tampak anterior paru Tampak posterior paru

SD : vesikuler SD : vesikuler
ST : ronki (-/-), wheezing (-) ST : ronki (-/-), wheezing (-)

Cor

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak


Palpasi : ictus cordis teraba, tidak kuat angkat
Perkusi :
 Batas atas : ICS II parasternal sinsitra
 pinggang jantung : ICS III parasternal sinsitra
 batas kanan bawah : ICS IV lin.sternalis dextra
 kiri bawah : ICS IV linea midclavicula
sinistra 1 cm kearah medial
konfigurasi jantung : dalam batas normal
Auskultasi : reguler
Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler.
Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII (-),
SIV (-)
h) Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar, warna sama seperti kulit di
sekitar
Auskultasi : Bising usus 10x / menit, bruit hepar (-), bruit aorta
abdominalis(-), bruit A.Renalis dextra (-), bruit
A.Renalis sinistra(-), bruit A.Iliaca dextra (-), bruit

6
A.iliaca sinistra (-).
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, pekak sisi (+)
normal, pekak alih (sulit dinilai)
Palpasi : turgor cukup, hepar tidak teraba, lien tidak
teraba, ginjal tidak teraba.
i) Ekstremitas

Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Capilary refill <2”/ <2” <2”/ <2”

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan


Leukosit 9,46 ribu/ul 5,5 -10.5
Hb 12,10 g/dl 10,8 - 12,8

V. ASSESMENT
Diagnosis Banding :
1) Diare
 Diare akut tanpa tanda dehidrasi
 Diare akut dengan dehidrasi ringan sedang
 Diare akut dehidrasi berat

2) Kejang

7
Diagnosis Kerja :
 Diagnosis Klinis : Diare Akut Tanpa Tanda Dehidrasi, Kejang
Demam Kompleks
 Diagnosis Tumbang : Tumbuh kembang sesuai usia
 Diagnosis Gizi : gizi lebih
 Diagnosis Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap sesuai usia

VI. INITIAL PLAN


Ip Dx:
Diare Akut Tanpa Tanda Dehidrasi, Kejang Demam Kompleks
Ip Tx :
 IVFD RL 10 tpm
 Paracetamol 80mg/6-8jam/IV bila suhu >38C
 Diazepam 5mg/rectal/ bila kejang
PO :
 L.Bio 2x1/2 saschet
 L. Zinc 1x20mg

Ip Mx :
 Monitoring KU dan Vital Sign

8
 Monitoring kejang, diare, febris
 Monitoring resiko kejang berulang dan komplikasi
Ip Ex :
- Jelaskan penyakit diare, kejang, muntah, dan evaluasi demam
- Menjelaskan pengobatan, dan komplikasi penyakit
- Motivasi untuk ikut memantau tanda dan gejala kegawatan pada
anak.
- Motivasi anak banyak minum
- Motivasi orangtua tentang penyebab kejang, resiko berulang, dan
penanganan awal serta harus monitor suhu anak dengan
termometer bila demam.
- Mengganti susu sementara dengan soya

VII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Sanam : dubia ad bonam
Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

GNA

9
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL

Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen,


retroperitoneal antara vetebra lumbal 1 dan 4. Pada neonatus kadang-kadang
dapat diraba. Ginjal terdiri dari korteks dan medula. Tiap ginjal terdiri dari 8-12
lobus yang berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di korteks dan puncaknya
yang disebut papilla bermuara di kaliks minor. Pada daerah korteks terdapat
glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan distal. 4

Panjang dan beratnya bervariasi yaitu ±6 cm dan 24 gram pada bayi lahir
cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin permukaan ginjal
tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya
umur.1

Tiap ginjal mengandung ± 1 juta nefron (glomerulus dan tubulus yang


berhubungan dengannya ). Pada manusia, pembentukan nefron selesai pada janin
35 minggu. Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah lahir. Perkembangan
selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia struktur yang sudah ada disertai
maturasi fungsional.1

Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman, tubulus


proksimal, anse henle dan tubulus distal. Glomerulus bersama denga kapsula

10
bowman juga disebut badan maplphigi. Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di
glomerulus tetapi peranan tubulus dalam pembentukan urine tidak kalah
pentingnya.1

Gambar 2. Perdarahan pada ginjal

Fungsi dari ginjal sendiri adalah:


 Filtrasi plasma darah
 Regulasi volume darah dan tekanan darah dengan cara mengeliminasi air
seperlunya
 Regulasi osmolaritas cairan tubuh dengan mengontrol jumlah air dan
solusi yang tereliminasi
 Sekresi enzim Renin yang mengaktivasi mekanisme hormonal untuk
mengontrol tekanan darah
 Sekresi hormon eritropoietin yang menstimulasi produksi sel darah merah
 Berkolaborasi dengan paru-paru untuk regulasi CO2 dan keseimbangan
asam basa
 Membantu proses pembentukan kalsitriol
 Membantu proses glukoneogenesis saat kelaparan dengan cara melakukan
deaminasi asam amino (menghilangkan grup -NH2), dan mengekskresikan
grup amino sebagai ammonia (NH3) dan mensintesis glukosa dari sisa
molekul.

Tiap ginjal memiliki sekitar 1,2 juta nefron. Tiap nefron terdiri dari
korpuskulum renalis yang menyaring plasma darah dan tubulus renalis yang
merubah hasil filtrasi menjadi urine. Korpuskulum renalis terdiri dari

11
glomerulus dan kaspsula glomerular (kapsula Bowman) yang melapisinya.
Lapisan dari glomerulus terdiri dari:
 Endotel Fenestrata dari Kapiler
Sel endoteliar dari kapiler glomerulus berbentuk seperti sarang lebah
dengan pori pori filtrasi yang besar sekitar 70-90 nm. Kapiler ini sangat
permeabel walaupun porinya cukup kecil untuk menyingkirkan sel darah
dari filtrasi.
 Membrana Basalis
Membran ini terdiri dari jel proteoglikan. Beberapa partikel dapat
melewati celah kecil dari membran ini, tetapi kebanyakan darinya tidak
dapat, seperti molekul yang besarnya lebih dari 8 nm. Beberapa molekul
yang lebih kecil dapat dipertahankan agar tidak melewat celah dengan
adanya listrik negatif pada proteoglikan. Albumin hampir mencapai 7 nm
tetapi tidak dapat melewati membran karena adanya muatan negatif
tersebut. Walaupun plasma darah mengandung 7% protein, tetapi filtrat
glomerulus hanya mengandung 0,03% protein, terdiri dari banyak
albumin, termasuk beberapa hormon.
 Celah Filtrasi
Podosit dari kapsula glomerulus berbentuk seperti gurita, dengan adanya
badan sel bulbosa dengan beberapa lengan tebal dimana tiap lengannya
memiliki banyak perpanjangan kecil yang disebut "foot processes"
(pedikel) yang mengelilingi kapiler.

Hampir semua molekul yang lebih kecil dari 3 nm dapat melewatu


membrana filtrasi ke dalam celah kapsular, diantaranya air, elektrolit, glukosa,
asam lemak, asam amino, sisa nitrogen, dan vitamin. Substansi tersebut
memiliki konsentrasi yang hampir sama pada plasma darah dengan di filtrat
glomerular. Infeksi ginjal atau trauma, dapat meruksak membrana filtrasi dan
membiarkan almbumin atau sel darah terfiltrasi. Penyakit ginjal terkadang
ditandai dengan adanya protein atau darah dalam urine-- kondisi yang dikenal
dengan proteinuria dan hematuria. Tekanan filtrasi ditentukan oleh beberapa
tekanan yaitu tekanan hidrostatik kapiler (60 mmHg) yang dilawan dengan
tekanan osmotik koloid (32 mmHg) dan tekanan kapsular (18 mmHg),

12
sehingga tekanan yang dihasilkan akan membuat darah dari kapiler melewati
membran atau disebut tekanan filtrasi net (NFP). Tingginya tekanan darah pada
glomeruli membuat ginjal tidak dapat bertahan lama pada hipertensi, sehingga
dapat menimbulkan efek yang buruk dan terjadinya gagal ginjal. Hipertensi
dapat menyebabkan rupturnya kapiler glomerular sehingga dapat menimbulkan
cidera (nefrosklerosis). Hal ini akan membuat terjadinya atherosclerosis dari
pembuluh darah renal seperti di tempat lain dan mengurangi suplai darah renal
sehingga mengakibatkan gagal ginjal.

Glomerular Filtration Rate merupakan jumlah dari filtrat yang terbentul per
menit oleh kedua ginjal. Tiap 1 mmHg dari NFP, ginjal membentuk 12,5 mL
filtrat/menit. Tetapi hanya sebagian kecil. GFR harus dikontrol dengan tepat,
regulasinya dikontrol oleh beberapa cara, yaitu:
 Autoregulasi Renal
Kemampuan nefron untun mengatur aliran darah dan GFR tanpa ada
kendali dari luar (syaraf atau hormon) sesuai dengan adanya perubahan
di tekanan darah arteri. Output urin akan hanya sedikit meningkat dengan
bantuan autoregulasi saat MAP (Mean Arterial Pressure) meningkat.
Terdapat 2 mekanisme dari auregulasi 1). Mekanisme Miogenik,
mekanisme ini mengendalikan GFR dengan bergantung pada kontraksi
otot polos saat meregang. Ketika tekanan darah arteri meningkat, maka
otot polos arteriol aferen akan meregang, maka arteriol akan mengalami
kontraksi untuk mencegah aliran darah masuk ke dalam glomerulus,
demikian sebaliknya. 2). Tubuloglomerular Feedback, yaitu mekanisme
ketika glomerulus menerima feedback mengenai status cairan dari

13
tubular agar filtrasi selanjutnya disesuaikan untuk meregulasi komposisi
cairan, menstabilisasi dan kompensasi akan adanya fluktuasi dari tekanan
darah. Terdapat 3 tipe sel yang berperan dalam mekanisme ini, yaitu
makula densa (epitel pada ujung dari loop nefron pada sisi tubulus yang
berhadapan dengan arteriol), sel jukstaglomerular (otot polos pada
arteriol aferen yang secara langsung bersebrangan dengan makula densa.
Sel ini akan terstimulasi dari makula, dan akan melakukan konstriksi atau
dilatasi dan berhubungan dengan sistem RAA), dan sel mesangial (sel
diantara arteriol aferen dan eferen dan diantara kapiler glomerulus yang
juga berperan untuk memfagositosis debris jaringan). Ketiganya saling
berhubungan dan berkomunikasi dengan adanya sekresi parakrin.
 Kontrol Simpatis
Simpatis banyak menginervasi pembuluh darah renal, dan mengatur GFR
pada kondisi tertentu seperti syok.3
 Mekanisme Renin-Angiotensin-Aldosteron

B. DEFINISI

14
Istilah Glomerulonefritis, digunakan untuk berbagai penyakit ginjal, yang
etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran
histopologi tertentu pada glomerolus.1
Glomerulonefritis dapat dibagi atas dua golongan besar, yaitu bentuk
difusa dan bentuk fokal. Pada bentuk difusa, perubahan tampak pada hampir
semua lobulus pada struktur glomerulus, sedangkan pada bentuk fokal, hanya satu
atau beberapa bagian glomerulus yang terkena.1

Glomerulonefritis Akut adalah kumpulan manifestasi klinis akibat


perubahan struktur dan faal dari peradangan akut glomerulus pasca infeksi
Streptococcus. Sindrom ini ditandai dengan timbulnya oedem yang timbul
mendadak, hipertensi, hematuri, oliguri, GFR menurun, insuffisiensi ginjal.1

Glomerulonefritis akut, disebut juga dengan glomerulonefritis akut post


sterptokokus (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai
glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptococcus beta hemolitikus grup A,
tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak usia
sekolah.1

C. ETIOLOGI

Faktor-faktor penyebab yang mendasari GNA dapat dibagi menjadi kelompok


infeksi dan bukan infeksi.

Kelompok Infeksi
Penyebab infeksi yang paling sering GNA adalah infeksi oleh spesies
Streptococcus (yaitu, kelompok A, beta-hemolitik). Dua jenis telah dijelaskan,
yang melibatkan serotipe yang berbeda:
 Serotipe M1, 2, 4, 12, 18, 25 - nefritis Poststreptococcal akibat infeksi
saluran pernapasan atas, yang terjadi terutama di musim dingin

15
 Serotipe 49, 55, 57, 60 - nefritis Poststreptococcal karena infeksi kulit,
biasanya diamati pada musim panas dan gugur dan lebih merata di daerah
selatan Amerika Serikat.
GNA pasca infeksi streptokokus (GNAPS) biasanya berkembang 1-3 minggu
setelah infeksi akut dengan strain nephritogenic spesifik grup A streptokokus beta-
hemolitik. Insiden GN adalah sekitar 5-10% pada orang dengan faringitis dan
25% pada mereka dengan infeksi kulit.
GN pascainfeksi Nonstreptococcal mungkin juga hasil dari infeksi oleh
bakteri lain, virus, parasit, atau jamur. Bakteri selain streptokokus grup A yang
dapat menyebabkan GNA termasuk diplococci, streptokokus lainnya,
staphylococci, dan mikobakteri. Salmonella typhosa, Brucella suis, Treponema
pallidum, Corynebacterium bovis, dan actinobacilli juga telah diidentifikasi.
Cytomegalovirus (CMV), coxsackievirus, Epstein-Barr virus (EBV), virus
hepatitis B (HBV), rubella, rickettsiae (seperti dalam tifus scrub), dan virus
gondong diterima sebagai penyebab virus hanya jika dapat didokumentasikan
bahwa infeksi streptokokus beta-hemolitik tidak terjadi. GNA telah
didokumentasikan sebagai komplikasi langka hepatitis A.
Menghubungkan glomerulonefritis ke etiologi parasit atau jamur memerlukan
pengecualian dari infeksi streptokokus. Organisme diidentifikasi meliputi
Coccidioides immitis dan parasit berikut: Plasmodium malariae, Plasmodium
falciparum, Schistosoma mansoni, Toxoplasma gondii, filariasis, trichinosis, dan
trypanosomes.

Kelompok Non-infeksi
Penyebab non-infeksi dari GNA dapat dibagi menjadi penyakit ginjal primer,
penyakit sistemik, dan kondisi lain-lain atau agen.

Penyakit sistemik multisistem yang dapat menyebabkan GNA meliputi:


 Vaskulitis (misalnya, Wegener granulomatosis) - Ini menyebabkan
glomerulonefritis yang menggabungkan nephritides granulomatosa atas
dan bawah.

16
 Penyakit kolagen-vaskular (misalnya, lupus eritematosus sistemik [SLE]) -
Ini menyebabkan glomerulonefritis melalui deposisi kompleks imun pada
ginjal.
 Vaskulitis hipersensitivitas - Ini mencakup sekelompok heterogen
gangguan pembuluh darah kecil dan penyakit kulit.
 Cryoglobulinemia - Hal ini menyebabkan jumlah abnormal cryoglobulin
dalam plasma yang menghasilkan episode berulang dari purpura luas dan
ulserasi kulit pada kristalisasi.
 Polyarteritis nodosa - ini menyebabkan nefritis dari vaskulitis melibatkan
arteri ginjal.
 Henoch-Schönlein purpura - Ini menyebabkan vaskulitis umum
mengakibatkan glomerulonefritis.
 Sindrom Goodpasture - Ini menyebabkan antibodi yang beredar pada
kolagen tipe IV dan sering mengakibatkan kegagalan ginjal progresif cepat
(minggu ke bulan).

Penyakit ginjal primer yang dapat menyebabkan GNA meliputi:


 Membranoproliferatif glomerulonefritis (MPGN) - Hal ini disebabkan
perluasan dan proliferasi sel mesangial akibat pengendapan komplemen.
Tipe I mengacu pada deposisi granular dari C3, tipe II mengacu pada
proses yang tidak teratur.
 Penyakit Berger (IgG-immunoglobulin A [IgA] nefropati) - ini
menyebabkan GN sebagai akibat dari deposisi mesangial difus IgA dan
IgG.
 GN proliferatif mesangial “murni”
 Idiopatik glomerulonefritis progresif cepat - Bentuk GN ditandai dengan
adanya glomerulus crescent. Terdapat 3 tipe: Tipe I adalah antiglomerular
basement membrane disease, tipe II dimediasi oleh kompleks imun, dan
tipe III diidentifikasi dengan antibodi sitoplasmik antineutrophil (ANCA).

Penyebab noninfeksius lainnya dari GNA meliputi:


 Sindrom Guillain-Barré
 Iradiasi tumor Wilms
 Vaksin Difteri Pertusis Tetanus (DPT)

17
 Serum sickness

Streptococcus
Streptococcus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas
membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan
golongan bakteri yang heterogen. Lebih dari 90% infeksi pada manusia
disebabkan oleh Streptococcus hemolisis β grup A. Kumpulan ini diberi spesies
nama S. pyogenes. Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari
20 produk ekstrasel yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin
S, hialuronidase, streptokinase, difosforidin nukleotidase, dioksiribonuklease serta
streptococcal erytrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya
antibody, namun yang menjadi dasar peningkatan titer ASTO hanya berasal dari
antistreptolisin O. 9,10

D. EPIDEMIOLOGI
Dengan beberapa pengecualian, insidensi GNAPS telah menurun di sebagian
besar negara Barat. GNAPS tetap jauh lebih umum di daerah seperti Afrika,
Karibia, India, Pakistan, Malaysia, Papua Nugini, dan Amerika Selatan yang
mungkin dipengaruhi oleh status nutrisi, penggunaan antibiotik profilaksis, dan
potensi dari Streptokokus. Di Port Harcourt, Nigeria, kejadian GNA pada anak
usia 3-16 tahun adalah 15,5 kasus per tahun.
Variasi geografis dan musiman dalam prevalensi GNAPS lebih tampak
pada GNA akibat faringitis dibandingkan dengan penyakit kulit. Mortalitas pada
penderita GNA pada anak sangat jarang (<1%). Tidak ada predileksi rasial. Pada
laki-laki dua kali lebih sering daripada pada wanita. GNAPS sering terjadi pada
anak usia 5-15 tahun. GNA dominan menyerang anak laki-laki dibanding anak
perempuan (ratio 2 : 1)..

Prevalensi meningkat pada sosial ekonominya rendah, gizi kurang,


lingkungan tempat tinggal di pemukiman padat, iklim tropis dan perubahan cuaca
yang sering.

E.PATOGENESIS

18
Lesi pada glomerulus pada GNA, adalah hasil dari deposisi kompleks
imun pada glomerulus atau in situ. Pada penampilan kasar, ginjal dapat membesar
hingga 50%. Perubahan histopatologis termasuk pembengkakan simpai
glomerulus dan infiltrasi oleh sel polimorfonuklear. Imunofluoresensi
mengungkapkan pengendapan imunoglobulin dan komplemen.

Kecuali pada GNAPS, pemicu yang tepat untuk pembentukan kompleks


imun tidak jelas. Dalam GNAPS, keterlibatan turunan dari protein streptokokus
telah dilaporkan. Sebuah neuraminidase streptokokus dapat mengubah
imunoglobulin G (IgG). IgG menggabungkan antibodi host. IgG / kompleks imun
anti-IgG terbentuk dan kemudian terkumpul dalam glomeruli. Selain itu,
ketinggian titer antibodi terhadap antigen lainnya, seperti antistreptolysin O atau
antihyaluronidase, DNAase-B, dan streptokinase, memberikan bukti infeksi
streptokokus baru-baru ini.

Sebenarnya bukan strepcoccus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga


terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khsus yang
merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks
antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi ke dalam glomerulus, tempat
kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis,
selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang
menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi.
Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran
basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul
proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel
epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan
protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine, mengakibatkan
proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplemen inilah yang terlihat
sebagai nodul-nodul subepitel, pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk
granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi. Pada
pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai
invasi PMN.2

19
Menurut penelitian yang dilakukan, penyebab infeksi pada glomerulus
akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun mengendap di
membran basalis glomerulus. Aktivasi komplemen inilah, yang menyebabkan
destruksi pada membran basalis glomerulus.11
Saat komplemen dan kompleks imun bersirkulasi melalui glomerulus,
kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada
subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis
dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini
tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus. Pada
pemeriksaan mikroskop electron, ditemukan endapan-endapan terpisah atau
gumpalan karateristik pada mesangium, subendotel dan epimembranosa. Dengan
miskroskop imunofluoresensi, terlihat pula pola nodular atau granular dan
molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen
komplemen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat teridentifikasi dalam endapan-
endapan ini.12,13
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan
oleh Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk
autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk
komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.7
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada
terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen
menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen
sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen.7
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks
yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau
dapat terjadi perubahan mesangiopatik, berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan
matriks yang dapat meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis, serta
menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak
subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis
difusa. Pada kasus penimbunan kronik kompleks imun subepitel, maka respon
peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata dan membrana basalis

20
glomerulus berangsur-angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks
tersebut ke dalam membran basalis baru, yang dibentuk pada sisi epitel.12,13
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit
kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun
demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan
utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler,
mengalami agregasi dan berakumulasi di sepanjang dinding kapiler di bawah
epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah
menembus membrana basalis, tapi masuk ke mesangium. Kompleks juga dapat
berlokalisasi pada tempat-tempat lain.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit, memiliki deposit kompleks imun
terbatas, misal: antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan
penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-
kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat berlangsung
singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.1,2
Perubahan Struktural Dan Fungsional

GNA melibatkan baik perubahan struktural dan perubahan fungsional.

Secara struktural, proliferasi sel menyebabkan peningkatan jumlah sel


dalam seberkas glomerular karena proliferasi endotel, mesangial dan epitel sel.
Proliferasi mungkin endokapiler (yaitu, dalam batas-batas jumbai glomerular
kapiler) atau extrakapiler (yaitu, di ruang Bowman yang melibatkan sel-sel epitel).
Dalam proliferasi extrakapiler, proliferasi sel epitel parietal mengarah pada
pembentukan crescent, karakteristik fitur bentuk-bentuk tertentu dari GN
progresif cepat.

Proliferasi Leukosit, ditunjukkan dengan adanya neutrofil dan monosit


dalam lumen kapiler glomerulus dan sering menyertai proliferasi sel.

Penebalan membran basalis glomerular muncul sebagai penebalan dinding


kapiler pada mikroskop cahaya. Pada mikroskop elektron, ini mungkin muncul
sebagai akibat penebalan membran basement yang tepat (misalnya, diabetes) atau

21
pengendapan elektron-padat materi, baik di sisi endotel atau epitel dari membran
basal. Hialinisasi atau sclerosis menunjukkan cedera ireversibel. Perubahan-
perubahan struktural dapat fokus, difus atau segmental, atau global.

Perubahan fungsional meliputi proteinuria, hematuria, penurunan GFR


(yaitu, oligoanuria), dan sedimen urin aktif dengan sel darah merah dan cast sel
darah merah. GFR dan penurunan avid garam nefron distal dan air hasil retensi
dalam ekspansi volume intravaskular, edema dan hipertensi sistemik.

Kompleks imun pada glomerulus

Aktivasi sistem komplemen

Aktivasi kaskade koagulasi

Pengikatan monosit polimorf

Kerusakan glomerulus

Agregasi trombosit

Fibrin

Kinin

Sindrom klinis

Patofisiologi pada gejala-gejala klinik berikut:


1. Kelainan urinalisis: proteinuria dan hematuria. Kerusakan dinding
kapiler glomerulus sehingga menjadi lebih permeable dan porotis
terhadap protein dan sel-sel eritrosit, maka terjadi proteinuria dan
hematuria.

22
Gambar 4. Proses proteinuria dan hematuria pada GNA

2. Edema
Mekanisme retensi natrium dan edema pada glomerulonefritis tanpa
penurunan tekanan onkotik plasma. Hal ini berbeda dengan
mekanisme edema pada sindrom nefrotik.
Penurunan faal ginjal yaitu, laju filtrasi glomerulus (LFG) tidak
diketahui sebabnya, mungkin akibat kelainan histopatologis
(pembengkakan sel-sel endotel, proliferasi sel mesangium, oklusi
kapiler-kaliper) glomeruli. Penurunan faal ginjal LFG ini
menyebabkan penurunan ekskresi natrium Na+ (natriuresis),
akhirnya terjadi retensi natrium Na+. Keadaan retensi natrium Na+
ini diperberat oleh pemasukan garam natrium dari diet. Retensi
natrium Na+ disertai air menyebabkan dilusi plasma, kenaikan
volume plasma, ekspansi volume cairan ekstraseluler, dan akhirnya
terjadi edema.

3. Hipertensi

Terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama,
kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal
kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka
tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan

23
menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis.
Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali
pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada,
walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang mendahuluinya.
Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan,
konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita
GNA.1,4,7
Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan
darah mungkin hanya sedang. Hipertensi terjadi akibat
ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat
vasospasme masih belum diketahui dengan jelas. 1,2
 Gangguan keseimbangan natrium (sodium homeostasis)
Gangguan keseimbangan natrium ini memegang peranan
dalam genesis hipertensi ringan dan sedang.
 Peranan sistem renin-angiotensin-aldosteron biasanya pada
hipertensi berat. Hipertensi dapat dikendalikan dengan obat-
obatan yang dapat menurunkan konsentrasi renin, atau
tindakan nefrektomi.
 Substansi renal medullary hypotensive factors, diduga
prostaglandin. Penurunan konsentrasi dari zat ini
menyebabkan hipertensi

 Bendungan Sirkulasi
Bendungan sirkulasi merupakan salah satu ciri khusus dari
sindrom nefritik akut, walaupun mekanismenya masih
belum jelas.

Beberapa hipotesis yang berhubungan telah dikemukakan dalam


kepustakaan-kepustakaan antara lain:

a) Vaskulitis umum
Gangguan pembuluh darah dicurigai merupakan salah satu tanda
kelainan patologis dari glomerulonefritis akut. Kelainan-kelainan
pembuluh darah ini menyebabkan transudasi cairan ke jaringan
interstisial dan menjadi edema.

24
b) Penyakit jantung hipertensif
Bendungan sirkulasi paru akut diduga berhubungan dengan
hipertensi yang dapat terjadi pada glomerulonefritis akut.
c) Miokarditis
Pada sebagian pasien glomerulonefritis tidak jarang ditemukan
perubahan-perubahan elektrokardiogram: gelombang T terbalik
pada semua lead baik standar maupun precardial. Perubahan-
perubahan gelombang T yang tidak spesifik ini mungkin
berhubungan dengan miokarditis.
d) Retensi cairan dan hipervolemi tanpa gagal jantung
Hipotesis ini dapat menerangkan gejala bendungan paru akut,
kenaikan cardiac output, ekspansi volume cairan tubuh. Semua
perubahan patofisiologi ini akibat retensi natrium dan air

F.MANIFESTASI KLINIS

ANAMNESIS

Kebanyakan biasanya, anak dengan GNA akan terlihat karena terjadinya


perubahan warna urin mendadak. Pada kesempatan itu pula, keluhan mungkin
berhubungan dengan komplikasi dari penyakit: kejang hipertensi, edema, dan
sebagainya. Selanjutnya perlu digali lebih jauh mengenai rincian lebih lanjut
mengenai perubahan warna urin. Hematuria pada anak dengan GNA biasanya
digambarkan sebagai seperti warna the, coca cola atau berwarna seperti asap.

Warna urin pada GNA seragam di sepanjang aliran. Hematuria pada GNA
hampir selalu tidak sakit; disuria yang menyertai gross hematuria lebih mengarah
pada cystitis hemorrhagik akut dibanding penyakit ginjal. Riwayat keluhan serupa
sebelumnya akan menunjuk ke eksaserbasi proses kronis seperti IgA nefropati.
Hal ini penting berikutnya adalah memastikan gejala sugestif dari komplikasi
GNA tersebut. Ini mungkin termasuk sesak napas atau setelah beraktifitas yang
menunjukkan overload cairan, atau sakit kepala, gangguan penglihatan, atau
perubahan status mental dari hipertensi.

25
Sejak GNA dapat muncul dengan keluhan dari organ multisistem, review
lengkap dari seluruh sistem sangat penting. Perhatian khusus harus diberikan
untuk ruam, ketidaknyamanan sendi, perubahan berat badan, kelelahan, perubahan
nafsu makan, keluhan pernafasan, dan paparan obat terakhir. Sejarah keluarga
harus membahas kehadiran setiap anggota keluarga dengangangguan autoimun,
sebagai anak-anak dengan baik SLE dan membranoproliferatif glomerulonefritis
(MPGN) mungkin memiliki kerabat yang juga menderita penyakit serupa. Sebuah
riwayat keluarga gagal ginjal (khususnya bertanya tentang dialisis dan
transplantasi ginjal) mungkin menjadi petunjuk untuk proses seperti sindrom
Alport, yang mungkin awalnya hadir dengan gambar GNA. Adanya riwayat
infeksi streptokokus sebelumnya seperti faringitis, tonsilitis, atau pioderma.

Berikut merupakan beberapa keadaan yang didapatkan dari anamnesis:

a) Periode laten
 Terdapat periode laten antara infeksi streptokokus dengan onset pertama
kali muncul gejala.
 Pada umumnya, periode laten selama 1-2 minggu setelah infeksi
tenggorok dan 3-6 minggu setelah infeksi kulit
 Onset gejala dan tanda yang timbul bersamaan dengan faringitis biasanya
merupakan imunoglobulin A (IgA) nefropati daripada GNA PS.
b) Urin berwarna gelap
 Merupakan gejala klinis pertama yang timbul
c) Edema periorbital
 Onset munculnya sembab pada wajah atau mata tiba-tiba. Biasanya
tampak jelas saat bangun tidur, terkait dengan posisi.
 Pada beberapa kasus edema generalisata dan kongesti sirkulasi seperti
dispneu dapat timbul.
 Edema merupakan akibat dari tereksresinya garam dan air.
 Tingkat keparahan edema berhubungan dengan tingkat kerusakan ginjal.
d) Gejala nonspesifik
 Yaitu gejala secara umum penyakit seperti malaise, lemah, dan anoreksia,
muncul pada 50% pasien.
 15 % pasien akan mengeluhkan mual dan muntah.
 Gejala lain demam, nyeri perut, sakit kepala.

26
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik diawali dengan penilaian yang cermat mengenai tanda-


tanda vital, terutama tekanan darah. Tekanan darah 5 mm di atas persentil ke-99
untuk usia anak, jenis kelamin, dan tinggi, terutama jika disertai dengan
perubahan dalam status kejiwaan, dibutuhkan perhatian. Takikardia dan tachypnea
mengarah ke gejala overload cairan. Pemeriksaan hidung dan tenggorokan dengan
cermat dapat memberikan bukti perdarahan, menunjukkan kemungkinan salah
satu ANCA positive vaskulitides seperti Wegner’s granulomatosis.

Limfadenopati servikal mungkin residua dari faringitis streptokokus baru-


baru ini. Pemeriksaan kardiopulmoner akan memberikan bukti overload cairan
atau keterlibatan paru yang memiliki karakteristik sindrom langka ginjal-paru.
Pemeriksaan perut sangat penting. Ascites mungkin hadir jika ada komponen
nefrotik pada GNA. Hepato-splenomegali mungkin menunjuk ke gangguan
sistemik. Nyeri perut yang signifikan dapat menyertai HSP.

Beberapa edema perifer dari retensi garam dan air terlihat pada GNA, tapi
ini cenderung menjadi edema"berotot" yang lebih halus daripada karakteristik
edema pitting dari sindrom nefrotik. Yang paling mudah terlihat adalah edema
periorbital atau mata tampak sembab. Edema skrotum dapat terjadi pada sindrom
nefrotik juga, dan orchitis merupakan temuan sesekali di HSP.

Pemeriksaan yang sangat berhati-hati dari kulit adalah penting dalam


GNA. Ruam pada HSP, memiliki karakteristik ketika kemerahan, awalnya
mungkin halus dan terbatas pada bokong atau punggung kaki. Keterlibatan sendi
terjadi pada beberapa gangguan multisistem dengan GNA. Sendi kecil (misalnya,
jari) lebih khas SLE, sementara atau keterlibatan lutut terlihat dengan HSP.

a) Sindrom Nefritis Akut


 Gejala yang timbul adalah edema, hematuria, dan hipertensi dengan atau
tanpa klinis GNA PS.
 95% kasus klinis memiliki 2 manifestasi, dan 40% memiliki semua
manifestasi akut nefritik sindrom
b) Edema

27
 Edema tampak pada 80-90% kasus dan 60% menjadi keluhan saat ke
dokter.
 Terjadi penurunan aliran darah yang bermanifestasi sedikit eksresi natrium
dan urin menjadi terkonsentrasi. Adanya retensi natrium dan air ini
menyebabkan terjadinya edema.
c) Hipertensi
 Hipertensi muncul dalam 60-80% kasus dan biasanya pada orang yang
lebih besar.
 Pada 50% kasus, hipertensi bisa menjadi berat.
 Jika ada hipertensi menetap, hal tersebut merupakan petunjuk progresifitas
ke arah lebih kronis atau bukan merupakan GNAPS.
 Hipertensi disebabkan oleh retensi natrium dan air yang eksesif.
 Meskipun terdapat retensi natrium, kadar natriuretic peptida dalam plasma
meningkat.
 Aktivitas renin dalam plasma rendah.
 Ensefalopati hipertensi ada pada 5-10% pasien,biasanya tanpa defisit
neurologis.
d) Oliguria
 Tampak pada 10-50% kasus, pada 15% output urin mencapai <200ml.
 Oliguria mengindikasikan bentuk cresentic yang berat.
 Biasanya transien, dengan diuresis 1-2 minggu.
2. Hematuria
 Muncul secara umum pada semua pasien.
 30% gross hematuria.
3. Disfungsi ventrikel kiri
 Disfungsi ventrikel kiri dengan atau tanpa hipertensi atau efusi
perikardium dapat timbul pada kongestif akut dan fase konvalesen.
 Pada kasus yang jarang, GNA PS dapat menunjukkan gejala perdarahan
pulmonal.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium

Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok


dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberikan antimikroba. Beberapa
uji serologis terhadap antigen streptokokus dapat dipakai untuk membuktikan
adanya infeksi streptokokus, antara lain antistreptozim, ASTO, antihialuronidase
dan anti Dnase B. Skrining antistreptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu

28
mengukur antibodi terhadap beberapa antigen streptokokus. Titer anti streptolosin
O meningkat pada 75-80% pasien dengan glomerulonefritis akut pasca
streptokokus dengan faringitis, meskipun beberapa strain streptokokus tidak
memproduksi streptolisin O. Bila semua uji dilakukan uji serologis dilakukan,
lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi streptokokus.

Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus glomerulonefritis akut


pascastreptokokus atau pascaimpetigo, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang
lain terhadap antigen streptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer
antibodi streptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan
secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali lipat berarti adanya infeksi. Tetapi , meskipun
terdapat bukti adanya infeksi streptokokus, hal tersebut belum dapat memastikan
bahwa glomerulonefritis tersebut benar-benar disebabkan karena infeksi
streptokokus. Gejala klinis dan perjalanan penyakit pasien penting untuk
menentukan apakah biopsi ginjal memang diperlukan.

Titer antibodi streptokokus positif pada >95 % pasien faringitis dan 80%
pada pasien dengan infeksi kulit. Antistreptolisin, antinicotinamid dinucleotidase
(anti-NAD), antihyaluronidase (Ahase) dan anti-DNAse B positif setelah
faringitis. Titer antibodi meningkat dalam 1 minggu puncaknya pada satu bulan
dan akan menurun setelah beberapa bulan.

Pada pemeriksaan serologi didapatkan penurunan komponen serum CH50


dan konsentrasi serum C3. Penurunan C3 terjadi ada >90% anak dengan GNA PS.
Pada pemeriksaan kadar komplemen, C3 akan kembali normal dalam 3 hari atau
paling lama 30 hari setelah onset.

Peningkatan BUN dan kreatinin. Peningkatannya biasanya transien. Bila


peningkatan ini menetap beberapa minggu atau bulan menunjukkan pasien bukan
GNA PS sebenarnya. Pasien yang mengalami bentuk kresentik GN mengalami
perubahan cepat, dan penyembuhan tidak sempurna. Adanya hiperkalemia dan
asidosis metabolik menunjukkan adanya gangguan fungsi ginjal. Selain itu
didapatkan juga hiperfosfatemi dan Ca serum yang menurun.

29
Pada urinalisis menggambarkan abnormalitas, hematuria dan proteinuria
muncul pada semua kasus. Pada sedimen urin terdapat eritrosit, leukosit, granular.
Terdapat gangguan fungsi ginjal sehingga urin menjadi lebih terkonsentrasi dan
asam. Ditemukan juga glukosuria. Eritrosit paling baik didapatkan pada urin pagi
hari, terdapat 60-85% pada anak yang dirawat di RS. Hematuria biasanya
menghilang dalam waktu 3-6 bulan dan mungkin dapat bertahan 18 bulan.
Hematuria mikroskopik dapat muncul meskipun klinis sudah membaik.
Proteinuria mencapai nilai +1 sampai +4, biasanya menghilang dalam 6 bulan.
Pasien dengan proteinuria dalam nephrotic-range dan proteinuria berat memiliki
prognosis buruk.

Pada pemeriksaan darah tepi gambaran anemia didapatkan,anemia


normositik normokrom.

A) Pemeriksaan Pencitraan
 Foto toraks dapat menunjukkan Congestif Heart Failure.
 USG ginjal biasanya menunjukkan ukuran ginjal yang normal.

B) Biopsi Ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan bila terjadi perubahan fungsi ginjal yang
menetap, abnormal urin dalam 18 bulan, hipokomplemenemia yang menetap, dan
terjadi sindrom nefrotik.

Indikasi Relatif :

 Tidak ada periode laten di antara infeksi streptokokus dan GNA


 Anuria
 Perubahan fungsi ginjal yang cepat
 Kadar komplemen serum yang normal
 Tidak ada peningkatan antibodi antistreptokokus
 Terdapat manifestasi penyakit sistemik di ekstrarenal
 GFR yang tidak mengalami perbaikan atau menetap dalam 2 minggu
 Hipertensi yang menetap selama 2 minggu

Indikasi Absolut :

30
 GFR yang tidak kembali normal dalam 4 minggu
 Hipokomplemenemia menetap dalam 6 minggu
 Hematuria mikroskopik menetap dalam 18 bulan
 Proteinuria menetap dalam 6 bulan

G.DIAGNOSIS
Glomerulonefritis akut didiagnosis dengan menemukan riwayat hematuria,
edema, hipertensi, atau gejala nonspesifik seperti malaise, demam, nyeri abdomen.
Didukung dengan pemeriksaan fisik yang menunjukkan adanya overload cairan (edema
dan hipertensi), perubahan berat badan baru-baru ini, asites atau efusi pleura,
kemerahan pada kulit, pucat, nyeri ketok pada sudut kostovertebra, pemeriksaan
neurologis yang abnormal, dan lain-lain.
Diagnosis Clinical Manifestations
Poststreptococcal glomerulonephritis Microscopic or gross hematuria,
proteinuria, hypertension, and edema
Hemolytic-uremic syndrome Microscopic hematuria, hypertension,
gastroenteritis (bloody diarrhea), oliguria,
and petechiae
Henoch-Schönlein purpura nephritis Microscopic hematuria, palpable purpura,
abdominal pain, tender subcutaneous
edema, arthralgias sometimes present
Immunoglobulin A nephropathy Microscopic hematuria ± proteinuria;
intermittent gross hematuria with viral
infections
Systemic lupus erythematosus Gross hematuria ± microscopic, rash
(malar, discoid, vasculitic) and arthralgias
or arthritis
Alport syndrome Microscopic or gross hematuria,
sensorineural hearing loss, family history
of renal failure, cataracts

31
H.KOMPLIKASI
Pengembangan menjadi sclerosis jarang pada pasien yang khas, namun
pada 0,5-2% dari pasien dengan GNA, tentu saja berlangsung ke arah gagal ginjal,
berakibat pada kematian ginjal dalam waktu singkat.
Urinalisis yang abnormal (yaitu, microhematuria) dapat bertahan selama
bertahun-tahun. Penurunan ditandai dalam laju filtrasi glomerulus (GFR) jarang.

Edema paru dan hipertensi dapat terjadi. Edema anasarka dan


hipoalbuminemia dapat terjadi akibat proteinuria berat.

Sejumlah komplikasi yang mengakibatkan terkait kerusakan akhir organ


dalam sistem saraf pusat (SSP) atau sistem kardiopulmoner dapat berkembang
pada pasien yang hadir dengan hipertensi berat, ensefalopati, dan edema paru.

Komplikasi GNA meliputi:

 hipertensi retinopati
 hipertensi ensefalopati
 GN kronik
 GN Progresif Cepat
 Gagal ginjal akut/kronis
 Sindrom nefrotik

I. TATALAKSANA
Penanganan pasien adalah suportif dan simtomatik. Perawatan dibutuhkan
apabila dijumpai penurunan fungsi ginjal sedang sampai berat (klirens kreatinin <
60 ml/mnt/1,73 m2), BUN > 50mg/dl, anak dengan tanda dan gejala uremia,
muntah letargi, hipertensi ensefalopati, anuria atau oliguria menetap.

1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah


selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk
menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi
penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak
berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.

32
2. Pasien hipertensi dapat diberi diuretik atau antihipertensi. Bila hipertensi
ringan (sistolik 130 mmHg dan diastole 90 mmHg), umumnya diobservasi
tanpa diberi terapi. Hipertensi sedang (sistolik > 140-150 mmhg dan
diastole > 100 mmHg) diobati dengan pemberian hidralazin oral atau IM,
nifedipin oral atau sublingual. Dalam prakteknya lebih baik merawat inap
pasien hipertensi 1-2 hari daripada memberi antihipertensi yang lama.
Pada hipertensi berat diberikan hidralazin 0,15-0,3 mg/kgbb IV, dapat
diulang setiap 2-4 jam atau reserpin 0,03-0,1 mg/kgbb (1-3 mg/m2) IV,
natrium nitroprusid 1-8 mg/kgbb/mnt. Pada krisis hipertensi (sistolik > 180
mmHg atau diastolic > 120 mmHg) diberi diazoxid 2-5 mg/kgbb IV secara
cepat bersama furosemid 2 mgg/kgbb IV. Pilihan lain klonidin drip 0,002
mg/kgbb/kali, diulang setiap 4-6 jam atau diberi nifedipin sublingual 0,25-
0,5 mg/kgbb dan dapat diulang setiap 6 jam bila diperlukan.

3. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan
dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium,
hemodialisis, bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif,
tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena
kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan
adakalanya menolong juga.

4. Retensi cairan ditangani dengan pembatasan cairan dan natrium. Asupan


cairan sebanding dengan invensible water loss (400-500 ml/m2 luas
permukaan tubuh/hari) ditambah setengah atau kurang dari urin yang
keluar. Bila berat badan tidak berkurang diberi diuretik seperti furosemid 2
mg/kgbb, 1-2 kali/hari.

5. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak


mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi
menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian
penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian
profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman
penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara

33
teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain,
tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat
dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10
hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30
mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.

6. Pembatasan bahan makanan tergantung beratnya edema, gagal ginjal dan


hipertensi. Protein tidak perlu dibatasi bila kadar urea < 75 mg/dL atau 100
mg/dL. Bila terjadi azotemia asupan protein dibatasi 0,8-1gr/kgbb/hari.
Pada edema berat dan bendungan sirkulasi dapat diberikan NaCl 300
mg/hari, sedangkan bila edema minimal dan hipertensi ringan diberikan 1-
2 g/m2/hari. Bila disertai oliguria, maka pemberian kalium harus dibatasi.
Anuria dan oliguria yang menetap, terjadi pada 5-10% anak.
Penanganannya sama dengan GGA dengan berbagai penyebab dan jarang
menimbulkan kematian.

J. PROGNOSIS
Sebagian besar pasien akan sembuh sempurna, tetapi 5% di antaranya
mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan
kresen pada epitel glomerulus. Angka kematian dari GNA pada kelompok usia
yang paling sering terkena, pasien anak-anak, telah dilaporkan 0-7%.
Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal
penyakit, dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah
menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1
minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen serum
menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap
terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar
pasien.1,12
Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut
pascastreptokok yang terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis
untuk menjadi sembuh sempurna sangat baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien

34
dan 2 pasien mengalami proteinuria ringan yang persisten. Sebaliknya prognosis
glomerulonefritis akut pascastreptokok pada dewasa kurang baik. 1,4,12
Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria
dan hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di
Trinidad. Prevalensi hipertensi tidak berbeda dengan kontrol. Kesimpulannya
adalah prognosis jangka panjang glomerulonefritis akut pascastreptokok baik.
Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya perubahan histologis penyakit
ginjal yang secara cepat terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum
pulih dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya diikuti
secara seksama oleh karena masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan
glomerulosklerosis kresentik ekstra-kapiler dan gagal ginjal kronik.1,4,12
Kasus sporadis nefritis akut sering berkembang menjadi bentuk yang
kronis. Perkembangan ini terjadi pada sebanyak 30% dari pasien dewasa dan 10%
dari pasien anak. GN merupakan penyebab paling umum dari gagal ginjal kronis
(25%).

Pada GNAPS, prognosis jangka panjang yang umumnya baik. Lebih dari
98% dari individu tidak menunjukkan gejala setelah 5 tahun, dengan gagal ginjal
kronis dilaporkan 1-3%.

Dalam seminggu atau lebih onset, kebanyakan pasien dengan GNAPS


mulai mengalami resolusi spontan retensi cairan dan hipertensi. Tingkat C3 dapat
kembali normal dalam waktu 8 minggu setelah tanda pertama GNAPS.
Proteinuria dapat bertahan selama 6 bulan dan hematuria mikroskopik hingga 1
tahun setelah onset nefritis.

35
Gambar 1. Resolusi pada kasus GNAPS berdasarkan waktu

Sekitar 15% dari pasien pada 3 tahun dan 2% dari pasien pada 7-10 tahun
mungkin memiliki proteinuria persisten ringan. Prognosis jangka panjang belum
tentu berbahaya. Beberapa pasien mungkin mengembangkan hipertensi,
proteinuria, dan insufisiensi ginjal selama 10-40 tahun setelah penyakit awal.
Imunitas terhadap protein M adalah tipe-spesifik, tahan lama, dan pelindung.
Episode berulang dari GNAPS karena itu tidak biasa.

Prognosis untuk GN pasca infeksi nonstreptococcal tergantung pada agen


yang mendasari, yang harus diidentifikasi dan ditangani. Umumnya, prognosis
yang lebih buruk pada pasien dengan proteinuria berat, hipertensi berat dan
peningkatan yang signifikan dari tingkat kreatinin. Nefritis terkait dengan
methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dan infeksi kronis biasanya
sembuh setelah pengobatan infeksi. Penyebab lain GNA memiliki hasil yang
bervariasi dari pemulihan lengkap untuk menyelesaikan gagal ginjal. Prognosis
tergantung pada penyakit yang mendasarinya dan kesehatan keseluruhan dari

36
pasien. Terjadinya komplikasi kardiopulmoner atau neurologis memperburuk
prognosis.

BAB III

KESIMPULAN

37
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk
menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan
inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Etiologi
dari GNA sendiri dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian besar, yaitu kelompok
infeksi (yang paling sering adalah infeksi streptokokus), dan kelompok non-
infeksi.

Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalah


hematuria, oliguria,edema,hipertensi dan beberapa gejala non-spesifik seperti rasa
lelah, anoreksia dan kadang demam,sakit kepala, mual, muntah.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan


fisis, bakteriologis, serologis, imunologis, dan histopatologis. Pengobatan hanya
bersifat suportif dan simtomatik.

Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk


meminimalkan kerusakan pada glomerulus, meminimalkan metabolisme pada
ginjal, dan meningkatkan fungsi ginjal.

Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan


glomerulus. Pemberian pinisilin untuk memberantas semua sisa infeksi, tirah
baring selama stadium akut, diet bebas bila terjadi edema atau gejala gagal
jantung dan antihipertensi kalau perlu, sementara kortikosteroid tidak mempunyai
efek pada glomerulofritis akut pasca infeksi strepkokus.

Prognosis umumnya baik, namun ditentukan pula oleh faktor penyebab


terjadinya GNA itu sendiri, dapat sembuh sempurna pada lebih dari 90% kasus.
Observasi jangka panjang diperlukan untuk membuktikan kemungkinan penyakit
menjadi kronik.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Shrier RW, Gottschalk CW, eds. Diseases of the Kidney. Vol 2. 6th ed.
Boston, Mass: Little, Brown & Company; 1997:1579- 84.

2. Silva FG. Acute postinfectious glomerulonephritis and glomerulonephritis


complicating persistent bacterial infection. In: Jennette JC, Olson JL,
Schwartz MM, eds. Heptinstall's Pathology of the Kidney. Vol 1. 5thed.
Philadelphia, Pa: Lippincott-Raven; 1998:389-455.

3. Wiwanitkit V. Why is acute post-streptococcal glomerulonephritis more


common in the pediatric population?. Clin Exp Nephrol. Jun
2006;10(2):164. [Medline].

4. Acute streptococcal glomerulonephritis. Available at:


http://www.childrensdayton.org/cms/resource_library/nephrology_files/84
73d3ae4f1f545a/psgn.pdf. Accesed on July, 4th 2014, at 8.00 PM.

5. Poststreptococcal Glomerulonephritis. Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/240337-overview#showall.
Accesed on July, 4th 2014, at 8.45 PM.
6. Tatalaksana hematuria. Available at:
http://old.pediatrik.com/pkb/20060220-jt1ybq-pkb.pdf. Accesed on July,
4th 2014, at 9.05 PM.
7. Glomerulonefritis akut. Available at: http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/11-
1-10.pdf. Accesed on July, 4th 2014, at 9.15 PM.
8. Hematuria. . Available at: http://emedicine.medscape.com/article/981898-
overview. Accesed on July, 4th 2014, at 9.35 PM.
9. Glomerular disease primer. Available at:
http://www2.niddk.nih.gov/NIDDKLabs/Glomerular_Disease_Primer/Kid
neyDisease.htm. Accesed on July, 4th 2014, at 10.35 PM.

39
10. Acute streptococcal glomerulonephritis. Available at:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000495.htm. Accesed on
July, 4th 2014, at 10.45 PM.
11. Pediatric nephritis. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/982811-overview. Accesed on July,
4th 2014, at 10.55 PM.
12. Chronic streptococcal glomerulonephritis. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/239392-overview. Accesed on July,
4th 2014, at 11.00 PM.
13. Glomerulonephritis Associated with Nonstreptococcal Infection. Available
at: http://emedicine.medscape.com/article/240229-overview. Accesed on
July, 4th 2014, at 11.20 PM.

40

Anda mungkin juga menyukai