Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Telinga adalah salah satu indera manusia yang berfungsi sebagai alat pendengaran dan keseimbangan.
Pendengaran pada manusia memegang peranan penting dalam komunikasi sosial serta berfungsi sebagai
sistem orientasi untuk menentukan arah dan ruang.1,2

Pada tahun 2005, World Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat 278 juta orang di
seluruh dunia mengalami gangguan pendengaran, 75-140 juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Saat
ini WHO memperkirakan ada 360 juta (5,3%) orang di dunia mengalami gangguan pendengaran, 328 juta
(91%) diantaranya adalah orang dewasa (183 juta laki-laki dan 145 juta perempuan) dan 32 juta (9%)
adalah anak-anak.3

Gangguan pendengaran pada anak dapat disebabkan oleh berbagai macam hal. Berdasarkan data yang
didapat Balai Kesehatan Indera Manusia (BKIM) Kota Semarang pada November 2007 yang diperoleh
dari anak-anak usia sekolah dasar, dari sebanyak 467 siswa kelas I yang diperiksa telinganya ditemukan
persentase kejadian serumen obsturan sebesar 29,55%, otitis media kronik supuratif (OMKS) 1,28%, dan
sensory neural hearing loss (SNHL) unilateral 0,21%.4

Gangguan pendengaran merupakan suatu permasalahan yang dapat terjadi pada setiap umur dan
menyebabkan seseorang sulit berkomunikasi verbal. Gangguan ini dapat dikategorikan sebagai gangguan
pendengaran konduktif, sensorineural maupun keduanya. Salah satu penyebab utama gangguan
pendengaran konduktif adalah serumen obsturan.4

Serumen obsturan atau kotoran telinga adalah produk kelenjar sebasea dan apokrin yang ada pada
kulit liang telinga dalam kondisi menumpuk dan keras. Pengerasan serumen atau kotoran telinga ini lebih
sering terjadi pada anak-anak dan orang dewasa atau remaja. Sebenarnya fungsi utama serumen ini adalah
untuk menghalangi serangga yang masuk kedalam tubuh kita, namun serumen tidak bersifat anti jamur
dan anti bakteri. Kondisi kulit liang telinga biasanya dalam kondisi kering sehingga menyebabkan risiko
terjadinya serumen obsturan lebih cepat.5

Di Indonesia, adanya sumbatan kotoran telinga atau serumen obsturan merupakan penyebab utama
dari gangguan pendengaran pada sekitar 9,6 juta orang. Berdasarkan survei cepat yang dilakukan Profesi
Perhati Fakultas Kedokteran Indonesia (FK UI) di beberapa sekolah di enam kota di Indonesia, prevalensi
serumen obsturan pada anak sekolah cukup tinggi, yaitu antara 30-50% (Kemenkes, 2013). Serumen
obsturan mempunyai prevalensi yang cukup tinggi dan bisa mengenai semua umur (Sutji et al., 2012).6

Gangguan pendengaran mengakibatkan anak sulit menerima pelajaran, produktivitas menurun, dan
biaya hidup tinggi. Informasi dapat diserap 20% melalui proses mendengar. Hal ini lebih besar dibanding
membaca yang hanya menyerap 10% informasi. Menurut National Information Center for Children and
Youth with Disabilities, anak dengan gangguan pendengaran mengalami kesulitan untuk mempelajari
kosakata, tatabahasa, kata perintah, ungkapan, dan aspek lainnya dari komunikasi verbal dibandingkan
dengan anak normal.7

Perkembangan dan kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh sumber daya manusia yang ada di
dalamnya. Sumber daya manusia yang berkualitas dapat dicapai dengan melakukan proses belajar yang
maksimal. Hal yang harus diutamakan dalam proses belajar adalah mengupayakan anak agar dapat
menerima dan menyerap segala informasi yang diajarkan secara optimal. Penangkapan rangsangan belajar
dapat menggunakan satu atau lebih dari kelima indra yang kita miliki. Ada lima macam indra yang
digunakan manusia untuk menerima informasi dari luar yaitu indra penglihatan 75%, indra pendengaran
13%, indra perabaan 6%, indra penciuman 3%, dan indra pengecap 3%.

Akibat dari gangguan pendengaran meliputi ketidakmampuan menginterpretasikan percakapan, sering


menyebabkan penurunan kemampuan berkomunikasi, keterlambatan kemahiran berbahasa, kerugian
ekonomi dan pendidikan, isolasi social dan kecacatan. Gangguan pendengaran mengakibatkan anak
sekolah sulit menerima pelajaran, produktivitas menurun dan biaya hidup tinggi. Ini dikarenakan, telinga
mempunyai peranan yang besar dalam kehidupan sehari-hari. Menurut kajian, mendengar dapat menyerap
20% informasi, lebih besar dibanding membaca yang hanya menyerap 10% informasi. Di Indonesia,
gangguan pendengaran dan ketulian saat ini masih merupakan satu masalah yang dihadapi masyarakat.2
Menurut National Information Center for Children and Youth with Disabilities, anak dengan kurang
pendengaran mengalami kesulitan untuk mempelajari kosakata, tatabahasa, kata perintah, ungkapan, dan
aspek lainnya dari komunikasi verbal dibandingkan dengan anak normal.7

Berdasarkan hal tersebut di atas, muncul pertanyaan apakah gangguan pendengaran berhubungan
dengan prestasi belajar siswa. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat menstimulasi kesadaran
masyarakat dan pemerintah, akan pentingnya kesehatan telinga pada anak Indonesia terutama
menyangkut masalah gangguan pendengaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui menganalisis
hubungan modalitas belajar siswa audio dengan kebersihan telinga.

2. Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan antara modalitas belajar audio dengan kebersihan telinga pada siswa-siswi
kelas 1 di SDN 6 Katobu dan SD Ibnu Abbas.
3. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
- Apakah ada hubungan modalitas belajar audio dengann kebersihan telinga pada siswa-siswi
kelas 1 di SDN 6 Katobu dan SD Ibnu Abbas
- Seberapa erat hubungan antara modalitas belajar audio dengan kebersihan telinga pada
siswa-siswi kelas 1 di SDN 6 Katobu dan SD Ibnu Abbas
b. Tujuan Khusus
- Mengetahui adanya hubungan modalitas belajar audio dengan kebersihan telinga pada siswa-
siswi kelas 1 di SDN 6 Katobu dan SD Ibnu Abbas
- Mengetahui hubungan antara modalitas belajar visual dengan kebersihan telinga pada siswa-
siswi kelas 1 di SDN 6 Katobu dan SD Ibnu Abbas
- Mengetahui hubungan antara modalitas belajar kinetik dengan kebersihan telinga pada
siswa-siswi kelas 1 di SDN 6 Katobu dan SD Ibnu Abbas
4. Manfaat Penelitian
a. Manfaat untuk Instansi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi atau masukan


mengenai hubungan modalitas belajar audio dengan kebersihan telinga, yang nantinya
dapat diterapkan sebagai cara untuk pencegahan primer dan meminimalkan risiko
komplikasi yang terjadi jika kebersihan tellinga tidak dijaga. Dapat menjadi bahan
masukan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan terutama dalam upaya preventif
untuk menjaga kebersihan telinga demi meningkatkan kualitas modalitas belajar audio
siswa melalui edukasi dan promosi kesehatan.

b. Manfaat untuk Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat digunanakan sebagai masukan untuk meningkatkan


pengetahuan dan kesadaran masyarakat terutama responden dalam mengetahui seberapa
erat hubungan antara modalitas belajar audio siswa dengan kebersihan telinga.
Selanjutnya masyarakat serta responden sadar dan termotivasi untuk melakukan tindakan
dengan menjaga kebersihan telinga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Belajar

1. Pengertian Belajar

Belajar atau learning merupakan komponen utama yang sangat kompleks untuk dikaji khususnya
dalam psikologi pendidikan. American Heritage Dictionary (1989:4) mendefinisikan bahwa belajar
adalah “To gain knowledge, comprehension, or mastery through experience or study” yang artinya belajar
merupakan cara untuk mendapatkan pengetahuan, pemahaman, atau penguasaan melalui pengalaman atau
belajar. Definisi ini dikuatkan oleh Kimble (1961:6) yang mendefinisikan bahwa belajar merupakan
perubahan yang relatif permanen di dalam behavioral potentiality (potensi behavior) yang terjadi sebagai
akibat dari reinforced practice (praktik yang kuat).8

Suryabrata (1984) sebagaimana yang dikutip M.Nur Ghufron (2012:4) mengemukakan bahwa
pada dasarnya belajar merupakan sebuah proses untuk melakukan perubahan perilaku seseorang, baik
lahiriah maupun batiniah. Hal ini diperkuat oleh Slameto (2010:2) mendefinisikan bahwa belajar adalah
suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkunganya. Hamalik
(2004:27) mendefinisikan belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakukan melalui pengalaman
(learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing). Belajar
merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagi hasil interkasi individu dengan lingkunganya
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Agus Suprijono (2010:3) mendifinisikan belajar adalah kegiatan
psiko-fisik-sosio menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Pendapat itu diperkuat oleh Wina sanjaya
(2007:112) bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku akibat pengalaman dan lingkungan.
Proses perubahan yang terjadi dalam diri sesorang tidak dapat disaksikan tetapi hanya dapat melihat
gejala-gejala perubahan yang tak tampak.8

Berdasarkan teori tentang belajar diatas, bahwa belajar adalah proses usaha yang dilakukan oleh
seseorang untuk memperoleh pengetahuan dan perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman dalam
berinteraksi dengan lingkungan.8

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar menurut Sugihartono dkk (2007:76) dibagi menjadi
dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu
yang sedang belajar, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada diluar individu. Faktor internal
meliputi faktor jasmaniah dan faktor psikologis. Faktor jasmaniah meliputi faktor kesehatan dan cacat
tubuh, sedangkan faktor psikologis meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan
kelelahan.8

Faktor ekstern yang berpengaruh dalam belajar meliputi faktor keluarga, faktor sekolah, dan
faktor masyarakat. Faktor keluarga dapat meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar keluarga, suasana
rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian keluarga dan latar belakang kebudayaan. Faktor sekolah
yang mempengaruhi belajar meliputi metode mengajar, kurikulum, relsi guru dengan siswa, relasi antar
siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar
dan tugas. Faktor masyarakat dapat berupa kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, bentuk
kehidupan dalam masyarakat, dan media massa.8

Slameto (2010:32) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa sebagai berikut.

a. Faktor-Faktor Intern8

1) Faktor Jasmaniah/ Fisik

a) Faktor kesehatan

b) Sensorik penginderaan

(1) Indra penglihatan (visual)

Alat indra penglihatan ini adalah mata. Manusia dapat menderia dengan menggunakan
mata dengan tiga jenis objek yaitu warna, bentuk, dan melihat dalamnya sesuatu.

(2) Indra pendengaran (auditoris)

Alat indra penglihatan adalah telinga. Telinga digunakan untuk mendengar bunyi atau
suara. Telinga manusia mendengarkan dua jenis bunyi yaitu bunyi yang punya arti dan bunyi
yang tidak punya arti.

(3) Indra pembau (olfaktoris)

Alat indra pembau teletak di dalam rongga hidung. Ada 6 macam-macam bau pokok
yaitu ;

(a) Bau bunga (blumig)

(b) Bau akar (warzig)

(c) Bau buah (cruchig)

(d) Bau getah (harzig)

(e) Bau busuk (faulig)

(f) Bau sangit (brenzilich)

(4) Indra pengecap (gustatoris)

Lidah termasuk alat indra pengecap yang mengandung sarafsaraf pengecap. Lidah dapat
merasakan rasa diantaranya (singgih,1983:120)
(a) Rasa manis,

(b) Rasa pahit

(c) Rasa asin

(d) Rasa asam

(5) Indra perabaan (cutanevus)

Letak indra perabaan terletak pada kulit bagian luar. Pada bagian kulit bagian luar
terdapat ujung-ujung saraf sensoris yang peka terhadap sentuhan-sentuhan tertentu.

(a) Rasa sakit

(b) Tekanan

(c) Temperature

(6) Pengindraan dalam (deep senses)

Pengindraan dalam dapat dibedakan menjadi tiga macam

(a) Indra keseimbangan (equilibrium)

(b) Indra perasa urat daging (kinestesi)

(c) Indra perasa jasmaniah

c) Hiperkinetik

d) Hipokinetik

2) Faktor psikologis8

Menurut slameto (2010:55) ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang
mempengaruhi belajar.

a) Inteligensi/kecerdasan

b) Perhatian

c) Minat

d) Bakat

e) Motif
f) Kematangan

g) Kesiapan

3) Faktor Kelelahan

b. Faktor-Faktor Ekstern8

Menurut Slameto (2005:56) faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar dapat dibedakan
menjadi 3 faktor yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat.

1) Faktor Keluarga

a) Cara Orangtua Mendidik

b) Relasi antar Anggota Keluarga

c) Suasana rumah

d) Keaadaan Ekonomi Keluarga

e) Pengertian Orang tua

f) Latar Belakang Kebudayaan

2) Faktor Sekolah

a) Metode Mengajar

b) Kurikulum

c) Relasi Guru dengan Siswa

d) Relasi Siswa dengan Siswa

e) Disiplin Sekolah

f) Alat pelajaran

g) Waktu Sekolah

h) Standar Pelajaran

i) Keadaan Gedung
j) Metode Belajar

k) Tugas Rumah

3) Faktor Masyarakat

a) Kegiatan Siswa dalam Masyarakat

b) Media Massa

c) Teman Bergaul

d) Bentuk Kehidupan Masyarakat

B. Gaya Belajar

1. Pengertian Gaya Belajar

Pengertian gaya belajar bermacam-macam. Gaya belajar menurut Sarasin yang dikutip oleh
Muhamad Irham dan Novan Ardy Wiyani yaitu pola fikir yang spesifik pada individu dalam proses
menerima informasi baru dan mengembangkan ketrampilan baru.9

Menurut Sidjabat sebagaimana dikutip M. Nur Ghufron dan Rini Risnawita gaya belajar yaitu
cara pandang setiap individu dalam melihat dan mengalami suatu peristiwa. Ghufron dan Rini juga
mengutip pendapat Keefe. Dikatakan bahwa gaya belajar adalah suatu karakteristik kognitif, afektif dan
perilaku psikomotorik sebagai indikator yang bertindak relatif stabil untuk pembelajar saling
berhubungan dan bereaksi terhadap lingkungan belajar. Menurut Reid, Divaharan, dkk, Gunawan, Susilo,
Frengky, seperti dikutip Ghufron dan Rini menjelaskan bahwa gaya belajar merupakan cara yang sifatnya
individu untuk memperoleh dan menyerap informasi dari lingkungannya termasuk lingkungan
belajar.10,11,12

Definisi lainnya dikemukakan Kolb seperti dikutip Ghufron dan Rini bahwa gaya belajar
merupakan metode yang dimiliki individu untuk mendapatkan informasi yang pada prinsipnya gaya
belajar merupakan bagian integral dalam siklus belajar aktif. Dunn dan Griggs seperti dikutip Ghufron
dan Rini, juga menyampaikan pendapat tentang gaya belajar. Keduanya berpendapat bahwa beberapa
pelajar tidak dapat belajar dengan baik pada waktu pagi hari tetapi dapat belajar pada siang hari. Beberapa
pelajar dapat belajar pada lingkungan belajar yang berisik tapi pelajar lain dapat belajar pada lingkungan
belajar yang sunyi.11

Menurut pendapat Bobby De Porter mengutip pendapat Rita Dunn, seorang pelopor di bidang
gaya belajar mengungkap bahwa gaya belajar yaitu cara belajar yang dipengaruhi beberapa faktor-faktor
fisik, emosional, sosiologis dan lingkungan.13
“Sebagian orang misalnya dapat belajar dengan baik dengan cahaya yang terang, sedang sebagian
lain dengan pencahayaan yang suram. Ada orang belajar paling baik secara berkelompok, sedang yang
lain memilih adanya figur otoriter seperti orang tua atau guru, yang lain lagi merasa bahwa bekerja
sendirilah yang paling efektif bagi mereka. Sebagian orang lain memerlukan musik sebagai latar
belakang, sedang yang lain tidak dapat berkonsentrasi kecuali dalam ruangan sepi. Ada orang yang
memerlukan lingkungan kerja yang teratur dan rapi, tetapi yang lain lagi lebih suka menggelar segala
sesuatunya supaya semua dapat terlihat.”13

Bobby menambahkan bahwa gaya belajar merupakan kunci untuk mengembangkan kinerja dalam
pekerjaan, di sekolah, dan dalam situasi-situasi antar pribadi. Dari pendapatnya dikatakan bahwa
seseorang lebih mudah belajar dan berkomunikasi dengan gaya sendiri.11

“Di beberapa sekolah dasar dan sekolah lanjutan di Amerika, para guru menyadari bahwa setiap
orang mempunyai cara yang optimal dalam mempelajari informasi baru. Mereka memahami bahwa
beberapa murid perlu diajarkan cara-cara yang lain dari metode mengajar standar. Jika murid-murid ini
diajar dengan metode standar, kemungkinan kecil mereka dapat memahami apa yang diberikan.
Mengetahui gaya belajar yang berbeda ini telah membantu para guru di mana pun untuk dapat mendekati
semua atau hampir semua murid hanya dengan menyampaikan informasi dengan gaya yang berbeda-
beda. Gaya belajar adalah kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap dan kemudian mengatur serta
mengolah informasi. Jika Anda akrab dengan gaya belajar Anda sendiri, Anda dapat mengambil
langkahlangkah penting untuk membantu diri Anda belajar lebih cepat dan lebih mudah. Dan juga dengan
mempelajari bagaimana memahami cara belajar orang lain, seperti atasan, rekan, guru, suami/istri, orang
tua dan anak-anak Anda, dapat membantu Anda memperkuat hubungan Anda dengan mereka.”11

2. Macam-macam Gaya Belajar

Sebelum memberikan pelajaran seorang guru seharusnya memahami gaya belajar siswanya.
Seorang siswa bisa lebih mudah memahami pelajaran jika sesuai dengan hatinya dan menyenangkan.

Menurut Rudi Hartono, ada siswa yang lebih mudah menerima pelajaran melalui pendengaran
(auditori), ada juga siswa yang mudah memahami dan menangkap sebuah pelajaran dengan melihat
(visual) dan juga ada siswa yang lebih mudah dengan langsung mempraktikkan apa yang didengar atau
dilihat (kinestetik). Guru yang baik dan mengerti, tentu berusaha mengetahui serta mengembangkan bakat
potensi siswanya. Hal itu didasari adanya keyakinan bahwa si anak ada potensi besar. Sehingga bisa jadi
meskipun di sekolah anak belum melahirkan prestasi yang bagus, guru dan orang tua jangan lelah untuk
mencari penyebab belum keluarnya potensi anak tersebut. Menurut Alfred Adler tokoh psikologi dunia,
setiap orang adalah suatu konfigurasi motif-motif sifat-sifat, serta nilai-nilai yang khas. Tiap tindak yang
dilakukan oleh seseorang membawakan corak khas gaya kehidupannya yang bersifat individual.14

a. Gaya Belajar Visual

Menurut Hamzah (2005:181) Gaya belajar visual adalah gaya belajar yang mengandalakan
kemampuan pengliahatan untuk bisa memahami dan mengingatnya. Gaya belajar visual berarti gaya
belajar yang mengandalkan pengamatan. Indera mata merupakan indera yang diutamakan dalam gaya
belajar ini. Guru yang mengajar harus jeli terhadap penglihatan anak didiknya. Reid (2005 :93) didalam
paparanya mengatakan “you will be good at visualizing events and information and may be able to use
your imagination to some advantage”. Ini berarti memang dalam gaya belajar visual akan lebih
memahami pelajaran dengan indera penglihatanya. Menurut Maxon (2004:50) visual learners are often
neglected in rehesrsal because verbal instruction, which may be ineffective for them, is used most often”.
Siswa yang mempunyai gaya belajar ini cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas
ketika guru mengajar dengan tampilan visual seperti gambar,buku, dan video. Pada umumnya anak yang
mempunyai gaya belajar visual lebih suka mencatat secara detil untuk mendapatkan informasi.8

Ciri-ciri siswa yang mempunyai gaya belajar visual menurut Suparman (2010:67) antara lain:8

1) Rapi dan teratur, sangat mementingkan penampilan

2) Berbicara cepat

3) Senantiasa merencanakan sesutau yang sifatnya jangka panjang dengan sangat baik

4) Sangat teliti

5) Menyukai sesuatu secara detail

6) Pengeja yang baik

7) Lebih mudah mengingat apa yang dilihat daripada yang didengar

8) Mengingat dengan asosiasi visual

9) Biasanya tidak mudah terganggu keributan ketika sedang belajar karena lebih memaksimalkan
penggunaan mata dalam belajar.

10) Mempunyai masalah terhadap instruksi (perintah) verbal dan sering meminta orang untuk
mengulanginya, kecuali jika perintah tersebut disampaikan lewat tulisan.

11) Pembaca cepat dan tekun

12) Lebih suka membaca daripada dibacakan

13) Mencoret-coret tanpa arti selama berbicara ditelepon, dalam rapat atau waktu luang

14) Kurang mudah mengingat pesan verbal sehingga mereka cenderung lupa menyampaikan pesan verbal
kepada orang lain atau menyampaikan tetapi tidak utuh.

15) Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban “ya” atau “tidak”

16) Lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato

17) Mudah membaca peta

18) Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan tetapi tidak pandai
Strategi untuk mempermudah proses belajar anak yang mempunyai gaya belajar visual menurut
Suparman (2010 :68) adalah sebagai berikut;8

1) guru dalam mengajar menggunakan materi visual seperti tulisan, gambar-gambar, diagram dan peta

2) menggunakan warna untuk menandai hal-hal yang penting

3) mengajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi

4) menggunakan multimedia visual seperti computer atau video

5) mengarahkan anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya kedalam bentuk tulisan atau gambar

Hamzah (2005:172) beberapa karakteristik yang khas bagi orang-orang yang memiliki gaya
belajar visual adalah;8

1) Kebutuhan melihat sesuatu (informasi/pelajaran) secara visual untuk mengetahui atau memahaminya

2) Memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna

3) Memiliki pemamahaman yang kuat terhadap artistik

4) Memiliki kesulitan dalam berdialog secara langsung

5) Terlalu reaktif terhadap suara

6) Sulit mengitkuti anjuran secara lisan

7) Sering kali salah dalam menginterpretasikan kata atau ucapan.

Hamzah (2005:181) untuk mengatasi ragam masalah pada orang yang memiliki gaya belajar
visual adalah melakukan beberapa pendekatan yang bisa digunakan agar dapat belajar secara maksimal.
Salah satunya adalah menggunakan beragam bentuk grafis untuk menyampaikan informasi atau materi
pelajaran. Perangkat grafis itu bisa film, slide, gambar ilustrasi, coretan-coretan kartu bergambar, catatan,
dan kartu-kartu bergambar berseri yang bisa digunakan untuk menjelaskan suatu informasi secara
berurutan.8

Dari definisi berbagai teori diatas maka dapat disimpulkan bahwa gaya belajar visual adalah suatu
cara atau metode yang dilakukan oleh seseorang dalam mempelajari dan memahami informasi,
pengetahuan dan tingkah laku dalam situasi-situasi belajar malalui indera penglihatan sebagai indera yang
paling dominan. Ciri-ciri seseorang yang memiliki gaya belajar visual adalah;8

1) Lebih mudah mengingat apa yang dilihat daripada yang didengar

2) Mengingat dengan asosiasi visual


3) Biasanya tidak mudah terganggu keributan ketika sedang belajar karena lebih memaksimalkan
penggunaan mata dalam belajar.

4) Mempunyai masalah terhadap instruksi (perintah) verbal dan sering meminta orang untuk
mengulanginya, kecuali jika perintah tersebut disampaikan lewat tulisan.

5) Pembaca cepat dan tekun

6) Lebih suka membaca daripada dibacakan

7) Kurang mudah mengingat pesan verbal sehingga mereka cenderung lupa menyampaikan pesan verbal
kepada orang lain atau menyampaikan tetapi tidak utuh.

8) Kebutuhan melihat sesuatu (informasi/pelajaran) secara visual untuk mengetahui atau memahaminya

9) Memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna

10) Memiliki pemamahaman yang kuat terhadap artistik

11) Memiliki kesulitan dalam berdialog secara langsung

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak yang mempunyai gaya belajar visual adalah;8

1) Guru dalam mengajar menggunakan materi visual seperti tulisan, gambar-gambar, diagram dan peta

2) Menggunakan warna untuk menandai hal-hal yang penting

3) Mengajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi

4) Menggunakan multimedia visual seperti computer atau video

5) Mengarahkan anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya kedalam bentuk tulisan atau gambar

6) Menggunakan beragam bentuk grafis untuk menyampaikan informasi atau materi pelajaran.

7) Perangkat grafis itu bisa film, slide, gambar ilustrasi, coretan-coretan kartu bergambar, catatan, dan
kartu-kartu bergambar berseri yang bisa digunakan untuk menjelaskan suatu informasi secara berurutan.

b. Gaya Belajar Auditori

Hamzah (2005:182) Gaya belajar auidtori atau auditory learners adalah gaya belajar yang
mengandalakan pada pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya. Karakteristik model gaya
belajar auidtori menempatkan pendengaran sebagai alat utama untuk menyerap dan memahami suatu
informasi atau pengetahuan. Karakter orang yang memiliki gaya belajar auditori Gaya belajar auditori
disebut juga gaya belajar yang lebih memaksimalkan pendengaranya. Untuk menerima dan memahami
pelajaran yang disampaikan guru mereka lebih suka pembelajaranya dengan suara dan kata-kata. Menurut
Mixon (2004 :50) “auditory learners, as the term suggest, approach education experiences effectively
through listening”. Siswa yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan
menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang dikatakan guru. Reid (2005 :92) mengatakan
bahwa siswa yang mempunyai gaya belajar auditori akan mempunyai kelebihan dalam mendengarkan dan
berbicara dengan guru. Mereka lebih suka guru mengajar dengan media audio. Informasi yang berupa
tulisan terkadang lebih sulit dipahami dan dicerna. Siswa yang mempunyai gaya belajar auditori dapat
menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset. Ciri-ciri siswa yang
mempunyai gaya belajar auditori menurut suparman (2010 :65) antara lain :8

1) Berbicara pada diri sendiri

2) Berpenampilan rapi

3) Mudah terganggu keributan

4) Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang disikusikan dari pada apa yang dilihat

5) Menggerakan bibir dan mengucapkan tulisan dengan keras saat membaca buku

6) Biasanya pembicara fasih

7) Senang mendengarakan orang berbicara

8) Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, irama dan warna suara

9) Merasa kesulitan menulis tetapi hebat dalam berbicara dengan irama yang berpola

10) Amat sensitif terhadap suara atau bunyi-bunyian, sehingga konsentrasi mereka amat mudah terganggu
dengan suara-suara tersebut ketika sedang belajar.

11) Menyukai musik atau sesuatu yang bernada dan berirama

12) Suka berbicara, berdiskusi dan menjelaskan sesuatu yang panjang lebar

13) Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan visualisasi, seperti menggambar
ruang/bentuk 3 dimensi, atau memotong bagian-bagian hingga satu sama lain.

14) Lebih pandai mengeja dengan keras dari pada menuliskanya

15) Lebih suka suka gurauan lisan dari pada membaca komik

16) Lebih mudah menyampaikan pesan yang bersifat verbal dari pada tulisan

17) Lebih mudah mengerti dalam menunjukan letak suatu tempat dengan menggunakan bahasa verbal
dari pada tulisan.

Hamzah (2005:182) karakter orang yang memiliki gaya belajar auditori adalah;8

1) Semua informasi hanya bisa diserap melalui pendengaran


2) Memiliki kesulitan untuk menyerap informasi dalam bentuk tulisan secara langsung

3) Memiliki kesulitan menulis ataupun membaca

Hamzah (1989:43) ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan agar orang yang memiliki gaya
belajar auditori dapat belajar secara maksimal yaitu:8

1) Menggunakan media suara dalam belajar seperti menggunakan tape perekam sebagai media untuk
belajar.

2) Melakukan wawancara atau diskusi saat belajar

3) Melakukan review setiap akhir pelajaran secara verbal dengan teman atau pengajar.

Strategi untuk mempermudah proses belajar siswa yang mempunyai gaya belajar auditori
menurut Suparman (2010:68) antara lain :8

1) Ajak anak untuk berpartisipasi dalam setiap diskusi yang dilakukan secara verbal

2) Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras

3) Gunakan musik sebagai background untuk mengajarkan anak

4) Arahkan anak agar merekam materi pelajaranya ke dalam kaset dan minta dia untuk senantiasa
mendengarkanya sebelum tidur

5) Sebagai orang tua, baiknya membantu anak ketika belajar dengan membacakan materi pelajaranya atau
mengajaknya berdiskusi mengenai materi pelajaranya.

Dari berbagai teori dan definisi mengenai gaya belajar auditori maka dapat disimpulkan bahwa
gaya belajar auditori adalah suatu cara atau metode yang dilakukan oleh seseorang dalam mempelajari
dan memahami informasi, pengetahuan dan tingkah laku dalam situasi-situasi belajar melalui indera
pendengaran sebagai indera yang paling dominan. Ciri-ciri seseorang yang memiliki gaya belajar auditori
adalah;8

1) Berbicara pada diri sendiri

2) Mudah terganggu keributan

3) Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang disikusikan daripada apa yang dilihat

4) Menggerakan bibir dan mengucapkan tulisan dengan keras saat membaca buku

5) Biasanya pembaca yang fasih

6) Senang mendengarkan orang berbicara

7) Merasa kesulitan menulis tetapi hebat dalam berbicara dengan irama yang berpola
8) Amat sensitif terhadap suara atau bunyi-bunyian, sehingga konsentrasi mereka amat mudah terganggu
dengan suara-suara tersebut ketika sedang belajar.

9) Menyukai musik atau sesuatu yang bernada dan berirama

10) Suka berbicara, berdiskusi dan menjelaskan sesuatu yang panjang lebar

11) Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan visualisasi, seperti menggambar
ruang/bentuk 3 dimensi, atau memotong bagian-bagian hingga satu sama lain

12) Lebih pandai mengeja dengan keras dari pada menuliskanya

13) Lebih suka gurauan lisan dari pada membaca komik

14) Lebih mudah menyampaikan pesan yang bersifat verbal dari pada tulisan

15) Semua informasi hanya bisa diserap melalui pendengaran

16) Memiliki kesulitan untuk menyerap informasi dalam bentuk tulisan secara langsung

17) Memiliki kesulitan menulis ataupun membaca

Pendekatan dan strategi yang bisa dilakukan agar orang yang memiliki gaya belajar auditori dapat
belajar secara maksimal yaitu;8

1) Menggunakan media suara dalam belajar seperti menggunakan tape perekam sebagai media untuk
belajar.

2) Melakukan wawancara atau diskusi saat belajar

3) Melakukan review setiap akhir pelajaran secara verbal dengan teman atau pengajar

4) Ajak anak untuk berpartisipasi dalam setiap diskusi yang dilakukan secara verbal

5) Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras

6) Gunakan musik sebagai background untuk mengajarkan anak

7) Arahkan anak agar merekam materi pelajaranya ke dalam kaset dan minta dia untuk senantiasa
mendengarkanya sebelum tidur

8) Sebagai orang tua, baiknya membantu anak ketika belajar dengan membacakan materi pelajaranya atau
mengajaknya berdiskusi mengenai materi pelajaranya.
c. Gaya Belajar Kinestetik

Reid (2005:93) memaparkan bahwa “you will enjoy active learning and this useful for assembling
and making product”. Siswa yang mempunyai gaya belajar ini akan lebih aktif dalam membuat produk
dan praktik. Suparman (2010:69) gaya belajar kinestetik biasanya disebut juga gaya belajar gerak.
Artinya, siswa biasanya menyukai belajar dengan memanfaatkan anggota gerak tubuhnya dalam proses
belajar untuk memahami sesuatu. Siswa yang mempunyai gaya belajar kinestetik pada umumnya tidak
menyukai duduk diam berlama-lama karena mereka mempunyai keinginan untuk beraktivitas dan
bereksplorasi. Anak ini lebih menyukai pelajaran praktikum. Siswa yang mempunyai gaya belajar
kinestetik menurut Suparman (2010:69) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut;8

1) Berbicara dengan lambat dan pelan

2) Menanggapi perhatian fisik

3) Menyentuh orang untuk mendapatkan sesuatu

4) Berdiri sangat dekat ketika berbicara dengan orang, atau mendekati orang yang sedang berbicara
denganya.

5) Selalu berorientasi pada fisik dan benyak bergerak

6) Mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar

7) Belajar melalui praktek dan rekayasa

8) Menghafal dengan cara berjalan-jalan dan melihat

9) Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca

10) Banyak menggunakan isyarat tubuh

11) Tidak dapat duduk diam dalam jangka waktu yang lama

12) Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka sudah pernah berada di tempat tersebut
sebelumnya

13) Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi

14) Ingin melakukan sesuatu

15) Menyukai permainan yang menyibukan dan membutuhkan aktivitas fisik yang banyak.

16) Menyukai belajar dengan praktek langsung dari pada hal yang teoritis

17) Biasanya ketika senang belajar mereka cenderung menggerak-gerakan kakinya, tanganya atau
mengetukan pensil atau pulpen di meja.
Menurut hamzah (2005:182) ada beberapa karakteristik orang yang memiliki gaya belajar
kinetetik yaitu;8

1) Menempatkan tangan sebagai alat penerima informasi utama agar bisa terus mengingatnya

2) Infromasi dapat diserap melalui genggaman atau sentuhan

3) Tidak tahan duduk terlalu lama dalam menerima pelajaran

4) Merasa bisa belajar dengan nyaman dan lebih baik apabila disertai dengan kegiatan fisik atau praktik

5) Memiliki kemampuan mengoordinaksikan sebuah tim dan kemampuan mengendalikan gerak tubuh
(Atheltic ability)

Strategi untuk mempermudah proses belajar siswa yang mempunyai gaya belajar kinestik
menurut Suparman (2010 : 69) anatara lain :8

1) Tidak memaksakan siswa untuk belajar berjam-jam.

2) Arahkan anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungan, misalnya: belajar menanam dengan
mempraktekan langsung

3) Mengizinkan siswa untuk mengunyah sesuatu misalnya permen saat belajar

4) Menggunakan warna terang untuk menandai hal-hal yang penting dalam bacaan

5) Mengijinkan siswa untuk belajar sambil mendengarkan musik, sebab biasanya ketika mereka sedang
belajar dengan musik anggota tubuhnya (misal kaki tanganya) ikut bergerak mengikuti irama musik.

Menurut Hamzah (2005:184) pendekatan dan strategi untuk mempermudah proses belajar siswa
yang mempunyai gaya belajar kinestik adalah;8

1) belajar berdasarkan atau melalui pengalaman dengan menggunakan berbagai model atau peraga

2) Belajar sambil bermain

3) Belajar dengan melihat langsung dilapangan

Dari definisi berbagai teori mengenai gaya belajar kinestetik diatas maka dapat disimpulkan
bahwa gaya belajar kinestetik adalah suatu cara atau metode yang dilakukan oleh seseorang dalam
mempelajari dan memahami informasi, pengetahuan dan tingkah laku

dalam situasi-situasi belajar melalui gerak tubuh atau indera perasa sebagai indera yang paling dominan.
Ciri-ciri seseorang yang memiliki gaya belajar kinestetik adalah;8

1) Menanggapi perhatian fisik

2) Menyentuh orang untuk mendapatkan sesuatu


3) Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak

4) Mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar

5) Belajar melalui praktek dan rekayasa

6) Menghafal dengan cara berjalan-jalan dan melihat

7) Banyak menggunakan isyarat tubuh

8) Tidak dapat duduk diam dalam jangka waktu yang lama

9) Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi

10) Ingin melakukan sesuatu dengan tanganya

11) Menyukai permainan yang menyibukan dan membutuhkan aktivitas fisik yang banyak.

12) Menyukai belajar dengan praktek langsung dari pada hal yang teoritis

13) Biasanya ketika senang belajar mereka cenderung menggerak-gerakan kakinya, tanganya atau
mengetukan pensil atau pulpen di meja.

14) Menempatkan tangan sebagai alat penerima informasi utama agar bisa terus mengingatnya

15) Infromasi dapat diserap melalui genggaman atau sentuhan

16) Tidak tahan duduk terlalu lama dalam menerima pelajarn

17) Merasa bisa belajar dengan nyaman dan lebih baik apabila disertai dengan kegiatan fisik atau praktik

18) Memiliki kemampuan mengoordinaksikan sebuah tim dan kemampuan mengendalikan gerak tubuh
(Atheltic ability).

Pendekatan dan strategi untuk mempermudah proses belajar siswa yang mempunyai gaya belajar
kinestik agar dapat belajar secara maksimal adalah;8

1) Tidak memaksakan siswa untuk belajar berjam-jam.

2) Arahkan anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungan, misalnya: belajar menanam dengan
mempraktekan langsung

3) Mengizinkan siwa untuk mengunyah sesuatu misalnya permen saat belajar

4) Menggunakan warna terang untuk menandai hal-hal yang penting dalam bacaan

5) Mengijinkan siswa untuk belajar sambil mendengarkan musik, sebab biasanya ketika mereka sedang
belajar dengan musik anggota tubuhnya (misal kaki tanganya) ikut bergerak mengikuti irama musik
6) Belajar berdasarkan atau melalui pengalaman dengan menggunakan berbagai model atau peraga

7) Belajar sambil bermain

8) Belajar dengan melihat langsung di lapangan

3. Manfaat Pemahaman Gaya Belajar

Nasution (2008:115) menyatakan bahwa berbagai macam metode mengajar telah banyak
diterapkan dan diujicobakan kepada siswa untuk memperoleh hasil yang efektif dalam proses
pembelajaran. Pask (1972) sebagaimana yang dikutip Moeljadi Pranata (2002:23) menemukan bahwa jika
gaya belajar peserta didik cocok dengan metode/gaya pengajaran yang distruktrurkan bagi mereka. Pada
kenyataanya tidak satu metode mengajar yang lebih baik daripada metode mengajar yang lain. Jika
berbagai metode mengajar telah diterapkan dan tidak menunjukan hasil yang diharapkan, maka alternatif
lain yang dapat dilakukan oleh guru secara individual dalam proses pembelajaran yaitu atas dasar
pemahaman terhadap gaya belajar siswa. Bobbi depotter dan Hernacki (2000:110) menyebutkan bahwa
mengetahui gaya belajar yang berbeda telah membantu siswa dengan demikian akan memberi persepsi
yang positif bagi siswa tentang cara guru mengajar.8

Menurut Montgomery dan groat (1998) sebagaimana yang dikutip M. Nur Ghufron (2012:138)
ada beberapa alasan kenapa pamahaman pengajar terhadap gaya belajar perlu diperhatikan dalam proses
pengajaran yaitu;8

a. Membantu siswa untuk memiliki persepsi yang positif bagi siswa tentang cara guru mengajar

b. Membuat proses belajar mengajar dialogis

c. Memfasilitasi perbedaan gaya belajar yang dimiliki oleh setiap individu

d. Mengetahui kecenderungan minat dan gaya belajar siswa dalam proses belajarnya.

e. Membuat proses pengajaran lebih menarik siswa untuk aktif dalam proses belajar

f. menyesuaikan metode mengajar dengan gaya belajar yang dimiliki siswa.

Dari definisi dan teori yang telah dijelaskan maka dapat diambil kesimpulan bahwa manfaat
mengetahui gaya belajar siswa adalah sebagai berikut;8

a. Membuat proses belajar mengajar dialogis

b. Memfasilitasi perbedaan gaya belajar yang dimiliki oleh setiap individu

c. Mengetahui kecenderungan minat dan gaya belajar siswa dalam proses belajarnya.

d. Membuat proses pengajaran lebih menarik siswa untuk aktif dalam proses belajar

e. menyesuaikan metode mengajar dengan gaya belajar yang dimiliki siswa.


4. Implikasi Gaya Belajar

Belajar menurut Arthur T. Jersild dalam bukunya Educational Psychology seperti dikutip Ahmad
Thontowi adalah “modification of behavior through experience and training”. Kesengajaan ini tercermin
pada adanya kesiapan, tujuan yang ingin dicapai dan dorongan motivasi. Jadi belajar terjadi karena
interaksi yang terus menerus antara anak didik dengan lingkungannya secara sadar dan sengaja.. Dilihat
dari siswa, siswa bertujuan untuk mencapai sesuatu yang mempunyai arti baginya. Karena itu, jika siswa
belajar sesuai dengan selera mereka sendiri, maka materi pelajaran bisa lebih mudah diterima. Implikasi
adanya gaya belajar siswa bagi seorang guru dalam proses pembelajaran menurut Sugiyono dan
Hariyanto secara garis besar ada dalam tiga hal yaitu :15,16

a. Perencanaan Kurikulum

Pada tahap ini guru diharapkan memilih dan memberikan materi pelajaran dengan memberi
penekanan pada perasaan, penginderaan, dan imajinasi siswa sebagai pelengkap dalam meningkatkan
keterampilan menganalisis, menalar, dan memecahkan masalah secara urut dan logis.

b. Proses Pengajaran

Untuk tahap ini seorang guru diharapkan mampu merencanakan metode dan proses pembelajaran
sesuai dengan kebutuhan gaya belajar siswa, menggunakan berbagai kombinasi

strategi pembelajaran, refleksi, konseptualisasi dan eksperimentasi. Media yang digunakan dalam
menyampaikan dan memberikan unsur pengalaman melalui unsur bunyi-bunyian, musik, gambar visual,
gerak, pengalaman, percakapan bahkan aktivitas siswa itu sendiri.

c. Strategi Penilaian

Pada tahap ini, guru diharapkan menggunakan berbagai teknik penilaian yang fokus pada
pengembangan kemampuan siswa. Artinya, disesuaikan dengan kemampuan dan perkembangan kapasitas
otak dan kecenderungan gaya belajar individu yang berbeda-beda.

C. SERUMEN

1. Definisi

Serumen adalah sekret kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa, epitel kulit yang terlepas dan
partikel debu yang terdapat pada bagian kartilaginosa liang telinga. Ada dua tipe dasar, basah
dan kering.17,18,19,20

Serumen dapat ditemukan pada kanalis akustikus eksternus. Serumen merupakan campuran dari
material sebaseus dan hasil sekresi apokrin dari glandula seruminosa yang bercampur dengan epitel
deskuamasi dan rambut. 17,18,19,20
Bila tidak dibersihkan dan menumpuk maka akan menimbulkan sumbatan pada kanalis
akustikus eksternus. Keadaan ini disebut serumen obsturans (serumen yang menutupi kanalis
akustikus eksternus). Sumbatan serumen kemudian menimbulkan gejala berupa penurunan
fungsi pendengaran, menyebabkan rasa tertekan/ penuh pada telinga, vertigo, dan tinitus.19,20

Sumbatan serumen dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu dermatitis kronik, liang telinga
sempit, produksi serumen yang banyak dan kental, adanya benda asing, serumen terdorong masuk
kedalam liang telinga yang lebih dalam saat mencoba membersihkan telinga.

2. Anatomi dan Fisiologi

Telinga terdiri atas 3 bagian yaitu bagian luar, tengah dan dalam. Telinga luar berfungsi untuk
mengumpulkan dan menghantar gelombang bunyi ke struktur-struktur telinga tengah. Bentuk
dari liang telinga seperti spiral sehingga mampu melindungi membran timpani dari trauma,
benda asing dan efek termal.17

Panjang liang telinga kira-kira 2,5 cm, membentang dari pinggir konka hingga membran
timpani. Sepertiga bagian luar adalah bagian kartilaginosa sedangkan duapertiga bagian dalam adalah
bagian tulang. Bagian yang tersempit dari liang telinga adalah dekat perbatasan tulang dan tulang
rawan.17

Kulit yang melapisi kartilaginosa lebih tebal daripada kulit bagian tulang, selain itu juga
mengandung folikel rambut yang bervariasi antarindividu. Kulit bagian telinga luar membentuk
serumen atau kotoran telinga. Sebagian besar struktur kelenjar sebasea dan apokrin yang
menghasilkan serumen terletak pada bagian kartilaginosa. Eksfoliasi sel-sel stratum korneum ikut
pula berperan dalam pembentukan materi yang membentuk suatu lapisan pelindung penolak air pada
dinding kanalis ini.17,19,21

Serumen diketahui memiliki fungsi proteksi yaitu sebagai sarana pengangkut debris epitel dan
kontaminan untuk dikeluarkan dari membrana timpani. Serumen juga berfungsi sebagai pelumas dan
dapat mencegah kekeringan dan pembentukan fisura pada epidermis. Efek bakterisidal
serumen berasal dari komponen asam lemak, lisozim dan immunoglobulin. Serumen dibagi menjadi
tipe basah dan tipe kering. Serumen tipe kering dapat dibagi lagi menjadi tipe lunak dan tipe keras.
Tubuh mempunyai mekanisme pembersihan serumen secara alami, dengan adanya migrasi epitel dari
membran timpani menuju ke meatus akustikus eksterna dan dibantu oleh gerakan rahang sewaktu
mengunyah.17,19,20

3. Fungsi serumen:18
1. Membersihkan

Pembersihan kanalis akustikus eksternus terjadi sebagai hasil dari proses yang disebut conveyor
belt process, hasil dari migrasi epitel ditambah dengan gerakan rahang seperti mengunyah (jaw
movement). Sel-sel terbentuk ditengah membran timpani yang bermigrasi kearah luar dari umbo
kedinding kanalis akustikus eksternus dan bergerak keluar. Serumen pada kanalis akustikus eksternus
juga membawa kotoran, debu, dan partikel-pertikel yang dapat ikut keluar. Jaw movement membantu
proses ini dengan memampatkan kotoran yang menempel pada dinding kanalis akustikus eksternus
dan meningkatkan pengeluaran kotoran.

2. Lubrikasi

Lubrikasi mencegah terjadinya desikasi, gatal, dan terbakarnya kulit kanalis akustikus eksternus
yang disebut asteatosis. Zat lubrikasi diperoleh dari kandungan lipid yang tinggi dari produksi sebum
oleh kelenjar sebasea. Pada serumen tipe basah, lipid ini juga mengandung kolesterol, skualan, dan
asam lemak rantai panjang dalam jumlah yang banyak, dan alkohol.

3. Fungsi sebagai Antibakteri dan Antifungal

Fungsi antibakterial telah dipelajari sejak tahun 1960-an, dan banyak studi yang menemukan
bahwa serumen bersifat bakterisidal terhadap beberapa strain bakteri. Serumen ditemukan efektif
menurunkan kemampuan hidup bakteri antara lain haemophilus influenzae, staphylococcus
aureus dan escherichia colli. Pertumbuhan jamur yang biasa menyebabkan otomikosis juga
dapat dihambat dengan signifikan oleh serumen manusia. Kemampuan anti mikroba ini dikarenakan
adanya asam lemak tersaturasi lisosim dan khususnya pH yang relatif rendah pada serumen (biasanya
6 pada manusia normal). Dikatakan pula bahwa serumen juga melindungi telinga tengah dari infeksi
bakteri dan fungi. Beberapa penulis mengatakan bahwa serumen yang tertahan dapat menjadi barier
untuk membantu pertahanan tubuh melawan infeksi telinga namun secara klinik dan biologi fungsi ini
tampak cukup lemah.

Gambar 1. Anatomi Telinga21 Gambar 2. Kulit Telinga Bagian Kartilaginosa21


4. Jenis Serumen
Serumen tipe basah dan tipe kering

Pada ras Oriental memiliki lebih banyak tipe serumen dibandingkan dengan orang ras non-
Oriental. Serumen pada ras Oriental, dan hanya pada ras Oriental, memilki karakteristik kering,
berkeping-keping, berwarna kuning emas dan berkeratin skuamosa yang disebut rice- brawn wax.
Serumen pada ras non-Oriental berwarna coklat dan basah, dan juga dapat menjadi lunak ataupun
keras. Perkembangan serumen dipengaruhi oleh mekanisme herediter, alel serumen kering bersifat
resesif terhadap alel serumen basah. Yang cukup menjadi perhatian adalah bahwa rice-bran wax
berhubungan dengan rendahnya insidensi kanker payudara. Namun, ini bukanlah suatu hal yang
mengejutkan karena kelenjar seruminosa dan kelenjar pada payudara sama-sama merupakan kelenjar
eksokrin.18

Serumen tipe lunak dan tipe keras

Selain dari bentuknya, beberapa faktor dapat membedakan serumen tipe lunak dan serumen tipe
keras:18

- Tipe lunak lebih sering terdapat pada anak-anak, dan tipe keras lebih sering pada orang
dewasa
- Tipe lunak basah dan lengket, sedangkan tipe keras lebih kering dan bersisik.
- Korneosit banyak terdapat dalam serumen namun tidak pada serumen tipe keras.
- Tipe keras lebih sering menyebabkan sumbatan, dan tipe ini paling sering kita temukan di
tempat praktek.

Warna serumen bervariasi dari kuning emas, putih, sampai hitam, dan konsistensinya dapat tipis
dan berminyak sampai hitam dan keras. Serumen yang berwarna hitam biasanya tidak ditemukan pada
anak-anak, namun bila dijumpai maka dapat menjadi tanda awal terjadinya aklaptonuria.18

5. Patofisiologi

Serumen yang menumpuk dapat menyebabkan impaksi. Impaksi serumen terbentuk oleh
karena gangguan dari mekanisme pembersihan serumen atau produksi serumen yang berlebih.
Sumbatan serumen umumnya terdiri dari sekresi dari kelenjar serumen yang bercampur dengan
sebum, debris eksfoliatif, dan kontaminan. Pembersihan liang telinga yang tidak tepat
(khususnya dengan kapas telinga) dapat mengganggu mekanisme pembersihan serumen normal dan
mendorong serumen ke arah membran timpani.17,18

Obstruksi serumen pada liang telinga disebabkan oleh impaksi atau pembengkakan sumbatan
serumen. Keadaan ini sering terjadi setelah serumen kontak dengan air. Dengan bertambahnya umur,
kulit meatus yang semakin kering dan perubahan dari sekret dapat menyebabkan serumen menjadi
keras dan sulit dikeluarkan.19,20
6. Gejala

Impaksi/gumpalan serumen yang menumpuk di liang telinga menyebabkan rasa penuh dengan
penurunan pendengaran (tuli konduktif). Terutama bila telinga masuk air (sewaktu mandi atau
berenang), serumen mengembang sehingga menimbulkan rasa tertekan dan gangguan pendengaran
semakin dirasakan sangat mengganggu. Beberapa pasien mengeluhkan adanya vertigo atau tinitus. 19,20

7. Diagnosis

Pada pemeriksaan dengan otoskopi dapat terlihat adanya obstruksi liang telinga oleh material
berwarna kuning kecoklatan atau kehitaman. Konsistensi dari serumen dapat bervariasi. Evaluasi
adanya perforasi membran timpani dan riwayat fraktur tulang temporal atau pembedahan
telinga.19

8. Penanganan

Adanya serumen pada liang telinga adalah suatu keadaan normal. Serumen dapat dibersihkan
sesuai dengan konsistensinya. Serumen yang lembek, dibersihkan dengan kapas yang dililitkan
pada pelilit kapas. Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengair atau kuret. Apabila dengan cara
ini serumen tidak dapat dikeluarkan, maka serumen harus dilunakkan lebih dahulu dengan tetes
karbogliserin 10% selama 3 hari. Serumen yang sudah terlalu jauh terdorong kedalam liang telinga
sehingga dikuatirkan menimbulkan trauma pada membran timpani sewaktu mengeluarkannya,
dikeluarkan dengan suction atau mengalirkan (irigasi) air hangat yang suhunya disesuaikan
dengan suhu tubuh.18,20

Indikasi untuk mengeluarkan serumen adalah sulit untuk melakukan evaluasi membran
timpani, otitis eksterna, oklusi serumen dan bagian dari terapi tuli konduktif. Kontraindikasi
dilakukannya irigasi adalah adanya perforasi membran timpani. Bila terdapat keluhan tinitus, serumen
yang sangat keras dan pasien yang tidak kooperatif merupakan kontraindikasi dari
microsuction.22

Mengeluakan serumen dapat dilakukan dengan irigasi atau dengan alat-alat. Irigasi merupakan
cara yang halus untuk membersihkan kanalis akustikus eksternus tetapi hanya boleh dilakukan bila
membran timpani intak. Perforasi membran timpani memungkinkan masuknya larutan yang
terkontaminasi ke telinga tengah sehingga menyebabkan otitis media. Perforasi dapat terjadi akibat
semprotan air yang terlalu keras kearah membran timpani. Liang telinga diluruskan dengan menarik
daun telinga keatas dan belakang dengan pandangan langsung arus air diarahkan sepanjang dinding
superior kanalis akustikus eksternus sehingga arus yang kembali mendorong serumen dari belakang.
Air yang keluar ditampung dalam wadah yang dipegang erat dibawah telinga dengan bantuan asisten.18
Gambar 3. Irigasi Telinga

Tatalaksana pada serumen yang keras yaitu dengan memberikan zat serumenolisis terlebih
dahulu sebelum melakukan tindakan lebih lanjut. Zat serumenolisis yang digunakan antara lain minyak
mineral, hydrogen peroksida, debrox dan cerumenex. Tidak boleh menggunakan zat ini untuk jangka
waktu lama karena dapat menyebabkan iritasi kulit bahkan dermatitis kontak.18

D. PENDENGARAN

1. Klasifikasi Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran dapat diklasifikasikan menjadi : (a)Tuli konduktif. Pada tuli konduktif,
ambang batas (thresholds) hantaran tulang dalam batas normal tetapi ambang batas (thresholds) hantaran
udara lebih rendah paling tidak 10 dB dibandingkan ambang batas (thresholds) normal. (Kutz, 2012).
Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan oleh kelainan atau penyakit di telinga
luar atau tengah. Hal tersebut menurunkan tingkat intensitas gelombang suara untuk mencapai cochlea,
tetapi hal ini tidak mempengaruhi hantaran tulang. Contoh hal-hal yang dapat menyebabkan tuli kondutif
yaitu serumen atau benda asing, infeksi telinga tengah, perforasi membrane timpani, dll. (Kutz, 2012); (b)
Tuli sensorineural. Pada tuli sensorineural ambang batas hantaran tulang dan udara masing-masing 10-25
dB. Dan kelainannya terdapat pada nervus VIII atau di pusat pendengaran karena telinga luar dan dalam
tidak mengurangi gelombang suara yang masuk. Bersifat permanen : (c) Tuli campuran, merupakan
kombinasi tuli konduktif dan tuli sensorineural.23

2. Etiologi Gangguan Pendengaran

Etiologi gangguan pendengaran diklasifikasikan menjadi :

a. Tuli konduktif
Beberapa penyebab tuli konduktif adalah abnormalitas telinga luar atau tengah, adanya cairan di
telinga dan akumulasi serumen di externaluditory canal
b. Tuli Sensorineural
Biasanya bersifat herediter dan disebabkan oleh kelainan sel rambut yang berada di telinga dalam
yang berfungsi untuk mengubah getaran suara menjadi implus yang akan dihantarkan ke otak. 24
c. Tuli Campuran
Penyebab dari tuli campuran yang merupakan suatu penyakit, misalnya: radang telinga tengah
dengan komplikasi ke telinga dalam atau merupakan dua penyakit berlainan, misalnya tumor
nervus VIII (tuli sensorineural) dengan radang telinga tengah (tuli konduktif).

3. Tingkat Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran dapat dibagi atas beberapa tingkatan ; sebagai berikut:

(a). Normal (0-25 dB);

(b). Mild (26-40 dB) dapat menyebabkan susah berkonsentrasi dan meningkatkan usaha untuk
mendengar. Pasien akan sulit untuk suara dengan frekuensi rendah. Anak-anak akan menjadi lelah setelah
mendengar dalam jangka waktu lama;

(c). Moderate (41-55 dB) dapat mempengaruhi perkembangan berbahasa, pola pikir dan bicara,
interaksi dengan sesama dan harga diri. Pasien dengan tingkat gangguan pendengaran ini sulit dalam
memahami dan mendengar percakapan;

(d). Moderate-Severe (56-70 dB) dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara dan
menurunnya tingkat intelegensi dalam berbicara. Pasien dengan tingkat gangguan pendengaran ini tidak
dapat mendengarkan sebagian besar tingkat percakapan;

(e). Severe (71-90 dB) dapat mempengaruhi kualitas suara; dan

(f). Profound (>90 dB), pasien dengan tingkat gangguan pendengaran ini menjadi semakin sulit
untuk berbicara dan berbahasa.23

4. Kemampuan Mendengar

Menurut Burhan (1971),mendengar adalah suatu proses menangkap, memahami, dan mengingat
dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain kepadanya.
Dalam konsep tersebut terdapat tiga tahapan proses mendengarkan,yaitu (1). tahap menangkap dengan
sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain kepadanya; (2).tahap
memahami dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain
kepadanya;dan (3).tahap mengingat dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang
dikatakan oleh orang lain kepadanya.

Tahap menangkap dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya merupakan tahapan awal. Tahap
ini sangat penting untuk menentukan keberhasilan mendengarkan. Pada tahap ini dibutuhkan konsentrasi
yang sangat tinggi, agar hasil dengaran sesuai dengan apa yang disampaikan oleh orang lain kepadanya.
Selanjutnya, hasil dengaran tersebut harus dipahami, lalu diterjemahkan dengan kata-kata sendiri dengan
tujuan agar mudah diingat. Oleh karena itu, tahapan berikutnya adalah mengingat dengan sebaik-baiknya
apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain kepadanya.
5. Hubungan antara penyumbatan serumen dengan kemampuan mendengar

Dalam proses belajar, telinga juga memegang peranan penting selain mata. Gangguan
pendengaran yang paling sering adalah ketulian atau kurang pendengaran, merupakan kondisi dimana
seseorang tidak dapat menerima beberapa frekuensi suara yang normalnya dapat didengar oleh manusia
normal. Salah satu penyebab gangguan pendengaran adalah penyumbatan serumen (impacted cerumen).
Secara umum kurang pendengaran ditujukan pada orang yang relatif tidak peka terhadap suara pada
frekuensi normal. Anak dengan kurang pendengaran dibandingkan dengan anak normal menunjukkan
kesulitan untuk mempelajari kosakata, tatabahasa, kata perintah, ungkapan dan aspek lainnya dari
komunikasi verbal. (National Information Center for Children and Youth with Disabilities, 2004).
Peranan kemampuan mendengarkan yang efektif dalam pendidikan pun sangat penting. Dalam proses
belajar mengajar mata pelajaran apapun akan terjadi komunikasi antara guru dengan siswa atau antara
siswa dengan siswa. Selama proses komunikasi berlangsung baik siswa maupun guru akan menggunakan
kemampuan mendengarkan dengan sebaik-baiknya, siswa yang tidak memiliki kemampuan
mendengarkan yang efektif akan salah memahami atau menafsirkan informasi tersebut. Akibatnya siswa
akan memperoleh dan memiliki pengetahuan yang salah.
BAB III

METODE

A. Kerangka Konsep Modalitas


Belajar Visual

Modalitas
Belajar Kinetik

Kebersihan
Telinga

Serumen
Obturans

Pendengaran

Modalitas
Belajar Audio

1. Tempat dan Waktu Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan di SDN 6 Katobu pada tanggal 8 Agustus 2019 dan SD Ibnu abbas
pada tanggal 14 Agustus 2019.

2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan data secara primer saat melakukan
program puskesmas katobu mengenai penjaringan anak sekolah dasar kabupaten Muna tahun 2019.

3. Populasi dan Sampel Data

Populasi yang digunakan adalah semua anak yang hadir pada saat pengambilan data pada anak
kelas 1 SD Ibnu Abbas dan SDN 6 Katobu. Sedangkan teknik pengambilan sampling adalah cross
sectional. yaitu suatu penelitian analitik dengan melakukan pengumpulan data variabel secara
simultan dalam waktu yang bersamaan. Observasi pada tiap subjek penelitian hanya dilakukan
sekali saja.
B. Analisis Data

Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dari hasil pelayanan primer penjaringan serta
quisioner penilaian kesehatan intelegensia yang dinilai dari optimalisasi modalitas tipe belajar yang di isi
oleh wali kelas, dimana hubungan sebab-akibat dianalisa berdasarkan tinjauan pustaka dan
dideskripsikan secara naratif.

C. Diagnosis Komunitas dan Faktor Terkait

Peserta didik yang hadir pada saat penjaringan akan dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis
secara sistematis.

Sedangkan untuk kuisioner tentang penilaian kesehatan intelegensia yang dinilai dari optimalisasi
modalitas tipe belajar di berikan dan di isi oleh wali kelas peserta didik tersebut. Dengan interpretasi skor:

<12 = belum optimal

12-18 = cukup optimal

>18 = optimal

Saat pasien telah didiagnosis maka perlu diberikan pengetahuan kepada orang tua dan wali kelas
mengenai perbaikan kebersihan telinga anak dan kepada para guru agar dapat menentukan bahan
pengajaran seperti apa yang dapat diberikan kepada peserta didik yang sesuai dengan optimalisasi
modalitas tipe belajarnya agar dapat menunjang prestasi peserta didik tersebut.

D. Pelaksanaan Solusi

Bentuk intervensi yang dilakukan dalam mini-project ini berupa melakukan penyuluhan/edukasi
langsung kepada peserta didik dan wali kelas SD Ibnu Abbas dan SDN 6 Katobu. Isi penyuluhan
mencakup berbagai faktor yang dipandang penting sesuai dengan pernyataan masalah dan tujuan dari
mini-project ini.
BAB IV

PROFIL PUSKESMAS KATOBU

4.1 Profil Komunitas Umum

Puskesmas Katobu merupakan fasilitas kesehatan tingkat pertama yang beralamat di Jalan
Gatot Subroto No. 69, Kecamatan Katobu, Kabupatan Muna yang terdiri atas UGD 24 jam, Kamar
Bersalin, Rawat Jalan (Poli Umum, Poli Gigi, Poli MTBS, Poli Lansia, Poli KIA, laboratorium
sederhana dan apotek).
Komunitas umum masyarakat yang berada di sekitar kawasan Katobu merupakan komunitas
muslim dan nasrani yang sangat kental dengan adat istiadatnya. Ciri khas komunitas ini mereka
dipimpin oleh tokoh yang dituakan yang diyakini sakti dalam ilmu tenaga dalam.

4.2 Data Geografis

Puskesmas Katobu terletak di ibu kota kabupaten Muna dengan luas wilayah ±12,88 km².
Adapun batasan-batasan wilayah sebagai berikut.
 Sebelah Utara berbatasan dengan : Kecamatan Batalaiworu
 Sebelah Selatan berbatasan dengan : Kecamatan Duruka
 Sebelah Timur Berbatasan dengan : Selat Buton
 Sebelah Barat berbatasan dengan : Kecamatan Watopute
Puskesmas Katobu mempunyai wilayah kerja 8 kelurahan. Berdasarkan sistem administratif
pemerintah wilayah kerja puskesmas katobu terdiri dari sebagai berikut.

a. Kelurahan Laende

b. Kelurahan Raha I

c. Kelurahan Raha II

d. Kelurahan Butung-Butung

e. Kelurahan Mangga Kuning

f. Kelurahan Watonea

g. Kelurahan Wamponiki

h. Kelurahan Raha III


4.3 Data Demografis

a. Jumlah penduduk

Wilayah Kecamatan Katobu mayoritas dihuni oleh penduduk pribumi dan sebahagian lainnya
adalah pendatang yang sudah lama menetap. Berdasarkan data terakhir jumlah penduduk
Kecamatan Katobu tahun 2016 berjumlah 30.174 jiwa. Berikut adalah komposisi penduduk
Kecamatan Katobu Tahun 2016.

Tabel 4.1 Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Katobu

Jumlah
No. Kelurahan
Laki-laki Perempuan

1 Raha I 1.143 2.433

2 Raha II 2.372 2.573

3 Laende 1.697 1.635

4 Butung-Butung 1.308 1.414

5 Mangga Kuning 1.464 1.666

6 Watonea 2.625 2.900

7 Wamponiki 2.143 2.375

8 Raha III 1.647 1.882

Total 14.399 15.735

b. Jumlah rumah tangga

Tabel 4.2 Jumlah rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas Katobu

Rata-rata
No. Kelurahan Penduduk Rumah tangga
penduduk/ Rute

1 Raha I 2433 549 4

2 Raha II 4945 1127 4

3 Laende 3332 668 5


4 Butung-Butung 2722 556 5

5 Mangga Kuning 3130 656 5

6 Watonea 5525 750 7

7 Wamponiki 4518 955 5

8 Raha III 3529 1008 4

Total 30134 6269 5

4.3 Sumber Daya Kesehatan

Sumber daya kesehatan Puskesmas Katobu terdiri dari sebagai berikut.


Kepala Puskesmas : 1 orang
KTU : 1 orang
Dokter umum : 3 orang
Dokter gigi : 1 orang
Perawat : orang
Perawat gigi : orang
Bidan : orang
Apoteker : orang
Laboran : orang
Administrasi kesehatan : orang
Promosi Kesehatan : orang
Elektromedik : orang
Sanitarian : orang
Petugas BPJS : orang
Tenaga sukarela : orang

4.4 Sarana Pelayanan Kesehatan

Sarana pelayanan kesehatan yang ada di Puskesmas Katobu ini meliputi sebagai berikut.
 Loket Pendaftaran
Tempat pertama pasien mendaftarkan diri untuk berobat/mendapatkan pelayanan kesehatan.
 Poli Umum, Poli Lansia, Poli MTBS & Poli Gigi
Tempat pemeriksaan pasien rawat jalan.
 Apotek/Kamar Obat
Setelah pasien mendapatkan resep obat dari dokter, pasien dapat langsung mengambil obat di
kamar obat/apotek.
 Laboratorium
Fasilitas laboratorium yang tersedia adalah pemeriksaan darah rutin (hemoglobin Sahli, hitung
jumlah dan jenis leukosit, hitung jumlah trombosit, LED), kimia klinik (gula darah sewaktu, gula
darah puasa, asam urat, kolesterol), urinalisis, HCG urin, imunoserologi (Widal, golongan darah),
dan mikrobiologi (DDR, sputum BTA).
 Pelayanan Imunisasi
Kegiatan imunisasi di Puskesmas Katobu melayani balita, ibu hamil, dan wanita yang ingin
menikah (imunisasi tetanus toksoid).
 Keluarga Berencana (KB)
Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk konseling dan cara penggunaan bermacam-macam alat
kontrasepsi yang tersedia di Puskesmas.
 Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Kegiatan ini berupa pelayanan kesehatan yang ditujukan pada ibu hamil (antenatal care) berupa
penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, lingkar lengan atas, dan pemeriksaan
Leopold.
 Perawatan Persalinan
Jika seorang ibu hamil melahirkan di puskesmas, disediakan perawatan persalinan untuk dipantau
perkembangannya.
 Puskesmas Keliling
Kegiatan puskesmas keliling ini, dirangkaikan dengan kegiatan posyandu, imunisasi, dan
pengobatan gratis. Pasien yang datang berupa balita, anak-anak, ibu hamil, dan lansia.
 Penyuluhan (Promosi Kesehatan)
Penyuluhan kesehatan dilakukan di beberapa sekolah yang berada di wilayah kerja puskesmas,
serta di posyandu.
 Unit Gawat Darurat (UGD)

Puskesmas Katobu membuka pelayanan UGD, yang melayani kasus emergency yang trauma
maupun yang nontrauma ataupun non emergency. Saat ini UGD Puskesmas Katobu tidak
membuka pelayanan 24 jam.

4.5 Data Kesehatan Masyarakat

Dari 9.467 kunjungan rawat jalan pada tahun 2018, 8.534 kunjungan (90,14%) termasuk dalam
kategori sepuluh penyakit terbesar. Data kunjungan sepuluh besar penyakit di Puskesmas Katobu pada
tahun 2018 disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 4.3 Kunjungan sepuluh penyakit terbesar di Puskesmas Katobu pada tahun 2018

No. Kelompok penyakit Jumlah Rata-rata %

1 Penyakit lain dari saluran pernapasan bagian


2000 166 21,13
atas

2 Penyakit akut lain dari saluran pernapasan 1252 104 13,22


bagian atas

3 Penyakit infeksi kulit 1008 84 10,65

4 Penyakit pada sistem otot dan jaringan pengikat


(penyakit tulang belulang, radang sendi, 952 79 10,05
termasuk rematik)

5 Gastritis 829 69 8,76

6 Kecelakaan dan ruda paksa 693 57 7,32

7 Hipertensi 539 44 5,69

8 Penyakit lain dari saluran pernapasan bagian


431 35 4,55
bawah

9 Diare 421 35 4,44

10 Penyakit pulpa dan jaringan periapikal 409 34 4,21

Total = 9467

Dari tabel di atas terlihat bahwa penyakit yang paling menonjol pada tahun 2018 adalah
kelompok penyakit lain dari saluran pernapasan bagian atas dengan total kunjungan sebanyak 2000
(21,13%) selama tahun 2018 dengan rata-rata kunjungan setiap bulannya sebanyak 166 kunjungan.
Sedangkan penyakit hipertensi menempati urutan ke-7 dengan total kunjungan sebanyak 539 (5,69%)
selama tahun 2018 dengan rata-rata kunjungan setiap bulannya sebanyak 44 kunjungan, sementara
depresi tidak masuk dalam 10 besar penyakit terbanyak.
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI

A. Gambaran Karakteristik Anak Kelas 1 SD Ibnu Abbas berdasarkan Modalitas Tipe Belajar

Optimalisasi
modalitas tipe
No. belum optimal cukup optimal Optimal
belajar
Jumlah % Jumlah % jumlah %

1 Audio 8 9,87% 68 83,95% 5 6,17%

2 Visual 14 17,28% 43 53,08% 24 29,62%

3 kinetik 6 7,40 % 68 83,95% 7 8,64 %

Tabel 5.1 Gambaran Karakteristik Anak Kelas 1 SD Ibnu Abbas berdasarkan Modalitas Tipe Belajar

Dari tabel diatas di dapatkan pada optimalisasi modalitas tipe belajar Audio sebanyak 8 orang
(9,87 %) belum optimal, sebanyak 68 orang (83,95 %) cukup optimal, sebanyak 5 orang (6,17 %)
optimal. Untuk tipe belajar visual, sebanyak 14 orang (17,28 %) belum optimal, sebanyak 43 orang
(53,08%) cukup optimal, sebanyak 24 orang (29,62 %) optimal. Untuk tipe belajar kinetik, sebanyak 6
orang (7,40 %) belum optimal, sebanyak 68 orang (83,95 %) cukup optimal, sebanyak 7 orang (8,64 %)
optimal.

Berdasarkan tabel diatas, sebagian besar anak kelas 1 SD ibnu abbas memiliki modalitas tipe
belajar yang optimal pada tipe belajar visual dibandingkan dengan auditori dan kinetik. Sedangkan
sebagian besar modalitas tipe belajar yang cukup optimal pada tipe belajar kinetik dan audio
dibandingkan visual. Sedangkan sebagian besar modalitas tipe belajar yang belum optimal pada tipe
belajar kinetik dibandingkan tipe belajar auditori dan visual.

B. Gambaran Serumen Anak Kelas 1 SD Ibnu Abbas


Jumlah Peserta Didik Serumen
(+) (-)
50 31
61,72% 38,27%
Presentase

Tabel 5.2 Gambaran Serumen Anak Kelas 1 SD Ibnu Abbas


Dari data diatas diapatkan jumlah peserta didik yang memiliki serumen yaitu sebanyak 49
orang (60,49%), dan peserta didik yang tidak memiliki serumen 32 orang (39,50%).
C. Karakteristik Serumen dengan Modalitas Tipe Belajar Audio Anak Kelas 1 SD Ibnu Abbas

modalitas tipe belajar Audio

belum optimal cukup optimal Optimal


Serumen Total %
jumlah % jumlah % Jumla %
h

+ 6 12% 40 80% 1 2% 50 100 %

- 2 6,45% 27 87,09% 4 12,90% 31 100%

Tabel 5.3 Karakteristik Serumen dengan Modalitas Tipe Belajar Audio Anak Kelas 1 SD Ibnu Abbas

Dari table di atas didapatkan, dari 50 orang peserta didik yang mempunyai serumen 1 orang (2%)
mempunyai modalitas tipe belajar audio optimal. 6 orang (12%) dengan modalitas tipe belajar audio
belum optimal. Sedangkan 40 orang (80%) lainnya mempunyai modalitas tipe belajar yang cukup
optimal.

Sedangkan peserta didik yang tidak memiliki serumen sebanyak 31 orang, diantara 31 orang
tersebut, teradapat 4 orang (12,90%) yang memiliki modalitas tiper belajar audio yang optimal, sedangkan
yang memiliki modalitas tipe belajar audio yang belum optimal sebanyak 2 orang (6,45%), dan 27 orang
(87,09%) lainnya memiliki modalitas tipe belajar cukup optimal.

Dapat diliat bahwa sebanyak 2% peserta didik dengan modalitas belajar tipe audio optimal,
memiliki serumen. Sedangkan sebanyak 6,12,90% peserta didik dengan modalitas tipe belajar audio
optimal, tidak memiliki serumen. Kemudian untuk peserta didik yang modalitas tipe belajar audio belum
optimal dan cukup optimal, yang memilik serumen sebanyak 12% dan 80%. Sedangkan peserta didik
yang tidak memiliki serumen, dan mempunyai modalitas tipe belajar audio belum optimal dan cukup
optimal, yaitu sebanyak 6,45% dan 87,09%.

D. Gambaran Karakteristik Anak Kelas 1 SDN 6 Katobu berdasarkan Modalitas Tipe Belajar

Optimalisasi
modalitas tipe
No. belum optimal cukup optimal Optimal
belajar
Jumlah % jumlah % jumlah %

1 Audio 1 1,78% 46 82,14% 9 16,07%

2 Visual 1 1,78% 53 94,64% 2 3,57%

3 Kinetik 6 10,71% 49 87,5% 1 1,78%

Tabel 5.4 Gambaran Karakteristik Anak Kelas 1 SDN 6 Katobu berdasarkan Modalitas Tipe Belajar
Dari tabel diatas di dapatkan pada optimalisasi modalitas tipe belajar Audio sebanyak 9 orang
(16,07%) belum optimal, sebanyak 1 orang ( 1,78%) cukup optimal, sebanyak 46 orang (82,14%)
optimal. Untuk tipe belajar visual, sebanyak 1 orang ( 1,78%) belum optimal, sebanyak 53 orang
(94,64%) cukup optimal, sebanyak 2 orang ( 3,57%) optimal. Untuk tipe belajar kinetik, sebanyak 6 orang
(10,71 %) belum optimal, sebanyak 49 orang ( 87,5%) cukup optimal, sebanyak 1 orang (1,78 %)
optimal.

Berdasarkan tabel diatas, sebagian besar anak kelas 1 SDN 6 Katobu memiliki modalitas tipe
belajar yang optimal pada tipe belajar Audio dibandingkan dengan visual dan kinetik. Sedangkan
sebagian besar modalitas tipe belajar yang cukup optimal pada tipe belajar visual dibandingkan audio dan
kinetik. Sedangkan sebagian besar modalitas tipe belajar yang belum optimal pada tipe belajar kinetik
dibandingkan audio dan visual.

E. Gambaran Serumen Anak Kelas 1 SDN 6 Katobu


Jumlah Peserta Didik Serumen
(+) (-)
39 17
69,64% 30,35%
Presentase

5.5 Gambaran serumen Anak Kelas 1 SDN 6 Katobu


Dari data diatas diapatkan jumlah peserta didik yang memiliki serumen yaitu sebanyak 39
orang (69,64%), dan peserta didik yang tidak memiliki serumen 17 orang (30,35%).

F. Karakteristik Serumen dengan Modalitas Tipe Belajar Audio Anak Kelas 1 SDN 6 Katobu

modalitas tipe belajar Audio

belum optimal cukup optimal Optimal


Serumen Total %
jumlah % jumlah % Jumla %
h

+ 1 2,56% 35 89,74% 3 7,69% 39 100 %

- 0 0% 11 64,70% 6 35,29% 17 100%

Tabel 5.6 Karakteristik Serumen dengan Modalitas Tipe Belajar Audio Anak Kelas 1 SDN 6
Katobu
Dari tabel di atas, dapat dlihat bahwa peserta didik yang memiliki serumen dari 39 orang, diantaranya
3 orang (7,69%) memiliki modalitas tipe belajar audio optimal. Sedangkan 35 peserta didik lainnya
(89,74%) memiliki modalitas tipe belajar cukup optimal. Dan yang memiliki modalitas tipe belajar belum
optimal 1 orang (2,56%).
Sedangkan peserta didik yang tidak memiliki serumen sebanyak 17 orang, 6 orang (35,29%) memiliki
modalitas tipe belajar optimal. Kemudian peserta didik yang tidak memiliki serumen dan memiliki
modalitas tipe belajar cukup optimal yaitu sebanyak 11 orang (64,70%). Dan tidak ada peserta didik yang
memiliki modalitas tipe belajar belum optimal, dan tidak memiliki serumen.
Dari data diatas, bisa dilihat bahwa peserta didik dengan yang memiliki modalitas tipe belajar audio
yang optimal dan memiliki serumen, sebanyak 3 orang (7,69%) dan yang tidak memiliki serumen
sebanyak 6 orang (35,29%). Kemudian peserta didik yang memiliki modalitas tipe belajar audio cukup
optimal dan memiliki serumen 35 orang (89,74%), yang tidak memiliki serumen sebanyak 11 orang
(64,70%). Selanjutnya peserta didik yang memiliki modalitas tipe belajar audio belum optimal, dan
memiliki serumen sebanyak 1 orang (2,56%). Selanjutnya tidak ada peserta didik yang memiliki
modalitas tipe belajar audio belum optimal dan tidak memiliki serumen.
BAB VI

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
- Kebersihan telinga akan mempengaruhi pendengaran seseorang. Dalam kondisi
fisiologis, seseorang memiliki serumen atau kotoran telinga yang mempunyai fungsi,
sebagai pembersih telinga, lubrikasi, serta sebagai antimikroba. Namun, serumen atau
kotoran tersebut harus dibersihkanm tentunya dengan cara yang benar. Dimana jika tidak
dibersihkan, serumen tersebut akan mengeras, dan berkumpul pada kanalis akustikus
eksternus. Jika ini dibiarkan, serumen tersebut akan menjadi penyebab terjadinya tuli
konduktif. Adanya serumen, akan mempengaruhi pendengaran seseorang, sehingga anak
tidak maksimal dalam menerima segala informasi.
- Jika terjadi gangguan pendengaran tersebut, anak akan sulit untuk menerima pelajaran.
Sedangkan informasi yang diserap kuranglebih 20% melalui proses mendengar.
Sedangkan dengan membaca, anak dapat menerima informasi kurangleih 10%.
- Modalitas tipe belajar, merupakan suatu alat untuk memaksimalkan anak dalam
menerima pelajaran. Dengan mengetahui tipe belajar anak, dapat membantu anak untuk
mengetahui bagaimana cara belajar yang tepat, dan dengan mudah untuk menangkap
pelajaran. Berbagai macam modalitas tipe belajar yang ada. Namun, pada penelitian ini
mengkelompokkan tipe belajar, yaitu melalui auditori, visual, dan kinetik.
- Berdasarkan data di atas di dapatkan pada optimalisasi modalitas tipe belajar Audio SD
Ibnu Abbas Kelas 1, sebanyak 8 orang (9,87 %) belum optimal, sebanyak 68 orang
(83,95 %) cukup optimal, sebanyak 5 orang (6,17 %) optimal. Untuk tipe belajar visual,
sebanyak 14 orang (17,28 %) belum optimal, sebanyak 43 orang (53,08%) cukup
optimal, sebanyak 24 orang (29,62 %) optimal. Untuk tipe belajar kinetik, sebanyak 6
orang (7,40 %) belum optimal, sebanyak 68 orang (83,95 %) cukup optimal, sebanyak 7
orang (8,64 %) optimal.
- Berdasarkan data di atas, sebagian besar anak kelas 1 SD ibnu abbas memiliki modalitas
tipe belajar yang optimal pada tipe belajar visual dibandingkan dengan auditori dan
kinetik. Sedangkan sebagian besar modalitas tipe belajar yang cukup optimal pada tipe
belajar kinetik dan audio dibandingkan visual. Sedangkan sebagian besar modalitas tipe
belajar yang belum optimal pada tipe belajar kinetik dibandingkan tipe belajar auditori
dan visual.
- Berdasarkan data di atas diapatkan jumlah peserta didik SD Ibnu Abbas kelas 1, yang
memiliki serumen yaitu sebanyak 49 orang (60,49%), dan peserta didik yang tidak
memiliki serumen 32 orang (39,50%).
- Berdasarkan data di atas dapat diliat bahwa, untuk perserta didik SD Ibnu Abbas,
sebanyak 2% peserta didik dengan modalitas belajar tipe audio optimal, memiliki
serumen. Sedangkan sebanyak 6,12,90% peserta didik dengan modalitas tipe belajar
audio optimal, tidak memiliki serumen. Kemudian untuk peserta didik yang modalitas
tipe belajar audio belum optimal dan cukup optimal, yang memilik serumen sebanyak
12% dan 80%. Sedangkan peserta didik yang tidak memiliki serumen, dan mempunyai
modalitas tipe belajar audio belum optimal dan cukup optimal, yaitu sebanyak 6,45% dan
87,09%.
- Berdasarkan data di atas di dapatkan pada optimalisasi modalitas tipe belajar Audio SD
Ibnu Abbas, sebanyak 9 orang (16,07%) belum optimal, sebanyak 1 orang ( 1,78%)
cukup optimal, sebanyak 46 orang (82,14%) optimal. Untuk tipe belajar visual, sebanyak
1 orang ( 1,78%) belum optimal, sebanyak 53 orang (94,64%) cukup optimal, sebanyak 2
orang ( 3,57%) optimal. Untuk tipe belajar kinetik, sebanyak 6 orang (10,71 %) belum
optimal, sebanyak 49 orang ( 87,5%) cukup optimal, sebanyak 1 orang (1,78 %) optimal.
- Berdasarkan data di atas didapatkan pada optimalisasi modalitas tipe belajar Audio
sebanyak 9 orang (16,07%) belum optimal, sebanyak 1 orang ( 1,78%) cukup optimal,
sebanyak 46 orang (82,14%) optimal. Untuk tipe belajar visual, sebanyak 1 orang (
1,78%) belum optimal, sebanyak 53 orang (94,64%) cukup optimal, sebanyak 2 orang (
3,57%) optimal. Untuk tipe belajar kinetik, sebanyak 6 orang (10,71 %) belum optimal,
sebanyak 49 orang ( 87,5%) cukup optimal, sebanyak 1 orang (1,78 %) optimal.
- Berdasarkan data di atas, sebagian besar anak kelas 1 SDN 6 Katobu memiliki modalitas
tipe belajar yang optimal pada tipe belajar Audio dibandingkan dengan visual dan
kinetik. Sedangkan sebagian besar modalitas tipe belajar yang cukup optimal pada tipe
belajar visual dibandingkan audio dan kinetik. Sedangkan sebagian besar modalitas tipe
belajar yang belum optimal pada tipe belajar kinetik dibandingkan audio dan visual.
- Berdasarkan dari data di atas diapatkan jumlah peserta didik yang memiliki serumen
yaitu sebanyak 39 orang (69,64%), dan peserta didik yang tidak memiliki serumen 17
orang (30,35%).
- Berdasarkan data diatas, bisa dilihat bahwa peserta didik dengan yang memiliki modalitas
tipe belajar audio yang optimal dan memiliki serumen, sebanyak 3 orang (7,69%) dan
yang tidak memiliki serumen sebanyak 6 orang (35,29%). Kemudian peserta didik yang
memiliki modalitas tipe belajar audio cukup optimal dan memiliki serumen 35 orang
(89,74%), yang tidak memiliki serumen sebanyak 11 orang (64,70%). Selanjutnya peserta
didik yang memiliki modalitas tipe belajar audio belum optimal, dan memiliki serumen
sebanyak 1 orang (2,56%). Selanjutnya tidak ada peserta didik yang memiliki modalitas
tipe belajar audio belum optimal dan tidak memiliki serumen.
- Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan hubungan antara modalitas tipe belajar
audio dengan kebersihan telinga SD Ibnu Abbas dan SDN 6 Katobu, didapatkan bahwa
peserta didik yang memiliki serumen dan memiliki modalitas tipe belajar audio optimal
lebih sedikit, dibandingkan dengan peserta didik yang tidak memiliki serumen, dan
memiliki modalitas tipe belajar optimal. Sedangkan untuk modalitas tipe belajar audio
belum optimal, dari hasil tersebut, didapatkan bahwa peserta didik yang memiliki
serumen, lebih banyak dibandingkan dengan peserta didik yang tidak memiliki serumen.

B. Saran
- Dengan adanya hasil penelitian di atas, diharapkan kepada orangtua agar lebih
memperhatikan kebersihan telinga pada anak. Membantu anak lebih mudah menangkap
informasi yang diberikan oleh guru.
- Dengan adanya hasil penelitian di atas, diharapkan kepada guru untuk dapat memahami
modalitas belajar tiap siswa. Agar, membantu anak lebih cepat memahami pelajaran,
demi menunjang prestasi.
- Dengan adanya hasil penelitian di atas, diharapkan bagi petugas kesehatan agar,
memberikan edukasi, tentang pentingnya kebersihan telinga. Sebagai salah satu bentuk
upaya preventif atau pencegahan agar tidak didapatkan impacted cerumen, yang dapat
mengganggu pendengaran anak.

Anda mungkin juga menyukai