PENDAHULUAN
keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama
kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara
tajam penglihatan kurang dari 6/20, buta jika tajam penglihatan sama dengan 0.2
Estimasi jumlah individu tunanetra di seluruh dunia pada tahun 2010 adalah
285 juta orang (4,24%), dengan buta total sebanyak 39 juta orang (0,58%) dan
low vision sebanyak 246 juta orang (3,65%).3 Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2013 menyatakan prevalensi kebutaan pada anak berusia 5-14 tahun sebesar
4.802 orang (0,01%) dan severe low vision sebesar 14.407 orang (0,03%).4
1
2
normal.6 Indeks DMFT/dmft pada anak tunanetra di India (rata-rata DMFT 4,87
pada usia 6-12 tahun) dan di Riyadh (rata-rata dmft 6,58 pada usia 6-7 tahun dan
rata-rata DMFT 3,89 pada usia 11-12 tahun). Penelitian ini juga melaporkan status
kebersihan mulut pada anak tunanetra lebih buruk dibandingkan dengan anak
normal.7,8 Penelitian Zenith9 melaporkan indeks dmft 4,87 dan indeks DMFT 4,04
pada siswa tunanetra di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri A Kota Bandung.
Penelitian Ahmad dkk10 meneliti kebersihan gigi dan mulut pada 80 anak
tunanetra, dimana 44 anak (55%) memiliki kebersihan gigi dan mulut yang buruk
motorik yang kurang, orang tua dan anak tidak menyadari kebutuhan melakukan
kesehatan gigi dan mulut serta teknik menyikat gigi yang belum tepat.11-13 Edukasi
kesehatan gigi dan mulut khususnya penyikatan gigi diperlukan sebagai tindakan
perodontal pada anak tunanetra.14,15 Tujuan edukasi kesehatan gigi dan mulut
perilaku yang baik sehingga didapatkan keadaan rongga mulut yang sehat.16,17
3
pengetahuan akan bertahan lebih lama dibandingkan perilaku yang tidak didasari
kesehatan gigi dan mulut sejak usia dini diharapkan mempunyai sikap dan
praktik kebersihan gigi dan mulut karena gangguan atau kerusakan indra
penglihatan. Beberapa intervensi metode edukasi kesehatan gigi dan mulut pada
anak tunanetra telah diteliti. Schnuth20 menggunakan kaset audio, model gigi
sulung dan gigi permanen serta permainan sebagai alat bantu pada saat
memberikan edukasi kesehatan gigi dan mulut pada anak tunanetra. Nandini8
musik digunakan sebagai indikasi bagi anak tunanetra untuk merubah permukaan
penyikatan.
penyikatan gigi dan teknik penyikatan gigi pada anak tunanetra. Chowdary dkk21
edukasi tidak langsung Braille dan verbal terhadap kebersihan gigi dan mulut
kesehatan gigi dan mulut Braille dengan metode edukasi kesehatan gigi dan mulut
Braille dan oral health talk terhadap pengetahuan, perilaku serta status kebersihan
gigi dan mulut pada anak tunanetra berusia 12-17 tahun. Penelitian Ganapathi
verbal, Braille, model gigi dan kombinasi verbal, Braille dan model gigi terhadap
modifikasi Bass pada anak tunanetra, menunjukkan bahwa metode Fones lebih
penyikatan gigi yang tepat dan sesuai untuk anak tunanetra adalah menggunakan
verbal, Braille dan demonstrasi taktil. Metode edukasi penyikatan gigi verbal
adalah metode edukasi dengan memberikan intruksi secara lisan. Metode edukasi
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka dapat
selanjutnya.
dan masyarakat umum dalam memilih metode edukasi penyikatan gigi yang
Kajian pustaka pada penelitian ini akan membahas tentang tunanetra, edukasi
kesehatan gigi dan mulut pada anak tunanetra, serta kebersihan gigi dan mulut.
2.1.1 Tunanetra
Kata” tunanetra” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata “tuna”
yang artinya rusak atau cacat dan kata “netra” yang artinya adalah mata atau alat
diklasifikasikan menjadi low vision dan kebutaan. Low vision adalah gangguan
7
8
atrofi saraf optik atau atrofi sistem saraf pusat karena infeksi atau asfiksia.
albinism, skar akibat toksoplasmosis dan penyebab lainnya, distrofi retina, retinal
detachment dan retinoblastoma), saraf optik (atrofi dan hipoplasia) dan orbita
atau sebelum usia satu tahun sehingga belum memiliki kesan visual.
2) Tunanetra batita adalah penderita tunanetra sebelum usia 3 tahun yang sudah
4) Tunanetra pada usia sekolah dasar adalah penderita tunanetra sejak usia 6-12
5) Tunanetra remaja adalah penderita tunanetra sejak usia 13-19 tahun yang
diklasifikasikan:25
kurang dari 6/20 dan bidang penglihatan kurang dari 20˚. Jenis dari low
(1) Low vision moderat adalah low vision dengan ketajaman penglihatan
(2) Low vision berat adalah low vison dengan ketajaman penglihatan <3/20
sampai 1/20.
wajah dari teman bicaranya atau hanya dapat melalui suara saja. Jika teman
10
bicaranya berbicara dengan orang lain secara berbisik-bisik atau kurang jelas,
dapat mengakibatkan hilangnya rasa aman dan timbulnya rasa curiga terhadap
orang lain.
kata dan cara berteman. Apabila anak tunanetra diajak bercanda maka dapat
3. Verbalisme
pada konsep abstrak. Konsep abstrak yang bersifat fatamorgana, seperti pelangi
dan lain sebagainya memiliki bagian-bagian yang tidak dapat dibuat media
melalui verbal. Pemahaman anak tunanetra hanya berdasarkan kata-kata saja pada
konsep abstrak yang sulit dibuat media konkret yang dapat menyerupai.
Implikasi dari tunanetra yaitu perasaan rendah diri untuk bergaul dan
rendah diri dalam bergaul terutama dengan anak normal. Perasaan tersebut akan
5. Gerakan stereotype
stereotype dilakukan sebagai pengganti saat anak tidak memiliki rangsangan dari
lingkungan sekitar.
6. Suka berkhayal
Implikasi dari tunanetra yaitu anak suka berkhayal. Anak normal dapat
melakukan kegiatan melihat dan mencari informasi pada waktu luang. Kegiatan
melihat tidak dapat dilakukan oleh anak tunanetra, sehingga anak mengisi waktu
7. Berpikir kritis
permasalahan dilakukan secara fokus dan kritis berdasarkan informasi yang telah
8. Pemberani
Anak tunanetra yang telah memiliki konsep diri yang baik akan memiliki sikap
pengalamannya. Sikap pemberani merupakan konsep diri yang harus dilatih sejak
dini agar dapat mandiri, menerima keadaan dirinya dan mau berusaha dalam
mencapai cita-cita.
Anak tunanetra dalam melakukan suatu hal yang bersifat baru membutuhkan
bantuan dan arahan agar bisa melakukannya. Anak tunanetra memiliki asumsi
bahwa dengan bantuan orang normal merasa lebih aman, sehingga akan
akuisisi keterampilan motorik adalah fungsi insentif untuk memotivasi anak untuk
bergerak, fungsi spasial untuk memberikan informasi tentang jarak dan arah
gerakan dan benda, fungsi pelindung untuk mengantisipasi situasi berbahaya dan
Saat koordinasi antara mata dengan tangan sudah semakin baik maka anak
sudah dapat mengurus diri sendiri dengan pengawasan orang yang lebih tua.
Gerakan motorik halus pada anak normal 5 tahun, antara lain adalah anak mulai
serta makan sendiri dengan menggunakan sendok dan garpu. Gerakan motorik
halus pada anak tunanetra mengalami kesulitan, misalnya bermain dengan mainan
13
motorik halus pada anak tunanetra lebih lambat dibandingkan gerakan motorik
kasar.29,30
kecemasan berlebihan dari orang tua, cedera yang pernah dialami dan
ketidakmampuan anak untuk mengamati dan meniru orang lain. Pola lokomotor
1-2 bulan.28,29,30
mengamati postur tubuh yang normal. Hipotonus adalah tonus otot yang kurang
pengalaman gerakan dan latihan. Anak tunanetra sejak lahir membutuhkan waktu
kebutuhan yang sama dalam pembelajaran. Menurut Tillman dan Obsorg terdapat
mendapatkan nilai yang hampir sama dengan anak normal, dalam hal berhitung,
informasi dan kosakata, tetapi kurang baik dalam hal pemahaman dan persamaan;
1. Pengalaman konkrit
Anak tunanetra mengenali objek melalui observasi taktil pada benda asli untuk
menggunakan benda-benda konkrit (baik asli maupun tiruan) sebagai alat atau
Penjelasan abstak seperti penjelasan dengan berbicara atau ceramah tidak tepat
untuk anak tunanetra. Penjelasan harus disajikan pada bentuk nyata yang dapat
2. Kesamaan pengalaman
orang lain.
Anak tunanetra harus diajak untuk aktif terlibat dalam proses pembelajaran.
Prinsip belajar dengan bertindak sama dengan prinsip belajar sambil bekerja.
pengalaman nyata yang tidak mudah terlupakan. Anak normal belajar mengenai
keindahan lingkungan cukup dengan melihat gambar atau foto sedangkan pada
mungkin anak diajak ke dalam situasi nyata sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai.
secara kongkrit dan mempraktekkan secara langsung apa yang dipelajari (learning
1. Metode taktil
Media visual yang digunakan di ruang kelas dimodifikasi sehingga dapat disentuh
oleh anak tunanetra. Diagram, model, peta dan grafik akan lebih besar nilai
edukasinya bagi anak tunanetra jika anak bisa melihat menggunakan sentuhan.
Sebagai contoh, menguraikan batas peta dengan tali yang memungkinkan anak
membaca peta.
2. Metode Audio
Pendengaran adalah salah satu indra yang dapat digunakan anak tunanetra
dan kemampuan anak. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka penyajian pesan
dibuat dengan mempertimbangkan materi yang tepat dan sajian yang menarik agar
siswa tidak merasa bosan. Media yang biasa digunakan pada metode audio adalah
komputer.
3. Metode visual
Anak dengan low vison masih memiliki penglihatan yang dapat digunakan.
penglihatannya melalui pelatihan atau penggunaan alat bantu. Pena felt-tip hitam
dan pensil soft lead digunakan sebagai alat tulis karena kontrasnya yang tinggi.
sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, dan minat serta perhatian siswa
peraga) dan media untuk membantu kelancaran proses pembelajaran (alat bantu
1. Alat peraga yang dapat digunakan dalam pembelajaran anak tunanetra meliputi
objek atau situasi yang sebenarnya, benda asli yang diawetkan dan benda tiruan
2. Alat bantu pembelajaran, antara lain meliputi alat bantu berhitung (kubaritma,
abakus atau sempoa, dan kalkulator bersuara), alat bantu yang bersifat audio
seperti tape-recorder, alat bantu menulis huruf Braille (reglet, pen dan mesin
ketik Braille) dan alat bantu membaca huruf Braille (papan huruf dan optakon).
Braille adalah media yang paling baik untuk transmisi informasi tertulis kepada
orang tunanetra.
Kondisi tunanetra dapat berdampak pada kebersihan gigi dan mulut, beberapa
anak tunanetra memiliki kebersihan gigi dan mulut lebih buruk dibandingkan anak
normal. Jumlah kalkulus dan plak yang banyak dapat menyebabkan penyakit
periodontal dan karies gigi pada anak tunanetra. Kemampuan anak tunanetra
tergantung pada orang tua atau pengasuh. Anak tunanetra juga memiliki insidensi
trauma pada gigi dan jaringan lunak yang sedikit lebih tinggi dibandingkan anak
yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup. Edukasi kesehatan gigi dan
18
mulut dapat mengubah pengetahuan, sikap dan perilaku anak, sehingga anak tidak
hanya mengetahui penyebab penyakit gigi dan mulut, tetapi juga menyadari
pentingnya tindakan pencegahan penyakit gigi dan mulut. Edukasi kesehatan gigi
dan mulut secara umum diberikan dalam bentuk poster dan pamflet yang
instruksi dan pendekatan khusus dalam edukasi kesehatan gigi dan mulut.40-44
media edukasi yang dapat digunakan untuk anak tunanetra adalah media yang
dapat dijangkau dengan indra pendengaran dan perabaan. Media edukasi yang
dapat dijangkau dengan indra pendengaran antara lain alat bantu yang bersifat
audio seperti tape-recorder dan audio book, sedangkan media yang dapat
dijangkau dengan perabaan antara lain benda asli yang diawetkan, benda tiruan
(tiga dimensi dan dua dimensi) dan huruf Braille.46,47 Schnuth menggunakan kaset
audio, model gigi, typodont gigi sulung dan gigi permanen serta permainan
sebagai alat bantu visual saat mengedukasi anak tunanetra.45 Bhor dkk22
menggunaakan media edukasi kesehatan gigi dan mulut dengan tulisan Braille
dan oral health talk. Ganapathi dkk23 menggunakan audio record, tulisan Braille,
pengetahuan.
akibat adanya stimulasi yang ditangkap panca indra. Pengetahuan dapat diperoleh
baik secara alami maupun secara terencana melalui proses edukasi diantaranya
proses belajar.18
1) Tahu (know)
spesifikdari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsang yang telah diterima, oleh
2) Memahami (comprehension)
benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
objek.
20
3) Aplikasi (aplication)
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan materi atau suatu objek
5) Sintesis (synthesis)
6) Evaluasi (evaluation)
suatu materi atau objek. Penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang
ditanamkan sejak dini oleh orang tua, guru dan petugas kesehatan. Sekolah
kesehatan gigi dan mulut. Kemajuan teknologi juga turut mendukung informasi
dan pengetahuan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut serta dapat diperoleh dari
berbagai media seperti televisi, majalah, koran, internet dan media massa
lainnya.18,19
21
Menurut Louis Thurstone, Renesis Linkert dan Charles Osgood18 sikap adalah
bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah
dalam situasi sosial atau sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah
merupakan hasil dari pengalaman atau pendidikan, dan dapat memiliki pengaruh
kuat atas perilaku. Sikap terhadap suatu objek akan memengaruhi perilaku
yaitu:18,19
1) Menerima, yaitu orang atau objek mau memperhatikan stimulus yang diberikan
(objek).
4) Bertanggung jawab, yaitu berani menanggung resiko atau segala sesuatu yang
dipilihnya.
Sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen
1) Komponen Kognitif
2) Komponen Afektif
3) Komponen Konatif
antara sikap dan perilaku terdapat pada Theory of Reasoned Action (Teori
kali diperkenalkan oleh Martin Fishbein dan Ajzen. Theory of Reasoned Action
pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan dan dampaknya terbatas hanya
1) Pertama, perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tapi oleh sikap
2) Kedua, perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tapi juga oleh norma-
norma objektif (subjective norms) yaitu keyakinan mengenai apa yang orang
(covert behaviour) terjadi bila respon terhadap stimuli masih belum dapat diamati
dari luar secara jelas, respon masih terbatas dalam perhatian, perasaan, persepsi,
(overt behaviour) terjadi bila respon terhadap stimulus sudah berupa tindakan atau
yaitu kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial dan kasih sayang, penghargaan serta
simultan. Motivasi datang secara intriksik dan ekstrinsik. Motivasi terbaik datang
dari dalam diri sendiri, bukan dari pengaruh lingkungan. Motivasi perilaku dapat
Kedua, kompetisi atau persaingan yang sehat. Ketiga, menjelaskan tujuan atau
kegiatan yang telah dilakukan untuk mendorong kebersihan yang lebih baik.
24
kesehatan dapat dilakukan melalui domain perilaku itu sendiri yaitu pengetahuan
seseorang.18,19
maupun mendalam dan diskusi kelompok terarah. Tindakan atau perilaku dapat
lalu.19
anak normal karena anak tunanetra tidak dapat belajar secara efektif dengan
Anak tunanetra lebih bergantung pada suara dan sentuhan, sehingga diperlukan
melakukan modifikasi metode dan media edukasi. Penggunaan instruksi lisan dan
alat bantu taktil tepat untuk memberikan edukasi penyikatan gigi.49 O'Donnell dan
dan praktek kebersihan gigi dan mulut. Nandini8 menggunakan musik dalam
edukasi penyikatan gigi, dengan perubahan musik sebagai indikator bagi anak
metode Fones lebih mudah dipahami dan diingat oleh anak tunanetra
keterampilan tinggi, lebih mudah diingat dan dimengerti dalam satu kali pelatihan
untuk anak dengan keterampilan motorik yang terbatas.51 Metode Fones adalah
teknik penyikatan gigi dimana bulu sikat di tempelkan tegak lurus pada
Kebersihan gigi dan mulut merupakan keadaan rongga mulut yang terjaga
kebersihannya dan terbebas dari plak dan kalkulus. Indeks kebersihan gigi dan
permukaan gigi yang dikenal sebagai Simplified Oral Hygiene Index atau OHI-S
permukaan labial gigi 11, 16, 26, 31 dan permukaan lingual 36 dan 46 yang dapat
dilihat pada gambar 2.2. Setiap permukaan gigi dibagi tiga secara horizontal
menjadi 1/3 gingiva, 1/3 tengah dan 1/3 insisal. Simplified Oral Hygiene Index
terdiri dari dua komponen, deposit lunak atau Simplified Debris Index (DI-S) dan
bengkok pada 1/3 insisal gigi kemudian sonde dijalankan ke 1/3 gingiva. Kriteria
debris index dapat dilihat pada gambar 2.3. Skor Simplified Debris Index individu
didapat dengan menjumlahkan skor debris setiap permukaan gigi dan dibagi
bengkok pada 1/3 insisal gigi kemudian sonde dijalankan ke 1/3 gingiva. Kriteria
calculus index dapat dilihat pada gambar 2.4. Skor Simplified Calcukus Index
28
individu didapat dengan menjumlahkan skor debris setiap permukaan gigi dan
Anak tunanetra memiliki kebersihan gigi dan mulut yang lebih buruk
kebersihan diri sehari-hari, termasuk menyikat gigi sangat tergantung pada orang
melakukan penyikatan gigi untuk menghilangkan plak tidak dapat diterapkan pada
keterampilan dibandingkan anak normal, karena anak tidak dapat belajar secara
Anak tunanetra lebih bergantung pada suara dan sentuhan, sehingga diperlukan
dan media edukasi. Media edukasi kebersihan gigi dan mulut harus disesuaikan
penggunaan alat bantu antara lain tulisan tebal besar, huruf Braille, model gigi,
boneka bergigi, kaset audio dan intruksi lisan.49 Sanadhya dkk54 menyimpulan
perubahan rata-rata kebersihan gigi dan mulut, pengetahuan, sikap dan perilaku
Anak tunanetra
Premis 1
Anak tunanetra memiliki kebersihan gigi dan mulut yang lebih buruk
Premis 2
menyikat gigi.48
Premis 3
Premis 4
antara lain tulisan tebal besar, huruf Braille, model gigi, boneka bergigi, kaset
Premis 5
pengetahuan, sikap, perilaku yang signifikan setelah edukasi pada anak tunanetra.
Premis 6
pengetahuan dan skor plak yang signifikan secara statistik pada kelompok taktil
2.3 Hipotesis
berikut:
menggunakan taktil dan verbal terhadap pengetahuan (premis 1,2,3,4,5 dan 6).
menggunakan taktil dan verbal terhadap sikap (premis 1,2,3,4 dan 5).
menggunakan taktil dan verbal terhadap kebersihan gigi dan mulut (premis
purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan batasan waktu dan sesuai
1. Kriteria inklusi
2. Kriteria eksklusi
terdapat karies.
32
33
Alat yang digunakan oleh peneliti sebagai alat pengumpulan data dalam
1. Informed consent
6. Buku Braille
1. Handscoon
2. Pasta gigi
3. Masker
4. Tissue
semu. Subjek penelitian dibagi atas dua kelompok, yaitu kelompok I (Braille dan
yang diberikan kepada siswa SLB Negeri A Kota Bandung dengan teknik
sikap dan perilaku anak mengenai penyikatan gigi. Kuesioner diberikan pada saat
awal dan akhir penelitian. Evaluasi penyikatan gigi di rumah dalam bentuk buku
berupa mainan atau aksesoris diberikan kepada orang tua/wali untuk memotivasi
mulut
3. Variabel penganggu : maloklusi, pola diet dan kerja sama orang tua.
lisan. Subjek membaca tulisan Braille pada buku Braille dengan bersuara.
taktil yang terdapat pada buku Braille. Subjek kemudian melakukan praktek
pembelajaran teknik menyikat gigi dengan menggunakan boneka gigi, alat dan
bahan menyikat gigi serta intruksi lisan. Peneliti melisankan cara menyikat
gigi, kemudian mempraktekan cara menyikat gigi diboneka gigi. Tangan kanan
subjek memegang tangan kanan peneliti dan tangan kiri subjek berada di gigi
boneka. Subjek melakukan praktek menyikat gigi pada boneka gigi kemudian
nilai tentang pengetahuan adalah jika subjek menjawab benar bernilai 1 dan
4. Sikap adalah respon anak terhadap edukasi penyikatan gigi yang diajarkan.
dan telah diuji validasi (lihat Lampiran 11). Penilaian kuesioner menggunakan
skala Likert dengan pilihan sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju dan
sangat tidak setuju. Nilai semua pernyataan dijumlahkan untuk menilai sikap.
5 = sangat setuju
4 = setuju
3 = kurang setuju
2 = tidak setuju
4 = tidak setuju
3 = kurang setuju
2 = setuju
1 = sangat setuju
5. Perilaku adalah semua tindakan yang dilakukan anak untuk menjaga kebersihan
gigi dan mulut. Cara menilai perilaku adalah dengan menggunakan kuesioner
dan telah di uji validasi (lihat Lampiran 11). Penilaian kuesioner menggunakan
skala Guttman. Rincian nilai tentang perilaku adalah jika responden menjawab
benar bernilai 1 dan jika salah bernilai 0, kemudian dijumlahkan untuk menilai
perilaku.
6. Kebersihan gigi dan mulut adalah keadaan rongga mulut yang terjaga dan
terbebas dari plak dan kalkulus. Status kebersihan gigi dan mulut dapat
Green dan Vermilion yang merupakan Simplified Oral Hygiene Index (OHI).
Terdiri dari dua komponen yang dijumlahkan. Simplified Debris Index (DI-S)
dan Simplified Calculus Index (CI-S). Setiap komponen dinilai dengan skala 0-
38
bengkok. Permukaan yang diperiksa adalah permukaan fasial pada gigi molar
pertama permanen kanan atas, molar pertama permanen kiri atas, insisivus
pertama permanen kanan atas dan insisivus pertama kiri bawah serta
permukaan lingual pada gigi molar pertama permanen kanan bawah dan molar
pertama permanen kiri bawah. Setiap permukaan gigi dibagi secara horizontal
Skor DI-S pada setiap gigi yang diperiksa dberi skor 0 bila tidak ada plak, skor
1 bila plak ≤1/3 gingiva, skor 2 bila plak ≥1/3 gingiva sampai 1/3 tengah dan
skor 3 bila plak ≥ 1/3 insisal/oklusal. Skor DI-S individu didapat dengan
menjumlahkan skor debris setiap permukaan gigi dan dibagi jumlah permukaan
gigi diperiksa.
ke dalam distal sulkus gingival dan diarahkan dari area kontak distal ke area
kontak mesial. Skor CI-S individu didapat dengan menjumlahkan skor kalkulus
7. Anak tunanetra adalah anak dengan buta total sejak lahir yang telah didiagnosis
oleh dokter spesialis mata dan masih bersekolah di SLB Negeri A Kota
Bandung.
6. Teknik penyikatan gigi metode Fones adalah metode menyikat gigi dengan
gerakan memutar pada permukaan gigi yang menghadap ke labial dan bukal,
Kota Bandung.
dan Politik Provinsi Jawa Barat, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat,
Sekolah Luar Biasa Negeri A Kota Bandung dan Komisi Etik Kesehatan
bahan, membuat gambar taktil, menyusun gambar taktil dan tulisan Braille
dalam kertas kartun board berukuran folio. Kertas kartun kemudian disusun
orang anak yang berusia 7-11 tahun dan 5 orang anak yang berusia 12-16
verbal.
informed consent,
minggu berturut-turut.
2) Tempat penelitian dilakukan di dalam ruang kelas yang diisi oleh peneliti,
subjek.
diajarkan.
mulut.
5) Penyajian data
Ethical Clearance
Informed Consent
Kelompok I Kelompok II
Analisis Statistik
gigi menggunakan Braille dan verbal dengan metode edukasi penyikatan gigi
t= x1 - x2
1 1
s √𝑛1 + 𝑛2
gigi menggunakan Braille dan verbal dengan metode edukasi penyikatan gigi
t= x1 - x2
1 1
s √𝑛1 + 𝑛2
gigi menggunakan Braille dan verbal dengan metode edukasi penyikatan gigi
t= x1 - x2
1 1
s √𝑛1 + 𝑛2
45
penyikatan gigi menggunakan taktil dan verbal terhadap kebersihan gigi dan
mulut.
penyikatan gigi menggunakan taktil dan verbal terhadap kebersihan gigi dan
mulut.
t= x1 - x2
1 1
s √𝑛1 + 𝑛2
memutuskan apakah bersedia atau tidak ikut serta dalam penelitian. Data
2. Beneficence
tua/wali subjek.
3. Right to justice
selama penelitian.
5. Informed consent
Surat persetujuan dari orang tua/wali harus sebagai bentuk kesediaan untuk
lengkap mengenai penelitian yang akan dilakukan dan resiko yang mungkin
terjadi.
BAB IV
bulan April sampai Mei 2018. Jumlah anak yang diperiksa 86 anak dan memenuhi
kriteria inklusi sebanyak 20 anak, terdiri dari 10 anak laki-laki dan 10 anak
Pengetahuan, sikap, perilaku serta kebersihan gigi dan mulut subjek sebelum
dan setelah edukasi pada metode edukasi penyikatan gigi menggunakan Braille
Tabel 4.1 Deskripsi Pengetahuan, Sikap, Perilaku dan Kebersihan Gigi dan
Mulut Sebelum dan Setelah Edukasi pada Metode Edukasi
Penyikatan Gigi Menggunakan Braille dan Verbal.
Sebelum Setelah
Pengetahuan
x 8,2 14,6
SD 1,75 0,96
n 10 10
Sikap
x 34,6 41,6
SD 6,06 5,38
n 10 10
Perilaku
x 4,9 5,3
SD 0,57 0,32
n 10 10
48
49
penurunan kebersihan gigi dan mulut sebelum dan setelah edukasi penyikatan
gigi. Rata-rata pengetahuan sebelum dan setelah edukasi sebesar 8,2 dan 14,6;
rata-rata sikap sebelum dan setelah edukasi sebesar 34,6 dan 41,6; rata-rata
perilaku sebelum dan setelah edukasi sebesar 4,9 dan 5,3 serta rata-rata kebersihan
gigi dan mulut sebelum dan setelah edukasi sebesar 2,8 dan 1,8.
Pengetahuan, sikap, perilaku serta kebersihan gigi dan mulut subjek sebelum
dan setelah edukasi pada metode edukasi penyikatan gigi menggunakan taktil dan
Sebelum Setelah
Pengetahuan
x 8 10,8
SD 2,11 2,57
n 10 10
Sikap
34,9 39,2
x 5,99 5,96
SD
10 10
n
penurunan kebersihan gigi dan mulut sebelum dan setelah edukasi penyikatan
gigi. Rata-rata pengetahuan sebelum dan setelah edukasi sebesar 8 dan 10,8; rata-
rata sikap sebelum dan setelah edukasi sebesar 34,9 dan 39,2; rata-rata perilaku
sebelum dan setelah edukasi sebesar 4,7 dan 5,1 serta rata-rata kebersihan gigi dan
menggunakan taktil dan verbal terhadap pengetahuan. Hasil analisis statistik dapat
menggunakan taktil dan verbal terhadap sikap. Hasil analisis statistik dapat dilihat
penyikatan gigi menggunakan taktil dan verbal terhadap sikap yang signifikan
menggunakan taktil dan verbal terhadap perilaku. Hasil analisis statistik dapat
edukasi penyikatan gigi menggunakan Braille dan verbal dengan metode edukasi
penyikatan gigi menggunakan taktil dan verbal terhadap perilaku yang signifikan
dan verbal dengan metode edukasi penyikatan gigi menggunakan taktil dan verbal
terhadap kebersihan gigi dan mulut. Hasil analisis statistik dapat dilihat pada
Tabel 4-6.
53
penyikatan gigi menggunakan taktil dan verbal terhadap kebersihan gigi dan
pengetahuan, sikap dan perilaku serta uji t-tidak berpasangan untuk melihat
gigi menggunakan Braille dan verbal dengan metode edukasi penyikatan gigi
Hasil yang mendukung : Analisis data secara statistik pada Tabel 4-3
gigi menggunakan Braille dan verbal dengan metode edukasi penyikatan gigi
menggunakan taktil dan verbal terhadap pengetahuan dengan nilai p-value = 0.04
gigi menggunakan Braille dan verbal dengan metode edukasi penyikatan gigi
Hasil yang mendukung : Analisis data secara statistik pada Tabel 4-4
gigi menggunakan Braille dan verbal dengan metode edukasi penyikatan gigi
55
menggunakan taktil dan verbal terhadap sikap dengan nilai p-value = 0.04 atau p
< 0,05.
gigi menggunakan Braille dan verbal dengan metode edukasi penyikatan gigi
Hasil yang mendukung : Analisis data secara statistik pada Tabel 4-5
penyikatan gigi menggunakan taktil dan verbal terhadap perilaku dengan nilai p-
gigi menggunakan Braille dan verbal dengan metode edukasi penyikatan gigi
Hasil yang mendukung : Analisis data secara statistik pada Tabel 4-6
gigi menggunakan Braille dan verbal dengan metode edukasi penyikatan gigi
56
menggunakan taktil dan verbal terhadap kebersihan gigi dan mulut dengan nilai p-
4.3 Pembahasan
Edukasi secara umum merupakan salah satu faktor penting yang bertanggung
jawab atas perubahan perilaku pada anak.55 Edukasi kesehatan gigi dan mulut
adalah kunci untuk mencegah penyakit gigi dan mulut dan lebih efektif untuk
mendidik anak usia sekolah karena sekolah adalah lingkungan terbaik untuk
mengajarkan edukasi kesehatan gigi dan mulut. Edukasi dan promosi kesehatan
gigi dan mulut bertujuan untuk merubah perilaku individu untuk menjaga
Menyikat gigi merupakan perilaku kebersihan gigi dan mulut yang utama dan
sangat terkait dengan kesehatan gigi dan mulut yang baik. Sebagian besar anak
tunanetra tidak dapat menyikat gigi dengan tepat sehingga terjadi akumulasi plak
gigi yang dapat menyebabkan karies gigi dan penyakit periodontal. Edukasi
penyikatan gigi pada anak tunanetra memerlukan pendekatan khusus, waktu dan
kesabaran.8 Edukasi pada penelitian diberikan pada subjek satu per satu anak.
mudah dimengerti dan dilakukan oleh orang yang memiliki keterampilan motorik
57
yang kurang seperti anak tunanetra. Joybell C dkk menyimpulkan bahawa metode
Fones dan Modified Bass sangat efektif dalam meningkatkan kebersihan gigi dan
seperti instruksi lisan, alat bantu audio dan alat bantu taktil pada anak tunanetra.
Penelitian menggunakan media edukasi taktil tidak langsung berupa buku Braille
dan media edukasi taktil langsung berupa boneka bergigi pada anak tunanetra.
Buku Braille berisi tentang bagian-bagian rongga mulut, jumlah gigi anak dan
gigi permanen, alat dan bahan menyikat gigi, cara menyikat gigi yang benar dan
cara menjaga kesehatan gigi dan mulut. Penelitian dilakukan selama empat
minggu, dimana edukasi dilakukan dua kali seminggu selama tiga minggu dan
satu minggu berikutnya dilakukan follow up. Teori Foster menyatakan bahwa
edukasi penyikatan gigi menggunakan Braille dan verbal dengan metode edukasi
penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad dkk yang
sikap pada anak tunanetra.59 Hasil penelitian dapat disebabkan penggunaan tulisan
pada siswa.60 Subjek pada metode edukasi penyikatan menggunakan taktil dan
edukasi penyikatan gigi menggunakan Braille dan verbal dengan metode edukasi
penyikatan gigi menggunakan taktil dan verbal terhadap sikap. Hasil penelitian
Braille dan verbal lebih besar dibandingkan pada metode edukasi penyikatan gigi
menggunakan taktil dan verbal. Krosnick dkk menyatakan bahwa perubahan sikap
Braille dan verbal lebih efektif secara deskriptif dibandingkan metode edukasi
Hasil penelitian dapat disebabkan subjek kurang peduli dan tidak merasa beresiko
terkena penyakit gigi dan mulut. Nisbet dan Gick menyatakan “Agar perilaku
risiko penyakit menjadi berat dan mengambil tindakan untuk mencegah atau
faktor lingkungan terutama orang tua. Kedisiplinan dan motivasi orang tua yang
baik.
edukasi penyikatan gigi menggunakan Braille dan verbal lebih dengan metode
metode edukasi penyikatan gigi menggunakan Braille dan verbal dengan metode
penyikatan gigi menggunakan taktil dan verbal terhadap kebersihan gigi dan
mulut. Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ganapathi
dkk.23 menyimpulkan rata-rata kebersihan gigi dan mulut pada metode edukasi
penyikatan gigi menggunakan taktil dan verbal lebih besar dibandingkan pada
metode edukasi penyikatan gigi taktil dan verbal dilakukan demonstrasi taktil dan
dan demonstrasi (bimbingan fisik dan demostrasi taktil) dengan umpan balik
anggota tubuh intrukstur pada model atau objek yang dapat membantu anak
belajar dan memahami suatu keterampilan. Subjek penelitian dapat merasakan dan
60
gerakan, arah dan presisi gerakan melalui demonstrasi taktil. Bimbingan fisik
kurang panjang, rentang usia sampel yang panjang. Perbedaan rentang usia yang
panjang mempengaruhi tingkat kognitif dan psikologi anak. Waktu follow up yang
serta kebersihan gigi dan mulut setelah edukasi penyikatan gigi berakhir.
BAB V
5.1 Simpulan
simpulan khusus.
1. Metode edukasi penyikatan gigi menggunakan Braille dan verbal lebih efektif
terhadap pengetahuan.
2. Metode edukasi penyikatan gigi menggunakan Braille dan verbal lebih efektif
terhadap sikap.
3. Metode edukasi penyikatan gigi menggunakan Braille dan verbal sama efektif
terhadap perilaku.
61
62
perilaku serta kebersihan gigi dan mulut pada anak tunanetra. Metode edukasi
metode edukasi penyikatan gigi menggunakan taktil dan verbal dalam merubah
pengetahuan, sikap dan perilaku pada anak tunanetra. Metode edukasi penyikatan
gigi taktil dan verbal lebih efektif dibandingkan metode edukasi penyikatan gigi
menggunakan Braille dan verbal dalam merubah kebersihan gigi dan mulut pada
anak tunanetra.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian longitudinal yang melibatkan guru UKS, orang tua
dan pengasuh.
pengetahuan, sikap, perilaku serta kebersihan gigi dan mulut setelah edukasi
pengetahuan, sikap, perilaku serta kebersihan gigi dan mulut setelah edukasi
8. Nandini NS. New insights into improving the oral health of visually impaired
children. J Indian Soc Pedod Prev Dent 2003, 21(4):142–143.
9. Shetty V, Hegde AM, Bhandary S, Rai K: Oral health status of the visually
impaired children–a south Indian study. J Clin Pediatr Dent 2010, 34(3):213–
216.
10. Ahmad MS, Jindal MK, Khn S, H: HS: Oral health knowledge, practice, oral
hygiene status and dental caries prevalence among visually impaired students
in residential institute of Aligarh. J Dent Oral Hyg 2009, 1(2):022–026.
11. Bekiroglu N, Acar N, Kargul B: Caries experience and oral hygiene status of
a group of visually impaired children in istanbul, Turkey. Oral Health Prev
Dent 2012, 10(1):75–81.
12. Paskalin Z. Perbedaan indeks deft dan DMFT pada anak tunanetra di SLB-A
negeri bandung dan anak tunarungu di SLB-B cicendo bandung. Bandung:
Universitas Padjadjaran. 2010.
63
64
14. Sheiham A, Watt RG. The common risk factor approach; a rational basis for
promoting oral health. Community Dent Oral Epidemiol 2000; 28: 399–406.
15. Yevlahova D, Satur J. Models for individual oral health promotion and their
effectiveness: a systematic review. Aust Dent J 2009; 54: 190-7.
20. Schnuth ML. Dental health education for the blind. Dental Hygiene 1977;
51:499-501.
21. Chowdary PB, Uloopi KS, Vinay C, Rao VV, Rayala C. Impact of verbal,
Braille text, and tactile oral hygiene awareness instructions on oral health
status of visually impaired children. J Indian Soc Pedod Prev Dent. 2016 Jan-
Mar;34(1):43-7.
23. Ganapathi AK, et al. Effectiveness of various sensory input methods in dental
health education among blind children- a comparative study. Journal of
Clinical and Diagnostic Research. 2015;9(10):75-78.
26. Somantri S. Psikologi anak luar biasa. Bandung: Refika Aditama; 2007. p. 97
27. Prechtl HF, Cioni G, Einspieler C, Bos AF, Ferrari F. Role of vision on early
motor development: lessons from the blind. Dev Med Child Neurol 2001; 43:
198–201.
28. Elisa F, Josee L, Oreste FG, et al. Gross motor development and reach on
sound as critical tools for the development of the blind child. Brain Dev 2002;
24: 269–75.
32. Abdurrahman B. Media pembelajaran huruf latih dan hijaiyah Braille dengan
output suara untuk siswa tunanetra di slb a yaketunis yogyakarta (skripsi).
Universitas Negeri Yogyakarta. 2014.
43. Scully C, Diz Dios P, Kumar N. Special care in dentistry - handbook of oral
healthcare. pp 1-512. Churchill Livingstone, London, 2006.
46. Anaise J Z. Periodontal disease and oral hygiene in a group of blind and
sighted Israeli teenagers 14-17 years of age. Community Dent Oral Epidemiol
1979; 7: 353-356.
47. Winstanley M L. A synopsis of the project to evaluate the use of Braille text
and tactile aids when teaching dental health to blind children. Br Dent Surg
Assist 1983; Mar/Apr: 20-23.
48. Cohen S, Sarnat H, Shalgi G. The role of instruction and a brushing device on
the oral hygiene of blind children. Clin Prev Dent 1991; 13: 8-12.
53. Newman MG, Takei H, Klokkevold PR, Carranza FA. Carranza’s clinical
periodontology. Elsevier health sciences; 2011.
54. Sanadhya YK, Thakkar JP, Divakar DD et al. Effectiveness of oral health
education on knowledge, attitude, practices and oral hygiene status among
12-15-year-old schoolchildren of fishermen of Kutch district, Gujarat, India.
Int Marit Health. 2014;65(3):99-105.
55. Kwan SY, Petersen PE, Pine CM, Borutta A. Health promoting schools: an
opportunity for oral health promotion. Bulletin of the World Health
Organization. 2005; 83: 677-685.
56. Al-Darwish MS. Oral health knowledge, behaviour and practices among
school children in Qatar. Dent Res J (Isfahan). 2016 Jul-Aug; 13(4): 342–353.
57. Downing JE, Demchack MA. First steps: Determining individual abilities and
how best to support students. In J. E. Downing (Ed.), Including students with
severe and multiple disabilities in typical classrooms: Practical strategies for
teachers. Baltimore, MD: Paul H. Brookes; 2002: 27-70.
60. Hansen EG, Lee MJ, Forer DC. A ‘self-voicing’ test for individuals with
visual impairments. Journal of Visual Impairment and Blindness. 2002;
96(4):273–275.
61. Krosnick JA, Boninger DS, Chuang YC, Berent MK & Carnot CG. Attitude
strength: once construct or many related constructs?. Journal of Personality
and Social Psychology. 1993; 65:1132–1151.
62. Nisbet EKL, Gick ML. Can Health Psychology Help the Planet? Applying
Theory and Models of Health Behaviour to Environmental Actions. Canadian
Psychology. 2008; 49:296-303.
63. O’Connell M, Lieberman LJ, Petersen S. The use of tactile modeling and
physical guidance as instructional strategies in physical activity for children
who are blind. Journal of Visual Impairment & Blindness. 2006; 100(8).
RIWAYAT PENDIDIKAN PENULIS
6. Tahun 2010 lulus Program Profesi Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi
Padjadjaran Bandung.
68
LAMPIRAN
69
70
LAMPIRAN
Saya dengan sukarela memilih anak/adik saya untuk ikut serta dalam penelitian
ini tanpa tekanan/paksaan siapapun. Saya akan diberikan salinan lembar
penjelasan dan formulir persetujuan yang telah saya tandatangani untuk arsip
saya.
Saya setuju:
Ya/Tidak*)
Nama :
Jenis kelamin : laki-laki / perempuan
Kelas :
Usia :
Tanggal :
Pilihlah jawaban yang menurut Kamu paling tepat dan sesuai dengan kondisi
Kamu. Lingkari jawaban yang Kamu pilih pada pilihan jawaban yang diberikan.
Pengetahuan kode: 1-betul
0-salah
1. Gigi yang sehat adalah :
a) Gigi yang putih
b) Gigi yang tidak berlubang
c) Gigi yang berwarna kekuningan
10. Gerakan untuk menyikat gigi yang menghadap ke bibir dan pipi adalah
a) Gerakan memutar
b) Gerakan belakang ke depan
c) Gerakan atas ke bawah
14. Berapa banyak pasta gigi yang digunakan untuk menyikat gigi (untuk
anak SD)
a) Sebesar kacang hijau
b) Sebesar biji jagung
c) Sebesar biji salak
Sikap
1. Saya lebih suka menyikat gigi ketika mandi karena lebih praktis
a) Sangat tidak setuju
b) Tidak setuju
c) Kurang setuju
d) Setuju
e) Sangat setuju
2. Saya tidak mau menyikat gigi pada malam hari sebelum tidur
a) Sangat setuju
b) Setuju
c) Kurang setuju
d) Tidak setuju
e) Sangat tidak setuju
3. Saya mau mengganti sikat gigi saya apabila bentuk bulu sikatnya sudah
longgar
a) Sangat setuju
b) Setuju
c) Kurang setuju
d) Tidak setuju
e) Sangat tidak setuju
6. Saya tidak mau menyikat gigi dengan teknik penyikatan gigi yang telah
diajarkan
a) Sangat setuju
b) Setuju
c) Kurang setuju
81
d) Tidak setuju
e) Sangat tidak setuju
Perilaku
1. Apakah gigi kamu perlu disikat setiap hari?
a) Ya
b) Tidak
a) Ya
b) Tidak
8. Apakah kamu akan menjaga kebersihan gigi dan mulut kamu meskipun
tanpa disuruh oleh orangtua?
a) Ya
b) Tidak