Anda di halaman 1dari 46

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan kondisi yang paling sering ditemukan di


pelayanan primer yang dapat memicu terjadinya penyakit kardiovaskuler,
infark miokard, stroke, gagal ginjal, atau kematian apabila tidak dideteksi dini
dan tidak diterapi dengan tepat.1 Hipertensi terjadi bila terjadi peningkatan
tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg.1
Di seluruh dunia, peningkatan tekanan darah diperkirakan menyebabkan
sekitar 7,5 juta kematian (12,8% dari seluruh kematian). Peningkatan tekanan
darah merupakan penyakit yang berbahaya karena merupakan faktor risiko
terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke hemoragik. Risiko penyakit
kardiovaskuler meningkat 2 kali lipat untuk setiap kenaikan 20/10 mmHg
(dimulai dari 115/75). Risiko penyakit lain yang mungkin terjadi adalah gagal
jantung, penyakit vaskuler perifer, gangguan ginjal, perdarahan retina, dan
gangguan visual.2
Secara global, peningkatan tekanan darah di usia 25 tahun ke atas sekitar
40% pada tahun 2008. Populasi yang terus bertambah dan penuaan, membuat
kasus hipertensi semakin banyak. Jumlah penderita hipertensi yang tidak
terkontrol meningkat dari 600 juta kasus pada tahun 1980 menjadi hampir 1
miliar penderita pada tahun 2008.3 Kebiasaan merokok terutama perokok
sangat berat dan indeks massa tubuh obesitas juga berhubungan dengan
kejadian hipertensi.3
Di wilayah Asia Tenggara, sekitar 35% populasi dewasa memiliki
hipertensi yang memberikan kontribusi pada 1,5 juta kematian per tahun. Data
nasional dari berbagai negara di Asia Tenggara menunjukkan peningkatan
prevalensi hipertensi. Di Indonesia, prevalensi hipertensi meningkat dari tahun
1995 sebesar 8% menjadi 32% pada tahun 2008. Dari WHO STEP di negara
India, Indonesia, Maldives, dan Nepal kurang dari 50% yang mengetahui
bahwa mereka memiliki hipertensi dan hanya kurang dari setengahnya yang

1
mendapatkan terapi. Dari subyek yang mendapatkan terapi, hanya kurang dari
setengahnya yang memiliki tekanan darah di bawah 140/90.4
Prevalensi hipertensi pada penduduk Indonesia diatas 15 tahun ke atas
berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah adalah sebesar 34,9% dari
643.300 individu. Menurut data Riskesdas tahun 2007, hipertensi banyak
terjadi pada kelompok usia 45-54 tahun sejumlah 49.226 jiwa, diikuti oleh
kelompok usia 35-44 tahun sejumlah 47.224 jiwa. Namun bila dilihat secara
keseluruhan, prevalensi hipertensi terbesar, yaitu 70,2% terjadi pada kelompok
usia 65 tahun ke atas. Hipertensi di daerah pedesaan cenderung lebih tinggi.4
Studi yang dilakukan Misbach berupa survei hipertensi di rumah sakit di
Indonesia pada tahun 2001 menunjukkan dari total 40,4% kasus hipertensi
yang ditemukan, terdapat 33,5% yang tidak mendapat terapi dan 31,5% yang
mendapat terapi. Proporsi penderita penyakit kardiovaskuler yang dirawat di
rumah sakit di Indonesia terus meningkat dari 2,1% di tahun 1990 menjadi
6,8% di tahun 2001.5
Pengendalian hipertensi hingga kini belum memuaskan, bahkan di
negara maju. Di banyak negara, pengendalian hipertensi baru mencapai 8%
karena berbagai kendala mulai dari faktor penderita, hingga sarana pelayanan
yang tersedia. Pengendalian hipertensi di Indonesia mencakup pencegahan,
penemuan dini, diagnosis, dan terapi. Pencegahan meliputi perubahan gaya
hidup dan pemeriksaan berkala untuk keperluan identifikasi hipertensi.
Penemuan dini bisa dilakukan dengan skrining pada populasi, serta
meningkatkan kesadaran masyarakat terutama mereka yang berisiko.6
Upaya menurunkan konsekuensi timbulnya penyakit hipertensi di
butuhkan deteksi awal dan manajemen kesehatan yang efektif. Kegiatan
identifikasi faktor risiko diharapkan mampu mendeteksi kasus hipertensi
secara efektif. Identifikasi faktor risiko dapat dilakukan melalui analisis
gambaran berdasarkan karakteristik tertentu seperti karakteristik individu.6
Black dan Hawks (2005) menyatakan bahwa ada beberapa faktor risiko
yang mempengaruhi kejadian hipertensi. Faktor risiko ini diklasifikasikan
menjadi faktor yang tidak dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diuba.
Faktor risiko yang dapat diubah yaitu riwayat keluarga, umur, jenis kelamin,

2
genetik, dan etnis. Sedangkan faktor risiko yang dapat diubah yaitu olahraga,
obesitas, stress, kebiasaan merokok, pola makan makanan asin/garam,
konsumsi alcohol konsumsi kalium, konsumsi lemak dan konsumsi kafein.
Faktor risiko yang tidak dapat diubah adalah sebagai berikut, Seseorang
dengan riwayat kelurga hipertensi, beberapa gennya akan berinteraksi satu
sama lain dengan lingkungan yang akan meningkatkan tekanan darah.
Sesorang yang orang tuanya menderita hipertensi akan mempunyai risiko lebih
besar mengalami hipertensi diusia muda. Jenis kelamin dapat mempengaruhi
kejadian hipertensi. Tingkat kejadian hipertensi lebih tinggi pada pria daripada
wanita pada usia dibawah 55 tahun, akan menjadi sebanding pada usia 55-75
tahun akan tetapi pada usia diatas 74 tahun wanita akan lebih rentan
mengalami hipertensi disbanding pria. Etnis yang dapat mempengaruhi
kejadian hipertensi. Alasan tingginya kejadian hipertensi pada ras kulit hitam
belum diketahui secara jelas, tetapi peingkatan ini dipengaruhi oleh kadar renin
yang rendah dan sensitivitas terhadap vasopressin yang lebih tinggi, masukan
garam yang lebih banyak dan stress lingkungan yang lebih tinggi.23
Kejadian hipertensi akan muncul sejak seseorang berumur 20 tahun pada
laki-laki dan perempuan, dan akan terus meningkat seiring dengan
bertambahnya umur. 23 Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Tretment of High Blood Pressure (JNC) tahun 2003
menyatakan bahwa seorang yang mempunyai tekanan darah normal pun
mempunyai risiko hipertensi sejak berusia 55 tahun.
Berbagai penelitian telah membuktikan berbagai faktor risiko yang
berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi. Hasil studi sebelumnya
menyebutkan faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan menjadi yang tidak
dapat diubah seperti riwayat keluarga, jenis kelamin, dan usia, serta faktor yang
dapat dikontrol seperti pola konsumsi makanan yang mengandung natrium,
lemak, perilaku merokok, obesitas, dan kurangnya aktivitas fisik.6 Dalam
penelitian sebelumnya telah banyak membuktikan bahwa hipertensi
disebabkan oleh beberapa faktor- faktor. Dalam penelitian Agnesia tahun 2012
melaporkan bahwa faktor yang menyebabkan hipetensi adalah umur karena
semakin lanjut usia semakin berisiko terkena hipertensi, faktor genetik

3
memiliki risiko lebih besar daripada orang yang tidak memiliki riwayat
keluarga, seorang perokok dan orang yang obesitas. Sedangkan dalam
penelitian Ade dkk (2009) melaporkan hasil penelitiannya bahwa hipertensi
terjadi karena oleh berbagai faktor antara lain dapat disebabkan oleh usia >45
tahun (89,1%), berjenis kelamin wanita (56,5%), genetik (65,2%), merokok
(56,5%) dan pola asupan garam (65,2%).24 Kenyataan yang didapatkan angka
kejadian hipertensi masih cukup tinggi. Secara teori aktivitas fisik sangat
mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada orang yang tidak aktif melakukan
kegiatan cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi.
Hal tersebut mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap
kontraksi. Makin keras otot jantung dalam memompa darah, makin besar pula
tekanan darah yang membebankan pada dinding arteti sehingga tahanan perifer
yang menyebabkan kenanikan tekanan darah. Kurang nya aktivitas fisik juga
dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang akan menyebkan risiko
hipertensi meningkat. 25
Secara teori aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah.
Pada orang yang tidak aktif melakukan kegiatan cenderung mempunyai
frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot
jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras otot jantung
dalam memompa darah, makin besar pula tekanan darah yang membebankan
pada dinding arteti sehingga tahanan perifer yang menyebabkan kenanikan
tekanan darah. Kurang nya aktivitas fisik juga dapat meningkatkan risiko
kelebihan berat badan yang akan menyebkan risiko hipertensi meningkat. 25
Berdasarkan fenomena uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai Gambaran Faktor Risiko Gaya Hidup Penderita Hipertensi
pada pasien Usia Lanjut diposyandu lansia dan poli klinik lansia Puskesmas
Katobu periode Bulan Desember 2018-Februari 2019.

4
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana Gambaran Faktor Risiko Gaya Hidup Penderita


hipertensi pada pasien Usia Lanjut di posyandu lansia dan poli klinik
lansia Puskesmas Katobu periode Bulan Desember 2018-Februari
2019.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Mengetahui gambaran faktor risiko gaya hidup penderita
hipertensi pada pasien Usia Lanjut di posyandu lansia dan poli
klinik lansia Puskesmas Katobu periode Bulan Desember 2018-
Februari 2019

1.3.2 Tujuan Khusus


1.3.2.1 Mengetahui gambaran obesitas pada penderita hipertensi
pada pasien Usia Lanjut di posyandu lansia dan poli klinik lansia
Puskesmas Katobu periode Bulan Desember 2018-Februari 2019
1.3.2.2 Mengetahui gambaran makan makanan sayur dan buah
pada penderita hipertensi pada pasien Usia Lanjut di posyandu
lansia dan poli klinik lansia Puskesmas Katobu periode Bulan
Desember 2018-Februari 2019
1.3.2.3 Mengetahui gambaran kebiasaan merokok pada penderita
hipertensi pada pasien Usia Lanjut di posyandu lansia dan poli
klinik lansia Puskesmas Katobu periode Bulan Desember 2018-
Februari 2019
1.3.2.4 Mengetahui gambaran aktifitas fisik pada penderita
hipertensi pada pasien Usia Lanjut di posyandu lansia dan poli
klinik lansia Puskesmas Katobu periode Bulan Desember 2018-
Februari 2019
1.3.2.5 Mengetahui gambaran kebiasaan konsumsi minuman

5
berakohol pada penderita hipertensi pada pasien Usia Lanjut di
posyandu lansia dan poli klinik lansia Puskesmas Katobu periode
Bulan Desember 2018-Februari 2019

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat untuk Instansi Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi
atau masukan mengenai gambaran hasil faktor risiko hipertensi
yang nantinya dapat diterapkan sebagai cara untuk pencegahan
primer dan meminimalkan risiko komplikasi dari kejadian
hipertensi. Dapat menjadi bahan masukan dalam meningkatkan
pelayanan kesehatan terutama dalam upaya preventif untuk
mengendalikan faktor risiko demi menurukan angka kejadian
hipertensi melalui edukasi dan promosi kesehatan
.
1.4.2 Manfaat untuk Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat digunanakan sebagai masukan


untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat
terutama responden dalam mengetahui angka kejadian hipertensi
dan faktor risiko yang mempengaruhinya. Selanjutnya masyarakat
serta responden sadar dan termotivasi untuk melakukan tindakan
pengendalian faktor risiko demi menghindari komplikasi yang akan
terjadi .

1.4.3. Manfaat untuk Peneliti


Diharapkan dari penelitian ini, peneliti selanjutnya
melakukan penelitian tentang faktor risiko yang berhubungan
dengan kejadian hipertensi dan/atau motivasi masyarakat
terhadap pengendalian faktor risiko yang berhubungan dengan
kejadian hipertensi.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hipertensi
2.1.1. Definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang menetap
di atas sama dengan batas normal yang disepakati, yaitu diastolik 90 mmHg atau
sistolik 140 mmHg.7 Sekitar 90% kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya
dan hipertensi ini disebut hipertensi esensial (etiologi dan patogenesis tidak
diketahui). Awitan hipertensi esensial biasanya terjadi antara usia 20 dan 50 tahun,
dan lebih sering dijumpai pada orang Afro-Amerika daripada populasi umum.
Hipertensi didiagnosis melalui pengukuran yang dilakukan oleh penguji
atau tenaga kesehatan pada 3 kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit dan
atau dalam waktu 5-15 menit setelah atau saat istirahat.8 Namun menurut JNC VII,
minimal 2 kali pengukuran dibutuhkan untuk menentukan batasan tekanan darah.

2.1.2. Epidemiologi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa semakin meningkatnya populasi
usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan
bertambah, dimana baik hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi sistolik
dan diastolik sering timbul pada lebih dari separuh orang yang berusia >65 tahun.
Selain itu, laju pengendalian tekanan darah yang dahulu terus meningkat, dalam
dekade terakhir tidak menunjukkan kemajuan lagi (pola kurva mendatar), dan
pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari seluruh pasien
hipertensi.
Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari
negara-negara yang sudah maju. Data dari The National Health and Nutrition
Examination Survey (NHNES) menunjukkan bahwa dari tahun 1999-2000, insiden
hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31%, yang berarti terdapat 58-65
juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data
NHANES III tahun 1988-1991. Hipertensi esensial sendiri merupakan 95% dari
seluruh kasus hipertensi.

7
Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan
tuberkulosis, yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di
Indonesia. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang
menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas normal, yaitu 140/90 mmHg. Hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukan
prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,7%.8,9 Data Riskesdas 2007
juga menyebutkan prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar 30% dengan insiden
komplikasi penyakit kardiovaskular lebih banyak pada perempuan (52%)
dibandingkan laki-laki (48%).8 Dari hasil Riskesdas tahun 2013 melalui riset pada
penduduk usia ≥18 tahun didapatkan data prevalensi hipertensi mencapai 25,8%
dengan proporsi tertinggi terdapat di Provinsi Bangka Belitung sebesar 30,9%.10

2.1.3. Klasifikasi
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committe on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC
7), klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok
normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2.11

Tabel I Kriteria Hipertensi Menurut JNC VII Guidelines


Gambar 2.1. Klasifikasi Hipertensi menurut JNC 7

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu:


2.1.3.1. Hipertensi Primer (Esensial)
Hipertensi primer (esensial) adalah suatu peningkatan persisten tekanan
arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik
normal. Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya dan mencakup 90% dari kasus
hipertensi. Hipertensi esensial merupakan multifaktorial yang timbul terutama

8
karena interaksi antara faktor-faktor yang mendorong timbulnya kenaikan darah.12

2.1.3.2. Hipertensi Sekunder


Hipertensi sekunder memiliki patogenesis yang spesifik. Hipertensi
sekunder dapat terjadi pada individu dengan usia sangat muda tanpa disertai
riwayat hipertensi dalam keluarga. Individu dengan hipertensi pertama kali pada
usia di atas 50 tahun atau yang sebelumnya diterapi tapi mengalami refrakter
terhadap terapi yang diberikan mungkin mengalami hipertensi sekunder.
Penyebab hipertensi sekunder antara lain penggunaan estrogen, penyakit ginjal,
hipertensi vaskuler ginjal, hiperaldosteronisme primer dan sindroma cushing,
feokromositoma, koarktasio aorta, kehamilan, serta penggunaan obat-obatan.12

2.1.4. Etiologi
Etiologi hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume
sekuncup dan Total Peripheral Resistance (TPR). Maka peningkatan salah satu
dari ketiga variabel yang tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi.
Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan abnormal
saraf atau hormon pada nodus SA. Peningkatan kecepatan denyut jantung yang
berlangsung kronik sering menyertai keadaan hipertiroidisme. Namun,
peningkatan kecepatan denyut jantung biasanya dikompensasi oleh penurunan
volume sekuncup atau TPR, sehingga tidak meninbulkan hipertensi.13
Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi apabila
terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat gangguan
penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan.
Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan aliran darah ke
ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume
plasma akan menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi
peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkatan preload biasanya
berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik.
Peningkatan Total Periperial Resistence yang berlangsung lama dapat
terjadi pada peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau
responsivitas yang berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan normal. Kedua hal

9
tersebut akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Pada peningkatan
Total Periperial Resistence, jantung harus memompa secara lebih kuat dan
dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah
melintas pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebut peningkatan dalam
afterload jantung dan biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik.
Apabila peningkatan afterload berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin
mulai mengalami hipertrofi (membesar). Dengan hipertrofi, kebutuhan ventrikel
akan oksigen semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu memompa
darah secara lebih keras lagi untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi,
serat-serat otot jantung juga mulai tegang melebihi panjang normalnya yang pada
akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup.

Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:


1. Penyakit ginjal
2. Stenosis arteri renalis
3. Pielonefritis
4. Glomerulonefritis
5. Tumor-tumor ginjal
6. Penyakit ginjal polikista (biasaanya diturunkan)
7. Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
8. Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
9. Kelainan hormonal
a. Hiperaldosteronisme
b. Sindroma cushing
c. Feokromositoma
10. Obat-obatan
a. Pil KB
b. Kortikosteroid
c. Siklosporin
d. Eritropoietin
e. Kokain
f. Penyalahgunaan alkohol

10
11. Penyebab Lainnya
a. Koartasio Aorta
b. Preeklamsi pada kehamilan
c. Keracunan Timbal Akut

2.1.5. Faktor Risiko


Hipertensi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya Faktor yang
tidak dapat dimodifikasi (seperti : usia, jenis kelamin); dan Faktor yang dapat
dimodifikasi (seperti : kelebihan berat badan, aktivitas fisik, asupan garam, faktor
emosional, dan faktor keturunan).14

2.1.5.1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi


A. Usia
Tekanan darah cenderung rendah pada usia remaja dan mulai meningkat
pada masa dewasa awal. Kemudian meningkat lebih nyata selama masa
pertumbuhan dan pematangan fisik di usia dewasa akhir sampai usia tua
dikarenakan sistem sirkulasi darah akan terganggu, karena pembuluh darah
sering mengalami penyumbatan, dinding pembuluh darah menjadi keras dan
tebal serta berkurangnya elastisitas pembuluh darah sehingga menyebabkan
tekanan darah menjadi tinggi. 14
Penelitian Marice Sihombing (2010) mengungkapkan berdasarkan menurut
kelompok umur diketahui bahwa responden yang obesitas dan berumur 55 tahun
ke atas memiliki risiko paling besar yaitu 8,4 kali dibandingkan dengan
responden yang obesitas dan berumur 18-24 tahun. Secara umum diketahui
bahwa tekanan darah akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan
semakin meningkat lagi dengan berat badan lebih (overweight) dan obesitas.
Peningkatan tekanan darah akan menjadi lebih besar lagi bila ada riwayat
keluarga yang hipertensi dan mempunyai stres emosional yang tinggi. Pada
orang dengan obesitas, jumlah darah yang beredar akan meningkat, cardiac
output akan naik dan ini akan meningkatkan tekanan darah.15

11
B. Jenis Kelamin
Kejadian hipertensi biasanya lebih banyak pada laki-laki daripada wanita,
dikarenakan laki-laki memiliki gaya hidup yang cenderung meningkatkan
tekanan darah. Wanita dewasa mempunyai prevalensi hipertensi yang lebih
tinggi dari pada laki-laki karena perempuan mengalami kehamilan dan
menggunakan alat kontrasepsi hormonal. Pernyataan ini di dukung oleh
penelitian Darmodjo dan tim MONICA (Monitoring Trendsand Determinants of
Cardiovascular Disease), 1999. Pada masa muda dan paruh baya, hipertensi
lebih banyak terjadi pada laki-laki sedangkan setelah usia 55 tahun (ketika
seorang wanita mengalami menopause) akan lebih banyak pada wanita.8

C. Genetik
Pada 70-80% kasus hipertensi esensial, didapatkan riwayat hipertensi di
dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua,
maka dugaan hipertensi esensial lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai
pada penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita
hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran
didalam terjadinya hipertensi.14

2.1.5.2. Faktor yang dapat dimodifikasi


A. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Secara fisiologi, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan
akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga
dapat mengganggu kesehatan. Kaitan erat antara kelebihan berat badan dengan
kenaikan tekanan darah telah dilaporkan oleh beberapa studi. Berat badan dan
IMT berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah
sistolik. Penelitian menunjukan adanya hubungan antara berat badan dan
hipertensi. Bila berat badan meningkat di atas berat badan ideal maka risiko
hipertensi juga meningkat. Bila berat badan menurun, maka volume darah total
juga berkurang, hormon-hormon yang berkaitan dengan tekanan darah berubah,
dan tekanan darah berkurang.14
Peningkatan IMT erat kaitannya dengan penyakit hipertensi baik pada

12
laki-laki maupun pada perempuan. Kenaikan berat badan (BB) sangat
berpengaruh pada mekanisme timbulnya kejadian hipertensi pada orang yang
obesitas akan tetapi mekanisme terjadinya hal tersebut belum dipahami secara
jelas namun diduga pada orang yang obesitas terjadi peningkatan volume plasma
dan curah jantung yang akan meningkatkan tekanan darah.15 Obesitas
merupakan faktor risiko utama dari beberapa penyakit degeneratif dan
metabolik, salah satunya adalah penyakit hipertensi atau penyakit tekanan darah
tinggi.15

Tabel 2.1. Klasifikasi IMT menurut WHO untuk Asia Pasifik


Klasifikasi IMT (kg/m2)
Berat badan kurang <18,5
Normal 18,5-22,9
Berat badan lebih (overweight) 23-24,9
Obesitas tingkat 1 25,0-29,9
Obesitas tingkat 2 >30,0

Tabel 2.2. Tabel Klasifikasi IMT menurut Depkes RI


Klasifikasi IMT (kg/m2)
Kurus < 18,5
Normal ≥ 18,5 - < 24,9
Berat badan lebih (overweight) ≥25,0 - < 27,0
Obesitas ≥27,0

B. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah setiap pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-otot
skeletal yang mengakibatkan pengeluaran energi. (WHO, 2010; Physical
Activity. In Guide to Community Preventive Services Web site, 2008). Aktivitas
fisik terdiri dari aktivitas selama bekerja, tidur, dan pada waktu senggang. Setiap
orang melakukan aktivitas fisik, atau bervariasi antara individu satu dengan yang
lain bergantung gaya hidup perorangan dan faktor lainnya seperti jenis kelamin,

13
umur, pekerjaan, dan lain-lain. Aktivitas fisik sangat disarankan kepada semua
individu untuk menjaga kesehatan. Aktivitas fisik juga merupakan kunci kepada
penentuan penggunaan tenaga dan dasar kepada tenaga yang seimbang.
Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan
faktor risiko independen untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan
diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010; Physical
Activity. In Guide to Community Preventive Services Web site, 2008). Aktivitas
fisik yang dilakukan secara terstruktur dan terencana disebut latihan jasmani,
sedangkan aktivitas fisik yang tidak dilakukan secara terstruktur dan terencana
disebut aktivitas fisik sehari-hari.
Pada fisik yang senantiasa aktif, pembuluh darah akan senantiasa elastis
sehingga mengurangi tekanan di perifer. Aktivitas fisik yang teratur
menyebabkan jantung bekerja lebih efisien, denyut jantung berkurang, dan akan
menyebabkan penurunan tekanan darah. Penelitian Marice Sihombing (2010)
mengungkapkan kurangnya aktivitas fisik berisiko hipertensi 1,05 kali
dibandingkan dengan cukup aktivitas fisik. Kurang aktivitas fisik diketahui
sebagai faktor risiko berbagai penyakit tidak menular seperti hipertensi, jantung,
stroke, DM dan kanker. Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur seperti
olahraga dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan
darah dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa bila jantung mendapat
pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu. Di samping itu,
olahraga yang teratur akan merangsang pelepasan endorfin (morfin endogen)
yang menimbulkan euphoria dan relaksasi otot sehingga tekanan darah tidak
meningkat.15

C. Stress
Berada dalam keadaan yang penuh stres dapat mempengaruhi tekanan darah
secara sementara. Dakam keadaan stres tubuh melepaskan hormon stress
(adrenalin dan kortisol) ke dalam darah. Hormon ini mempersiapkan tubuh utuk
keadaan “fight or flight” dengan meningkatkan laju nadi dan mengkonstriksi
pembuluh darah. Konstriksi pembuluh darah dan naiknya laju nadi dapat
meningkatkan tekanan darah untuk sementara. Saat reaksi stress hilang, tekanan

14
darah kembali keadaan sebelum stress.17

D. Merokok
Merokok merupakan salah satu kebiasaan hidup yang dapat
mempengaruhi tekanan darah. Pada keadaan merokok pembuluh darah di
beberapa bagian tubuh seperti pembuluh darah perifer dan pembuluh darah di
ginjal akan mengalami penyempitan, dalam keadaan ini dibutuhkan tekanan
yang lebih tinggi supaya darah dapat mengalir ke alat-alat tubuh dengan jumlah
yang tetap. Untuk itu jantung harus memompa darah lebih kuat, sehingga
tekanan pada pembuluh darah meningkat.18
Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan sistolik 10–25
mmHg dan menambah detak jantung 5–20 kali per menit. Dengan menghisap
sebatang rokok akan mempunyai pengaruh besar terhadap kenaikan tekanan
darah, hal ini disebabkan oleh zat-zat yang terkandung dalam asap rokok. Asap
rokok terdiri dari 4000 bahan kimia dan 200 diantaranya beracun, antara lain
karbon monoksida (CO) yang dihasilkan oleh asap rokok. Gas CO dapat
menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung peredaran oksigen
untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. CO menggantikan tempat
oksigen di hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat
aterosklerosis (pengapuran atau penebalan dinding pembuluh darah). Nikotin
juga merangsang peningkatan tekanan darah. Nikotin mengaktifkan trombosit
dengan akibat timbulnya adhesi trombosit (pengumpalan) ke dinding pembuluh
darah. Nikotin, CO, dan bahan lainnya dalam asap rokok terbukti merusak
dinding pembuluh endotel (dinding dalam pembuluh darah), mempermudah
pengumpalan darah sehingga dapat merusak pembuluh darah perifer.
Jenis perokok dapat dibagi atas 3 kelompok berdasarkan jumlah rokok
yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus per hari yaitu :
A. Perokok Ringan disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10
batang per hari.
B. Perokok Sedang disebut perokok sedang jika menghisap 10-20 batang
per hari.

15
C. Perokok Berat disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang
per hari.

E. Asupan natrium
WHO (1990) menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga
6 gram sehari (ekivalen dengan 2400 mg natrium). Garam membantu menahan
air di dalam tubuh. The American Heart Association step II Diet menganjurkan
seseorang rata-rata mengkonsumsi tidak lebih 2.400 mg natrium per hari,
terutama orang yang peka terhadap garam. Asupan garam yang berlebihan dapat
menyebabkan hipertensi maupun terlalu banyak air yang tertahan di dalam
tubuh. Jika terlalu banyak mengandung air, akan meningkatkan volume darah
tanpa adanya penambahan ruang. Peningkatan volume ini mengakibatkan
bertambahnya tekanan di dalam arteri. WHO merekomendasikan pola konsumsi
garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar natrium yang
direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram natrium
atau 6 gram garam) per hari.19
Kenaikan asupan garam sepertinya lebih berperan dalam meningkatkan
tekanan arteri daripada kenaikan asupan air.14 Penyebabnya adalah air murni
secara normal diekskresikan oleh ginjal hampir secepat asupannya, tetapi garam
tidak diekskresikan dengan semudah itu. Akibat penumpukan garam di dalam
tubuh, garam secara tidak langsung meningkatkan volume cairan ekstrasel
karena dua alasan berikut:
1. Bila terdapat kelebihan garam di dalam cairan ekstrasel, osmolalitas
cairan akan meningkat. Dan keadaan ini selanjutnya merangsang pusat
haus di otak yang membuat seseorang minum lebih banyak air untuk
mengembalikan konsentrasi garam ekstrasel kembali normal. Hal ini
akan meningkatkan volume cairan ekstrasel.
2. Kenaikan osmolalitas yang disebabkan oleh kelebihan garam dalam
cairan ekstrasel juga merangsang mekanisme sekresi kelenjar
hipotalamus-hipofisis posterior untuk mensekresikan lebih banyak
hormon antidiuretik (ADH). Hormon antidiuretik kemudian
menyebabkan ginjal meresorpsi air dalam jumlah besar dari cairan

16
tubulus ginjal sehingga mengurangi volume urin yang diekskresikan
tetapi meningkatkan volume cairan ekstrasel.
Jadi, karena alasan-alasan yang penting ini, jumlah garam yang menumpuk
di dalam tubuh merupakan bentuk utama volume cairan ekstra sel. Karena
peningkatan sedikit saja pada cairan ekstrasel dan volume darah seringkali dapat
sangat meningkatkan tekanan arteri, maka penumpukan garam ekstra di dalam
tubuh walau hanya sedikit dapat sangat meningkatkan tekanan arteri.

F. Alkohol
Konsumsi alkohol harus diwaspadai karena survei menunjukkan bahwa
10% kasus hipertensi berkaitan dengan konsumsi alkohol. Mekanisme
peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas namun ada
beberapa mekanisme yang diusulkan.21 Konsumsi alkohol terus menerus akan
meningkatkan kadar alkohol yang berdampak pada peningkatan tekanan darah
sementara. Peningkatan tekanan darah setelah konsumsi alkohol terjadi dalam
24 jam pertama setelah konsumsi alkohol, dan kembali normal dalam beberapa
jam sampai hari setelah konsumsi alkohol dihentikan.22
Efek hipertensi alkohol umumnya terjadi akibat putus alkohol jangka
panjang pada peminum alkohol berat. Hal ini disebabkan karena stimulasi sistem
saraf simpatis, endotelin, RAAS, kortisol; penghambatan substansi relaksasi
vaskular yaitu nitric oxide; kekurangan kalsium atau magnesium; dan
peningkatan kalsium dalam sel dan di otot polos pembuluh darah.22

2.1.6 Patofisiologi
Hipertensi adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena
interaksi antara faktor-faktor risiko. Kaplan menggambarkan beberapa faktor
yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi rumus
dasar :
Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer.12
Mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya hipertensi esensial, antara lain:
1) Curah jantung dan tahanan perifer

17
Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh
terhadap kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial
curah jantung biasanya normal tetapi tahanan perifernya meningkat. Tekanan
darah ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil.
Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada peningkatan
konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin
lama akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin
dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang
irreversible.
2) Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron

Gambar 2.2. Mekanisme Hipertensi melalui Sistem Renin-Angiotensin-


Aldosteron

Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan


ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem
endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh
juxtaglomerulus aparatus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion atau
penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik.
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin
II dari angiotensin I oleh angiotensin -converting enzyme (ACE). ACE memegang
peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung

18
angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh
ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh
ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II
(oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan
tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictor melalui dua jalur, yaitu:
a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat
sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin
menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume
cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari
bagian intraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga
meningkatkan tekanan darah.
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk
mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi
NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya
konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan
volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan
volume dan tekanan darah.

3) Sistem Saraf Otonom


Sirkulasi sistem saraf simpatik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan
dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam
mempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara
sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama – sama dengan faktor
lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon.

19
Gambar 2.3. Patofisiologi Hipertensi

4) Disfungsi Endotelium
Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam
pengontrolan pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif
lokal yaitu molekul nitric oxide dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium
banyak terjadi pada kasus hipertensi primer. Secara klinis pengobatan dengan
antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan produksi dari nitric oxide.
Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam
mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin merupakan
vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin dapat
meningkatkan sensitifitas garam pada tekanan darah serta mengaktifkan sistem
renin-angiotensin lokal. Atrial natriuretic peptide merupakan hormon yang
diproduksi di atrium jantung dalam merespon peningkatan volume darah. Hal ini
dapat meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal.

20
5) Hiperkoagulasi
Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari dinding
pembuluh darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel endotelium),
ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis. Diduga hipertensi
dapat menyebabkan protrombotik dan hiperkoagulasi yang semakin lama akan
semakin parah dan merusak organ target. Beberapa keadaan dapat dicegah dengan
pemberian obat anti-hipertensi.

6) Disfungsi diastolik
Hipertrofi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat
ketika terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan kebutuhan
input ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi peningkatan tekanan atrium
kiri melebihi normal, dan penurunan tekanan ventrikel.

2.1.7. Tanda dan Gejala


Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala
sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan vaskuler,
dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang diperdarahi oleh
pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat
bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan
peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin. Keterlibatan pembuluh
darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang
bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau
gangguan tajam penglihatan. Corwin menyebutkan bahwa sebagian besar gejala
klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa nyeri kepala
saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan
darah intrakranial, penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi,
ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat, nokturia
karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema dependen
dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.
Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing,
muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk

21
terasa pegal, dan lain-lain.
Sekitar 50% penderita hipertensi tidak menyadari bahwa tekanan darah
mereka meninggi. Selain itu adanya gejala pada orang tersebut juga dikarenakan
sikap acuh tah acuh penderita. Gejala baru timbul sesudah terjadi komplikasi pada
sasaran organ seperti ginjal, mata, sakit kepala, gangguan fungsi ginjal, gangguan
penglihatan, gangguan serebral atau gejala akibat gangguan peredaran pembuluh
darah otak berupa kelumpuhan, gangguan kesadaran bahkan sampai koma. Gejala
hipertensi sebagai berikut:7
 Sakit kepala bagian belakang dan kaku kuduk, sulit tidur dan gelisah atau
cemas dan kepala pusing, dada berdebar-debar.
 Lemas, sesak nafas, berkeringat, dan pusing.
Selain itu, stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara
waktu, jika stres telah berlalu, maka tekanan darah biasaanya akan kembali
normal. Jika penyebabnya adalah feokromositoma, maka didalam urine bisa
ditemukan adanya bahan-bahan hasil penguraian hormon epinefrin dan
norepinefrin. Biasanya hormon tersebut juga menyebabkan gejala sakit kepala,
kecemasan, palpitasi (jantung berdebar-debar), keringat yang berlebihan, tremor
(gemetar) dan pucat. Pemeriksaan untuk menentukan penyebab dari hipertensi
terutama dilakukan pada penderita usia muda. Pemeriksaan ini bisa berupa
rontgen dan radioisotope ginjal, rontgen dada, serta pemeriksaan darah dan air
kemih untuk hormon tertentu.17

2.1.8. Penatalaksanaan
Hipertensi esensial tidak dapat diobati tetapi dapat diberikan pengobatan
untuk mencegah terjadinya komplikasi. Langkah awal biasanya adalah merubah
gaya hidup penderita:12
1. Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan
untuk menurunkan berat badannya sampai batas ideal.
2. Merubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar
kolesterol darah tinggi. Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari
2,3 gram natrium atau 6 gram natrium klorida setiap harinya (disertai
dengan asupan kalsium, magnesium dan kalium yang cukup) dan

22
mengurangi alkohol.
3. Olah raga teratur yang tidak terlalu berat. Penderita hipertensi esensial tidak
perlu membatasi aktivitasnya selama tekanan darahnya terkendali.
4. Berhenti merokok karena merokok dapat merusak jantung dan sirkulasi
darah dan meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke.
5. Pemberian obat-obatan:
a. Diuretik thiazide biasanya merupakan obat pertama yang diberikan
untuk mengobati hipertensi. Diuretik membantu ginjal membuang
garam dan air, yang akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh
sehingga menurunkan tekanan darah. Diuretik juga menyebabkan
pelebaran pembuluh darah. Diuretik menyebabkan hilangnya kalium
melalui air, sehingga harus diberikan tambahan kalium atau obat
penahan kalium.
b. Penghambat adrenergik merupakan sekelompok obat yang terdiri dari
alfa- blocker, beta-blocker dan alfa-beta-blocker labetalol, yang
mengambat efek sistem saraf simpatis. Sistem saraf simpatis adalah
sistem saraf yang dengan segera akan memberikan respon terhadap
stres, dengan cara meningkatkan tekanan darah.
c. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-Inhibitor)
menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri.
d. Angiotensin II Blocker menyebabkan penurunan tekanan darah dengan
suatu mekanisme yang mirip dengan ACE-inhibitor.
e. Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan
mekanisme yang benar-benar berbeda.
f. Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah. Obat
dari golongan ini hampir selalu digunakan sebagai tambahan terhadap
obat anti hipertensi lainnya.
g. Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna) memerlukan obat
yang menurutnkan tekanan darah tinggi dengan segara. Beberapa obat
bisa menurunkan tekanan darah dengan cepat dan sebagian besar
diberikan secara intravena: a) Diaxozide b) Nitroprusside c)
Nitroglycerin d) Labetalol. Diberikan secara oral : Nifedipine,

23
merupakan kalsium antagonis dengan kerja yang sangat cepat, tetapi
obat ini bisa menyebabkan hipotensi, sehingga pemberiannya harus
diawasi secara ketat.

Gambar 2.4. Alur Pengobatan Hipertensi

24
Tabel 2.4. Terapi Hipertensi Lini Pertama
Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7
Klasifik TDS TDD Perbaik Tanpa Indikasi Dengan Indikasi
asi (mmh (mmh an Pola yang Memaksa yang Memaksa
Tekanan g) g) Hidup
Darah
Normal <120 <80 Dianjurk - -
mmhg mmhg an
Pre 120- 80-89 Ya Tidak indikasi Obat untuk
Hiperten 139 mmhg obat indikasi yang
si mmhg memaksa
Hiperten 140- 90-99 Ya Pilihan utama Obat untuk
si grade 1 159 mmhg yaitu Diuretika indikasi yang
mmhg Thiazide, memaksa
pertimbangkan pertimbangkan
ACEI,CCB,ARB Diuretika,
ACEI,ARB,CCB
,BB
Hiperten >160 >100 Ya Kombinasi 2 obat Sesuai kebutuhan
si grade 2 mmhg mmhg diuretik thiazide
dan
ACEI/ARB/BB/
CCB

Tabel 2.5. Terapi Hipertensi Lini Kedua


Pilihan Obat Anti Hipertensi Untuk Kondisi Tertentu
Indikasi yang memaksa Pilihan terapi awal
Gagal Jantung Diuretika thiazide, BB, ACEI, ARB
Pasca Infark Miokard BB,ACEI
Penyakit Pembuluh Koroner Thiazide, BB, ACEI, CCB
Diabetes Melitus Thiazide, BB, ACEI, ARB,CCB
Penyakit Ginjal Kronis ACEI,ARB

25
Pencegahan Stroke Berulang Thiazide, ACEI

2.1.9. Pencegahan
Perawatan penderita hipertensi pada umumnya dilakukan oleh keluarga
dengan memperhatikan pola hidup dan menjaga psikis dari anggota keluarga yang
menderita hipertensi. Pengaturan pola hidup sehat sangat penting pada pasien
hipertensi guna untuk mengurangai efek buruk dari pada hipertensi. Adapun
cakupan pola hidup antara lain berhenti merokok, mengurangi kelebihan berat
badan, menghindari alkohol, modifikasi diet. Dan yang mencakup psikis antara
lain mengurangi stres, olahraga, dan istirahat. 21
Merokok sangat besar peranannya dalam peningkatkan tekanan darah, hal
ini disebabkan oleh nikotin yag terdapat didalam rokok yang memicu hormon
adrenalin yang menyebabkan tekanan darah meningkat. Nikotin diserap oleh
pembuluh-pembuluh darah di dalam paru dan diedarkan ke seluruh aliran darah
lainnya sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah. Hal ini menyebabkan kerja
jantung semakin meningkat untuk memompa darah keseluruh tubuh melalui
pembuluh darah yang sempit. Dengan berhenti merokok tekanan darah akan turun
secara perlahan.
Mengurangi berat badan juga menurunkan risiko diabetes, penyakit
kardiovaskular, dan kanker. Secara umum, semakin berat tubuh semakin tinggi
tekanan darah, jika menerapkan pola makan seimbang maka dapat mengurangi
berat badan dan menurunkan tekanan darah dengan cara yang terkontrol.
Alkohol dalam darah merangsang adrenalin dan hormon-hormon lain yang
membuat pembuluh darah menyempit atau menyebabkan penumpukan natrium
dan air. Minum-minuman yang beralkohol yang berlebih juga dapat menyebabkan
kekurangan gizi yaitu penurunan kadar kalsium. Mengurangi alkohol dapat
menurunkan tekanan sistolik 10 mmhg dan diastolik 7 mmhg.15
Modifikasi diet atau pengaturan diet sangat penting pada klien hipertensi,
tujuan utama dari pengaturan diet hipertensi adalah mengatur tentang makanan
sehat yang dapat mengontrol tekanan darah tinggi dan mengurangi penyakit
kardiovaskuler. Secara garis besar, ada empat macam diet untuk menanggulangi
atau minimal mempertahankan keadaan tekana darah , yakni : diet rendah garam,

26
diet rendah kolestrol, lemak terbatas serta tinggi serat, dan rendah kalori bila
kelebihan berat badan.
Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema atau asites serta
hipertensi. Tujuan diet rendah garam adalah untuk menurunkan tekanan darah dan
untuk mencegah edema dan penyakit jantung (lemah jantung). Adapun yang
disebut rendah garam bukan hanya membatasi konsumsi garam dapur tetapi
mengkonsumsi makanan rendah natrium. Oleh karena itu, yang sangat penting
untuk diperhatikan dalam melakukan diet rendah garam adalah komposisi
makanan yang harus mengandung cukup zat-zat gizi, baik kalori, protein, mineral
maupun vitamin, serta rendah natrium.
Sumber natrium antara lain adalah makanan yang mengandung soda kue,
baking powder, MSG (Monosodium Glutamat), pengawet makanan atau natrium
benzoat (biasanya terdapat didalam saos, kecap, selai, jelly), makanan yang dibuat
dari mentega serta obat yang mengandung natrium (obat sakit kepala). Bagi
penderita hipertensi, biasakan penggunaan obat dikonsultasikan dengan dokter
terlebih dahulu.
Stres tidak menyebabkan hipertensi yang menetap, tetapi stres berat dapat
menyebabkan kenaikan tekanan darah yang bersifat sementara yang sangat tinggi.
Jika periode stres sering terjadi maka akan mengalami kerusakan pada pembuluh
darah, jantung dan ginjal sama halnya seperti yang menetap. 20
Manfaat olah raga yang sering di sebut olah raga isotonik seperti jalan
kaki, jogging, berenang dan bersepeda sangat mampu meredam hipertensi. Olah
raga isotonik mampu menurunkan hormon noradrenalin dan hormon-hormon lain
penyebab naiknya tekanan darah. Hindari olah raga isometrik seperti angkat
beban, karena justru dapat menaikkan tekanan darah.
Istirahat merupakan suatu kesempatan untuk memperoleh energi sel dalam
tubuh. Istirahat dapat dilakukan dengan meluangkan waktu. Meluangkan waktu
tidak berarti minta istirahat lebih banyak dari pada bekerja produktif samapai
melebihi kepatuhan. Meluangkan waktu istirahat itu perlu dilakukan secara rutin
diantara ketegangan jam sibuk bekerja sehari-hari. Bersantai juga bukan berarti
melakukan rekreasi yang melelahkan, tetapi yang dimaksudkan dengan istirahat
adalah usaha untuk mengembalikan stamina tubuh dan mengembalikan

27
keseimbangan hormon dalam tubuh.21

2.1.10 Komplikasi
A. Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh darah non otak yang terpajan tekanan tinggi.
Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah ke
daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami
arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan
terbentuknya aneurisma. Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba,
seperti orang bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah
satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau
lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri
secara mendadak.
B. Infark Miokard
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak
dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus
yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Karena
hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium
mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang
menyebabkan infark. Demikian juga hipertrofi ventrikel dapat menimbulkan
perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi
disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko pembentukan bekuan.
C. Gagal Ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler-kapiler ginjal dan glomerolus. Dengan rusaknya glomerulus, darah
akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat
berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerolus,
protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma
berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.
Penyakit ginjal dan saluran kemih telah menyumbang 850.000 kematian setiap

28
tahunnya, hal ini berarti meduduki peringkat ke-12 tertinggi angka kematian atau
peringkat terringgi ke-17 angka kecacatan.

D. Gagal Jantung
Pada penyakit ini, terjadi kegagalan jantung dalam memompa darah ke
seluruh tubuh sehingga mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki, dan
jaringan lain yang sering disebut edema. Penumpukan cairan di dalam paru dapat
menyebabkan sesak napas.
E. Ensefalopati
Dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna. Tekanan yang tinggi pada
kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke
dalam ruang intertisium di seluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron
disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.

29
BAB III

METODE

3.1 Kerangka Konsep

Dari banyak faktor risiko hipertensi yang telah dijabarkan pada sub
bab sebelumnya, peneliti hanya mengambil 5 faktor resiko perilaku yaitu
obesitas, merokok, makan sayur dan buah, aktifitas fisik dan alkohol.

OBESITAS

MEROKOK

MAKAN SAYUR HIPERTENSI


DAN BUAH

AKTIFITAS
FISIK

ALKOHOL

3.2 Penetapan Topik Masalah


Sesuai pernyataan masalah yang dikemukakan pada Bab Pendahuluan,
maka topik masalah dalam mini-project ini adalah“Gambaran Faktor Risiko Gaya
Hidup Penderita Hipertensi pada pasien Usia Lanjut diposyandu lansia dan poli
klinik lansia Puskesmas Katobu periode Bulan Desember 2018-Februari 2019”
3.3 Pengumpulan Data
3.3.1 Tempat dan Waktu Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan di Puskesmas Katobu periode Desember 2018
– Februari 2019

30
3.3.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan data secara
primer saat melakukan pelayanan primer di Poli klinik Lansia, Posyandu
Lansia dan peserta senam Prolanis Puskesmas Katobu.
3.3.3 Populasi dan Sampel Data
Populasi yang digunakan adalah pasien dewasa dan lanjut usia yang berobat
di Poli klinik Lansia, Posyandu Lansia dan peserta senam Prolanis.
Sedangkan teknik pengambilan sampling adalah accidental sampling.

3.4 Analisis Data


Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dari hasil pelayanan primer di
Poli Klinik Lansia, Posyandu lansia dan peserta senam Prolanis serta wawancara
dimana hubungan sebab-akibat dianalisa berdasarkan tinjauan pustaka dan
dideskripsikan secara naratif.

3.5 Diagnosis Komunitas dan Faktor Terkait


Penderita yang melakukan kunjungan di Poli Klinik Lansia akan
dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara sistematis. Diagnosis
penderita hipertensi ditegakkan dari beberapa gejala dan pemeriksaan yang
dilakukan. Ada pun penderita hipertensi terdiri dari% obesitas, % merokok, %
makan sayur dan buah, % aktivitas fisik, dan % alcohol.
Saat pasien telah didiagnosis maka perlu diberikan pengetahuan mulai
dari faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi seperti umur, jenis kelamin,
ekonomi, lifestyle, pendidikan dan lingkungan serta penanganan baik non
farmakologi maupun farmakologi.

3.6 Pelaksanaan Solusi


Bentuk intervensi yang dilakukan dalam mini-project ini berupa
melakukan penyuluhan/edukasi langsung kepada penderita dan keluarga yang
mengantar yang berobat di Poli Klinik Lansia, Posyandu Lansia dan peserta
senam Prolanis. Isi penyuluhan mencakup berbagai faktor yang dipandang
penting sesuai dengan pernyataan masalah dan tujuan dari mini-project ini.

31
BAB IV
PROFIL UMUM PUSKESMAS KATOBU

4.1.Profil Komunitas Umum


Puskesmas Katobu merupakan fasilitas kesehatan tingkat pertama
yang beralamat di Jalan Gatot Subroto No. 69, Kecamatan Katobu,
Kabupatan Muna yang terdiri atas UGD 24 jam, Kamar Bersalin, Rawat
Jalan (poli Umum, poli Gigi, poli MTBS, poli Lansia, poli KIA,
laboratorium sederhana dan apotek).
Komunitas umum masyarakat yang berada disekitar kawasan
Katobu merupakan komunitas muslim dan nasrani yang sangat kental
dengan adat istiadatnya. Ciri khas komunitas ini mereka dipimpin oleh
nenek mereka yang diyakini sakti dalam menggunakan berbagai mantra.
Jadi, apapun yang nenek mereka katakan, maka komunitas ini akan patuh
terhadap perintahnya.

4.2. Data Geografis


Puskesmas Katobu terletak di ibu kota kabupaten Muna dengan luas
wilayah ±12,88 Km². Adapun batasan-batasan wilayah sebagai berikut :
 Sebelah Utara berbatasan dengan : Kecamatan Batalaiworu
 Sebelah Selatan berbatasan dengan : Kecamatan Duruka
 Sebelah Timur Berbatasan dengan : Selat Buton
 Sebelah Barat berbatasan dengan : Kecamatan watopute

Puskesmas Katobu mempunyai wilayah kerja 8 kelurahan.


Berdasarkan sistem administrative pemerintah wilayah kerja puskesmas
katobu terdiri dari :
a. Kelurahan Laende
b. Kelurahan Raha I
c. Kelurahan Raha II
d. Kelurahan Butung-Butung
e. Kelurahan Mangga Kuning

32
f. Kelurahan Watonea
g. Kelurahan Wamponiki
h. Kelurahan Raha III

4.3. Data Demografi

Wilayah Kecamatan Katobu mayoritas dihuni oleh penduduk


pribumi dan sebahagian lainnya adalah pendatang yang sudah lama
menetap. Berdasarkan data terakhir jumlah penduduk Kecamatan Katobu
tahun 2015 berjumlah 30.174 jiwa. Berikut adalah komposisi penduduk
Kecamatan Katobu Tahun 2015 :
Jumlah
No. Kelurahan/Kelurahan
Laki-Laki Perempuan
1. Raha I 1.143 2.433
2. Raha II 2.372 2.573
3. Laende 1.697 1.635
4. Butung-Butung 1.308 1.414
5. Mangga Kuning 1.464 1.666
6. Watonea 2.625 2.900
7. Wamponiki 2.143 2.375
8. Raha III 1.647 1.882
Total 14.399 15.735
Tabel 4.1 jumlah Penduduk di wilayah kerja puskesmas Katobu

Jumlah Rumah Tangga


Rata2
Rumah
No. Kelurahan/Kelurahan Penduduk Penduduk/
Tangga
Rute
1. Raha I 2433 549 4
2. Raha II 4945 1127 4
3. Laende 3332 668 5

33
4. Butung-Butung 2722 556 5
5. Mangga Kuning 3130 656 5
6. Watonea 5525 750 7
7. Wamponiki 4518 955 5
8. Raha III 3529 1008 4
Total 30134 6269 5
Tabel 4.2 jumlah rumah tangga di wilayah kerja puskesmas Katobu

4.4. Sumber Daya Kesehatan


Sumber daya kesehatan puskesmas Katobu terdiri dari :
Kepala Puskesmas : 1 orang
KTU : 1 orang
Dokter Umum : 3 orang
Dokter gigi : 1 orang
Perawat : orang
Perawat gigi : orang
Bidan : orang
Apoteker : orang
Laboran : orang
Administrasi Kesehatan : orang
Promosi Kesehatan : orang
Elektromedik : orang
Sanitarian : orang
Petugas BPJS : orang
Tenaga sukarela : orang
4.5. Sarana Pelayanan Kesehatan
Adapun sarana pelayanan kesehatan yang ada di Puskesmas Katobu ini
adalah:
 Loket Pendaftaran
Tempat pertama pasien mendaftarkan diri untuk berobat/ mendapatkan
layanan kesehatan.
 Poli Umum, Poli Prioritas, Poli MTBS & Poli Gigi

34
Tempat pemeriksaan pasien rawat jalan
 Apotek/ Kamar Obat
Setelah pasien mendapatkan resep obat dari dokter, pasien dapat langsung
mengambil obat di kamar obat/apotek.
 Laboratorium
Fasilitas laboratorium yang tersedia adalah, Pemeriksaan Darah Rutin (Hb,
Leukosit, LED, Hematokrit, Trombosit), DDR, Widal, GDS, As.urat,
Kolesterol total, Urin rutin, Plano Test.
 Pelayanan Imunisasi
Kegiatan imunisasi di Puskesmas melayani balita, ibu hamil, dan wanita
yang ingin menikah (Imunisasi Tetanus Toksoid).
 Keluarga Berencana (KB)
Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk konseling dan cara penggunaan
bermacam-macam alat kontrasepsi yang tersedia di Puskesmas.
 Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Kegiatan ini berupa pelayanan kesehatan yang ditujukan pada ibu hamil
(Antenatal Care) berupa penimbangan BB, Pengukuran TB, LLA, dan
Pemeriksaan Leopold.
 Perawatan Persalinan
Jika seorang ibu hamil melahirkan di puskesmas, disediakan perawatan
persalinan untuk dipantau perkembangannya.
 Puskesmas Keliling
Kegiatan Puskesmas keliling ini, dirangkaikan dengan kegiatan posyandu,
imunisasi, pengobatan gratis. Pasien yang datang berupa balita, anak-anak,
ibu hamil, dan lansia.
 Penyuluhan (Promosi Kesehatan)
Penyuluhan kesehatan dilakukan dibeberapa Sekolah yang berada di
wilayah kerja Puskesmas, serta di Posyandu.
 Unit Gawat Darurat ( UGD)
Selama 24 jam Puskesmas Katobu membuka pelayanan UGD, yang
melayani kasus emergency yang trauma maupun yang non trauma ataupun
non emergency.

35
BAB V

DISKUSI

5.1 Anilisis Univairat


5.1.1 Gambaran Obesitas
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan
sebaran data obesitas pada pasien hipertensi di wilayah kerja
Puskesmas Katobu Periode Desember 2018-Februari 2019 yang
disajikan dalam bentuk tabel 5.1 berikut ini.
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Obesitas Pada Pasien Hipertensi di
wilayah kerja Puskesmas Katobu Periode Desember 2018-
Februari 2019

Obesitas N %

Ya 32 53.33

Tidak 28 46,67

Berdasarkan hasil analisa data obesitas didapatkan bahwa


pasien hipertensi dengan obesitas sebesar 32 (53.33%) tetapi sebagian
besar penderita hipertensi memiliki berat badan yang tidak obesitas
sebesar 28 (46,67%).
Pada penelitian sebelumnya oleh Syahrini, dkk (2012) terdapat
hubungan antara obesitas dengan hipertensi primer pada pasien di Puskesmas
Tlogosari Kulon Kota Semarang dengan (p=0,003). Pada penelitian
sebelumnya juga yang telah dilakukan oleh Kamil, dkk (2012) bahwa terdpat
hubungan antara kategori-kategori dari faktor-faktor terhadap status
hipertensi pada pasien laki-laki di RSUD Abdoe Rahem Situbondo Jawa
Timur yang mengalami obesitas dan memiliki keturunan hipertensi lebih
cenderung terkena hipertensi tahap II.

36
5.1.2 Gambaran Merokok

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan


sebaran data perokok pada pasien hipertensi di wilayah kerja
Puskesmas Katobu Periode Desember 2018-Februari 2019 yang
disajikan dalam bentuk tabel 5.2 berikut ini.
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Merokok Pada Pasien Hipertensi di
wilayah kerja Puskesmas Katobu Periode Desember 2018-
Februari 2019

Merokok N %

Ya 3 5

Tidak 57 95

Berdasarkan hasil analisa data merokok didapatkan bahwa


penderita hipertensi dengan merokok sejumlah 3 (5%) dan penderita
hipertensi yang tidak merokok sejumlah 57 (95%).
Menurut teori Black & Hawks (2005) yang menyatakan
bahwa kandungan dalam rokok terdapat nikotin yang dapat
menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan menyebabkan
vasokontriksi perifer yang akan meningkatkan tekanan darah perifer
pada jangka waktu yang pendek, selama dan setelah merokok.
Hasil penilitian Moreira dkk di Brazil (2013) menunjukan
bahwa seseorang yang merokok memiliki risiko 1,20 kali untuk terkena
hipertensi dibandingkan dengan seseorang yang tidak merokok.
Dari hasil penelitian ini ada sedikit perbedaan yaitu
penderita hipertensi pada penelitian ini sebagian besar tidak
merokok, tetapi untuk faktor Merokok beresiko terhadap kejadian
hipertensi. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sebagian besar
subjek penelitian yang saat ini adalah perempuan (70%) yang bukan

37
perokok sedangkan responden laki-laki yang merokok hanya sedikit
yaitu sebesar (30%).

5.1.3 Gambaran Makan Sayur dan Buah

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran


data konsumsi Makanan sayur dan buah pada pasien hipertensi di
wilayah kerja Puskesmas Katobu Periode Desember 2018-Februari
2019 yang disajikan dalam bentuk tabel 5.3 berikut ini.
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Konsumsi Makanan Sayur dan Buah
Pada Pasien Hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Katobu
Periode Desember 2018-Februari 2019

Makan sayur & buah N %

Ya 32 53.33

Tidak 28 46.67

Berdasarkan hasil analisa data yang mengonsumsi sayur dan buah


didapatkan bahwa pasien hipertensi yang mengonsumsi cukup sayur dan buah
32 (53.33%) sebanyak sedangkan pasien hipertensi yang kurang mengonsumsi
sejumlah 28 (46.67%).
Penelitian ini ada kesenjangan antara teori dengan hasil uji statistik.
Dimana menurut teori sesuai hasil penelitian sebelumnya hasil penelitian dari
Rosihan anwar (2014) menunjukan makan yang kurang sayur dan buah
merupakan faktor risiko terhadap kejadian hipertensi. Pada analisis multivariat,
faktor yang paling tinggi pengaruhnya terhadap kejadian hipertensi adalah
konsumsi konsumsi susu yang kurang (OR=7,01) dan konsumsi buah dan sayur
yang cukup (6,41). Sedangkan dalam penelitian ini didapatkan bahwa hasil uji
statistiknya penderita hipertensi dengan makan cukup sayur dan buah , hal ini
dimungkinkan karena adanya faktor lain yang mempengaruhi kejadian hipertensi

38
5.1.4 Gambaran Aktifitas Fisik

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data


Aktifitas Fisik pada pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Katobu
Periode Desember 2018-Februari 2019 yang disajikan dalam bentuk tabel 5.4
berikut ini.
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Aktifitas fisik Pada Pasien Hipertensi
di wilayah kerja Puskesmas Katobu Periode Desember
2018-Februari 2019

Aktivitas
Fisik N %

Ya 28 46.67

Tidak 32 51.67

Berdasarkan hasil analisa data yang melakukan aktivitas


fisik didapatkan bahwa pasien hipertensi yang melakukan cukup
aktivitas fisik 28 (46.67%) sebanyak sedangkan pasien hipertensi
yang kurang aktivitas fisik sejumlah 32 (51.67%).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
Dalimartha, dkk (2005) yang menyatakan bahwa ada hubungan
antara aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi, dan individu yang
kurang aktif mempunyai resik menderita hipertensi sebesar 30-
50%. Hasil penilitan ini jg sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Laelasari (2015) bahwa terdapat hubungan antara
factor usia dengan aktifitas fisik lansia.

39
5.1.5 Gambaran Kosumsi Alkohol

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan


sebaran data mengonsumsi alkohol pada pasien hipertensi di
wilayah kerja Puskesmas Katobu Periode Desember 2018-
Februari 2019 yang disajikan dalam bentuk tabel 5.5 berikut ini.
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Kosumsi Alkohol Pada Pasien
Hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Katobu Periode
Desember 2018-Februari 2019

Alkohol N %

Ya 3 5

Tidak 57 95

Berdasarkan hasil analisa data mengonsumsi didapatkan bahwa


pasien hipertensi yang mengonsumsi alkohol yaitu sejumlah 3 (5 %)
sedangkan pasien hipertensi yang tidak mengonsumsi alkohol yait sejumlah
57 (95%).
Dari hasil penelitian Elvivni dkk (2016) menunjukan adanya
hubungan antara konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi,
Peningkatan konsumsi alkohol dalam jangka waktu yang lama akan
berpengaruh pada peningkatan kadar kortisol dalam darah sehingga
aktivitas rennin-angiotensin aldosteron system (RAAS) akan meningkat
yaitu sistem hormon yang mengatur keseimbangan tekanan darah dan cairan
dalam tubuh. Selain itu, jika seseorang yang mengkonsumsi alkohol maka
volume sel darah merah di dalam tubuhnya akan meningkat. Hal ini akan
meningkatkan viskositas darah yang dapat meningkatkan tekanan darah.
faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi yaitu status
gizi, riwayat keluarga, merokok, stres, dan konsumsi alkohol.

40
Penelitian ini didukung jg dengan penelitian yang dilakukan oleh Komalig,
dkk (2013) mengenai hubungan mengonsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi
pada laki-laki di desa tompasobaru II kecamatan tompasobaru kabupaten minahasa
selatan pada 368 responden dimana hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara mengkonsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi.
Dari hasil penelitian ini ada sedikit perbedaan yaitu penderita
hipertensi pada penelitian ini sebagian besar tidak minum alkohol, tetapi
untuk faktor konsumsi alkohol beresiko terhadap kejadian hipertensi. Hal
ini kemungkinan disebabkan karena sebagian besar subjek penelitian yang
saat ini adalah perempuan (70%) yang mengonsumsi alkohol sedangkan
responden laki-laki yang mengonsumsi alkohol hanya sedikit yaitu sebesar
(30%).

41
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Gambara faktor resiko kebiasaan Obesitas pada pasien hipertensi
diwilayah kerja Puskesmas Katobu Periode Desember 2018-
Februari 2019 sebesar 32 (53.33%)
2. Gambaran faktor resiko kebiasaan merokok pada pasien hipertensi
diwilayah kerja Puskesmas Katobu Periode Desember 2018-
Februari 2019 sebesar 3 (5%).
3. Mengetahui faktor resiko gambaran makan sayur dan buah pada
pasien pada pasien hipertensi diwilayah kerja Puskesmas Katobu
Periode Desember 2018-Februari 2019 sebesar 32 (53.3%).
4. Gambaran yang melakukan aktivitas fisik pada penederita
hipertensi diwilayah kerja Puskesmas Katobu Periode Desember
2018-Februari 2019 adalah lebih dominan pada pasien yang jarang
melakukan aktivitas fisik sebesar 31 (51,67%).
5. Gambaran faktor resiko konsumsi alcohol pada pasien hipertensi
diwilayah kerja Puskesmas Katobu Periode Desember 2018-
Februari 2019 sebesar 3 (5%).

6.2 Saran

1, Kepada Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Muna


- Melakukan deteksi dini terhadap penyakit hipertensi dan faktor
resikonya serta pencatatan dan pelaporan.
- Meningkatkan fasilitas program Posbindu (pos pembinaan
terpadu) yang telah tersedia untuk para lansia sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai tempat melakukan cek kesehatan secara
rutin maupun penyuluhan-penyuluhan pelayanan kesehatan.

42
- Meningkatkan upaya kuratif untuk kelompok yang beresiko
tinggi terhadap hipertensi, terutama pada mereka yang kurang
mampu dengan tujuan mencegah terjadinya komplikasi dari
hipertensi itu sendiri.

2. Kepada Pihak Puskesmas Katobu


- Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan terutama terhadap
penderita hipertensi
- Meningkatkan upaya pelayanan kesehatan yang lebih utama
adalah upaya preventif untuk mengendalikan faktor resiko
hipertensi
- Meningkatkan upaya kuratif untuk kelompok yang beresiko
tinggi terhadap hipertensi

3. Kepada Masyarakat penderita hipertensi wilayah kerja Puskesmas


Katobu
- Meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan diri terhadap
penyakit hipertensi dan faktor resikonya dengan memeriksakan
tekanan darah secara berkala dan mengubah pola hidup sehat
seperti berolahrga rutin, konsumsi makanan buah dan sayur serta
mebatasi penggunaan garam, mengontrol pola makan dan
mengurangi stres.
- Meningkatkan motivasi untuk melakukan pengobatan rutin saat
obat sudah habis

43
DAFTAR PUSTAKA

1. U.S Department of Health and Human Services. Reference card from The
Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation. And Treatment of High Blood Pressure. USA: U.S Department of
Health and Human Services; 2004.
2. World Health Organization. Raised Blood Pressure. [Diunduh dari
:http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/blood_pressure_prevalence_text/en/
]
3. Sarwanto, Wilujeng LK, Rukmini. Prevalensi Penyakit Hipertensi Penduduk di
Indonesia dan Faktor yang Berisiko. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan.
2009; vol 12; 154-162.
4. Krishnan A, Garg R, Kahandaliyanage A. Hypertension in the South-East Asia
Region: an Overview. Regional Health Forum. 2013; 17 (1); 7-14.
5. Indonesian Society of Hypertension. Konas InaSH 1. [Diunduh dari :
http://www.inash.or.id/news_detail.html?id=34; 2007.]
6. Anggraini, dkk. 2009. Fakotr-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Hipertensi Pada Pasien yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas
Bangkinang Periode Januari Sampai Juni 2008
7. Price, Sylvia Anderson & Wilson, Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis
proses-proses penyakit. Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC; 2006.
8. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia; 2008.
9. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) 2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2010.
10. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) 2013. Jakarta; Kementerian Kesehatan RI; 2013.
11. U.S. Department of Health and Human Services. The Seventh Report of the
Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation. And Treatment
of High Blood Pressure. USA: U.S. Department of Health and Human Services;
2004.

44
12. Sudoyo, Aru, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2007.
13. Sagala. Hipertensi; 2010. [Diunduh dari :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17124/ 4/Chapter%20II.pdf]
14. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 2007.
15. Sihombing M. Hubungan Perilaku Merokok, Konsumsi Makanan/Minuman,
dan Aktivitas Fisik dengan Penyakit Hipertensi pada Responden Obes Usia
Dewasa di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia. 2010; 60(9); 406-12.
16. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Jakarta. Survei Kesehatan
Nasional (SURKESNAS) 2004: SKRT 2004-volume 2: Status Kesehatan
Masyarakat Indonesia. Jakarta: Badan Litbangkes; 2005.
17. American Heart Association. Stress and Hypertension. USA: American Heart
Asociation; 2014.
18. Alwi H. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka; 2003.
19. Almatsier S. Penuntun Diet. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum; 2006.
20. ugiharto A. Faktor-faktor risiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat (Studi
Kasus di Kabupaten Karanganyar). Tesis Program Studi Magister Epidemiologi
Program Studi Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang : Tesis; 2007.
21. Amir IR. Hubungan Gaya Hidup dengan Indeks Massa Tubuh orang Dewasa di
Kotamadya Bandung Tahun 1996. Tesis Program Studi Magister Kesehatan
Masyarakat Uniersitas Indonesia. Depok : Tesis; 1997.
22. Medscape Medical Student. Alcohol Consumption and Hypertension.
Medscape. [Diunduh dari : www.medscape.com/viewarticle/403751_4].
23. Black, J.M & Hawks, J.H. 2005. Medical surgical nursing: clinical magament
for positive outcomes. 7th Edition. St. Louis: Elsevier Saunders
24. Adediran, O. et.al. 2009. “Relationship Between BMI Ana Blood Pressure and Rural
Nigerian dwellers”. Internet Journal of Nutrition and Wellness Vol.7 No.1.
25. Triyanto, E. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi
Secara Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu.
26. Syahrini Erlyana Nur Susanto, Henry Setyawan Susanto, Ari Udiyono. 2012.
Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Primer Di Puskesmas Tlogosari Kota Semarang.
(online). Jurnal Kesehatan Masyarakat, Volume 1, Nomor 2,Tahun 2012, Halaman

45
315-325. http://ejournals1.undip.ac.id/inex.php/jkm . diakses pada tanggal 5 Maret
2019.
27. Moreira JP, dkk. 2013. Prevalence of self Reported Systematic Arterial
Hypertension in Urban and Rural Environments in Brazil : A Population-Based
Study.
28. Anwar Rosihan, Konsumsi Buah dan sayur serta konsumsi susu sebagai faktor
resiko terjadinya hipertensi di puskesmas s.parman kota Banjarmasin. Jurnal
Skala Kesehatan Volume 5 No. 1 (2014).
29. Laelasari. 2015. Faktor-faktor yang berhubungan dengan aktifitas fisik lansia di
posbindu anggrek wilayah kerja puskesmas Sindangjaya Kota Bandung. Skripsi.
https://www.scribd.com/doc/280038087 /jurnal. di akses 5 Maret 2019. 14.22
30. Elvivin, Lestari, H., dan Ibrahim, K. Analisis faktor resiko kebiasaan
mengkonsumsi garam, alkohol, kebiasaan merokok dan minum kopi terhadap
kejadian hipertensi pada nelayan suku bajo di Pulau Tasipi kabupaten Muna
Barat tahun 2015. Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat. 2016; 1(3):1-12.

46

Anda mungkin juga menyukai