Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang
ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil
pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik
akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.
Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan
berakhir padaanggota gerak. Setelah pemeriksaanorganutama diperiksa dengan
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Beberapa tes khusus mungkin diperlukan
seperti testneurologi.Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri dari penilaian
kondisi pasien secara umum dan sistemorgan yang spesifik. Dalam prakteknya,tanda
vital atau pemeriksaan suhu, denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.
Cara pemeriksaan :
1) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri
2) Bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka (diupayakan pasien membuka
sendiri pakaiannya. Sebaiknya pakaian tidak dibuka sekaligus, namun
dibuka seperlunya untuk pemeriksaan sedangkan bagian lain ditutupi
selimut).
3) Bandingkan bagian tubuh yang berlawanan (kesimetrisan) dan
abnormalitas. Contoh : mata kuning (ikterus), terdapat struma di leher, kulit
kebiruan (sianosis), dan lain-lain.
4) Catat hasilnya.
1
2. Palpasi
Merupakan metode pemeriksaan pasien dengan menggunakan sense of
touch,Palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan
dan penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari atau tangan. Tangan dan jari-
jari adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk mengumpulkan data,
misalnya metode palpasi ini dapat digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh
(temperatur), adanya getaran, pergerakan, bentuk, kosistensi dan ukuran.
Rasa nyeri tekan dan kelainan dari jaringan/organ tubuh. Teknik palpasi dibagi
menjadi dua:
o Palpasi ringan
Caranya : ujung-ujung jari pada satu/dua tangan digunakan secara simultan.
Tangan diletakkan pada area yang dipalpasi, jari-jari ditekan kebawah
perlahan-lahan sampai ada hasil.
o Palpasi dalam (bimanual)
Caranya : untuk merasakan isi abdomen, dilakukan dua tangan. Satu tangan
untuk merasakan bagian yang dipalpasi, tangan lainnya untuk menekan ke
bawah. Dengan Posisi rileks, jari-jari tangan kedua diletakkan melekat pada
jari2 pertama.
Cara pemeriksaan :
1) Posisi pasien bisa tidur, duduk atau berdiri
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman
3) Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering
4) Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
5) Lakukan Palpasi dengan sentuhan perlahan-lahan dengan tekanan ringan
6) Palpasi daerah yang dicurigai, adanya nyeri tekan menandakan kelainan .
7) Lakukan Palpasi secara hati-hati apabila diduga adanya fraktur tulang.
8) Hindari tekanan yang berlebihan pada pembuluh darah.
9) Rasakan dengan seksama kelainan organ/jaringan, adanya nodul, tumor
bergerak/tidak dengan konsistensi padat/kenyal, bersifat kasar/lembut,
ukurannya dan ada/tidaknya getaran/ trill, serta rasa nyeri raba / tekan
10) Catatlah hasil pemeriksaan yang didapat
3. Perkusi
2
kulit. Sifat gelombang suara yaitu semakin banyak jaringan, semakin lemah
hantarannya dan udara/ gas paling resonan.
a. Cara pemeriksaan :
1) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian yang akan
diperiksa
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilex
3) Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot
4) Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering
5) Lakukan perkusi secara seksama dan sistimatis yaitu dengan :
a) Metode langsung yaitu mengentokan jari tangan langsung dengan
menggunakan 1 atau 2 ujung jari.
b) Metode tidak langsung dengan cara sebagai berikut : Jari tengah tangan
kiri di letakkan dengan lembut di atas permukaan tubuH, Ujung jari tengah
dari tangan kanan, untuk mengetuk persendiaN, Pukulan harus cepat dengan
lengan tidak bergerak dan pergelangan tangan rilek, Berikan tenaga pukulan
yang sama pada setiap area tubuh.
6) Bandingkan atau perhatikan bunyi yang dihasilkan oleh perkusi.
a) Bunyi timpani mempunyai intensitas keras, nada tinggi, waktu agak lama
dan kualitas seperti drum (lambung).
b) Bunyi resonan mempunyai intensitas menengah, nada rendah, waktu lama,
kualitas bergema (paru normal).
c) Bunyi hipersonar mempunyai intensitas amat keras, waktu lebih lama,
kualitas ledakan (empisema paru).
d) Bunyi pekak mempunyai intensitas lembut sampai menengah, nada tinggi,
waktu agak lama kualitas seperti petir (hati).
4. Auskultasi
Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang
dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop.
Hal-hal yang didengarkan adalah: bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.
Penilaian pemeriksaan auskultasi meliputi :
1) Frekuensi yaitu menghitung jumlah getaran permenit.
2) Durasi yaitu lama bunyi yang terdengar.
3) Intensitas bunyi yaitu ukuran kuat/ lemahnya suara
4) Kualitas yaitu warna nada/ variasi suara.
3
Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun saat
ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk. Misalnya pada edema
paru.
Wheezing : bunyi yang terdengar ngiii.k. bisa dijumpai pada fase inspirasi
maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.
Pleura Friction Rub ; bunyi yang terdengar kering seperti suara gosokan
amplas pada kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan pleura.
Cara pemeriksaan :
1) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian yang diperiksa
dan bagiaN tubuh yang diperiksa harus terbuka
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman
3) Pastikan stetoskop sudah terpasang baik dan tidak bocor antara bagian kepala,
selang dan telinga
4) Pasanglah ujung steoskop bagian telinga ke lubang telinga pemeriksa sesuai
arah
5) Hangatkan dulu kepala stetoskop dengan cara menempelkan pada telapak
tangan pemeriksa
6) Tempelkan kepala stetoskop pada bagian tubuh pasien yang akan diperiksa
7) Pergunakanlah bel stetoskop untuk mendengarkan bunyi bernada rendah pada
tekanan ringan yaitu pada bunyi jantung dan vaskuler dan gunakan diafragma
untuk bunyi bernada tinggi seperti bunyi usus dan paru
KEADAAN UMUM
Pemeriksaan ini untuk mengetahui keadaan umum kesehatan pasien. Jika
pasien dalam keadaannormal, maka akan ditemukan bahwa pasien kooperatif,
gerakannya terarah, dan hanya merasa sedikittegang atau cemas.Sebaliknya jika
pasien kritis atau memburuk mungkin ditemukan kondisi yang tidak kooperatif,
bingung, gerakan tidak terarah, gemetar dan merasa sangat cemas atau bahkan
agitatif. Pada saat pemeriksaan ini akan didapatkan kesan umum mengenai keadaan
pasien.
JACCOL, sebuah jembatan keledai, untuk tanda kekuningan (Jaudience),
kemungkinan tanda pucat pada kulit ataukonjungtiva (Anemia), tanda kebiruan pada
bibir atau anggota gerak (Cyanosis),kelainan bentuk pada kuku jari (Clubbing
fingers), pembengkakan (Oedema atau Edema), dan, pemeriksaan pada nodus
limfatikus (Lymph nodes) pada leher, ketiak ,dan lipatan paha.
4
Yang dinilai pada keadaan umum adalah :
Apakah pasien tampak sakit ringan, sedang, atau berat, sesuai dengan jenis
penyakit atau stadium dari penyakit.
Tampak sakit berat, bila penderita sesak napas hebat, koma, kejang dan
shock
Tampak sakit sedang, penderita tampak lemah, dapat duduk
Tampak sakit ringan, penderita dapat berjalan-jalan
Tampak tidak sakit
2. Status gizi
5
Tabel 1. Tabel Status Gizi
6
tersebut perlu dilakukan oleh setiap orang secara berkesinambungan. Berikut akan
dijelaskan mengenai tanda dan gejala kecukupan nutrisi.
3. Tingkat kesadaran
Penyakit dapat mengubah tingkat kesadaran ke dua arah, yaitu meningkatkan
atau menurunkan kesadaran. Sedangkan keadaan dimana pasien dalam kesadaran
baik disebut compos mentis. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal,
sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya.. Salah satu contoh penyakit yang meningkatkan kesadaranyaitu
hipertiroidisme, dimana pasien mengalami hyperalertness sehingga sulituntuk
tidur.
Somnolen
Keadaan mengantuk. Kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang.
Penderitamudah dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal, dan
menangkis rangsangnyeri.
Sopor
Kantuk yang dalam. Penderita masih dapat dibangunkan dengan rangsang
kuat,namun kesadarannya menurun lagi. Dengan rangsang nyeri tidak
dapatdibangunkan sempurna. Tidak dapat diperoleh jawaban verbal. Gerakan
menangkis nyeri masih baik.
Koma ringan
Pada keadaan ini, tidak terdapat respon pada rangsang verbal. Reflex (kornea,
pupil) masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai respon terhadap rangsang
nyeri.Penderita sama sekali tidak dapat dibangunkan
Koma (dalam atau komplit)
Tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama sekali terhadap
rangsangnyeri bagaimanapun kuatnya.
Delirium
Penurunan kesadaran disertai dengan peningkatan abnormal dari aktivitas
psikomotor dan siklus tidur-bangun yang terganggu. Pasien tampak gaduh-
gelisah kacau, disorientasi, berteriak, motoriknya meningkat. Penyebabnya
beragam, antara lain kurang tidur oleh berbagai obat dan gangguan
metabolictoksik.
Apatis
Pasien terlihat tidak peduli dengan keadaan / lingkungan sekitar.
7
untuk memeriksa status neurologis khususnya di kasus trauma seperti cedera
kepala.Pemeriksaan ini dapat untuk menentukan tingkat keparahan cedera otak yang
terjadi.
A.EYE RESPONSE
1. Spontan (4)
2. Terhadap suara : Meminta klien membuka mata (3)
3. Terhadap rangsang nyeri : tekan pada saraf supraorbital 2 atau kuku jari (2)
4. Tidak ada reaksi : dengan rangsang nyeri klien 1 tidak membuka mata (1)
B. VERBAL RESPONSE
1. Berorientasi baik. Menanyakan diamana ia berada, tahu waktu, hari, bulan (5)
2. Bingung (confused). Menanyakan dimana ia berada, 4 kapan opname di
Rumah sakit (dapat mengucapkan kalimat, namun ada disorientasi waktu dan
tempat) (4)
3. Tidak tepat. Dapat mengucapkan kata-kata, namun Tidak berupa kalimat dan
tidak tepat. (3)
4. Mengerang (mengeluarkan suara yang tidak punya arti), tidak mengucapkan
kata, hanya suara mengerang. (2)
5. Tidak ada jawaban (suara tidak ada) (1)
C. MOTORIK RESPONSE
1. Menurut perintah . Misalnya, menyuruh klien mengangkat tangan. (6)
2. Mengetahui lokasi nyeri. Berikan rangsang nyeri dengan menekan jari pada
supra Orbita.Bila klien mengangkat tangan sampai melewati dagu untuk
menepis rangsang nyeri tersebut berarti dapat mengetahui lokasi nyeri (5)
3. Reaksi menghindar .Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak (4)
4. Reaksi fleksi (dekortikasi) .Berikan rangsang nyeri misal menekan dengan
objek seperti ballpoint pada jari kuku . Bila terdapat reaksi fleksi berarti ingin
menjauhi rangsang nyeri. (3)
5. Extensi spontan (decerebrasi).Memberikan rangsang nyeri yang cukup
adekuat Terjadi ekstensi pada siku. (2)
6. Tidak ada gerakan/reaksi 1 Rangsang yang diberikan harus cukup adekuat (1)
8
Selanjutnya bila ditemukan efloresensi padakulit, tentukan juga lokasi, bentuk, dan
ukuran dari efloresensi tersebut.
5. Habitus/postur tubuh
Postur seseorang dapat merupakan faktor predisposisi timbulnya suatu
penyakit. Diabetesmellitus tipe II lebih sering menyerang orang dengan postur
yang gemuk, sedangkan Tb lebih banyak mengenai seseorang dengan tubuh tinggi
dan kurus. Secara umum postur seseorangdapat dibagi menjadi astenikus (kurus),
atletikus (proporsional), dan piknikus (gemuk)
6. Umur pasien
Umur pasien ditaksir pemeriksaLebih tua dari umur yang sebenarnya terdapat
pada penyakit kronik atau karena Alzheimer.Lebih muda dari umur sebenarnya
terdapat pada skizofrenia hebrephrenic dan pada orang-orang yang kesehatan fisik
maupun mentalnya sangat baik
7. Cara berjalan
Melalui cara berjalan seseorang, kita sudah dapat mulai menentukan
penyakit,dikarenakan banyak penyakit yang mempengaruhi cara berjalan baik
secaralangsung atau tidak langsung.-Kelainan dalam cara berjalan antara lain :
Circumdiction gait
Festinating gait : pada pasien dengan parkinsonisme. Langkah kecil,cepat, dan
tidak dapat berhenti secara perlahan.
Spastic gait : pada lesi upper motor neuron. Kedua tungkai kaku,seperti orang
yang baru belajar berjalan.
Ataxic gait : pada lesi serebellum. Jalan seperti orang yang mabuk.
Waddling gait : pada dislokasi panggul congenital. Cara berjalan seperti
bebek.
Laboured gait : pada orang dengan myasthenia gravis.
Bizarre gait : pada orang dengan hysteria. Jalan dengan susah payah.
8. Cara berbaring/duduk
Cara berbaring aktif-Pada orang sehat atau sakit ringan
Cara berbaring pasif-Pada orang lumpuh
Cara berbaring terpaksa-Pasien terpaksa memilih posisi tertentu karena untuk
mengurangi rasa sakit bila dengan posisi yang lain. Contohnya antara lain
emphrosthotonus (duduk melengkung ke depan, pada perikarditis),
pleurothotonus (duduk melengkung kearah yang sakit, pada
pleuritis),oposthotonus (berbaring melengkung seperti busur panah, pada
tetanus).
9
9. Cara berbicara dan suara
11. Penampilan
Dinilai bagaimana cara pasien berpakaian, kombinasi warna pakaian,
kerapihan dan hygiene. Ini dapat mencerminkan latar belakang , tingkat sosial
ekonomi dan lingkungan pasien berasal.
TANDA-TANDA VITAL
Tanda vital merupakan parameter tubuh yang terdiri dari tekanan darah,
denyut nadi, laju pernafasan, dan suhu tubuh. Disebut tanda vital karena penting
untuk menilai fungsi fisiologis organ vital tubuh.
1. Tekanan Darah
10
Parameter yang diukur pada pemeriksaan tekanan darah yaitu tekanan
maksimal pada dinding arteri selama kontraksi ventrikel kiri, tekanan diastolik yaitu
tekanan minimal selama relaksasi, dan tekanan nadi yaitu selisih antara tekanan
sistolik dan diastolik (penting untuk menilai derajat syok).
Komponen suara jantung disebut suara korotkoff yang berasal dari suara
vibrasi saat manset dikempiskan. Suara korotkoff sendiri terbagi menjadi 5 fase yaitu
1. Fase I : Saat bunyi terdengar, dimana 2 suara terdengar pada waktu bersamaan,
disebut sebagai tekanan sistolik.
2. Fase II : Bunyi berdesir akibat aliran darah meningkat, intensitas lebih tinggi dari
fase I.
3. Fase III : Bunyi ketukan konstan tapi suara berdesir hilang, lebih lemah dari fase I.
4. Fase IV : Ditandai bunyi yang tiba-tiba meredup/melemah dan meniup.
5. Fase V : Bunyi tidak terdengar sama sekali,disebut sebagai tekanan diastolik.
11
16. Melanjutkan penurunan tekanan manset sampai suara bising yang terakhir
sehingga setelah itu tidak terdengar bising lagi / sebagai tekanan diastolik
17. .Dapat melaporkan hasil tekanan sistolik dan diastolik
18. Melepas manset dan mengembalikannya
19. Alat tensimeter/pengukur tekanan darah disimpan selalu dalam keadaan air
raksa tertutu
2. Pemeriksaan Nadi
Denyut nadi merupakan denyutan atau dorongan yang dirasakan dari proses
pemompaan jantung. Setiap kali bilik kiri jantung menegang untuk menyemprotkan
darah ke aorta yang sudah penuh, maka dinding arteria dalam sistem peredaran darah
12
mengembang atau mengembung untuk mengimbnagi bertambahnya tekanan.
Mengembangnya aorta menghasilkan gelombang di dinding aorta yang akan
menimbulkan dorongan atau denyutan.
Kualitas Nadi
13
Keadaan-keadaan lain
Pulsus paradoksus, yaitu denyut nadi yang menjadi semakin lemah selama
inspirasi bahkan menghilang sama sekali pada bagian akhir inspirasi untuk
timbul kembali
pada saat ekspirasidijumpai pd perikarditis
Pulsus alternans, nadi yang mempunyai denyut yang kuat dan lemah berganti-
ganti. dijumpai pd payah jantung
Pulsus deficit, perbedaan denyut jantung dari denyut nandi dan biasanya
frekuensi nadi lebih rendah dijumpai pd atrium fibrilasi
Pulsus bigeminus Pada gangguan hantaran jantung dapat terjadi keadaan
dimana tiap-tiap dua denyut jantung dipisahkan oleh waktu yang lama, karena
satu diantara tiap-tiap dua denyut menghilang. - dijumpai pd peny.jantung
koroner, payah jantung
3. Nadi
a. Frekwensi Pernapasan
b. Sifat Pernapasan
- Torakal
- Abdominal
- Torako-abdominal
c. Irama Pernapasan
Pernapasan normal, dilakukan secara teratur dengan fase inspirasi ekspirasi yang
teratur bergantian
14
Stridor
Suara serak (hoarseness)
4. SUHU
Suhu tubuh mencerminkan keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran
panas. Pusat pengaturan suhu terdapat di hipotalamus yang menentukan suhu tertentu
dan bila suhu tubuh melebihi suhu yang ditentukan hipotalamus tersebut, maka
pengeluaran panas meningkat dan sebaliknya bila suhu tubuh lebih rendah. Suhu
tubuh dipengaruhi oleh irama sirkadian, usia, jenis kelamin, stres, suhu lingkungan
hormon, dan olahraga. Suhu normal berkisar antara 36,5C 37,5C. Lokasi
pengukuran suhu adalah oral (dibawah lidah), aksila, dan rektal. Pada pemeriksaan
suhu per rektal tingkat kesalahan lebih kecil daripada oral atau aksila. Peninggian
semua terjadi setelah 15 menit, saat beraktivitas, merokok, dan minum minuman
hangat, sedangkan pembacaan semu rendah terjadi bila pasien bernafas melalui mulut
dan minum minuman dingin.
KEPALA
1. Atur pasien dalam posisi duduk atau berdiri bergantung pada kondisi pasien
dan jenis pengkajian yang akan dilakukan)
2. Bila pasien memakai kaacamata, anjurkan untuk melepasnya
15
3. Lakukan inspeksi yaitu dengan memperhatikan kesimetrisan wajah, tengkorak,
warna dan distribusi rambut, serta kulit kepala. Wajah normalnya simetris
antara kanan dan kiri. Ketidaksimetrisan wajah dapat menjadi suatu petunjuk
adanya kelumpuhan / paresis saraf ketujuh, bentuk tengkorak yang normal
adalah simetris antara bagian frontal menghadap kedepan dan bagian parietal
menghadapa kebelakang.
4. Lanjutkan pemeriksaan dengan palpasi untuk mengetahui keadaan rambut,
massa, pembengkakan, nyeri tekan, keadaan tengkorak dan kulit kepala. Palpasi
tulang tengkorang pada bayi juga dilakukan dengan tujuan mengetahui ukuran
fontanel
16
8. Lakukan penarikan ringan pada rambut, kerontokan rambut dapat terjadi akibat
penyakit kulit kepala, gangguan fungsi tubuh seperti demam, pemberian anastesi
atau menerima pengobatan kemoterapi, dll.
MATA
- Teknik memeriksa sklera dengan dua jari menarik palpebrae, pasien melihat
ke bawah.
17
o Tekan dan tariklah ujung ibu jari kearah inferior
o Evaluasi warna konjungtiva, Normal warna konjungtiva kemerahan,
bila warna kepucatan kemungkinan menderita anemia
o Untuk melihat lebih lama, tempatkan kapas lidi seperti Q-tip rapat-
rapat pada kelopak mata, kemudian dengan tajam memegang bulu
mata dan selagi meminta pasien untuk melihat sejauh mungkin, tekuk
bagian kelopak mata melewati Q-tip seperti yang diperlihatkan.
18
4. Minta penderita untuk melihat ke depan dengan rileks tanpa melirik atau
mengerutkan kelopak mata
5. Minta penderita untuk menyebut huruf, angka atau simbol yang ditunjuk
6. Tunjuk huruf, angka atau simbol pada optotip Snellen dari atas ke bawah.
7. Tentukan visus penderita sesuai dengan hasil pemeriksaan
8. Bila visus penderita tidak optimal, dilakukan koreksi dengan lensa coba
sampai didapatkan visus yang maksimal. Besarnya lensa coba yang digunakan
menunjukkan besarnya kelainan refraksi
19
8. Prosedur yang sama dilakukan pula pada mata kiri
Gambar 5 & 6. Melakukan pemeriksaan tekanan bola mata dengan cara indentasi
menggunakan tonometer schiotz
20
E. MELAKUKAN PEMERIKSAAN SEGMEN POSTERIOR
21
F. MELAKUKAN PEMERIKSAAN PERGERAKAN BOLA MATA
22
5. Mintalah penderita agar memberi respons bila melihat objek yang digerakkan
pemeriksa di mana mata tetap terfiksasi dengan mata pemeriksa.
6. Gerakkan obyek dari perifer ke tengah dari arah superior, superior temporal,
temporal, temporal inferior, inferior, inferior nasal, nasal, nasal superior.
7. Catatlah hasil pemeriksaan dalam status penderita
23
-
INSPEKSI
PALPASI
24
Pemeriksaan rongga hidung dilakukan melalui lubang hidung yang disebut
dengan Rhinoskopi anterior dan yang melalui rongga mulut dengan menggunakan
cermin nasofaring yang disebut dengan Rhinoskopi posterior
Rhinoskopi anterior
Amati struktur yang terdapat di dalam rongga hidung mulai dari dasar rongga
hidung, konka-konka, meatus dan septum nasi. Perhatikan warna dan permukaan
mukosa rongga hidung, ada tidaknya massa , benda asing dan secret. Struktur yang
terlihat pertama kali adalah konka inferior . Bila ingin melihat konka medius dan
superior pasien diminta untuk tengadahkan kepala.
Pada pemeriksaan RA dapat pula dinilai Fenomena Palatum Molle yaitu
pergerakan palatum molle pada saat pasien diminta untuk mengucapkan huruf i .
Pada waktu melakukan penilaian fenomena palatum molle usahakan agar arah
pandang mata sejajar dengan dasar rongga hidung bagian belakang. Pandangan mata
tertuju pada daerah nasofaring sambil mengamati turun naiknya palatum molle pada
saat pasien mengucapkan huruf i . Fenomena Palatum Molle akan negatif bila
terdapat massa di dalam rongga nasofaring yang menghalangi pergerakan palatum
molle, atau terdapat kelumpuhan otot-otot levator dan tensor velli palatini.
Bila rongga hidung sulit diamati oleh adanya edema mukosa dapat digunakan
tampon kapas efedrin yang dicampur dengan lidokain yang dimasukkan ke dalam
rongga hidung untuk mengurangi edema mukosa.
25
Gambar 2. Cara melakukan rhinoskopi anterior
Rhinoskopi posterior
Pasien diminta untuk membuka mulut tanpa mengeluarkan lidah, 1/3 dorsal
lidah ditekan dengan menggunakan spatel lidah. Jangan melakukan penekan yang
terlalu keras pada lidah atau memasukkan spatel terlalu jauh hingga mengenai dinding
faring oleh karena hal ini dapat merangsang refleks muntah.
Cermin nasofaring yang sebelumnya telah dilidah apikan, dimasukkan ke
belakang rongga mulut dengan permukaan cermin menghadap ke atas. Diusahakan
agar cermin tidak menyentung dinding dorsal faring.. Perhatikan struktur rongga
nasofaring yang terlihat pada cermin.
Amati septum nasi bagian belakang, ujung belakang konka inferior, medius
dan superior, adenoid (pada anak), ada tidak secret yang mengalir melalui meatus.
Perhatikan pula struktur lateral rongga nasofaring : ostium tuba, torus tubarius, fossa
Rossenmulleri
Selama melakukan pemeriksaan pasien diminta tenang dan tetap bernapas
melalui hidung. Pada penderita yang sangat sensitif, dapat disemprotkan anestesi
lokal ke daerah faring sebelum dilakukan pemeriksaan.
26
Gambar 3. Cara melakukan rhinoskopi posterior
Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk pada gigi bagian atas menunjukkan
adanya Sinusitis maksilaris. Nyeri tekan pada medial atap orbita menunjukkan adanya
Sinusitis frontalis. Nyeri tekan di daerah kantusmedius menunjukkan adanya
kemungkinan sinusitis etmoidalis.
27
maksilaris. Sebuah lampu senter yang terang sudah mencukupi. Sinus normal yang
berisi udara akan terang secara simetris. Jika suatu sinus mengandung pus, sekret atau
darah, ia akan terlihat lebih gelap dari pasangannya. Demikan pula, tekankan lampu
senter kecil (penlight) yang terang di bawah daerah orbita superior untuk
transluminasi sinus frontalis.
TELINGA
Inspeksi
Palpasi
Tampak menekan dengan jari telunjuk tangan kanan pada daerah depan dan
belakang telinga untuk menilai adanya kelainan-kelainan pada telinga Menarik
aurikula untuk menilai ada tidaknya nyeri
Setelah mengamati bagian-bagian telinga, lakukan palpasi pada telinga,apakah
ada nyeri tekan, nyeri tarik atau tanda-tanda pembesaran kelenjar pre dan post
aurikuler.
28
Gambar 1. Cara melakukan palpasi telinga
Auskultasi
29
ujung aplikator yang tajam tidak melampaui ujung kapas. Selanjutnya kapas aplikator
dilewatkan diatas api Bunsen.. Bila secret terlalu profus dapat digunakan bilasan air
hangat yang disesuikan dengan suhu tubuh. Bilasan telinga dilakukan dengan
menyemprotkan air dari spoit langsung ke dalam telinga. Ujung spoit diarahkan ke
dinding atas meatus sehingga diharapkan secret / serumen akan dikeluarkan oleh air
bilasan yang balik kembali.
30
Gambar 3. Anatomi dari membrane timpani
MULUT
Inspeksi
Palpasi
LEHER
Leher dikaji setelah pengkajian kepala selesai dikerjakan. Tujuannya adalah
mengetahui bentuk leher, serta organ-organ penting yang berkaitan. Dalam
pengkajian ini, sebaiknya baju pasien dilepaskan, sehingga leher dapat dikaji dengan
mudah.
31
Cara inspeksi leher
2. Lakukan inspeksi leher untuk mengetahui bentuk leher, warna kulit, adanya
pembengkakan, jaringan parut, dan adanya massa. Palpasi dilakukan secara
sistematis, mulai dari garis tengah sisi depan leher, samping, dan belakang.
Warna kulit leher normalnya sama dengan kulit sekitarnya. Warna kulit leher dapat
menjadi kuning pada semua jenis ikterus, dan menjadi merah, bengkak, panas serta
ada nyeri tekan bila mengalami peradangan.
3. Inspeksi tiroid
Normal : kedua lobus kelenjar lebih kecil dari ruas ibu jari klien.
- Normal
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
- Tingkat IA
Jika pembesaran kelenjar tiroid tidak tampak walaupun leher pada posisi
tengadah maksimum dan pembesaran kelenjar tiroid teraba ketika dipalpasi.
- Tingkat IB
Pembesaran kelenjar tiroid terlihat jika leher pada posisi tengadah maksimum
dan pembesaran kelenjar teraba ketika dipalpasi.
- Tingkat II
Pembesaran kelenjar tiroid terlihat pada posisi kepala normal dari jarak 1
meter.
- Tingkat III
Pembesaran kelenjar tiroid tampak nyata dari jarak jauh (5-6 meter).
32
PALPASI LEHER
1. Palpasi pada leher dilakukan terutama untuk mengetahui keadaan dan letak
kelenjar limfe, kelenjar tiroid, dan trakea.
2. Duduk dihadapan pasien
3. Anjurkan pasien untuk menengadah kesamping menjauhi perawat pemeriksa
sehingga jaringan lunak dan otot-otot akan relaks.
4. Palpasi thyroid
- Berdirilah di belakang klien, lalu letakkanlah dua jari telunjuk dan dua jari
tengahnya pada masing-masing lobus kelenjar tiroid yang letaknya beberapa
sentimeter di bawah jakun.
- Rabalah (palpasi) dengan jari-jari tersebut di daerah kelenjar tiroid.
- (Perabaan (palpasi) jangan dilakukan dengan tekanan terlalu keras atau terlalu
lemah. Tekanan terlalu keras akan mengakibatkan kelenjar masuk atau pindah
ke bagian belakang leher, sehingga pembesaran tidak teraba. Perabaan terlalu
lemah akan mengurangi kepekaan perabaan
5. Lakukan palpasi secara sistematis,dan tentukan menurut lokasi, batas-batas,
ukuran, bentuk dan nyeri tekan pada setiap kelompok kelenjar limfe.
- Berdirilah didepan atau dibelakang penderita
- Palpasi kelenjar limfe submental dan submandibular yaitu pemeriksa
berada di belakang penderita kemudian palpasi dilakukan dengan kepala
penderita condong ke depan sehingga ujung jari-jari meraba di bawah tepi
mandibula. Kepala dapat dimiringkan dari satu sisi kesisi yang lain sehingga
palpasi dapat dilakukan pada kelenjar yang superficial maupun yang
profunda.Dapat juga dilakukan palpasi bimanual dari luar dan dalam mulut.
Gambar 2,3,4.
- Palpasi rantai kelenjar jugularis dapat dimulai di uperficial dengan
melakukan penekanan ringan dengan menggerakan jari-jari sepanjang
m.sternocleido mastoideus.
- Pada palpasi yang lebih dalam, ibu jari ditekan di bawah m. Sternocleido
mastoideus pada kedua sisi sehingga dapat dipalpasi kelenjar yang terdapat di
sub atau retro dari muskulus ini.
- Bila pemeriksaan ini negatip atau meragukan, maka pemeriksa harus berdiri
dibelakang penderita kemudian ibu jari digunakan untuk menggeser m.
Sternocleido mastoideus ke depan sementara jari yang lain meraba pada tepi
anterior muskulus tersebut.
- Perabaan secara bilateral dan simultan selalu dianjurkan untuk menilai
perbedaan antara kedua sisi. Palpasi kelenjar leher ini agak sulit pada orang
gemuk, leher pendek dan leher yang berotot, terutama bila kelenjarnya masih
kecil. Gambar 5,6,7.
- Palpasi kelenjar limfa asesorius dilakukan dengan menekan ibu jari pada
tepi posterior m. trapezius ke depan dan jari-jari ditempatkan pada permukaan
anterior muskulus ini. Gambar 8
33
- Palpasi kelenjar limfa supraklavikular dapat dilakukan dengan duduk di
depan atau berdiri dibelakang penderita dimana jari-jari digunakan untuk
palpasi fosa supraklavikular. Gambar 9,10.
6. Lakukan palpasi trakea dengan cara berdiri disamping kanan pasien. Letakan
jari tengah pada bagian bawah trakea dan raba trakea ke atas, ke bawah, dan
ke samping sehingga kedudukan trakea dapat diketahui.
Gambar 2
Gambar 3
34
Gambar 4
35
C. PEMERIKSAAN TEKANAN VENA JUGULARIS
1. Penderita mula-mula disuruh berbaring tanpa bantal, bila titik kolaps tidak
nampak penderita disuruh pakai bantal
2. Membuat penderita berbaring dengan kepala membuat sudut 30 derajat,
3. Leher penderita harus diluruskan
4. Lakukan penekanan pada vena jugularis di bawah angulus mandibula dan
kemudian cari dan tentukan titik kolaps
5. Tentukan jaraknya berapa cm dari bidang yang melalui angulus ludovici
(patokan jarak dari vena cava superior + 5 cm /selanjutnya disebut R cm)
6. Bila permukaan titik kolaps vena jugularis berada 5cm dibawah bidang
horizontal yang melalui angulus ludovici, maka tekanan vena jugularis (CVP)
sama dengan R-5 cm H20, sedang bila titik kolapsnya berasa 2 cm diatas
berarti CVP R + 2 cm H20
7. Bila hasil CVP kiri dan kanan berbeda, maka diambil CVP yang lebih rendah
36
Gambar 1. Pengukuran CVP
Thorax
Kelainan bentuk :
Kifosis
Skoliosis
Pectus excavatum
Pectus carinatum
PALPASI
1. Palpasi, dengan menggunakan kedua tangan untuk memastikan - Apakah
terdapat nyeri tekan lokal
Apakah terdapat massa atau krepitasi
posisi trakea : apakah ada deviasi ke kanan/kiri (pemeriksaan dengan jari
telunjuk)
38
2. Pemeriksa melakukan pemeriksaan palpasi di anterior dan posterior
3. Meletakkan kedua telapak tangan pada dinding/samping dada
4. Mempersilahkan menarik nafas panjang
5. Mempersilahkan mengucapkan kata sembilan-sembilan atau iii iii iii
6. Menentukan perbedaan vocal fremitus kiri dan kanan. Intensitas vocal
fremitus
7. relatif sama pada permukaan toraks kecuali hemitoraks kanan lebih kuat
karena letak anatomi bronkus besar lebih dekat ke dinding dada.
PERKUSI
1. Perkusi dilakukan dalam posisi tegak karena suara perkusi dapat berubah
karena perubahan letak organ.
2. Melakukan perkusi dari atas kebawah pada dada depan dan belakang
3. Membandingkan tempat-tempat yang simetris dan identik pada kedua
hemitoraks
4. Menentukan batas perubahan sonor ke pekak
5. Beri tanda untuk tindakan punksi percobaan (bila ditemukan daerah pekak
curiga efusi pleura)
6. Tentukan apeks paru dengan perkusi bahu mulai lateral (suara redup). Perkusi
diteruskan ke medial sampai terdengan sonor, berilah tanda. Lakukan perkusi
dari pangkal leher ke arah lateral sampai terdengan suara sonor, berilah tanda.
Puncak paru terletak diantara kedua tanda tersebut.
39
Gambar 4. Melakukan perkusi paru pada dada belakang
AUSKULTASI
1. Stetoskop diletakkan pada anterior, lateral dan posterior dada secara sistematis
2. Penderita diminta untuk menarik nafas panjang
3. Lakukan auskultasi secara sistematis dan bandingkan bunyi yang terdengar
pada tiap sisi
4. Menentukan jenis suara pernafasan dan suara tambahan
Vesikuler
Bronkovesikuler * Bronkial
Ronki
Wheezing
Stridor.
5. Menentukan lokasi perubahan dari suara normal ke abnormal
6. Menentukan lokasi perubahan dari suara normal ke abnormal
40
Gambar 5.1 Lokasi pada dinding dada dimana suara normal, bronkovesikular, dan
vesicular dapat terdengar.
Gambar 5.2 Lokasi untuk auskultasi pada paru
2.Jantung
Inspeksi
1. Melakukan inspeksi dari sisi kanan pasien dan dari arah kaki penderita
untuk.menentukan apakah simetris atau tidak simetris
2. Kemudian lakukan inspeksi dari sisi sebelah kanan tempat tidur pada dinding
depan dada dengan cermat, perhatikan adanya pulsasi
3. Perhatikan daerah apex kordis, apakah iktus kordis nampak atau tidak nampak
Voussure Cardiaque
41
voussure Cardiaque, menunjukkan adanya :
Ictus
Pada orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali tampak dengan mudah
pulsasi yang disebut ictus cordis pada sela iga V, linea medioclavicularis kiri. Pulsasi
ini letaknya sesuai dengan apeks jantung. Diameter pulsasi kira-kira 2 cm, dengan
punctum maksimum di tengah-tengah daerah tersebut. Pulsasi timbul pada waktu
sistolis ventrikel. Bila ictus kordis bergeser ke kiri dan melebar, kemungkinan adanya
pembesaran ventrikel kiri. Pada pericarditis adhesive, ictus keluar terjadi pada waktu
diastolis, dan pada waktu sistolis terjadi retraksi ke dalam. Keadaan ini disebut ictus
kordis negatif.
Pulsasi yang kuat pada sela iga III kiri disebabkan oleh dilatasi arteri
pulmonalis. Pulsasi pada supra sternal mungkin akibat kuatnya denyutan aorta. Pada
hipertrofi ventrikel kanan, pulsasi tampak pada sela iga IV di linea sternalis atau
daerah epigastrium. Perhatikan apakah ada pulsasi arteri intercostalis yang dapat
dilihat pada punggung. Keadaan ini didapatkan pada stenosis mitralis. Pulsasi pada
leher bagian bawah dekat scapula ditemukan pada coarctatio aorta.
Palpasi
Hal-hal yang ditemukan pada inspeksi harus dipalpasi untuk lebih
memperjelas mengenai lokalisasi punctum maksimum, apakah kuat angkat, frekuensi,
kualitas dari pulsasi yang teraba.Pada mitral insufisiensi teraba pulsasi bersifat
menggelombang disebut vantricular heaving. Sedang pada stenosis mitralis terdapat
pulsasi yang bersifat pukulan- pukulan serentak diseubt ventricular lift.
Disamping adanya pulsasi perhatikan adanya getaran thrill yang terasa pada
telapak tangan, akibat kelainan katup-katup jantung. Getaran ini sesuai dengan bising
jantung yang kuat pada waktu auskultasi. Tentukan pada fase apa getaran itu terasa,
demikian pula lokasinya.
LANGKAH KLINIK
42
sela iga 3,4 dan 5 batas sternum kiri
5. Meminta penderita untuk menahan napas pada waktu ekspirasi sambil
mempalpasi daerah diatas
6. Mempalpasi daerah epigastrium dengan ujung jari yang diluruskan untuk
merasakan impuls/pulsasi ventrikel kanan
7. Arah jari ke bahu kanan, mempalpasi daerah sela iga 2 kiri untuk merasakan
impuls jantung pada waktu ekspirasi
8. Mempalpasi daerah sela iga 2 kanan untuk meraskan impuls suara jantung
dengan tekhnik yang sama
Gambar 1. Melakukan palpasi jantung. (A) Menggunakan tangan untuk mempalpasi impuls
jantung (B) Melokalisasi apex dengan jari, pasien diarahkan ke posisi lateral (C) Mempalpasi
apex dari sternum untuk merasakan pulsasi parasternal;
Perkusi
Kegunaan perkusi adalah menentukan batas-batas jantung. Pada penderita
emfisema paru terdapat kesukaran perkusi batas-batas jantung. Selain perkusi batas-
batas jantung, juga harus diperkusi pembuluh darah besar di bagian basal jantung.
Pada keadaan normal antara linea sternalis kiri dan kanan pada daerah
manubrium sterni terdapat pekak yang merupakan daerah aorta. Bila daerah ini
melebar, kemungkinan akibat aneurisma aorta.
LANGKAH KLINIK
43
2. Menentukan batas jantung kanan relatif dengan perkusi dimulai dengan
penentuan batas paru hati, kemudian 2 jari diatasnya melakukan perkusi dari
lateral ke medial
3. Jari tengah yang dipakai sebagai plessimeter diletakkan sejajar dengan
sternum sampai terdenganr perubahan bunyi ketok sonor menjadi pekak relatif
(normal batas jantung kanan relatif terletak pada linea sternalis kanan)
4. Batas jantung kiri relatif sesuai dengan iktus kordis yang normal, terletak pada
sela iga 5-6 linea medioclavicularis kiri
5. Bila iktus kordis tidak diketahui, maka batas kiri jantung ditentukan dengan
perkusi pada linea axillaris media ke bawah. Perubahan bunyi dari sonor ke
tympani merupakan batas paru-paru kiri. Dari Batas paru-paru kiri dapat
ditentukan batas jantung kiri relatif
6. Dari atas (fossa supra clavicula) dapat dilakukan perkusi ke bawah
7. Mencatat hasil perkusi untuk mentukan batas jantung
Auskultasi Jantung
44
LANGKAH KLINIK
- bunyi jantung
- bising jantung
- gesekan pericard
Bunyi Jantung
45
1. Lokalisasi dan asal bunyi jantungAuskultasi bunyi jantung dilakukan pada
tempat-tempat sebagai berikut :
- ictus cordis untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup mitral
- sela iga II kiri untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup
pulmonal.
- Sela iga III kanan untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari aorta
- Sela iga IV dan V di tepi kanan dan kiri sternum atau ujung sternum untuk
mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup trikuspidal.
Tempat-tempat auskultasi di atas adalah tidak sesuai dengan tempat dan letak
anatomis dari katup-katup yang bersangkutan. Hal ini akibat penghantaran bunyi
jantung ke dinding dada.
46
Gambar 4. Lokalisasi bunyi jantung
Intensitas dari bunyi jantung harus ditentukan menurut pelannya atau kerasnya
bunyi yang terdengar. Bunyi jantung I pada umumnya lebih keras dari bunyi jantung
II di daerah apeks jantung, sedangkan di bagian basal bunyi jantung II lebih besar
daripada bunyi jantung I. Jadi bunyi jantung I di ictus (M I) lebih keras dari M 2,
sedang didaerah basal P 2 lebih besar dari P 1, A 2 lebih besar dari A 1.Hal ini
karena:
Kesimpulan : pada ictus cordis terdengar bunyi jantung I secara langsung sedang
bunyi jantung II hanya dirambatkan (tidak langsung)Sebaliknya pada daerah basis
jantung bunyi jantung ke 2 merupakan bunyi jantung langsung sedang bunyi I hanya
dirambatkan
47
- Intensitas bunyi jantung melemah pada :
orang gemuk
emfisema paru
efusi perikard
payah jantung akibat infark myocarditis
demam
morbus basedow (graves disease)
orang kurus (dada tipis)
hipertensi sistemik
insufisiensi aorta
stenose aorta
emfisema paru
orang gemuk
Stenose pulmonal
Tetralogy Fallot, biasanya P 2 menghilang
Intensitas bunyi jantung satu dengan yang lainnya (yang berikutnya) harus
dibandingkan. Bila intensitas bunyi jantung tidak sama dan berubah ubah pada siklus-
siklus berikutnya, hal ini merupakan keadaan myocard yang memburuk.
Pada keadaan splitting (bunyi jantung yang pecah), yaitu bunyi jantung I
pecah akibat penutupan katup mitral dan trikuspid tidak bersamaan. Hal ini mungkin
ditemukan pada keadaan normal.Bunyi jantung ke 2 yang pecah, dalam keadaan
48
normal ditemukan pada waktu inspitasi di mana P 2 lebih lambat dari A 2. Pada
keadaan dimana splitting bunyi jantung tidak menghilang pada respirasi (fixed
splitting), maka keadaan ini biasanya patologis dan ditemukan pada ASD dan Right
Bundle branch Block (RBBB).
Irama dan frekuensi bunyi jantung harus dibandingkan dengan frekuensi nadi.
Normal irama jantung adalah teratur dan bila tidak teratur disebut arrhytmia
cordis.Frekuensi bunyi jantung harus ditentukan dalam semenit, kemudian
dibandingkan dengan frekuensi nadi. Bila frekuensi nadi dan bunyi jantung masing-
masing lebih dari 100 kali per menit disebut tachycardi dan bila frekuensi kurang dari
60 kali per menit disebut bradycardia.
Disebabkan :
49
- aliran darah dari ruangan yang sempit ke ruangan yang besar
- aliran darah dari ruangan yang besar ke ruangan yang sempit.
1. Lokalisasi Bising
Tiap-tiap bising mempunyai lokalisasi tertentu, dimana bising itu terdengar paling
keras (punctum maximum). Dengan menetukan punctum maximum dan penyebaran
bising, maka dapat diduga asal bising itu :
2. Penjalaran Bising.
Bising jantung masih terdengar di daerah yang berdekatan dengan lokasi dimana
bising itu terdengar maksimal, ke suatu arah tertentu, misalnya :
3. IntensitasBising
Levine membagi intensitas bising jantung dalam 6 tingkatan :
- Bising sistole tipe ejection, timbul akibat aliran darah yang dipompakan
melalui bagian yang menyempit dan mengisi sebagian fase sistole.
50
Didapatkanpada stenosis aorta, punctum maximum di daerah aorta.
- Bising sistole tipe pansistole, timbul sebagai akibat aliran balik yang melalui
bagian jantung yang masih terbuka dan mengisi seluruh fase systole.
Misalnya pada insufisiensi mitral.
- Bising Diastole, terdengar dalam fase diastole (antara bunyi jantung 2 dan
bunyi jantung 1), dikenal antara lain :
- Pre-sistole, yang terdengar pada akhir fase diastole, tepat sebelum bunyi
jantung 1, misalnya pada stenosis mitral. Bising sistole dan diastole, terdengar
secara kontinyu baik waktu sistole maupun diastole. Misalnya pda PDA.
51
- Dipengaruhi oleh perubahan posisi.
- demam
- anemia
- kehamilan
- kecemasan
- hipertiroidi
- beri-beri
- atherosclerosis.
Gerakan Pericard
52
Abdomen
Topografi Abdomen
53
Untuk menemukan hal tertentu seperti nyeri atau massa, abdomen dapat dibagi
menjadi 9 daerah dengan cara membuat 4 garis khayal. Garis pertama sepanjang batas
bawah dari dada, selanjutnya garis paralel dari kedua SIAS dan akhirnya 2 garis linea
mediana klavikula. Pembagian dan topografi organ dapat dilihat pada tabel 1.
Kavum abdomen meluas mulai dari daerah di bawah diaphragma yang terlindung
oleh kosta. Di daerah yang terlindung ini, terletak sebagian besar dari hepar,
ventrikuli, dan seluruh bagian dari lien yang normal. Organ-organ pada daerah
terlindung tersebut tidak dapat diraba (dipalpasi), tetapi dengan perkusi dapat
diperkirakan adanya organ-organ tersebut. Sebagian besar dari kandung empedu
normal terletak disebelah dalam dari hepar, sehingga hampir tidak dapat dibedakan.
Duodenum dan pancreas terletak di bagian dalam kuadran atas abdomen, sehingga
dalam keadaan normal tidak teraba. Ginjal adalah organ yang terletak di daerah
54
posterior, terlindung oleh tulang rusuk, sudut costovertebral (sudut yang dibentuk
oleh batas bawah kosta ke-12 dengan processus transverses vertebra lumbalis)
merupakan daerah untuk menentukan ada tidaknya nyeri ginjal.
Inspeksi
1. .Pasien dibaringkan pada posisi supine dengan sumber cahaya meliputi kaki
sampai kepala, atau meliputi abdomen, di belakang pemeriksa
2. Pasien dibaringkan pada posisi supine dengan sumber cahaya meliputi kaki
sampai kepala, atau meliputi abdomen, di belakang pemeriksa
3. Pemeriksa berada di sisi kanan pasien, dengan kepala pemeriksa sedikit lebih
tinggi dari abdomen pasien.
4. Periksa rambut, konjungtiva, sklera dan kulit
5. Inspeksi dilakukan beberapa menit untuk melihat :
Kulit : apakah ada sikatriks, striae atau vena yang melebar. Secara
normal, mungkin terlihat vena-vena kecil. Striae yang berwarna ungu
terdapat pada sindroma Cushing dan vena yang melebar dapat terlihat
pada cirrhosis hepatic atau bendungan vena cava inferior. Perhatikan
pula apakah ada rash atau lesi-lesi kulit lainnya.
Umbillikus: perhatikan bentuk dan lokasinya, apakah ada tanda-tanda
inflamasi atau hernia.
Perhatikan bentuk permukaan (countour) abdomen termasuk daerah
inguinal dan femoral : datar, bulat, protuberant, atau scaphoid. Bentuk
yang melendung mungkin disebabkan oleh asites, penonjolan
suprapubik karena kehamilan atau kandung kencing yang penuh.
Tonjolan asimetri mungkin terjadi karena pembesaran organ setempat
atau massa.
Simetri dinding abdomen.
Pembesaran organ : mintalah penderita untuk bernapas, perhatikan
apakah nampak adanya hepar atau lien yang menonjol di bawah arcus
costa.
Apakah ada massa abnormal, bagaimana letak, konsistensi,
mobilitasnya.
Peristaltik. Apabila Anda merasa mencurigai adanya obstruksi
usus,amatilah peristaltik selama beberapa menit. Pada orang yang
kurus, kadang-kadang peristaltik normal dapat terlihat.
Pulsasi : Pulsasi aorta yang normal kadang-kadang dapat terlihat di
daerah epigastrium.
Auskultasi
1. Penderita diminta rileks dan bernafas normal
55
2. Pusatkan perhatian pertama pada suara yang ada di abdomen dengan
menggunakan membran stetoskop di atas mid- abdomen untuk mendengarkan
bising usus
3. Tentukan frekuensi bising usus normal atau abnormal (frekuensi normal: 5-12
kali/ permenit)
4. Letakkan steteskop pada empat kuadran abdomen
5. Mulailah melakukan auskultasi pada beberapa tempat yang benar :
6. Bunyi peristaltik dapat didengarkan di bawah umbilikus diatas suprabupik,
atau dapat dilakukan di berbagai tempat.
7. Bila peristaltik tidak segera terdengar dalam 1 menit, lanjutkan mendengar
selama 5 menit.
8. Di atas dan di kanan umbilikus mendengarkan bunyi bergerumuh dari hepatic
rub (rub terdengar seperti menggesekkan telapak tangan kuat-kuat). Bruit dari
karsinoma pankreas di kiri regio epigastrium dan splenik friction rub di lateral
(bruit terdengar seperti aliran melewati celah sempit, bersifat periodik sesuai
kontraksi sistolik).
9. Catat hasil auskultasi
Gerakan peristaltik disebut bunyi usus, yang muncul setiap 2-5 detik. Pada proses
radang serosa seperti pada peritonitis bunyi usus jarang bahkan hilang sama sekali.
Bila terjadi obstruksi intestin maka intestin berusaha untuk mengeluarkan isinya
melalui lubang yang mengalami obstruksi dan saat itu muncul bunyi usus yang sering
disebut "rushes". Kemudian diikuti dengan penurunan bunyi usus gemerincing yang
disebut "tinkles," dan kemudian menghilang. Pada pasca operasi didapatkan periode
bunyi usus menghilang. Kemudian dengarkan bising arteri renalis pada beberapa
sentimeter diatas umbilikus sepenjang tepi lateral otot rektus dan bila ada
penyempitan akan terdengar murmur misalnya insufiensi renal atau pada hipertensi
akibat stenosis arteri renalis.
Palpasi
56
9. Pada saat gerakan menekan ke bawah, ujung jari masuk ke dinding abdomen
dan menemukan struktur dibawahnya dengan rata-rata tekanan ke atas dan ke
bawah 4-5 cm
10. Perhatikan wajah atau ekspresi pasien saat melakukan palpasi
57
Gambar 3. Cara melakukan palpasi abdomen kanan
58
- Apabila ditemukan nyeri yang langsung terjadi pada saat melakukan palpasi
abdomen, kepala pasien dapat ditinggikan lagi memakai bantal
o Blumbergs sign (+)/ rebound tenderness: terasa sakit jika ditekan
ujung jari perlahan-lahan ke dinding abdomen di area kiri bawah,
kemudian secara tiba-tiba menarik kembali jari-jari.
o Rovsings sign (+): terasa sakit jika ditekan di area kiri bawah
o Psoas sign (+): terasa sakit jika tungkai bawah difleksikan ke arah
perut
o Straight raising leg sign (+) : terasa sakit jika tungkai diangkat ke atas
dengan lutut ekstensi
o Dunphys sign (+): terasa sakit di area McBurney saat batuk
Nyeri tekan ginjal mungkin dapat timbul pada pemeriksaan palpasi, tapi periksalah
juga pada daerah sudut costovertebralis. Kadang-kadang tekanan ujung jari dapat
menimbulkan nyeri, tetapi seringkali harus digunakan kepalan tangan untuk
menumbuhkan nyeri ketok ginjal, letakkan satu tangan pada sudut kostovertebra, dan
pukullah dengan sisi unler kepalan tangan Anda.
59
Perkusi
Gambar 4. Cara melakukan perkusi abdomen kanan untuk menentukan batas paru hepar
Pemeriksaan Asites
1. Puddle sign:
- Pasien berbaring dengan prone posisi (tiarap) selama 5 menit dengan siku dan
lutut naik
- Diafragma stetoskop diletakkan pada bagian tengah bawah perut (tempat
pengumpulan cairan terbanyak)
- Pemeriksa kemudian mendengarkan suara yang dibuat oleh jari-jari yang
diketukkan pada sisi lateral abdomen
60
- Ketukan jari dilanjutkan terus sambil sementara steteskop digerakkan
menjauhi pemeriksa
- Apabila pinggiran dari kumpulan (puddle) cairan dicapai, intensitas suara akan
lebih keras
2. Shifting dullness
- Perkusi dari daerah mid-abdomen ke arah lateral, tentukan batas bunyi timpani
dan redup
- Minta pasien berbaring pada posisi lateral
- Ascites (+) bila terjadi perubahan bunyi dari tympani ke redup pada lokasi
yang sama
61
3. Fluid Wave (undulasi test) :
- Tangan pemeriksa atau tangan pasien sendiri diletakkan di bagian tengah
abdomen secara vertikal
- Tekan tangan tsb pada dinding abdomen
- Mengetuk salah satu pinggang, sementara tangan yang satu mempalpasi sisi
yang lain
- Rasakan ada tidaknya gelombang cairan
62
GENITALIA
63
Curvatura penis : hypospadia penis akan bengkok kearah ventral
Palpasi
1. Diraba seluruh penis mulai dari preputium,glans dan batang penis serta urethra.
2. Phymosis teraba massa lunak atau keras dibawah preputium pada glans penis atau
sulcus caronarius.
3. Uretra seperti tali dan pancaran kencing kurang (striktur uretra ). Teraba batu
pada fossa navicularis glandis dan peno-scrotalis
64
2. PEMERIKSAAN GENITALIA EKSTERNA PEREMPUAN
INSPEKSI
Vulva
o Labia mayora: mungkin ada bartolinitis atau kista Nucki
Muara uretra :
o Urethral discharge 65 nanah pada uretritis
o Caruncula uretra 65proliferasi mukosa uretra posterior dekat
o meatus dan menonjol keluar
o Prolapsus uretra 65 eversi mukosa uretra terutama bagian anterior c.
Vagina (Perhatikan orificium dan vestibulum vaginae) :
o Ada flour albus/keputihan/nanah 65 vaginitis
o Masih ada himen atau himen imperforata
PALPASI
Buka celah antara kedua labium mayus, perhatikan muara uretra dan introitus
(bila kandung kemih belum dikosongkan, lakukan pemasangan kateter untuk
mengeluarkan air kemih)
Raba dan telusuri labium mayus kanan dan kiri (terutama dibagian kelenjar
Bartolin) dengan ibu jari dan ujung telunjuk (perhatikan dan catat kelainan-
kelainan yang ditemukan).
RECTUM
Pemeriksaan Rectal Touche (Colok Dubur)
1. Pada pria:
Pemeriksaan rekto abdominal, pemeriksaan prostate dan vesika seminalis
2. Pada wanita :
Pemeriksaan rekto abdominal, pemeriksaan uterus dan adneksa serta
pemeriksaan genitalia pada nullipara
65
b. Litothomy position
Posisi litotomi biasanya dilakukan pada pemeriksaan rutin yang tidak memerlukan
pemeriksaan anus secara detail. Dianjurkan dalam pemeriksaan prostate dan vesika
seminalis karena memudahkan akses pada cavum peritoneal.
c. Knee-chest position
Posisi ini biasanya tidak/kurang menyenangkan bagi pasien.
Pemeriksaan :
66
14. Doronglah jari telunjuk ke arah dalam anus sambil menilai ampulla dan
dinding rectum apakah dalam keadaan kosong/ada massa feses, terdapat
tumor/hemorrhoid, atau adanya batu urethra (pars prostatica)
15. Tempatkanlah jari telunjuk pada jam 12, untuk meraba kelenjar prostat pada
posisi lithothomi. (Kelenjar prostat teraba pada posisi jam 12.)
Atau uterus dan adneksa : Periksa dan nilai kavum Douglas pada forniks
posterior vagina
Raba massa tersebut, dan nilai hal-hal berikut:
Permukaannya atau keadaan mucosa rectum
Pada prostate,
o Pembesarannya : pole atas bisa/tidak teraba dan
o penonjolannya kedalam rectum,
o Konsistensi : kenyal, keras, atau lembut, 4) Simetris atau tidak,
o Berbenjol-benjol atau tidak,
o Terfiksir atau tidak,
o Nyeri tekan atau tidak,
o Adanya krepitasi (batu prostat) atau tidak
Keluarkan jari tangan dengan sedikit melengkungkan ujung jari, dan periksalah
apakah ada darah, lendir dan feses pada sarung tangan
EKSTREMITAS
EKSTREMITAS ATAS
I. Persiapan
1. Siapkan alat-alat yang diperlukan
a. Goniometer
b. Sarung tangan
c. Refleks hammer
2. Cuci tangan
3. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada klien
4. Minta klien untuk mengenakan baju periksa
5. Pastikan ruang periksa nyaman dan cukup penerangan
67
b. Jangan periksa sendi yang sedang diperiksa lebih dari batas maksimal
pergerakannya. Bila nyeri hentikan pemeriksaan Bila sudah pasti batas
maksimal rentang pergerakan sendi, ukur sudut sendi dengan
menggunakan goniometer
4. Selalu bandingkan hasil pemeriksaan ekstremitas bagian kanan dan kiri
5. Lakukan pemeriksaan dari arah proksimal ke distal
6. Lakukan pemeriksaan dengan urutan sebagai berikut : inspeksi, palpasi,
rentang pergerakan sendi, kekuatan otot dan terakhir refleks
7. Beri kesempatan klien untuk beristirahat diantara tahap- tahap pemeriksaan
8. Pada saat akan memeriksa keadaan pembuluh darah, perhatikan keadaan kulit
klien. Bila terdapat luka pada kulit di area pemeriksaan gunakanlah
sarungtangan
I. Langkah-langkah pemeriksaan
Mulailah pemeriksaan dari ekstremitas atas terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan
dengan ekstremitas bawah. Untuk tiap bagian, lakukan terlebih dahulu
pemeriksaan dengan cara inspeksi,kemudian palpasi, pemeriksan rentang
pergerakan sendi, kekuatan otot dan diakhiri dengan pemeriksaan refleks. Lakukan
urutan langkah-langkah berikut ini :
A. BAHU
1. Atur Posisi
Minta klien duduk berhadapan dengan pemeriksa, berdiri atau tidur dengan
posisi supine
2. Inspeksi
a. Kulit disekitar sendi bahu, perhatikan warna dan keutuhan kulit
b. Bahu dan arah frontal, perhatikan kesimetrisan bahu kanan dan kiri.
Perhatikan ukuran dan bentuk klavikula dan spakula dari arah anterior
dan posterior
3. Palpasi
e. Sendi sternoklavikular
Mulai palpasi dari sendi sternoklavikular, kemudian bergerak lateral
sepanjang klavikula kearah sendi akromioklavikular.
Palpasi kearah bawah subakromial dan tuberkulus mayor dari humerus.
Periksa apakah daerah ini cukup lembut.
f. Tendon otot biseps dan triseps
68
Minta klien untuk menurunkan lengan hingga melewati garis koronal tubuh
(ekstensi). Sudut ekstensi adalah 500.
b. Abduksi Adduksi
Minta klien untuk mengangkat lengan ke arah samping tubuh semaksimal
mungkin, kemudian menurunkan lengan sejauh mungkin hinggamelewati
garis medial tubuh. Sudut abduksi adalah 1800.
B. SIKU
1. Inspeksi
Dukung lengan klien dengan tangan non dominan
Inspeksi aspek lateral dan medial siku. Perhatikan
kesimetrisan kedua siku dan kulit pada area siku.
2. Palpasi
Aspek lateral dan medial prosesus olekranon
Otot biseps brachi dan triseps brachi untuk mengetahui tonus dan massa otot
Arteri Brachialis
Minta klien untuk meluruskan siku
Palpasi arteri brachialis pada area superior fossa antecubiti. Catat
irama, amplitudo, frekuensi dan kesimetrisan pada kedua lengan.
69
a. Fleksi Ekstensi
Minta klien untuk menekuk siku semaksimal mungkin dan meluruskan kembali.
Sudut fleksi siku adalah 1600 dan sudut ekstensi adalah 180/00.
b. Pronasi supinasi
Minta klien untuk meletakkan kedua lengan diatas paha dengan siku fleksi.
Minta klien menghadapkan telapak tangan ke arah atas kemudian ke arah
bawah. Sudut pronasi dan supinasi adalah 900.
4. Periksa kekuatan otot
Minta klien untuk melakukan fleksi siku dan beritahanan
Lakukan prosedur yang sama untuk gerakan ekstensi
Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5
5. Periksa refleks
a. Refleks Biseps
Minta klien duduk dengan relaks dan meletakkan kedua telapak tangan diatas
paha
Dukung lengan bagian bawah dengan tangan non dominan
Letakkan telunjuk tangan non dominan diatas tendon biseps
Pukulkan refleks hammer diatas telunjuk. Observasi kontraksi otot biseps
(fleksi siku)
b. Refleks Triseps
Dengan posisi yang sama denga point a, pukulkan
70
refleks hammer pada prosesus olekranon. Observasi kontraksi otot triseps
(ekstensi siku)
b. Telapak tangan
Perhatikan warna kulit dan penonjolan pada daerah proksimal ibu jari
2. Palpasi
a. Pergelangan tangan dan telapak tangan untuk
mengetahui tekstur dan suhu area tersebut. Pada keadaan normal suhu dikedua
area sama
b. Sendi pergelangan tangan dan jari-jari tangan
Gerakan kedua ibu jari pemeriksa dikedua sisi pergelangan tangan klien dan
periksa struktur pada sendi
Turunkan kedua ibu jari ke arah jari-jari klien, periksa struktur pada sendi
interfalangeus
c. Otot-otot yang menggerakkan pergelangan tangan jari- jari
Palpasi otot disisi anterior dan posterior lengan bawah klien untuk mengetahui
tonus otot.
d. Arteri Radialis
Letakkan 3 jari diatas arteri radialis dan perhatikan
71
kecepatan, frekuensi, irama, amplitudo dan kesimetrisan pada kedua lengan
f. Oposisi
Minta klien untuk menyentuhkan ujung ibu jari dengan ujung jari lainnya
secara bergantian. Perhatikan kemudahan bergerak
72
EKSTREMITAS BAWAH
a. PANGGUL
1. Beri posisi
Minta klien untuk tidur pada posisi supine
2. Inspeksi
a. Posisi panggul dan kaki
Bandingkan kesimetrisan kedua panggul
b. Kulit diarea panggul. Perhatikan warna kulit dan keutuhan kulit diarea tersebut
3. Palpasi
a. Sendi panggul
Letakkan telapak tangan pada Krista iliaka diaspek lateral dan palpasi
b. Otot-otot disekitar panggul
Palpasi otot dan illiopsoas untuk mengetahui tonus otot
c. Arteri Femoralis
Minta klien untuk tidur dengan kedua tungkai pada posisi eksternal rotasi
Palpasi arteri femoralis untuk mengetahui kecepatan, irama, amplitudo dan
kesimetrisan
4. Periksa rentang pergerakan sendi
a. Fleksi Ekstensi
Naikkan tungkai ke arah atas dengan lutut ekstensi, kemudian turunkan
kembali. Sudut fleksi dengan lutut ekstensi adalah 200.
Naikkan tungkai ke arah atas mendekati abdomen dengan lutut fleksi,
kemudian turunkan kembali. Sudut fleksi dengan lutut fleksi adalah 1200.
Lakukan pemeriksaan pada kedua tungkai
c. Abduksi Adduksi
Gerakkan tungkai kearah samping menjauhi garis tengah tubuh dan kemudian
gerakkan kearah medial sampai melewati garis tengah tubuh sejauh mungkin.
Sudut abduksi adalah 450 dan sudut adduksi adalah 300.
d. Hiperekstensi
Minta klien tidur dengan posisi prone
Dengan lutut ekstensi, naikkan tungkai ke arah belakang atas sejauh mungkin.
Sudut hiperekstensi adalah 150.
Lakukan pemeriksaan pada kedua tungkai
5. Periksa kekuatan otot-otot panggul
Bantu klien kembali ke posisi semula
Minta klien melakukan gerakan fleksi dengan melawan tahanan
73
Minta klien melakukan gerakan abduksi dan adduksi dengan melawan tahanan
B. LUTUT
1. Beri posisi
Minta klien untuk duduk dengan kedua tungkai bawah menggantung
2. Inspeksi
a. Warna kulit dan struktur lutut
Warna kulit harus sama dengan dibagian tubuh lain, patella harus berada
ditengah dengan kedua sisi cekung
b. Otot quadrisep dari aspek anterior, Observasi bentuk dan ukuran otot
c. Struktur dan bentuk lutut pada saat klien berdiri. Lutut harus sejajar dengan
paha dan tumit
3. Palpasi
a. Struktur otot dan jaringan pendukung
Palpasi otot untuk mengetahui tonus dan massa otot
b. Sendi Tibiofemoralis
Palpasi dengan menggunakan ibu jari disepanjang sisi tibia ke arah atas hingga
memutari patella ke arah luar
c. Arteri poplitea
Minta klien untuk tidur dengan posisi prone
Naikkan tungkai bawah hingga lutut fleksi
Palpasi arteri poplitea untuk mengetahui kecepatan,
irama, amplitudo dan kesimetrisan pada kedua tungkai
4. Periksa rentang pergerakan sendi Fleksi Ekstensi
Minta klien untuk tidur dengan posisi supine
Tekuk lutut dan naikkan tungkai hingga mendekati abdomen, kemudian
luruskan kembali. Sudut fleksi lutut adalah 1200.
Lakukan pemeriksaan pada kedua tungkai
5. Periksa kekuatan otot lutut
Minta klien untuk melakukan gerakan fleksi lutut dengan melawan tahanan.
Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5.
6. Periksa refleks patella
Minta klien duduk dengan kaki menggantung
Palpasi lokasi tendon platella (arah anterior dari patella).
Pukulkan refleks hammer pada tendon. Observasi ekstensi tungkai bawah dan
kontraksi otot quadrisep.
74
Gambar 3a. Pemeriksaan reflex patella
75
Minta klien duduk dengan kedua kaki tergantung
Minta klien untuk menekuk telapak kaki ke arah atas dan kemudian ke arah
bawah. Sudut dorsifleksi adalah 200dan sudut plantarfleksi adalah 450.
b. Inversi Eversi
Minta klien untuk menekuk telapak kaki ke arah samping hingga telapak
kaki menghadap ke arah medial tubuh. Sudut normal inversi adalah 300.
Minta klien untuk menekuk telapak kaki ke arah samping
hingga telapak kaki menghadap ke arah lateral. Sudut eversi adalah 200.
c. Fleksi Ekstensi jari-jari kaki
Minta klien menekuk jari-jari ke arah bawah, kemudian
meluruskan kembali
5. Periksa kekuatan otot
a. Otot-otot tumit
Minta klien melakukan gerakan plantarfleksi dan dorsifleksi dengan melawan
tahanan. Nilai kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5.
b. Otot jari-jari kaki
Minta klien melakukan gerakan fleksi dan ekstensi jari-jari dengan melawan
tahanan.
6. Periksa Tendon Achilles
Pegang telapak kaki dengan tangan non dominan
Pukul tendon Achilles dengan menggunakan bagian lebar refleks hammer
Observasi plantar fleksi telapak kaki
76
Gambar 4. Pemeriksaan Refleks Achilles
REFLEKS PATOLOGIS
Dilakukan dengan ekstensi jari tengah pasien. Refleks Hoffmann diperiksa dengan
cara melakukan petikan pada kuku jari tengah.
Refleks Tromner diperiksa dengan cara mencolek ujung jari tengah. Refleks
Hoffmann-Tromner positif jika timbul gerakan fleksi pada ibu jari, jari telunjuk,
dan jari-jari lainnya.
77
Gambar 2. Refleks Tromner
2. Refleks Babinski
Goreskan ujung palu refleks pada telapak kaki pasien. Goresan dimulai pada tumit
menuju ke atas dengan menyusuri bagian lateral telapak kaki, kemudian setelah
sampai pada pangkal kelingking, goresan dibelokkan ke medial sampai akhir pada
pangkal jempol kaki. Refleks Babinski positif jika ada respon dorsofleksi ibu jari
yang disertai pemekaran jari-jari yang lain.
3. Refleks Chaddock
Dilakukan goresan dengan ujung palu refleks pada kulit dibawah malleolus
eksternus. Goresan dilakukan dari atas ke bawah (dari proksimal ke distal). Refleks
Chaddock positif jika ada respon dorsofleksi ibu jari kaki yang disertai pemekaran
jari-jari yang lain.
4. Refleks Oppenheim
78
Dengan menggunakan jempol dan jari telunjuk pemeriksa, tulang tibia pasien diurut
dari atas ke bawah. Refleks Oppenheim positif jika ada respon dorsofleksi ibu jari
kaki yang disertai pemekaran jari-jari yang lain.
5. Refleks Gordon
Dilakukan pemijatan pada otot betis pasien. Refleks Gordon positif jika ada respon
dorsofleksi ibu jari yang disertai pemekaran dari jari-jari yang lain.
6. Refleks Schaefer
Dilakukan pemijatan pada tendo Achilles penderita. Refleks Schaefer positif jika
ada respon dorsofleksi ibu jari yang disertai pemekaran jari-jari yang lain.
79
Gambar 8. Refleks Rosolimo
Rangsang meninges
A. KAKU KUDUK
1) Pemeriksa berada di sebelah kanan klien. Klien berbaring telentang tanpa
bantal.
2) Tempatkan tangan kiri pemeriksa di bawah kepala klien yang sedang
berbaring, tangan kanan berada diatas dada klien.
3) Rotasikan kepala klien ke kiri dan ke kanan untuk memastikan klien sedang
dalam keadaan rileks .
4) Kemudian tekukkan (fleksikan) kepala secara pasif dan usahakan agar dagu
mencapai dada.
5) Interpretasi: normal bila kaku kuduk negatif. Abnormal bila terdapat tahanan
atau dagu tidak mencapai dada (kaku kuduk positif).
B. KERNIGS SIGN
1) Klien berbaring telentang
2) Fleksikan paha klien pada persendian panggul sampai membuat sudut 90
derajat
3) Tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membuat sudut
135 derajat atau lebih.
4) Interpretasi: normal bila ektensi lutut mencapai minimal 135 derajat (kernigs
sign negatif) , abnormal bila tidak dapat mencapai 135 derajat atau terdapat
rasa nyeri (kernigs sign positif)
80
Gambar 1. Kernig Sign
C. BRUDZINSKI I
1) Klien berbaring telentang
2) Tangan kiri diletakkan di bawah kepala, tangan kanan di atas dada kemudian
dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada klien sejauh mungkin.
3) Tangan yang satunya lagi ditempatkan di dada klien untuk mencegah di
angkatnya badan
4) Interpretasi : Tanda ini positif bila kedua tungkai mengalami fleksi involunter
Gambar 2.Tanda
Brudzinski I
D. BRUDZINSKI II
1) Klien berbaring telentang
2) Satu tungkai difleksikan secara pasif pada persendian panggul, sedangkan
tungkai yang satu berada dalam kedaan ekstensi (lurus).
3) Interpretasi : tanda ini positif bila tungkai yang satu terjadi fleksi involunter
pada sendi panggul dan lutut kontraleteral.
81
Gambar 3.Tanda Brudzinski II
E. BRUDZINSKI III
1) Klien berbaring telentang
2) Tekan os zygomatikus
3) Terjadi fleksi involunter pada kedua ekstremitas superior ( Brudzinski III
positif )
F. BRUDZINSKI IV
1) Klien berbaring telentang
2) Tekan os sympisis os pubis
3) Terjadi fleksi involunter pada kedua ekstremitas inferior (Brudzinski IV
positif)
82