CATATAN MEDIS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.A
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Islam
No RM :
Tgl masuk bangsal : 21 November 2018
II. ANAMNESE
Anamnese dilakukan secara autoanamnesis pada Pasien tanggal 21
November 2018 jam 14.00 WITA. Di IGD RSUD Raha
Keluhan Utama : Pasien tidak bisa BAB
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk Rumah Sakit dengan keluhan susah BAB, BAB
seperti kotoran kambing. Sejak 5 hari terakhir. Hal ini bukan pertama
kalinya, sebelumnya pasien pernah mengalami hal tersebut pada tahun
lalu, dengan keluhan yang sama. Dirawat dengan keluhan konstipasi
selama 9 bulan di RSUD Muna.
Demam (-), nyeri kepala (-), batuk (-), sesak (-), nyeri dada (-),
mual (+), muntah (+) sejak 5 hari terakhir, frekuensi dalam sehari kurang
lebih 3 kali, berisi sisa makanan, darah (-).
Pasien juga mengeluh nyeri perut, dan tidak bisa kentut selama 5
hari. BAK lancar, biasa. Makan dan minum baik.
Hasil BNO : Suspek ileus obstruksi letak rendah, Spondilosis
lumbalis.
Hasil USG : Gambaran tumor sigmoid
1
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah mengalami hal yang sama sebelumnya, tahun lalu.
Riwayat pernah operasi tumor sigmoid, 2 tahun lalu.
Diabetes Mellitus (-), Hipertensi (+), dan Jantung (-).
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.
Riwayat keluarga tidak ada penyakit kronis seperti diabetes
mellitus, hipertensi, dan jantung.
Suhu : 36,8° C
4. Status Internus
a) Kepala
Normocephal
b) Mata
2
Konjungtiva palpebra anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), pupil isokor
(3mm/3mm), reflek pupil direk (+/+), reflek pupil indirek (+/+)
c) Telinga
Sekret (-/-), darah (-/-), gangguan fungsi pendengaran(-/-)
d) Hidung
Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-), septum
deviasi (-/-)
e) Mulut
Bibir kering (-), bibir sianosis (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-),
Tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)
f) Leher
Simetris, trachea di tengah, pembesaran KGB (-), tiroid (Normal),
kaku kuduk (-)
g) Thorax
Dextra Sinistra
Depan
1. Inspeksi
Bentuk dada Ø Lateral >Antero Ø Lateral >Antero
posterior posterior
Hemitorak Simetris Simetris
Dinamis Simetris Simetris
2. Palpasi
Stem fremitus Dextra = sinistra Dextra = sinistra
Pelebaran ICS (-) (-)
Arcus Costa Normal Normal
3
Bentuk dada Dalam batas normal Dalam batas normal
Hemitorak Simetris Simetris
2. Palpasi
Stem fremitus Dextra = sinistra Dextra = sinistra
Pelebaran ICS (-) (-)
3. Perkusi
Suara lapang paru Sonor di seluruh Sonor di seluruh
lapang paru lapang paru
4. Auskultasi
Suara dasar Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan Wheezing(-), ronki (-) Wheezing(-), ronki (-)
SD : vesikuler SD : vesikuler
ST : ronki (-/-), wheezing (-) ST : ronki (-/-), wheezing (-)
Cor
4
konfigurasi jantung : dalam batas normal
Auskultasi : reguler
Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler.
Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII (-),
SIV (-)
h) Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar, warna sama seperti kulit di
sekitar
Auskultasi : Bising usus 10x / menit, bruit hepar (-), bruit aorta
abdominalis(-), bruit A.Renalis dextra (-), bruit
A.Renalis sinistra(-), bruit A.Iliaca dextra (-), bruit
A.iliaca sinistra (-).
Bising usus menurun, metallic sound (+)
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, pekak sisi (+)
normal, pekak alih (sulit dinilai)
Palpasi : turgor cukup, hepar tidak teraba, lien tidak
teraba, ginjal tidak teraba.
Nyeri tekan (+).
i) Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Capilary refill <2”/ <2” <2”/ <2”
V. ASSESMENT
Diagnosis Banding : Ileus Paralitik
5
Diagnosis Kerja :
Diagnosis Klinis : Ileus Obstruksi e.c Tumor Sigmoid
VI. INITIAL PLAN
Ip Tx :
IVFD RL 20 tpm
Injeksi Ceftriaxon 1 gr/12 j/iv
Injeksi Ranitidin 50 mg/12j/iv
Dulcolax Supp
Injeksi ondansentron 4 mg/8 j/iv
Ip Mx :
Monitoring KU dan Vital Sign pasien
Ip Ex :
- Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit pasien
- Menjelaskan pasien untuk melakukan pemasangan NGT
- Menjelaskan pasien untuk stop intake oral
- Menjelaskan kepada pasien untuk menggunakan kateter
- Menjelaskan pengobatan, dan komplikasi penyakit
- Menjelaskan kepada pasien, untuk dilakukan rujukan ke RS yang
lebih memadai fasilitasnya
VII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Sanam : dubia ad bonam
Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
7
Adhesi merupakan suatu jaringan parut yang sering menyebabkan organ dalam
dan atau jaringan tetap melekat setelah pembedahan. Adhesi dapat membelit dan
menarik organ dari tempatnya dan merupakan penyebab utama dari obstruksi
usus, infertilitas (bedah ginekologik), dan nyeri kronis pelvis.
Definisi
Ileus obstruktif adalah obstruksi usus akibat dari penghambatan motilitas usus
yang dapat ditimbulkan oleh banyak penyebab.
INSIDEN
Perlekatan usus sebagai penyebab dari Ileus saat ini menempati
urutan pertama. Maingot melaporkan bahwa sekitar 70% penyebab dari Ileus
adalah perlekatan. Survey Ileus Obstruksi di RSUD DR. Soetomo pada tahun
2001 mendapatkan 50% dari penyebabnya adalah perlekatan usus, kemudian
diikuti Hernia 33,3%, keganasan 15%, Volvulus 1,7%.(5,10)
I. Anatomi
Usus halus terbentang dari pylorum sampai caecum dengan panjang 270 cm
sampai 290 cm. Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum dan ileum.
Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai jejenum. Panjang
jejenum 100 – 110 cm dan panjang ileum 150 -160 cm. Pemisahan duodenum dan
jejenum ditandai oleh Ligamentum Treitz. Ligamentum ini berperan sebagai
ligamentum suspensorium. Kira – kira dua per lima dari sisa usus halus adalah
jejenum, dan tiga per lima bagian terminalnya adalah ileum. Jejenum mempunyai
vaskularisasi yang besar dimana lebih tebal dari ileum. Apendiks vermiformis
merupakan tabung buntu berukuran sekitar jari kelingking yang terletak pada
daerah ileosekal, yaitu pada apeks sekum.
8
Secara mikroskopik, dinding usus halus dibagi atas empat lapisan yaitu
lapisan serosa, muskularis propria, lapisan submukosa dan lapisan mukosa.
Lapisan serosa merupakan lapisan terluar yang terdiri dari peritoneum visceralis
dan parietal dan ruang yang terletak antara lapisan visceral dan parietal dinamakan
rongga peritoneum. Lapisan muscularis propria terdiri dari dua lapisan otot yaitu
lapisan otot longitudinal yang tipis dan lapisan otot sirkular yang tebal. Ganglion
sel berasal dari pleksus Myenterica (Auerbach) yang berada di antara lapisan otot
dan mengirimkan rangsangan pada kedua lapisan tersebut. Lapisan submucosa
terdiri dari lapisan jaringan konektif fibroelastis yang berisi pembuluh darah dan
saraf. Lapisan mukosa dibagi menjadi 3 lapisan yaitu mukosa muscularis, lamina
propria dan lapisan epitel. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lapisan
sirkular yang dinamakan valvula koniventes (Lig.Kerckringi) yang menonjol ke
dalam sekitar 3 mm.
9
Usus halus dipersarafi cabang-cabang kedua sistem saraf otonom. Rangsangan
parasimpatis merangsang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan
simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut saraf sensorik sistem simpatis
menghantarkan nyeri, sedangkan serabut saraf parasimpatis mengatur refleks
usus.
Usus besar dibagi menjadi caecum, colon dan rektum. Pada caecum terdapat
katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung caecum. Caecum
menempati sekitar dua atau tiga inchi pertama dari usus besar. Kolon dibagi lagi
menjadi colon ascenden, colon transversum, descenden dan sigmoid. Tempat
dimana colon membentuk belokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas
berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Colon sigmoid
mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Lekukan
bagian bawah membelok ke kiri waktu colon sigmoid bersatu dengan rektum.
Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti bagian usus lainnya.
Sekum, kolon ascenden dan bagian kanan kolon transversum diperdarahi oleh
cabang a.mesenterika superior yaitu a.ileokolika, a.kolika dekstra dan a.kolika
media. Kolon transversum bagian kiri, kolon descendens, kolon sigmoid dan
sebagian besar rektum perdarahi oleh a.mesenterika inferior melalui a.kolika
sinistra, a.sigmoid dan a.hemoroidalis superior. Pembuluh vena kolon berjalan
paralel dengan arterinya. Kolon dipersarafi oleh oleh serabut simpatis yang
berasal dari n.splanknikus dan pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang
berasal dari N.vagus.
II. Fisiologi
Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi bahan
– bahan nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam
mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan
yang masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim –
10
enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat
– zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu
menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim – enzim.
Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan
lemak sehingga memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase
pankreas.
Pergerakan usus halus berfungsi agar proses digesti dan absorbsi bahan –
bahan makanan dapat berlangsung secara maksimal. Pergerakan usus halus terdiri
dari :
Pergerakan mencampur (mixing) atau pergerakan segmentasi yang mencampur
makanan dengan enzim – enzim pencernaan agar mudah untuk dicerna dan
diabsorbsi
Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang
terdiri dari 2 lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot
yang terutama berperan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan
11
adalah otot longitudinal. Bila bagian mengalami distensi oleh makanan, dinding
usus halus akan berkontraksi secara lokal. Tiap kontraksi ini melibatkan segmen
usus halus sekitar 1 – 4 cm. Pada saat satu segmen usus halus yang berkontraksi
mengalami relaksasi, segmen lainnya segera akan memulai kontraksi, demikian
seterusnya. Bila usus halus berelaksasi, makanan akan kembali ke posisinya
semula. Gerakan ini berulang terus sehingga makanan akan bercampur dengan
enzim pencernaan dan mengadakan hubungan dengan mukosa usus halus dan
selanjutnya terjadi absorbsi.
Aktifitas gerakan peristaltik akan meningkat setelah makan. Hal ini sebagian
besar disebabkan oleh masuknya makanan ke duodenum sehingga menimbulkan
refleks peristaltik yang akan menyebar ke dinding usus halus. Selain itu, hormon
gastrin, CCK, serotonin, dan insulin juga meningkatkan pergerakan usus halus.
Sebaliknya sekretin dan glukagon menghambat pergerakan usus halus.
12
katup ileocaecal menuju ke kolon. Makanan yang menetap untuk beberapa lama
pada daerah ileum oleh adanya sfingter ileocaecal berfungsi agar makanan dapat
diabsorbsi pada daerah ini. Katup ileocaecal berfungsi untuk mencegah makanan
kembali dari caecum masuk ke ileum.
Fungsi sfingter ileocaecal diatur oleh mekanisme umpan balik. Bila tekanan di
dalam caecum meningkat sehingga terjadi dilatasi, maka kontraksi sfingter
ileocaecal akan meningkat dan gerakan peristaltik ileum akan berkurang sehingga
memperlambat pengosongan ileum. Bila terjadi peradangan pada caecum atau
pada appendiks maka sfingter ileocaecal akan mengalami spasme, dan ileum akan
mengalami paralisis sehingga pengosonga ileum sangat terhambat.
III. Klasifikasi
Berdasarkan Stadium :
Parsial : menyumbat lumen sebagian
Simple/Komplit: menyumbat lumen total
Strangulasi: Simple dengan jepitan vasa
13
IV. Etiologi
14
Ileus Obstruktif
a. Hernia Inkarserata
Suatu keadaan dimana isi kantong henia tidak dapat masuk kembali ke rongga
peritoneal akibat jepitan. Proses yang langsung terjadi adalah gangguan aliran
darah dan gangguan pasase segmen usus yang terjepit.
b. Non Hernia :
Penyempitan lumen usus
Isi Lumen : Benda asing, skibala, ascariasis.
Dinding Usus : stenosis (radang kronik), keganasan.
Ekstra lumen : Tumor intraabdomen.
Adhesi adalah pita fibrosa yang membentuk jaringan scarlike antara dua
permukaan di dalam tubuh.
Invaginasi atau intususepsi adalah bagian usus masuk kedalam usus dibagian
belakangnya, terjadi jepitan usus, sehingga menyebabkan hambatan aliran usus
dan mengganggu aliran darah yang melalui bagian usus yang mengalami
intususepsi. Atau bagian proksimal masuk kebagian distal.
Volvulus adalah merupakan keainan berupa puntiran dari segmen usus terhadap
usu itu sendiri, mengelilingi mesenterium dari usustersebut dengan mesenterum
itu sendiri sebagai aksis longitudilah sehingga menyebabkan obstruksi saluran
cerna.
Malformasi Usus
15
V. Patofosilogi
Obstruksi usus
Syok hipovolemik
Ischemia dinding usus
Peritonitis septikemia
16
Obstruksi ileus merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi
karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus
sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut
menyebabkan pasase lumen usus terganggu. Akan terjadi pengumpulan isi lumen
usus yang berupa gas dan cairan, pada bagian proximal tempat penyumbatan,
yang menyebabkan pelebaran dinding usus (distensi). Sumbatan usus dan distensi
usus menyebabkan rangsangan terjadinya hipersekresi kelenjar pencernaan.
Dengan demikian akumulasi cairan dan gas ntakin hertambah yang menyebabkan
distensi usus tidak hanya pada tempat sumbatan tetapi juga dapat mengenai
seluruh panjang usus sehelah proximal sumbatan. Sumbatan ini menyebabkan
gerakan usus yang meningkat (hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah. Sebaliknya
juga terjadi gerakan anti peristaltik. Hal ini menyebabkan terjadi serangan kolik
abdomen dan muntah-muntah. Pada obstruksi usus yang lanjut, peristaltik sudah
hilang oleh karena dinding usus kehilangan kontraksinya
A. Nyeri-Kolik
B. Muntah :
Stenosis Pilorus : Encer dan asam
Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan
Obstruksi kolon : onset muntah lama.\
C. Perut Kembung (distensi)
D. Konstipasi
E. Tidak ada defekasi
F. Tidak ada flatus
G. Obstruksi usus halus : kolik dirasakan disekitar umbilicus
H. Obstruksi kolon : kolik dirasakan disekitar suprapubik.
17
Tabel-2.1. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus.
VII. Diagnosis
1. Subyektif -Anamnesis
Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali
menandakan adanya hernia inkarserata. Invaginasi dapat didahului oleh riwayat
buang air besar berupa lendir dan darah. Pada ileus paralitik e.c. peritonitis dapat
diketahui riwayat nyeri perut kanan bawah yang menetap. Riwayat operasi
sebelumnya dapat menjurus pada adanya adhesi usus. Onset keluhan yang
berlangsung cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan onset yang lambat
dapat menjurus kepada ileus letak rendah.
18
2. Obyektif-Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal,
femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi
dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila
ada bekas luka operasi sebelumnya.
Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising
usus dan peristaltik melemah sampai hilang.
Perkusi
Hipertimpani
Palpasi
Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.
Rectal Toucher
- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
- Feses yang mengeras : skibala
- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
19
- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis
3. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Radiologik
Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level”
pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto
polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus,
sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.
Dapat ditemukan gambaran ”step ladder dan air fluid level” terutama pada
obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi
stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya muosa
yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto thoraks
tegak menunjukkan adanya perforasi usus. Penggunaan kontras tidak dianjurkan
karena dapat menyebabkan peritonitis akibat adanya perforasi.
20
21
22
CT scan kadang – kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa pada obstruksi
usus halus untuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang komplit dan pada
obstruksi usus besar yang dicurigai adanya abses maupun keganasan.
1. Carcinoid gastrointestinal.
2. Penyakit Crohn.
3. Intussuscepsi pada anak.
4. Divertikulum Meckel.
5. Ileus meconium.
6. Volvulus.
7. Infark Myocardial Akut.
8. Malignansi, Tumor Ovarium.
23
9. TBC Usus.
IX. Penatalaksanaan
1. Persiapan penderita
Persiapan penderita berjalan bersama dengan usaha menegakkan diagnosa
obstruksi ileus secara lengkap dan tepat. Sering dengan persiapan penderita yang
baik, obstruksinya berkurang atau hilang sama sekali. Persiapan penderita
meliputi :
o Penderita dirawat di rumah sakit.
o Penderita dipuasakan
o Kontrol status airway, breathing and circulation.
o Dekompresi dengan nasogastric tube.
o Intravenous fluids and electrolyte
o Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
2. Operatif.
24
Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu :
Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.
Bagaimana keadaan/fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat obstruksinya
maupun kondisi sebelum sakit.
Apakah ada risiko strangulasi.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus :
a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata
non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian
usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan
sebagainya.
c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung
usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi strangulate dan sebagainya.
25
3. Pasca Operasi
Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi usus
yang masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan yang
terkumpul dalam lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh karena
catatan tersebut mengandung banyak bahan-bahan digestif yang sangat
diperlukan. Pasca bedah tidak dapat diharapkan fisiologi usus kembali normal,
walaupun terdengar bising usus. Hal tersebut bukan berarti peristaltik usus telah
berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi meninggi dan absorpsi sama sekali
belum baik.
Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare
pasca bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta
menjaga keseimbangan asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan
pada pasca bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut, apalagi bila telah terjadi
strangulasi, monitoring pasca bedah yang teliti diperlukan sampai selama 6 - 7
hari pasca bedah. Bahaya lain pada masa pasca bedah adalah toksinemia dan
sepsis. Gambaran kliniknya biasanya mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca bedah.
Pemberian antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan dengan hasil kultur
kuman sangatlah penting.
X. Komplikasi
o Nekrosis usus
o Perforasi usus
o Sepsis
o Syok-dehidrasi
o Abses
o Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi
o Pneumonia aspirasi dari proses muntah
o Gangguan elektrolit
o Meninggal
26
XI. Prognosis
27
DAFTAR PUSTAKA
6. Evers, BM Usus Kecil. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM,
Mattox KL, eds. Sabiston Textbook of Surgery . 18th ed. St. Louis, Mo:
WB Saunders; 2008:chap 48
28