Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENELITIAN

PENGARUH PERILAKU PEMELIHARAAN KESEHATAN GIGI DAN


MULUT PADA ANAK YATIM PIATU TERHADAP STATUS
KESEHATAN GIGI DAN MULUT DI PANTI ASUHAN
AL WASHLIYAH MEDAN SUNGGAL

Tri Ayu Pratiwi 120600131


Fatin Syaheerah 090600147
Ishmah Najla 120600118
Jeslyn 120600133
Jesika Bertauli 120600115

Pembimbing
Darmayanti Siregar, drg

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN /


KESEHATAN GIGI MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2018
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan mulut yang baik mencerminkan status kesehatan keseluruhan
seorang individu. Pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu
upaya meningkatkan kesehatan. Kebersihan gigi dan mulut merupakan salah satu
faktor lokal yang pengaruhnya sangat dominan dan dapat menyebabkan berbagai
masalah gigi dan mulut.1 Persentase penduduk Indonesia yang mempunyai
masalah gigi dan mulut menurut Riskesdas tahun 2007 dan 2013 meningkat dari
23,2% menjadi 25,9%. Prevalensi anak yang mengalami masalah kesehatan gigi
dan mulut berdasarkan karakteristik umur adalah 5-9 tahun sebesar 28,9% dan
umur 10-14 tahun sebesar 25,2%.2
Kesehatan gigi dan mulut sangat erat hubungannya dengan perilaku.
Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek
yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan
dan minuman, serta lingkungan.3 Perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
yang baik akan sangat berperan dalam menentukan derajat kesehatan dari masing-
masing individu.4 Pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut sangat erat kaitannya
dengan kontrol plak, hal ini mencakup menyikat gigi, penggunaan pasta gigi
mengandung fluoride, penggunaan pembersih interdental, penggunaan obat
kumur, dan penggunaan alat pembersih lidah.3 Kontrol plak yang paling sederhana
yang dapat dilakukan di rumah adalah dengan cara menyikat gigi.5
Menurut Riskesdas 2007, 91,1% masyarakat Indonesia yang berumur di
atas 10 tahun, meskipun sudah menggosok gigi setiap hari, namun hanya sebesar
7,3% yang telah menggosok gigi secara benar, yaitu pagi setelah sarapan dan
malam sebelum tidur. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan Unilever di
tahun 2007, hanya terdapat 5,5% masyarakat Indonesia yang memeriksakan
kesehatan gigi secara teratur ke dokter gigi.4 Hal ini mungkin terjadi disebabkan
oleh kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan gigi
dan mulut.6
2

Berdasarkan penelitian tentang perilaku kesehatan tersebut menyebabkan


prevalensi karies masih cukup tinggi di seluruh dunia, sehingga karies merupakan
suatu penyakit infeksi gigi yang menjadi prioritas masalah kesehatan gigi dan
mulut.7 Berdasarkan data WHO tahun 2012, di seluruh dunia 60-90% anak
sekolah dan hampir 100% orang dewasa memiliki karies yang sering
menimbulkan rasa sakit serta dapat memengaruhi kualitas hidup. 8 Menurut hasil
Riskesdas tahun 2007, karies gigi diderita oleh 72,1% penduduk Indonesia dengan
rata-rata skor DMF-T mencapai 4,6%.2,6 DMF-T merupakan penjumlahan dari
indeks D-T, M-T dan F-T yang menunjukkan banyaknya kerusakan gigi yang
pernah dialami seseorang baik berupa Decay/D (gigi karies atau gigi berlubang),
Missing/M (gigi cabut), dan Filling/F (gigi ditumpat).2
Salah satu faktor penyebab karies gigi yaitu kebersihan gigi dan mulut yang
buruk.8 Kebersihan mulut dapat ditentukan lewat pengukuran status kebersihan
mulut. Pengukuran status kebersihan mulut yang umum digunakan yakni dengan
menggunakan Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S) dari Green dan Vermillion. 9
OHIS merupakan skor atau nilai pemeriksaan gigi dan mulut dengan
menjumlahkan Debris Index (DI) dan Calculus Index (CI).5,7 Derajat kebersihan
mulut secara klinik dihubungkan dengan skor OHI-S adalah nilai baik bila skor 0-
1,2; nilai sedang bila skor 1,3-3,0; dan nilai buruk bila skor 3,1-6,0.10
Penelitian yang dilakukan oleh Idham dkk tahun 2013 mendapatkan hasil
kebersihan gigi dan mulut sebesar 35% dengan tingkat OHIS baik dan 65%
dengan tingkat OHIS sedang pada anak panti asuhan Ashabul Kahfi Makassar. 11
Penelitian lain dilakukan Diana tahun 2015 mengenai kebersihan rongga mulut
anak panti asuhan Al Ishlah Al Aziziyah Banda Aceh didapatkan hasil paling
banyak pada tingkat OHIS sedang yakni sebesar 60,5% pada anak perempuan dan
47,4% pada anak laki-laki.12
Mengingat peran orangtua sangat diperlukan untuk mengembangkan
prilaku positif anak terhadap kesehatan gigi dan mulut, sedangkan peran orangtua
ini sulit diperoleh oleh anak-anak yang tinggal di panti asuhan maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh perilaku pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut terhadap status kesehatan gigi dan mulut pada anak
yatim piatu di panti asuhan Al Washliyah Medan. Pemeriksaan kesehatan gigi dan
3

mulut dilakukan dengan menggunakan indeks pengalaman karies DMF-T dan


indeks kebersihan mulut (OHIS).

1.2 Rumusan Masalah


Apakah terdapat pengaruh perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
pada anak yatim piatu terhadap status kesehatan gigi dan mulut di panti asuhan Al
Washliyah Medan Sunggal?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perilaku
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pada anak yatim piatu terhadap status
kesehatan gigi dan mulut di panti asuhan Al Washliyah Medan Sunggal.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui kategori perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan
mulut pada anak yatim piatu di panti asuhan Al Washliyah Medan Sunggal.
2. Untuk mengetahui pengaruh perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan
mulut terhadap tingkat OHIS pada anak yatim piatu di panti asuhan Al Washliyah
Medan Sunggal.
3. Untuk mengetahui pengaruh perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan
mulut terhadap tingkat DMF-T pada anak yatim piatu di panti asuhan Al
Washliyah Medan Sunggal.

1.4 Hipotesis
Tidak terdapat pengaruh perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
pada anak yatim piatu terhadap status kesehatan gigi dan mulut di panti asuhan Al
Washliyah Medan Sunggal.

1.5 Manfaat Penelitian


1. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan bagi
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan gigi masyarakat mengenai
4

pengaruh perilaku perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pada anak
yatim piatu terhadap status kesehatan gigi dan mulut di panti asuhan Al
Washliyah Medan Sunggal.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data awal bagi penelitian
selanjutnya dalam melihat dan menganalisis pengaruh perilaku pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut terhadap status kesehatan gigi dan mulut.
3. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan kepada tenaga
kesehatan mengenai pengaruh perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
terhadap status kesehatan gigi dan mulut sehingga dapat melakukan pencegahan
atau merencanakan perawatan gigi dengan baik.
4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong lebih banyak tenaga
kesehatan dan memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya anak-anak
yatim piatu mengenai pentingnya perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
guna menjaga kesehatan gigi dan mulut.
5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku
Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh seseorang yang dapat
diamati secara langsung atau tidak langsung. Robert kwick pada tahun
1974 mentakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu
organism yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari.13,14
Penelitian rogers mengungkapkan bahwa sebelum seseorang
mengadopsi suatu perilaku, terjadi proses berurutan pada orang tersebut,
yaitu:

1. Kesadaran (awareness): seseorang menyadari dalam arti mengetahui


terlebih dahulu terhadap stimulus.
2. Tertarik (interest): merasa tertarik terhadap stimulus yang diberikan
disini sikap subjek sudah mulai terbentuk.
3. Mempertimbangkan (evaluation): seseorang mempertimbangkan baik
buruk dari stimulus kepada dirinya. Hal ini berarti sikap orang itu sudah lebih baik
lagi.
4. Mencoba (trial): seseorang telah mencoba melakukan perilaku baru.
5. Adopsi (adoption): seseorang telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.13,14
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara langsung yakni dengan
mengamati tindakan atau kegiatan responden, ataupun pengukuran secara tidak
langsung dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan
beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu.

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku


Perilaku dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan itu merupakan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor genetic dan lingkungan itu
merupakan penetu dari perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia.
Hereditas atau faktor keturunan adalah faktor konsepsi dasar atau modal untuk
6

perkembangan perilaku makhluk hidup itu untuk selanjutnya. Sedangkan


lingkungan adalah kondisi atau tempat untuk perkembangan perilaku tersebut.15

2.2.1 Faktor Genetik (keturunan)


Faktor keturunan adalah faktor konsepsi dasar atau modal untuk
perkembangan perilaku makhluk hidup itu untuk selanjutnya.15

2.2.2 Faktor Lingkungan


Lingkungan adalah kondisi atau tempat untuk perkembangan perilaku
seseorangan. Lingkungan yang mempengaruhi perilaku seseorang itu bisa berasal
dari lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal (masyarakat) maupun
lingkungan sekolah.
a. Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan satu kesatuan dari suatu kelompok kecil yang
terdiri atas ayah, ibu dan anak yang terbentuk dari suatu tali perkawinan yang
merupakan tempat pertama dalam mendapatkan pendidikan, perlindungan,
informasi, sosialisasi serta sikap disiplin. Keluarga adalah unit sosial terkecil yang
mempunyai peranan penting bagi perkembangan keperbadian anak, dan orangtua
menjadi faktor penting dalam menanamkan dasar keperibadian seseorang anak.15
b. Lingkungan masyarakat
Masyarakat adalah sekumpulan kelompok yang tinggal pada suatu
daerah yang merupakan tempat tumbuh dan berkembangnya seseorang dari masa
kanak-kanak menuju masa dewasa. Tumbuh kembang seseorang didalam
masyarakat dipengaruhi oleh keadaan masyarakat, teman sebaya, lingkungan
tempat tinggal dan aturan-aturan yang berlaku didalam masyarakat.15
c. Lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah berfungsi sebagai tempat mencerdaskan anak
didik dan transformasi norma. Pendidikan di sekolah bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri dan bertanggung jawab.
Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 dinyatakan bahwa jalur
pendidikan terdiri atas:16
7

1. Pendidikan formal
Sekolah sebagai lembaga pendidikan dikategorikan formal karena
diadakan disekolah/tempat tertentu , dilakukan secara teratur dan sistematik,
mempunyai jenjang dan jangka waktu tertentu, berlangsung mulai dari taman
kanak-kanak sampai perguruan tinggi, serta dilaksanakan berdasarkan aturan
resmi yang telah ditentukan oleh pemerintah.
2. Pendidikan informal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri
3. Pendidikan nonformal
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal
yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal
diselengarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan
yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/atau pelengkap pendidikan
formal dalam rangka mendukung pendidikan anak usia dini, pendidikan
kepemudaan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan
serta pendidikan lain yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta
didik.

2.3 Pemeliharan Kesehatan Gigi dan mulut


Frekuensi membersihkan gigi dan mulut sebagai bentuk perilaku
akan mempengaruhi baik atau buruknya kebersihan gigi dan mulut. Upaya
pemeliharaan kesehatan gigi dapat dilakukan secara individual dan
individual oleh tenaga professional. Upaya pemeliharaan kesehatan gigi
dan mulut antara lain meliputi tindakan menyikat gigi, kumur-kumur
dengan larutan flour. Tindakan menyikat gigi merupakan hal yang utama
dalam upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.

2.3.1 Menyikat Gigi

Menyikat gigi merupakan bentuk penyingkiran plak secara


mekanis. Tujuan menyikat gigi yaitu menyingkirkan plak atau mencegah
pembentukan plak, membersihkan sisa-sisa makanan, debris atau stein,
8

merangsang jaringan gingival dan melapisi permukaan gigi dengan flour.


Umumnya, American Dental Association (ADA) memodifikasi pernyataan
ini dengan menyatakan bahwa pasien harus menyikat gigi secara teratur,
minimal dua kali sehari yaitu pagi hari setelah sarapan dan sebelum tidur
malam. Menyikat gigi secara langsung setelah makanan harus dihindari,
karena pH saliva dalam waktu 3-5 menit sesudah mengonsumsi makanan
yang mengandung karbohidrat akan turun sampai mencapai pH 5.
Menyikat gigi sebaiknya 25 menit setelah makan atau minum, karena pada
saat itu pH saliva akan kembali normal sehingga dapat mencegah proses
pembentukan karies.3

2.3.2 Metode Menyikat Gigi


1. Metode Bass
Metode Bass merupakan metode yang paling di rekomendasikan untuk
menyingkirkan plak dan debris pada permukaan gigi maupun yang terdapat pada
sulkus gingiva. Langkah dalam penyikatan gigi dengan metode bass yaitu bulu
sikat di tempatkan pada tepi gingiva dengan membentuk sudut 45˚ terhadap poros
panjang gigi dan dengan memberikan tekanan yang disertai getaran, diikuti ujung
bulu sikat gigi di tekankan masuk kedalam sulkus gingiva dan ke embrasur
interproksimal. Dalam keadaan ujung bulu sikat tetap berada didalam sulkus dan
embrasur interproksimal.Dalam keadaan ujung bulu sikat gigi ditekankan masuk ke
dalam sulkus ingiva dan embrasur interproksimal.Dalam keadaan ujung bulu sikat
berada di dalam sulkus dan embrasur interproksimal, sikat gigi di gerakkan maju-
mundur pendek-pendek sebanyak 10-20 kali pada setiap posisi. Harus diperhatikan
bahwa selamapergerakan, bulu sikat gigi tidak keluar dari sulkus atau embrasur
interproksimal.18,19
2. Metode Fones
Metode fones merupakan metode yang paling bagus, sederhanadan paling
baik bagi anak-anak.Dan metode ini meminimalkan kerusakan pada gingiva
dengan gerakan sirkular tersebut. Pergerakan pada metode ini dilakukan dengan
gerakan sirkular diikuti dengan sedikit tekanan dan dilakukan 4-5 kali pada setiap
bagian.18
9

3. Metode Charter
Metode Charter dianjurkan untuk ,mendapatkan efek massase gingiva.
Sikat gigi yang digunakan adalah dengan bulu sikat yang sedang hingga
keras.Metode ini dilakukan sementara untuk daerah penyembuhan luka pasca
perawatan periodontal.Caranya adalah mengarah ke apikal membentuk sudut 45
terhadap poros panjang gigi. Sikat gigi digerakkan dengan gerakan memutar
sebanyak 20 kali pada setiap posisi.3,20
4. Scrubbing Horizontal
Teknik horizontal ini sangat dianjurkan sehingga paling banyak digunakan
orang.Bulu sikat ditempatkan tegak lurus terhadap makhota gigi.Kemudian sikat
gigi digerakkan maju mundur 6 – 9 mm. Gigi anak-anak yang mempunyai bentuk
seperti lonceng (bell-shaped) paling efektif bila dibersihkan dengan menggunakan
teknik ini. Namun demikian, apabila teknik ini digunakan terus menerus dengan
tekanan berlebih dan pasta abrasif, maka kemungkinan terjadi resesi gingiva dan
kerusakan pada cemento-enamel junction.18

2.3.3 Sikat Gigi


1. Bentuk ujung kepala sikat gigi
Pemilihan sikat gigi manual harus memperhatikan bentuk, ukuran kepala
sikat dan derajat kehalusan bulu sikat gigi. bentuk kepala sikat bervariasi, seperti
oval, segiempat, segitiga dan trapesium. Penggunaannya tergantung anatomi
individu. Varendra Darakh menganjurkan bentuk kepala sikat gigi yang baik
adalah yang berbentuk bulat karena dapat memberikan kenyamanan dan
kemudahan dalam menjangkau gigi posterior.18
2. Kondisi kerusakan bulu sikat gigi
Kondisi bulu sikat mempengaruhi keefektifan menyikat gigi. sikat gigi
yang telah rusak biasanya ditandai dengan bulu yang sikat berubah menjadi
miring, keriting, mekar dan terdapat banyak bulu-bulu sikat yang keluar dari
rumpunnya. Kondisi kerusakan bulu sikat gigi dipengaruhi oleh metode frekuensi
dan tekanan penyikatan. 18
3. Kepemilikan sikat gigi
10

Kepemilikan sikat gigi juga berpengaruh terhadap terjadinya penyakit oral.


Penelitian menunjukkan penggunaan sikat gigi secara bersama dapat
meningkatkan risiko kontaminasi bakteri pada bulu sikat.18

2.3.4 Menyikat Lidah dan Palatum


Pembersihanan lidah secara mekanis merupakan cara efektif untuk
mengurangi sebagian bakteri anaerob pada dorsal lidah. American Dental
Association merekomendasikan melakukan pembersihan lidah untuk menjaga
kesehatan mulut yang baik. Pembersihan lidah secara mekanis ini dapat dilakukan
dengan menggunakan sikat gigi atau dengan menggunakan alat yang didesain
khusus sebagai alat pengerok lidah (tongue scraper).17

2.3.5 Penggunaan Benang Gigi


menyikat gigi hanya mampu menyikirkan plak pada permukaan yang dapat
dijangkau seperti pada permukaan oral, vestibular dan oklusal. Sementara pada
daerah interproksimal, sikat gigi umumumnya tidak efektif menyingkirkan plak.
Oleh karena itu, alat pembersih interdental disarankan penggunaannya. Terdapat
beberapa macam alat pembersih interdental. Namun yang paling sesuai digunakan
anak-anak yang pada umumnya masih memiliki kontak proksimal dengan baik
dan belum mengalami resesi yaitu dengan benang gigi atau dental floss.3

2.3.6 Penggunaan Obat Kumur


Tindakan perlindungan gigi dan mulut lainnya dapat dilakukan
secara kemis yaitu dengan penggunaan obat kumur. Obat kumur terdiri
dari berbagai macam kandungan. Beberapa kandungannya seperti zinc
sulfat diketahui memiliki sifat antiplak. Selain itu klorheksidin 0,12%
sudah terbukti efektif memiliki sifat anti bakteri yang dapat bertahan
hingga 12 jam. Obat kumur yang digunakan setiap hari secara terus-
menerus diketahui dapat memengaruhi 30-50% bakteri pada saliva dan 55-
97% pada plak.3

2.4 Status Kesehatan Gigi dan Mulut


11

2.4.1 OHI-S
Terdapat beberapa cara mengukur status kebersihan rongga mulut salah
satunya dengan skor OHI-S (Oral Hygiene Index Simplified). Peneliti
menggunakan indeks ini karena indeks ini lebih mudah dan sederhana
dibandingkan indeks-indeks yang lain. Pengukuran OHI-S mengguna-kan metode
yang ditemukan oleh Green dan Vermilion. OHI-S ialah indeks untuk mengukur
daerah gigi yang tertutup oleh debris dan kalkulus.20
Cara pengukuran OHI-S ialah dengan menambahkan Debris Indeks (DI)
dengan Calculus Indeks (CI). Skor OHI-S yang baik bisa didapatkan dengan cara
perawatan gigi yang baik dan benar, seperti dengan cara menyikat dengan benar
dan teratur 2-3 kali dalam sehari serta waktu menyikat gigi yang tepat yaitu
sesudah makan dan sebelum tidur. Simplified (OHI-S) ialah status kebersihan
mulut yang merupakan jumlah dari Debris Indeks(DI) dan Calculus Indeks(CI).
Kriteria skor 0,0 - 1,2 termasuk baik, 1,3 - 3,0 dikatakan sedang dan 3,1 - 6,0 di
kriteria buruk.20
.
2.4.2 Indeks Karies DMFT
Indeks merupakan ukuran numerik yang menggambarkan tingkat dan
keparahan penyakit pada individu atau kelompok pengalaman karies permanen
pada seseorang dapat dinilai melalui indeks DMF-T dan DMF-S Klein dan juga
dapat dinilai menggunakan indeks DMF-T dan Significant Caries (SiC) dari
WHO. Indeks Klein diperkenalkna oleh Henry Klein, Carrole E Palmer dan
Knutson JW pada tahun 1938. Pada indeks ini, gigi yang diperiksa adalah seluruh
gigi permanen yang telah erupsi dengan menggunakan alat diagnostic dan diberi
kriteria sebagai berikut.21

Tabel 1. Kriteria pemeriksaan karies berdasarkan indeks DMF-T Klein.

Kriteria Kondisi/Status
D Gigi dengan satu lesi karies atau lebih yang belum
ditambal, gigi dengan karies sekunder, gigi dengan
tambalan sementara.
Mi Gigi dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi
12

dan harus dicabut, radiks (missing indicated).


Me Gigi dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi
dan sudah dicabut (missing extracted)
F Gigi dengan lesi karies dan sudah ditambal dengan
sempurna, gigi dalam perawatan saluran akar.

Indeks WHO berguna untuk menggambarkan pengalaman karies


seseorang atau dalam suatu populasi. Penilaian karies pada gigi permanen
menurut indeks karies DMF-T WHO berdasarkan klasifikasi tingkat keparahan
karies gigi. Sementara ini, indeks SiC diperkenalkan sekitar tahun 2000 oleh
Brathall, dimana penggunaannya lebih dikhususkan kepada individu dengan status
karies yang tinggi dalam suatu populasi dengan menghitung rerata DMF-T pada
sepertiga populasi yang memiliki skor DMF-T tertinggi. Cara menghitung indeks
karies ini yaitu dengan mengurutkan individu sesuai dengan tingkat keparahan
skor DMF-T, kemudian menentukan skor DMF-T sepertiga populasi tertinggi dan
menghitung DMF-T untuk kelompok populasi.3,22

2.5 Perilaku Anak Yatim Piatu Mengenai Kesehatan Gigi dan Mulut
Panti asuhan adalah lembaga yang berfungsi menampung anak-anak yatim
piatu (kehilangan satu atau kedua orangtuanya).Panti asuhan dalam konteks
pelayanan sosial negara adalah kewajiban negara seperti yang diatur dalam pasal
34 undang-undang Dasar 1945. Jumlah panti asuhan di Indonesia diperkirakan
antara 5.000 hingga 8.000 panti, dimana panti asuhan yang diselenggarakan
negara hanya sekitar 1 persen dari total panti asuhan. Panti asuhan di Indonesia ini
yang merupakan panti asuhan terbesar di seluruh dunia. Pemerintah Indonesia
sendiri hanya memiliki dan menyelenggarakan sedikit dari panti asuhan tersebut,
lebih dari 99% panti asuhan diselenggarakan oleh masyarakat, terutama organisasi
keagamaan.23
Anak-anak yang tinggal di panti asuhan, berbeda dengan persepsi
masyarakat umum, lebih dominan mereka yang masih memiliki satu atau kedua
orang tua (90%), dibandingkan dengan anak yang benar-benar yatim-piatu (6%).
Gambaran lain dari anak-anak panti asuhan adalah bahwa sebagian anak anak
tersebut ditempatkan di panti asuhan oleh keluarganya yang mengalami kesulitan
13

ekonomi, dengan tujuan untuk memastikan anak-anak mereka mendapatkan


pendidikan.23
Panti asuhan menurut Notodirjo adalah suatu rumah kediaman yang cukup
besar yang memberikan perawatan dan asuhan kepada sejumlah besar anak yang
terlantar selama jangka waktu tertentu serta memberi pelayanan anak dalam
memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial pada anak asuh.23
Fungsi normatif panti asuhan di atas berbeda dengan kenyataan yang
terjadi di kebanyakan panti asuhan.Panti asuhan sebagian besar hanya memberi
perhatian pada upaya menyediakan akses pendidikan. Perbedaan antara fungsi
normatif panti asuhan dengan kenyataan panti asuhan yang terjadi selama ini
dapat dicermati dari pendekatan pengasuhan, pelayanan yang diberikan, dan
sumberdaya yang bekerja dalam panti asuhan.23
Pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat perlu
dilakukan dengan pendekatan yang tepat yaitu dengan pendidikan kesehatan atau
promosi kesehatan yang mengupayakan agar perilaku individu, kelompok atau
masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan. Berdasarkan teori blum, status kesehatan gigi dan mulut seseorang atau
masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor penting yaitu keturunan, lingkungan
(fisik maupun sosial budaya), perilaku, dan pelayanan kesehatan. Upaya promosi
kesehatan tersebut efektif, maka perlu dilakukan analisa terhadap masalah
perilaku tersebut sebelum upaya promosi kesehatan tersebut dilakukan. Perilaku
memegang peranan yang penting dalam mempengaruhi status kesehatan gigi dan
mulut secara langsung, perilaku dapat mempengaruhi faktor lingkungan maupun
pelayanan kesehatan.17
14

2.6 Kerangka Teori

Yatim Piatu

Perilaku Status Kesehatan


Gigi dan Mulut

OHIS DMFT

Calculus

Debris
15

2.7 Kerangka konsep

Penghuni Panti Asuhan

Al-Washliyah Medan

Perilaku Pemeliharaan Status Kesehatan Gigi dan


Kesehatan Mulut: Mulut
1. Skor OHI-S
1. Baik
2. Skor DMF-T
2. Sedang
3. Buruk
16

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan
pendekatan cross-sectional. Survei analitik merupakan suatu penelitian
survei yang diarahkan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh antara
dua aspek atau variabel yang diteliti, yakni antara perilaku dan status
kesehatan gigi dan mulut yang diukur berdasarkan tingkat OHI-S dan
tingkat DMF-T. Pada penelitian cross sectional, peneliti melakukan
observasi hanya sekali saja dan faktor resiko serta efek diukur menurut
keadaan atau status pada saat diobservasi.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Panti Asuhan Al Washliyah Medan
Sunggal. Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari 2018 sampai Maret
2018 yaitu mulai dari pembuatan proposal penelitian sampai dengan
pembuatan laporan akhir.

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah 102 anak yatim piatu di Panti
Asuhan Al Washliyah Medan Sunggal.

3.3.2 Sampel Penelitian


Pengambilan sampel dilakukan secara acak stratifikasi (stratified
random sampling) dari daftar responden yang diberikan oleh pihak panti
asuhan berdasarkan tingkat pendidikan anak yang berada di panti asuhan.
Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria
sebagai berikut:
Kriteria Inklusi :
1. Anak yatim piatu yang berusia antara 5-19 tahun
17

2. Anak yatim piatu yang bersedia menjadi responden

Kriteria Ekslusi :
1. Anak yatim piatu yang dalam kondisi kurang sehat jasmani (sakit)
dan rohani
2. Anak yatim piatu yang tidak hadir saat penelitian berlangsung

Besar sampel ditentukan dengan rumus :


2 σ 2( z α + z1− β )2
1−
2
n=
( μ1−μ2 )2

Keterangan :
α =Level of significance(5)
1−β =Power of the test(80)
σ =Population standard deviatian(1,1)
σ2 =Population of variance(1,21)
μ1 =Test vlue of the population mean(2,86)
μ2 =Anticipate population mean(3,64)
n = Sample size

Perhitungan Jumlah Sampel minimum didapat = n x 2 = 32 x 2 = 64

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


Tabel 2. Variabel penelitian dan definisi operasional
No Definisi Skala
Variabel Alat Ukur Hasil Ukur
. Operasional Ukur

1. Perilaku Tanggapan atau Kuesioner Total skor Or


reaksi individu (0-24) di
yang terwujud na
di gerakan Kategori: l
(sikap) 1. Baik:
18

jawaban
benar>80%

2. Sedang:
jawaban
benar 60%-
80%
3. Buruk:
jawaban
benar
2. Status
<60%
kesehatan
gigi dan
mulut,
berdasarkan
a. OHIS Oral Hygiene OHI-S
Index
Simplified Baik = 0,0
(OHIS) ialah – 1,2 Or
status Sedang = di
kebersihan 1,3 – 3,0 na
mulut yang Buruk = l
merupakan 3,1 – 6,0
jumlah dari
Debris Indeks
(DI) dan
Calculus Indeks
b. DMF-T (CI) Indeks DMF-
Gigi geligi yang T Klein
pernah Baik: 0-1
mengalami D Sedang: 2-
(gigi karies dan 4
gigi dengan Buruk: >4
19

tumpatan tetapi Or
ada karies), M di
(gigi yang na
hilang karena l
karies), F (gigi
dengan
tumpatan baik
dan tidak ada
karies)

3.5 Alat dan Bahan Penelitian


3.5.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Alat tulis menulis seperti pulpen, pensil, dan penghapus
2. Sonde
3. Kaca mulut
4. Nirbeken

3.5.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Masker
2. Sarung tangan
3. Dettol
4. Tissu
5. Kuesioner tentang perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan
mulut
6. Lembar pemeriksaan OHI-S dan DMF-T

3.6 Cara Pengumpulan Data


Pengumpulan data karakteristik perilaku pemeliharaan kesehatan
gigi dan mulut responden dilakukan dengan wawancara menggunakan
kuesioner. Pemeriksaan OHI-S dan DMF-T responden dilakukan dengan
20

menggunakan sonde dan kaca mulut,yang hasilnya dicatat pada lembar


pemeriksaan.

3.7 Pengolahan dan Analisis Data


Lembar pemeriksaan dan kuesioner diperiksa kembali kelengkapan
datanya secara manual, kemudian data tersebut diolah dengan sistem
komputerisasi dan disajikan dalam bentuk tabel. Analisis data dilakukan
dengan menggunakan uji chi-square untuk mengetahui ada tidaknya
pengaruh antara perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dengan
tingkat OHI-S dan DMF-T pada anak yatim piatu di Panti Aasuhan Al
Washliyah Medan Sunggal.
21

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Responden


Berdasarkan jenis kelamin, jumlah responden laki-laki adalah
72,9% dan responden perempuan adalah 27,1%. Berdasarkan usia,
diperoleh jumlah responden dengan usia 5-11 tahun sebanyak 42,4% dan
usia 12-19 tahun sebanyak 57,6%.

Tabel 4. Distribusi karakteristik anak di panti asuhan Al Washliyah Medan


Karakteristik n %
Jenis Kelamin
Laki-laki 62 72,9
Perempuan 23 27,1
Total 85 100

Usia
Usia 12-19 tahun 49 57,6
Usia 5-11 tahun 36 42,4
Total 85 100,00

4.2 Tingkat Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut


Dari pemeriksaan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
melalui kuesioner pada respoden, diperoleh 22,4% responden berperilaku
baik, 32,9% responden berperilaku sedang, dan 44,7% responden yang
berperilaku buruk.

Tabel 5. Karakteristik perilaku anak panti asuhan Al Washliyah Medan


Kategori Perilaku n %
Buruk 38 44,7
Sedang 28 32,9
Baik 19 22,4
Total 85 100,00
22

4.2.1 Tingkat Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan


Mulut Berdasarkan Jenis Kelamin
Dari pemeriksaan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
melalui berdasarkan jenis kelamin, terdapat 21,0% responden laki-laki dan
26,1% responden perempuan dengan kriteria perilaku baik, 29,0%
responden laki-laki dan 43,5% responden perempuan dengan kriteria
perilaku sedang, dan 50% responden laki-laki dan 30,4% responden
perempuan dengan kriteria perilaku buruk.

Tabel 6. Karakteristik perilaku responden berdasarkan jenis kelamin


Kategori Perilaku
Baik Sedang Buruk
(60%- Total
Jenis Kelamin
(>80%) (<60%)
80%)
n % n % n % n %
1 3 6 100,0
Laki-laki 13 21,0 29,0 50,0
8 1 2 0
1 2 100,0
Perempuan 6 26,1 43,5 7 30,4
0 3 0

4.2.2 Tingkat Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan


Mulut Berdasarkan Usia
Dari pemeriksaan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
melalui kuesioner pada responden yang berusia 5-11 tahun dan 12-19
tahun, diperoleh karakteristik tertinggi pada anak usia 5-11 tahun adalah
kategori perilaku sedang 55,6%, sedangkan pada anak usia 12-19 tahun
karakteristik tertinggi adalah kategori perilaku buruk 65,3%.

Tabel 7. Karakteristik perilaku responden berdasarkan usia


Kategori Perilaku
Baik Sedang Buruk
Total
Usia (56%-
(>75%) (<56%)
75%)
n % n % n % n %
Usia 5-11 tahun 10 27,8 2 55,6 6 16,7 3 100,0
23

0 6 0
3 4 100,0
Usia 12-19 tahun 9 18,4 8 16,3 65,3
2 9 0

4.2.3 Perilaku dalam Memelihara Kesehatan Gigi dan Mulut


Berdasarkan hasil kuesioner yang diperoleh dari responden mengenai
perilaku dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut, frekuensi menyikat gigi
tertinggi pada pagi dan malam yaitu sebesar 63,5%, responden yang jarang
menyikat gigi di pagi hari sebesar 76,5%, responden yang jarang menyikat gigi di
malam hari sebesar 45,9%, lamanya responden menyikat gigi kurang dari 2 menit
sebesar 57,6%, responden yang menyikat gigi pada seluruh permukaan gigi adalah
43,5%, penggantian sikat gigi yang tidak tentu oleh responden 50,6% dengan
kepemilikan sikat gigi sendiri 57,6%, serta tindakan menyikat gigi secara teratur
42,4%.

Tabel 8. Perilaku responden dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut


Perilaku n %
Berapa kali anda menggosok gigi dalam sehari?
32,
Pagi
28 9
63,
Pagi dan malam
54 5
Setiap setelah makan 3 3,5
Setiap pagi, apakah anda menyikat gigi?
20,
Sesudah sarapan
17 0
Sebelum sarapan 3 3,5
76,
Sekali-sekali
65 5
Apakah anda menyikat gigi sebelum tidur?
15,
Ya
13 3
45,
Sekali-sekali apabila tidak lupa
39 9
38,
Tidak pernah
33 8
Berapa lama anda menyikat gigi?
57,
Kurang dari 2 menit
49 6
2-5 menit 10 11,
24

8
30,
Tidak tahu
26 6
Bagaimana cara anda menyikat gigi?
23,
5
Bagian belakang saja
43,
Seluruh permukaan gigi disikat
20 5
Hanya bagian depan saja
37 32,
28 9
Kapan anda mengganti sikat gigi?
30,
6
Jika bulu sikat sudah rusak/sudah mengembang
50,
Tidak tentu
26 6
Sebulan sekali diganti
43 18,
16 8

Lanjutan Tabel 8. perilaku responden dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut

Kepemilikan sikat gigi


57,
Ya, punya sendiri 6
Ya, punya bersama 49 38,
Tidak punya 33 8
3 3,5
Bagaimana tindakan yang anda lakukan dalam memelihara
kesehatan gigi dan mulut
42,
Menyikat gigi secara teratur 4
Hanya berkumur dengan obat kumur 30,
Menyikat gigi saja secara teratur dan berkumur dengan obat 36 6
kumur 26 27,
23 1

4.3 Tingkat OHIS pada Anak Panti Asuhan Al Washliyah


Medan
Subjek penelitian ini merupakan status kebersihan mulut yang
dilihat dari pemeriksaan OHIS dari seluruh responden, diperoleh 65,9%
responden dengan kategori OHIS buruk, 17,6% responden dengan kategori
OHIS sedang dan 16,5% responden dengan kategori OHIS baik.
25

Tabel 9. Karakteristik OHIS


anak panti asuhan Al Washliyah n %
MedanXKategori OHIS
Buruk 56 65,9
Sedang 15 17,6
Baik 14 16,5
Total 85 100,00

4.3.1 Tingkat OHIS Berdasarkan Jenis Kelamin


Subjek penelitian ini merupakan status kebersihan mulut melalui
pemeriksaan OHIS yang diperoleh hasil OHIS tertinggi adalah kategori
OHIS buruk, yaitu 69,6% pada anak perempuan dan 64,5% pada anak
laki-laki. Kategori OHIS baik hanya 17,7% pada anak laki-laki.

Tabel 10. Karakteristik OHIS responden berdasarkan jenis kelamin


Kategori OHIS
Total
Jenis Kelamin Baik Sedang Buruk
n % n % n % n %
Laki-laki 11 17,7 11 17,7 4 64,5 62 100,00
0
Perempuan 3 13,0 4 17,4 1 69,6 23 100,00
6

4.3.2 Tingkat OHIS Berdasarkan Usia


Subjek penelitian ini merupakan status kebersihan mulut melalui
pemeriksaan OHIS pada responden yang berusia 5-11 tahun dan 12-19
tahun. Tingkat OHIS paling banyak adalah sebesar 30,6% anak usia 5-11
tahun dengan kategori OHIS baik dan 83,7% anak usia 12-19 tahun
dengan kategori OHIS buruk.

Tabel 11. Karakteristik OHIS responden berdasarkan usia


26

Kategori OHIS
Baik Sedang Buruk Total
Usia
n % n % n % n %
1 3 100,0
Usia 5-11 tahun 11 30,6 10 27,8 41,7
5 6 0
4 4 100,0
Usia 11-15 tahun 3 6,1 5 10,2 83,7
1 9 0

4.4. Tingkat DMF-T


Gambaran pemeriksaan status karies gigi dengan menggunakan
indeks DMF-T WHO diperoleh 27,1% responden dengan tingkat DMF-T
sangat rendah, 23,5% responden dengan tingkat DMF-T tinggi dan sangat
tinggi, 17,6% responden dengan tingkat DMF-T rendah, serta 8,2%
responden dengan tingkat DMF-T sedang.

Tabel 12. Tingkat DMF-T anak panti asuhan Al Washliyah Medan


Tingkat DMF-T n %
Sangat rendah (0,0-1,1) 23 27,1
Rendah (1,2-2,6) 15 17,6
Sedang (2,7-4,4) 7 8,2
Tinggi (4,5-6,5) 20 23,5
Sangat Tinggi (>6,6) 20 23,5
Total 85 100,00

4.4.1 Tingkat DMF-T Berdasarkan Jenis Kelamin


Tingkat DMF-T dengan kategori tertinggi pada responden laki-laki
adalah tingkat DMF-T tinggi sebesar 27,4% dan tingkat DMF-T tertinggi
pada responden perempuan adalah tingkat DMF-T sangat rendah sebesar
30,4%.

Tabel 13. Tingkat DMF-T responden berdasarkan jenis kelamin

Tingkat DMF-T Total


Jenis Sangat Sangat
Rendah Sedang Tinggi
Kelamin rendah Tinggi
n % n % n % n % n % n %
Laki-laki 16 25, 9 14, 6 9,7 17 27,4 14 22,6 62 100
8 5
27

Perempuan 7 30, 6 26, 1 4,3 3 13,0 6 26,1 23 100


4 1

4.4.1 Tingkat DMF-T Berdasarkan Usia


Tingkat DMF-T tertinggi pada anak usia 5-11 tahun adalah tingkat
DMF-T sangat rendah, yaitu sebesar 47,2%, sedangkan pada anak usia 12-
19 tahun tingkat DMF-T tertinggi adalah tingkat DMF-T sangat tinggi,
yaitu 38,8%.

Tabel 14. Tingkat DMF-T responden berdasarkan usia

Tingkat DMF-T Total


Sangat Sangat
Usia Rendah Sedang Tinggi
rendah Tinggi
n % n % n % n % n % n %
5-11 tahun 17 47,2 9 25,0 4 11,1 5 13,9 1 2,8 36 100
12-19 tahun 6 12,2 6 12,2 3 6,1 15 30,6 19 38,8 49 100

4.5 Pengaruh Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut


terhadap Tingkat OHIS
Responden yang memiliki kategori perilaku pemeliharaan kesehatan gigi
dan mulut yang baik sebesar 22,4% dengan responden yang memiliki tingkat
OHIS baik sebanyak 15,3%, sedang 1,2%, dan buruk 5,9%. Responden yang
memiliki kategori perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut sedang
sebanyak 32,9% dengan responden yang memiliki tingkat OHIS baik sebanyak
1,2%, sedang 10,6%, dan buruk 21,2%. Responden yang memiliki kategori
perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut buruk sebanyak 44,7% dengan
responden yang memiliki tingkat OHIS baik sebanyak 0%, sedang 5,9%, dan
buruk 38,8%. Hasil penelitian ini menunjukkan ada pengaruh yang signifikan
antara perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut terhadap tingkat OHIS
pada anak panti asuhan Al Washliyah Medan.

Tabel 15. Pengaruh perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut terhadap
tingkat OHIS
28

OHIS
Hasil Uji
Kategori Baik Sedang Buruk Total
Statistik
Perilaku
n % n % n % n %
Baik 13 15,3 1 1,2 5 5,9 19 22,4
Sedang 1 1,2 9 10,6 18 21,2 28 32,89 p = 0,000
Buruk 0 0 5 5,9 33 38,8 38 44,7
Total 14 16,5 15 17,6 56 65,9 85 100

4.6 Pengaruh Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan


Mulut terhadap Tingkat DMF-T
Responden yang memiliki kategori perilaku pemeliharaan kesehatan gigi
dan mulut baik sebesar 22,4% dengan responden yang memiliki tingkat DMF-T
sangat rendah sebanyak 10,6%, rendah 3,5%, sedang 2,4%, tinggi 2,4% dan
sangat tinggi 3,5%. Responden yang memiliki kategori perilaku pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut sedang sebanyak 32,9% dengan responden yang
memiliki tingkat DMF-T sangat rendah sebanyak 11,8%, rendah 9,4%, sedang
2,4%, tinggi 7,1% dan sangat tinggi 2,4%. Responden yang memiliki kategori
perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut buruk sebanyak 44,7% dengan
responden yang memiliki tingkat DMF-T sangat rendah sebanyak 4,7%, rendah
4,7%, sedang 3,5%, tinggi 14,1% dan sangat tinggi 17,6%. Hasil penelitian ini
menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara perilaku pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut terhadap tingkat DMF-T pada anak panti asuhan Al
Washliyah Medan.

Tabel 16. Pengaruh perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut terhadap
tingkat DMF-T

Hasil Uji
Tingkat DMF-T Total
Statistik
Kategori
Sangat Sangat
Perilaku Rendah Sedang Tinggi
rendah Tinggi
n % n % n % n % n % n % p = 0,007
Baik 9 10, 3 3,5 2 2,4 2 2,4 3 3,5 19 22,
6 4
Sedang 10 11, 8 9,4 2 2,4 6 7,1 2 2,4 28 32,
8 9
29

Buruk 4 4,7 4 4,7 3 3,5 12 14, 15 17, 38 44,


1 6 7
Total 23 27, 15 17, 7 8,2 20 23, 20 23, 85 100
1 6 5 5
30

BAB 5

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini dilakukan penilaian perilaku pemeliharaan


kesehatan rongga mulut penghuni Panti Asuhan Al Washliyah di Medan
dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 8 pertanyaan mengenai
perilaku yang dianggap mempengaruhi terjadinya karies. Pertanyaan
tersebut yaitu mengenai frekuensi, waktu, lama, dan cara menyikat gigi,
penggunaan sikat gigi, kepemilikan sikat gigi serta tindakan memelihara
kesehatan gigi dan mulut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Doichinova L dan Mitova N, perilaku yang dianggap lebih mempengaruhi
kondisi kebersihan rongga mulut yaitu menyikat gigi, permukaan gigi
yang disikat dan penggunaan pasta gigi. Setiap pertanyaan yang dijawab
dengan benar diberi skor 3, pertanyaan yang dijawab hampir benar diberi
skor 2, sedangan pertanyaan yang dijawab salah diberi skor 1. Selain itu,
dilakukan juga pemeriksaan pengalaman karies pada gigi permanen
dengan menggunakan indeks karies DMF-T menurut Klein. 24 Subjek pada
penelitian ini dibagi menjadi 2 kelompok sesuai dengan pengkategorian
umur menurut Departemen Kesehatan (Depkes) tahun 2009, yaitu usia 5-
11 tahun termasuk masa anak-anak dan 12-19 tahun termasuk masa
remaja.
Pada penelitian ini karakteristik perilaku responden yang tertinggi
berdasarkan jenis kelamin adalah kategori perilaku buruk, yaitu 50,0%
pada anak laki – laki dan 30,4% pada anak perempuan. Pada kategori
perilaku baik dan sedang presentasi tertinggi diperoleh anak perempuan
dengan presentase perilaku baik 26,1% dan perilaku sedang 43,5%. Hal ini
menunjukkan perilaku pada subjek penelitian perempuan lebih baik
dibandingkan perilaku subjek penelitian laki-laki. (Tabel 6) Hasil
penelitian ini berbeda dengan studi tentang gambaran status kebersihan
gigi di Panti Asuhan Nazaret Tomohon oleh Mangowal, dkk., ditemukan
bahwa responden laki-laki memiliki presentase yang lebih tinggi pada
31

kategori baik yaitu 32,4% dibandingkan dengan responden perempuan


yaitu 27,1%, sedangkan pada kategori buruk responden laki – laki
memiliki persentase yang lebih tinggi yaitu 5,40% dibandingkan dengan
persentase responden perempuan yaitu 2,7%.25 Penelitian ini berbeda
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Babu et al. di India, dan Mery
N et al. di NTT yang menyatakan bahwa kebersihan mulut pada anak
perempuan lebih baik dibandingkan laki-laki karena anak perempuan lebih
baik mempraktekkan perilaku menjaga kebersihan mulut dibandingkan
anak laki-laki. Perilaku ini diduga dipengaruhi faktor psikologis anak.
Anak laki – laki diduga cenderung lebih tidak memperhatikan keadaan diri
mereka sendiri termasuk kesehatan gigi dan mulut.26,27
Hasil penelitian karakteristik perilaku responden berdasarkan usia
pada anak usia 5-11 tahun persentase kategori perilaku tertinggi adalah
kategori perilaku sedang yaitu 55,6% sedangkan pada anak usia 12-19
tahun persentase kategori perilaku sedang hanya 16,3%. Pada anak usia
12-19 tahun, persentase perilaku tertinggi adalah kategori perilaku buruk
yaitu 65,3%, sedangkan pada anak usia 5-11 tahun persentase kategori
perilaku buruk hanya 18,4%. (Tabel 7). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Ojahanon PI dkk, di kota Benin, Nigeria, yaitu responden yang
berusia 6-9 tahun sebanyak memiliki presentase perilaku sedang sebanyak
95% dan responden yang berusia 10-13 tahun sebanyak 60,0%. Pada
persentase perilaku buruk responden yang berusia 10-13 tahun sebanyak
30,0% dan responden yang berusia 14-17 tahun sebanyak 62,5% kategori
oral hygiene yang buruk.28 Hal ini menunjukkan semakin tinggi usia anak
semakin buruk perilaku anak terhadap kebersihan rongga mulut sebab
secara psikologi anak responden usia 12-19 tahun merupakan fase remaja
awal dimana anak – anak usia ini cenderung lebih sering menunjukkan
sikap perlawanan. Perlawanan ini diasumsikan mempengaruhi kualitas
anak untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut.29
Perilaku responden terhadap pemeliharaan kebersihan gigi dan
mulut yang termasuk dalam kategori baik (81%-100%) tidak ada, hal ini
terlihat pada frekuensi menyikat gigi yang dilakukan yaitu pagi dan
32

malam, waktu menyikat gigi pada malam hari yaitu setiap hari sebelum
tidur, waktu mengganti sikat gigi yaitu jika bulu sikat sudah rusak atau
sudah menggembang, kepemilikan sikat gigi yaitu milik pribadi dan
tindakan dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut yaitu menyikat gigi
secara teratur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 63,5%
menyikat gigi sebanyak dua kali sehari yaitu pagi dan malam. Waktu
penyikatan gigi, sebanyak 20,0% responden menyikat gigi setelah sarapan
dan hanya 15,3% responden menyikat gigi sebelum tidur. (Tabel 8). Hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gopdianto R, dkk., yaitu
sebanyak 78,2% responden menyikat gigi dua kali sehari.30 Hal ini masih
jauh dari saran Zero DT, dkk., yaitu frekuensi penyikatan gigi yang
optimal adalah sebanyak 2 kali sehari dan waktu penyikatan gigi yang
ideal disarankan setelah sarapan pagi dan sebelum tidur supaya terjadinya
retensi fluor yang lebih lama.31 Hasil
penelitian ini juga menunjukkan bahwa sebanyak 57,6% responden
menyikat gigi kurang dari 2 menit dan 11,8% responden menyikat gigi
selama 2-5 menit. (Tabel 8). Hal ini berbeda dengan penelitian yang
dilakukan di SD Negeri I Malalayang, yaitu sebanyak 67% responden
menyikat gigi selama 2-5 menit dan hanya 20% responden menyikat gigi
kurang dari 2 menit.30 Pernyataan dari Zero DT, dkk., adalah waktu
penyikatan gigi seharusnya minimal 2 menit dengan teknik yang
merangsang penyebaran pasta gigi ke seluruh permukaan gigi. 31 Begitu
juga dengan Baruah K, dkk., di India menyatakan bahwa penyikatan gigi
selama 2-3 menit mempunyai hasil yang lebih efektif untuk
menyingkirkan debris makanan.
Berdasarkan hasil penelitian ini, sebanyak 43,5% responden
menyikat gigi di seluruh permukaan gigi, 32,9% responden menyikat gigi
hanya bagian depan saja, sementara 23,5% responden menyikat gigi pada
bagian belakang saja. (Tabel 8). Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Baruah K, dkk., dimana penyikatan gigi yang terbaik untuk anak
harus dilakukan pada permukaan oklusal, lingual dan bukal rahang atas
dan bawah, dari satu gigi ke gigi selanjutnya. 32 Dalam penilaian perilaku
33

penggantian sikat gigi, sebanyak 50,6% responden tidak tentu kapan


menggantikan sikat gigi, sedangkan 30,6% responden mengganti sikat gigi
jika bulu sikat gigi sudah rusak atau sudah mengembang, dan 18,8%
responden mengganti sikat gigi sebulan sekali. Hal ini tidak sesuai dengan
penelitian Baruah K, dkk., yang menyarankan bahwa sikat gigi wajib
digantikan jika bulu sikatnya rusak atau sikat giginya berubah warna.
Secara umum, beberapa penelitian menyarankan bahwa sikat gigi harus
digantikan setiap 3 bulan tergantung kebiasaan penyikatan gigi individu.32
Berdasarkan hasil penelitian ini, sebanyak 57,6% responden
memiliki sikat gigi sendiri. (Tabel 8). Penelitian oleh Komiyama EY et al.
menyatakan bahwa pada sikat gigi bersama, spesies Candida,
Corynebacterium, Pseudomonas dan Coliform sering ditemukan. Begitu
juga dengan penelitian lainnya yang menyimpulkan bahwa
mikroorganisme ini bisa bertahan lebih dari 6 jam setelah penggunaan
sikat gigi tersebut. Hal ini bisa meningkatkan resiko terjadinya infeksi
silang, khususnya pada anak-anak dan pasien yang memiliki kelainan
imun. Selain itu, pada penelitian ini, sebanyak 42,4% responden menyikat
gigi secara teratur.33 Penelitian oleh Zero DT, dkk., menyarankan
penggunaan obat kumur sebagai pendamping pasta gigi berfluorida untuk
individu yang memiliki resiko karies tinggi.31 Menurut penelitian
Duckworth dkk, dan Mystikos dkk, secara mekanis, obat kumur fluor
mempunyai retensi fluor yang lebih tinggi dibandingkan pasta gigi fluor
dan individu yang berkumur dengan air keran setelah menyikat gigi
dengan pasta gigi berfluoride lebih bermanfaat dibandingkan penggunaan
obat kumur saja.34
Pada penelitian ini, dari 85 subjek penelitian yang dinilai, hasil
pemeriksaan OHIS menunjukkan sebanyak 16,5% pada kategori baik,
17,6% pada kategori sedang dan tidak ada responden 65,9% pada kategori
buruk. (Tabel 9). Studi di 5 jenis panti asuhan di kota Mysore, India
mendapati bahwa hasil pemeriksaan OHIS pada 47,5% responden berada
pada kategori sedang, 32,8% responden berada pada kategori buruk
sedangkan hanya 19,7% responden mempunyai kebersihan mulut yang
34

baik.34 Studi-studi ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Panti


Asuhan Al-Washliyah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 17,7%
responden laki-laki dan 13,0% responden perempuan mempunyai hasil
pemeriksaan OHIS kriteria oral hygiene baik, sedangkan 65,5% responden
laki-laki dan 69,6% responden perempuan memiliki kriteria oral hygiene
buruk. (Tabel 10). Studi tentang gambaran status kebersihan gigi di Panti
Asuhan Nazaret Tomohon oleh Mangowal, dkk., menemukan sebanyak
32,4% responden laki-laki dan 27,1% responden perempuan berada pada
kategori baik; 21,6% responden laki-laki dan 10,8% responden
perempuan berada pada kategori sedang; dan 5,4% responden laki-laki dan
2,7% responden perempuan berada pada kategori buruk.25 Namun begitu,
hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Babu et al. di India yang menyatakan bahwa kebersihan mulut pada anak
perempuan lebih baik dibandingkan laki-laki karena anak perempuan lebih
baik mempraktekkan perilaku menjaga kebersihan mulut dibandingkan
anak laki-laki.26
Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor OHI-S pada responden
yang berusia 5-11 tahun sebanyak 30,6% dan responden yang berusia 12-
19 tahun sebanyak 6,1% adalah kategori baik, responden yang berusia 5-
11 tahun sebanyak 27,8% dan responden yang berusia 12-19 tahun
sebanyak 10,2% kategori sedang, dan responden yang berusia 5-11 tahun
sebanyak 41,7% dan responden yang berusia 12-19 tahun sebanyak 83,7%
adalah buruk. (Tabel 11). Penelitian yang dilakukan Ojahanon PI dkk, di
kota Benin, Nigeria, yaitu responden yang berusia 6-9 tahun sebanyak
5,0% dan responden yang berusia 10-13 tahun sebanyak 10,0% dengan
kategori oral hygiene yang baik; responden yang berusia 6-9 tahun
sebanyak 95%, responden yang berusia 10-13 tahun sebanyak 60,0% dan
responden yang berusia 14-17 tahun sebanyak 37,5% kategori oral
hygiene adalah sedang, dan responden yang berusia 10-13 tahun sebanyak
30,0% dan responden yang berusia 14-17 tahun sebanyak 62,5% kategori
oral hygiene yang buruk.28 Dalam penelitian ini, gambaran kebersihan gigi
35

dan mulut lebih dipengaruhi oleh tingginya skor indeks debris daripada
skor indeks kalkulus sehingga kebanyakan diantara responden pada
rentang usia 5-11 tahun dan 12-19 tahun berkategori oral hygiene buruk.
Berdasarkan uji statistik terdapat hubungan perilaku pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut terhadap tingkat OHIS (p=0,000). (Tabel 15)
Pada penelitian ini mayoritas subjek penelitian memiliki skor
DMF-T yang buruk dilihat dari nilai tingkat DMF-T tinggi dan sangat
tinggi yaitu masing-masing sebesar 49,4%. Hal ini mungkin dikarenakan
kurangnya edukasi dan pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan rongga
mulut, mengingat subjek penelitian tidak memperoleh peran serta orang
tua. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna
antara perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dengan
peningkatan skor DMF-T dengan nilai p=0,007 (tabel 16), dimana perilaku
pemeliharaan kesehatan rongga mulut yang semakin baik maka
pengalaman karies akan berkurang dan begitu juga sebaliknya. Hasil ini
juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni E dkk yang
menunjukkan adanya hubungan antara perilaku membersihkan gigi dengan
pengalaman karies pada murid SD 204 Amassangang Kabupaten
Pinrang.36
36

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada anak yatim piatu di
panti asuhan Al Washliyah Medan Sunggal, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Tingkat perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut paling banyak
adalah kategori buruk sebesar 44,7%.
2. Ada pengaruh yang signifikan antara perilaku kesehatan gigi dan mulut
terhadap tingkat OHI-S (p=0,000).
3. Ada pengaruh yang signifikan antara perilaku kesehatan gigi dan mulut
terhadap tingkat DMF-T (p=0,007).

6.2 Saran
1. Pihak panti disarankan untuk bekerja sama dengan puskesmas setempat
untuk menyelenggarakan program penyuluhan pemeliharaan kesehatan rongga
mulut dan kampanye sikat gigi bersama secara rutin untuk meningkatkan
perilaku pemeliharaan kesehatan rongga mulut penghuni Panti Asuhan Al-
Washliyah Medan.
2. Pihak panti disarankan untuk menyediakan sikat gigi dan mengganti
sikat gigi secara rutin untuk masing-masing penghuni panti.
3. Pemerintah disarankan untuk juga mengadakan program kesehatan gigi
di panti-panti asuhan seperti program UKGS.
4. Pada penelitian selanjutnya, disarankan agar rentang umur subjek
penelitian tidak terlalu besar.
37

DAFTAR PUSTAKA
1. Narulita L, Diansari V, Sungkar S. Oral hygiene simplified (OHI-S) pada
murid kelas IV SD Negeri 24 Kuta Alam. Journal Caninus Dentistry 2016;
1(4): 6-8.
2. Kementerian Kesehatan RI. Data dan informasi masalah gigi dan mulut.
2014.
3. Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat. Medan: USU Press, 2009;
p.1-6.
4. Sutjipto C, Wowowr V, Kaunang W. Gambaran tindakan pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut anak usia 10-12 tahun di SD Kristen Eben Haezar 02
Manado. Jurnal e-Biomedik 2013; 1(1): 697-706.
5. Afiati R, Adhani R, Ramadhani K, Diana S. Hubungan perilaku ibu tentang
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut terhadap status karies gigi anak. Jur.
Ked. Gigi 2017; 2(1): 56-62.
6. Mentari S, Bany ZU, Novita CF. Hubungan peran orang tua terhadap indeks
DMF-T siswa sekolah dasar dengan UKGS. Journal Caninus Dentistry 2016;
1(4): 63-9.
7. Pontonuwu J, Mariati NW, Wicaksono DA. Gambaran status karies anak
sekolah dasar di kelurahan Kinilow 1 kecamatan Tomohon Utara.
8. World Health Organisation. Media centre oral health. [online]. [cited Februari
2018]. Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs318/en.
9. Tuhuteru DR, Lampus BS, Wowor VN. Status kebersihan gigi dan mulut
pasien poliklinik gigi puskesmas Paniki Bawah Manado. Jurnal e-Gigi 2014;
2(2): 85-9.
10. Anwar AI, Lutfiah, nursyamsi. Status kebersihan gigi dan Mulut pada remaja
usia 12-15 tahun di SMPN 4 Watampone kecamatan Tanete Riattang
kabupaten Bone. Makassar Dent J 2017; 6(2): 87-90.
11. Idham, Nurrahma R, Samad R. Penggunaan tongue scraper dan kebersihan
gigi dan mulut setelah penyuluhan pada anak panti asuhan Ashabul Kahfi
Makassar. Dentofasial 2013; 12(1): 19-23.
12. Ningsih DS. Hubungan jenis kelamin terhadap kebersihan rongga mulut anak
panti asuhan. ODONTO Dental Journal 2015; 2(1): 14-9.
38

13. Emmanuel A, Chang’endo E. Oral Health, knowledge, attitudes and beliefs


among secondary school students in Iringa Municipality. J Dar-es-salam
Medical Students 2010;7:24-30
14. Notoatmodjo S. Kesehatan masyarkat, ilmu dan seni. Jakarta: Rineka Cipta,
2007:131-44
15. Handayani S. Pengaruh keluarga, masyrakat dan pendidikan terhadap
pencegahan bahaya narkoba dikalangan remaja. Tesis. Jakarta: Program Studi
Pengkajian Ketahanan Nasional UI,2011:34,35
16. UU RI Nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional.
17. Warni L. Hubungan perilaku murid SD kelas V dan VI pada kesehatan gigi
dan mulut terhadap status karies gigi di wilayah Kecamatan Delitua
Kabupaten Deli Serdang tahun 2009. Tesis. Medan: Universitas Sumatera
Utara, 2009:34-7
18. Perry DA. Plaque control for the periodontal patient. In Newman MG,Takei
HH, Carranza Fa. Eds Clinical periodontology, 9th ed. Philadelphia:W.B.
Saunders Co. 2002: 656-9
19. Muller-Bolla M, Repetto A, Velley AM. A grapic tool to help consumers
determine when to replace a toothbrush: a cohort study. International Dental
Journal 2012:62:154-60
20. Shabani LF et al. The correlation between DMFT and OHIS indeks among
10-15 years old children in kosova. Journal of dental and oral health
2015;1(1):2-5
21. Hiremath SS. Textbook of preventive and community dentistry. 2 nd ed.
Chennai: Elsevier, 2011;211-215
22. Razaei-Soufi L, Kasraei S, Jazaeri M, Khamverdi Z. Dental caries experience
in 13-19-year-old irinian students expressed by DMFT and significant caries
index. DJH 2011;3(2):45-52
23. Mangol MP, Pangemanan DHC, Mintjelungan CN. Gambaran status
kebersihan gigi dan mulut dip anti asuhan Nazaret tomohon. Jurnal e-gigi
(EG);5(2): 148-151
24. Doichinova L, Mitova N. Assessment of oral hygiene habits in children 6 to
12 years. Journal of IMAB 2014; 20:664-8.
25. Mangowal MP, Pangemanan DHC, Mintjelungan. Gambaran status
kebersihan gigi dan mulut di panti asuhan nazaret tomohon. Jurnal e-Gigi
2017; 5(2): 148-51.
26. Babu MSM, Nirmala SVSG, Sivakumar. Oral hygiene status of 7-12 years old
school children in rural and urban population of nellore district. Journal Of
The Indian Association Of Public Health Dentistry 2011; 18(1):1075-80.
39

27. Pay MN, Widiati S, Sriyono NW. Identifikasi faktor yang mempengaruhi
perilaku anak dalam pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut: studi pada pusat
pengembangan anak agape sikumana kota kupang, NTT, indonesia. Majalah
Kedokteran Gigi Indonesia 2016; 2(1): 27-34.
28. Ojahanon PI, Akionbare O, Umoh AO. The oral hygiene status of institution
dwelling orphans in benin city, nigeria. Nigerian Journal of Clinical Practice
2013; 16(1): 41-4.
29. Ningsih DS. Hubungan jenis kelamin terhadap kebersihan rongga mulut anak
panti asuhan. Odonto Denta Journal 2015; 2: 14-9.
30. Gopdianto R, Rattu AJM, Mariati NW. Status kebersihan mulut dan perilaku
menyikat gigi anak sd negeri 1 malalayang. Jurnal e-gigi 2015; 3(1): 130-8.
31. Zero DT, Mariho VCC, Phantumvanit P. Effective use of self-care fluoride
administration in asia. International & Amerian Associations for Dental
Research 2012; 24(1): 16-21.
32. Baruah K, et al. A review on toothbrushes and tooth brushing methods.
International Journal of Pharmaceutical Science Invention 2017; 6(5): 29-38.
33. Komiyama EY, Back-Brito GN, Balducci I, Koga-Ito CY. Evaluation of
alternative methods for the disinfection of toothbrushes. Braz Oral Res 2010;
24(1): 28-33.
34. Mystikos C, Yoshino T, Ramberg P, Birkhed D. Effect of post brushing
mouthrinse solutions on salivary fluoride retention. Swed Dent J 2011; 52:
222-6.
35. Shanbhog R, et al. Clinical consequences of untreated dental caries evaluated
using PUFA index in orphanage children from india. Journal of International
Oral Health 2013; 5(5): 1-9.
36. Wahyuni, E., dkk. Hubungan perilaku membersihkan gigi dengan kejadian
karies gigi pada murid SD 204 Amassangang Kabupaten Pinrang. Jurnal
Stikes Nani Hasanudin 2012; 1 (4): 1-6.

Anda mungkin juga menyukai