Pembimbing
Darmayanti Siregar, drg
BAB 1
PENDAHULUAN
1.4 Hipotesis
Tidak terdapat pengaruh perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
pada anak yatim piatu terhadap status kesehatan gigi dan mulut di panti asuhan Al
Washliyah Medan Sunggal.
pengaruh perilaku perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pada anak
yatim piatu terhadap status kesehatan gigi dan mulut di panti asuhan Al
Washliyah Medan Sunggal.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data awal bagi penelitian
selanjutnya dalam melihat dan menganalisis pengaruh perilaku pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut terhadap status kesehatan gigi dan mulut.
3. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan kepada tenaga
kesehatan mengenai pengaruh perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
terhadap status kesehatan gigi dan mulut sehingga dapat melakukan pencegahan
atau merencanakan perawatan gigi dengan baik.
4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong lebih banyak tenaga
kesehatan dan memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya anak-anak
yatim piatu mengenai pentingnya perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
guna menjaga kesehatan gigi dan mulut.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku
Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh seseorang yang dapat
diamati secara langsung atau tidak langsung. Robert kwick pada tahun
1974 mentakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu
organism yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari.13,14
Penelitian rogers mengungkapkan bahwa sebelum seseorang
mengadopsi suatu perilaku, terjadi proses berurutan pada orang tersebut,
yaitu:
1. Pendidikan formal
Sekolah sebagai lembaga pendidikan dikategorikan formal karena
diadakan disekolah/tempat tertentu , dilakukan secara teratur dan sistematik,
mempunyai jenjang dan jangka waktu tertentu, berlangsung mulai dari taman
kanak-kanak sampai perguruan tinggi, serta dilaksanakan berdasarkan aturan
resmi yang telah ditentukan oleh pemerintah.
2. Pendidikan informal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri
3. Pendidikan nonformal
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal
yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal
diselengarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan
yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/atau pelengkap pendidikan
formal dalam rangka mendukung pendidikan anak usia dini, pendidikan
kepemudaan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan
serta pendidikan lain yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta
didik.
3. Metode Charter
Metode Charter dianjurkan untuk ,mendapatkan efek massase gingiva.
Sikat gigi yang digunakan adalah dengan bulu sikat yang sedang hingga
keras.Metode ini dilakukan sementara untuk daerah penyembuhan luka pasca
perawatan periodontal.Caranya adalah mengarah ke apikal membentuk sudut 45
terhadap poros panjang gigi. Sikat gigi digerakkan dengan gerakan memutar
sebanyak 20 kali pada setiap posisi.3,20
4. Scrubbing Horizontal
Teknik horizontal ini sangat dianjurkan sehingga paling banyak digunakan
orang.Bulu sikat ditempatkan tegak lurus terhadap makhota gigi.Kemudian sikat
gigi digerakkan maju mundur 6 – 9 mm. Gigi anak-anak yang mempunyai bentuk
seperti lonceng (bell-shaped) paling efektif bila dibersihkan dengan menggunakan
teknik ini. Namun demikian, apabila teknik ini digunakan terus menerus dengan
tekanan berlebih dan pasta abrasif, maka kemungkinan terjadi resesi gingiva dan
kerusakan pada cemento-enamel junction.18
2.4.1 OHI-S
Terdapat beberapa cara mengukur status kebersihan rongga mulut salah
satunya dengan skor OHI-S (Oral Hygiene Index Simplified). Peneliti
menggunakan indeks ini karena indeks ini lebih mudah dan sederhana
dibandingkan indeks-indeks yang lain. Pengukuran OHI-S mengguna-kan metode
yang ditemukan oleh Green dan Vermilion. OHI-S ialah indeks untuk mengukur
daerah gigi yang tertutup oleh debris dan kalkulus.20
Cara pengukuran OHI-S ialah dengan menambahkan Debris Indeks (DI)
dengan Calculus Indeks (CI). Skor OHI-S yang baik bisa didapatkan dengan cara
perawatan gigi yang baik dan benar, seperti dengan cara menyikat dengan benar
dan teratur 2-3 kali dalam sehari serta waktu menyikat gigi yang tepat yaitu
sesudah makan dan sebelum tidur. Simplified (OHI-S) ialah status kebersihan
mulut yang merupakan jumlah dari Debris Indeks(DI) dan Calculus Indeks(CI).
Kriteria skor 0,0 - 1,2 termasuk baik, 1,3 - 3,0 dikatakan sedang dan 3,1 - 6,0 di
kriteria buruk.20
.
2.4.2 Indeks Karies DMFT
Indeks merupakan ukuran numerik yang menggambarkan tingkat dan
keparahan penyakit pada individu atau kelompok pengalaman karies permanen
pada seseorang dapat dinilai melalui indeks DMF-T dan DMF-S Klein dan juga
dapat dinilai menggunakan indeks DMF-T dan Significant Caries (SiC) dari
WHO. Indeks Klein diperkenalkna oleh Henry Klein, Carrole E Palmer dan
Knutson JW pada tahun 1938. Pada indeks ini, gigi yang diperiksa adalah seluruh
gigi permanen yang telah erupsi dengan menggunakan alat diagnostic dan diberi
kriteria sebagai berikut.21
Kriteria Kondisi/Status
D Gigi dengan satu lesi karies atau lebih yang belum
ditambal, gigi dengan karies sekunder, gigi dengan
tambalan sementara.
Mi Gigi dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi
12
2.5 Perilaku Anak Yatim Piatu Mengenai Kesehatan Gigi dan Mulut
Panti asuhan adalah lembaga yang berfungsi menampung anak-anak yatim
piatu (kehilangan satu atau kedua orangtuanya).Panti asuhan dalam konteks
pelayanan sosial negara adalah kewajiban negara seperti yang diatur dalam pasal
34 undang-undang Dasar 1945. Jumlah panti asuhan di Indonesia diperkirakan
antara 5.000 hingga 8.000 panti, dimana panti asuhan yang diselenggarakan
negara hanya sekitar 1 persen dari total panti asuhan. Panti asuhan di Indonesia ini
yang merupakan panti asuhan terbesar di seluruh dunia. Pemerintah Indonesia
sendiri hanya memiliki dan menyelenggarakan sedikit dari panti asuhan tersebut,
lebih dari 99% panti asuhan diselenggarakan oleh masyarakat, terutama organisasi
keagamaan.23
Anak-anak yang tinggal di panti asuhan, berbeda dengan persepsi
masyarakat umum, lebih dominan mereka yang masih memiliki satu atau kedua
orang tua (90%), dibandingkan dengan anak yang benar-benar yatim-piatu (6%).
Gambaran lain dari anak-anak panti asuhan adalah bahwa sebagian anak anak
tersebut ditempatkan di panti asuhan oleh keluarganya yang mengalami kesulitan
13
Yatim Piatu
OHIS DMFT
Calculus
Debris
15
Al-Washliyah Medan
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Kriteria Ekslusi :
1. Anak yatim piatu yang dalam kondisi kurang sehat jasmani (sakit)
dan rohani
2. Anak yatim piatu yang tidak hadir saat penelitian berlangsung
Keterangan :
α =Level of significance(5)
1−β =Power of the test(80)
σ =Population standard deviatian(1,1)
σ2 =Population of variance(1,21)
μ1 =Test vlue of the population mean(2,86)
μ2 =Anticipate population mean(3,64)
n = Sample size
jawaban
benar>80%
2. Sedang:
jawaban
benar 60%-
80%
3. Buruk:
jawaban
benar
2. Status
<60%
kesehatan
gigi dan
mulut,
berdasarkan
a. OHIS Oral Hygiene OHI-S
Index
Simplified Baik = 0,0
(OHIS) ialah – 1,2 Or
status Sedang = di
kebersihan 1,3 – 3,0 na
mulut yang Buruk = l
merupakan 3,1 – 6,0
jumlah dari
Debris Indeks
(DI) dan
Calculus Indeks
b. DMF-T (CI) Indeks DMF-
Gigi geligi yang T Klein
pernah Baik: 0-1
mengalami D Sedang: 2-
(gigi karies dan 4
gigi dengan Buruk: >4
19
tumpatan tetapi Or
ada karies), M di
(gigi yang na
hilang karena l
karies), F (gigi
dengan
tumpatan baik
dan tidak ada
karies)
3.5.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Masker
2. Sarung tangan
3. Dettol
4. Tissu
5. Kuesioner tentang perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan
mulut
6. Lembar pemeriksaan OHI-S dan DMF-T
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Usia
Usia 12-19 tahun 49 57,6
Usia 5-11 tahun 36 42,4
Total 85 100,00
0 6 0
3 4 100,0
Usia 12-19 tahun 9 18,4 8 16,3 65,3
2 9 0
8
30,
Tidak tahu
26 6
Bagaimana cara anda menyikat gigi?
23,
5
Bagian belakang saja
43,
Seluruh permukaan gigi disikat
20 5
Hanya bagian depan saja
37 32,
28 9
Kapan anda mengganti sikat gigi?
30,
6
Jika bulu sikat sudah rusak/sudah mengembang
50,
Tidak tentu
26 6
Sebulan sekali diganti
43 18,
16 8
Lanjutan Tabel 8. perilaku responden dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut
Kategori OHIS
Baik Sedang Buruk Total
Usia
n % n % n % n %
1 3 100,0
Usia 5-11 tahun 11 30,6 10 27,8 41,7
5 6 0
4 4 100,0
Usia 11-15 tahun 3 6,1 5 10,2 83,7
1 9 0
Tabel 15. Pengaruh perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut terhadap
tingkat OHIS
28
OHIS
Hasil Uji
Kategori Baik Sedang Buruk Total
Statistik
Perilaku
n % n % n % n %
Baik 13 15,3 1 1,2 5 5,9 19 22,4
Sedang 1 1,2 9 10,6 18 21,2 28 32,89 p = 0,000
Buruk 0 0 5 5,9 33 38,8 38 44,7
Total 14 16,5 15 17,6 56 65,9 85 100
Tabel 16. Pengaruh perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut terhadap
tingkat DMF-T
Hasil Uji
Tingkat DMF-T Total
Statistik
Kategori
Sangat Sangat
Perilaku Rendah Sedang Tinggi
rendah Tinggi
n % n % n % n % n % n % p = 0,007
Baik 9 10, 3 3,5 2 2,4 2 2,4 3 3,5 19 22,
6 4
Sedang 10 11, 8 9,4 2 2,4 6 7,1 2 2,4 28 32,
8 9
29
BAB 5
PEMBAHASAN
malam, waktu menyikat gigi pada malam hari yaitu setiap hari sebelum
tidur, waktu mengganti sikat gigi yaitu jika bulu sikat sudah rusak atau
sudah menggembang, kepemilikan sikat gigi yaitu milik pribadi dan
tindakan dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut yaitu menyikat gigi
secara teratur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 63,5%
menyikat gigi sebanyak dua kali sehari yaitu pagi dan malam. Waktu
penyikatan gigi, sebanyak 20,0% responden menyikat gigi setelah sarapan
dan hanya 15,3% responden menyikat gigi sebelum tidur. (Tabel 8). Hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gopdianto R, dkk., yaitu
sebanyak 78,2% responden menyikat gigi dua kali sehari.30 Hal ini masih
jauh dari saran Zero DT, dkk., yaitu frekuensi penyikatan gigi yang
optimal adalah sebanyak 2 kali sehari dan waktu penyikatan gigi yang
ideal disarankan setelah sarapan pagi dan sebelum tidur supaya terjadinya
retensi fluor yang lebih lama.31 Hasil
penelitian ini juga menunjukkan bahwa sebanyak 57,6% responden
menyikat gigi kurang dari 2 menit dan 11,8% responden menyikat gigi
selama 2-5 menit. (Tabel 8). Hal ini berbeda dengan penelitian yang
dilakukan di SD Negeri I Malalayang, yaitu sebanyak 67% responden
menyikat gigi selama 2-5 menit dan hanya 20% responden menyikat gigi
kurang dari 2 menit.30 Pernyataan dari Zero DT, dkk., adalah waktu
penyikatan gigi seharusnya minimal 2 menit dengan teknik yang
merangsang penyebaran pasta gigi ke seluruh permukaan gigi. 31 Begitu
juga dengan Baruah K, dkk., di India menyatakan bahwa penyikatan gigi
selama 2-3 menit mempunyai hasil yang lebih efektif untuk
menyingkirkan debris makanan.
Berdasarkan hasil penelitian ini, sebanyak 43,5% responden
menyikat gigi di seluruh permukaan gigi, 32,9% responden menyikat gigi
hanya bagian depan saja, sementara 23,5% responden menyikat gigi pada
bagian belakang saja. (Tabel 8). Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Baruah K, dkk., dimana penyikatan gigi yang terbaik untuk anak
harus dilakukan pada permukaan oklusal, lingual dan bukal rahang atas
dan bawah, dari satu gigi ke gigi selanjutnya. 32 Dalam penilaian perilaku
33
dan mulut lebih dipengaruhi oleh tingginya skor indeks debris daripada
skor indeks kalkulus sehingga kebanyakan diantara responden pada
rentang usia 5-11 tahun dan 12-19 tahun berkategori oral hygiene buruk.
Berdasarkan uji statistik terdapat hubungan perilaku pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut terhadap tingkat OHIS (p=0,000). (Tabel 15)
Pada penelitian ini mayoritas subjek penelitian memiliki skor
DMF-T yang buruk dilihat dari nilai tingkat DMF-T tinggi dan sangat
tinggi yaitu masing-masing sebesar 49,4%. Hal ini mungkin dikarenakan
kurangnya edukasi dan pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan rongga
mulut, mengingat subjek penelitian tidak memperoleh peran serta orang
tua. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna
antara perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dengan
peningkatan skor DMF-T dengan nilai p=0,007 (tabel 16), dimana perilaku
pemeliharaan kesehatan rongga mulut yang semakin baik maka
pengalaman karies akan berkurang dan begitu juga sebaliknya. Hasil ini
juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni E dkk yang
menunjukkan adanya hubungan antara perilaku membersihkan gigi dengan
pengalaman karies pada murid SD 204 Amassangang Kabupaten
Pinrang.36
36
BAB 6
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada anak yatim piatu di
panti asuhan Al Washliyah Medan Sunggal, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Tingkat perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut paling banyak
adalah kategori buruk sebesar 44,7%.
2. Ada pengaruh yang signifikan antara perilaku kesehatan gigi dan mulut
terhadap tingkat OHI-S (p=0,000).
3. Ada pengaruh yang signifikan antara perilaku kesehatan gigi dan mulut
terhadap tingkat DMF-T (p=0,007).
6.2 Saran
1. Pihak panti disarankan untuk bekerja sama dengan puskesmas setempat
untuk menyelenggarakan program penyuluhan pemeliharaan kesehatan rongga
mulut dan kampanye sikat gigi bersama secara rutin untuk meningkatkan
perilaku pemeliharaan kesehatan rongga mulut penghuni Panti Asuhan Al-
Washliyah Medan.
2. Pihak panti disarankan untuk menyediakan sikat gigi dan mengganti
sikat gigi secara rutin untuk masing-masing penghuni panti.
3. Pemerintah disarankan untuk juga mengadakan program kesehatan gigi
di panti-panti asuhan seperti program UKGS.
4. Pada penelitian selanjutnya, disarankan agar rentang umur subjek
penelitian tidak terlalu besar.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Narulita L, Diansari V, Sungkar S. Oral hygiene simplified (OHI-S) pada
murid kelas IV SD Negeri 24 Kuta Alam. Journal Caninus Dentistry 2016;
1(4): 6-8.
2. Kementerian Kesehatan RI. Data dan informasi masalah gigi dan mulut.
2014.
3. Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat. Medan: USU Press, 2009;
p.1-6.
4. Sutjipto C, Wowowr V, Kaunang W. Gambaran tindakan pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut anak usia 10-12 tahun di SD Kristen Eben Haezar 02
Manado. Jurnal e-Biomedik 2013; 1(1): 697-706.
5. Afiati R, Adhani R, Ramadhani K, Diana S. Hubungan perilaku ibu tentang
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut terhadap status karies gigi anak. Jur.
Ked. Gigi 2017; 2(1): 56-62.
6. Mentari S, Bany ZU, Novita CF. Hubungan peran orang tua terhadap indeks
DMF-T siswa sekolah dasar dengan UKGS. Journal Caninus Dentistry 2016;
1(4): 63-9.
7. Pontonuwu J, Mariati NW, Wicaksono DA. Gambaran status karies anak
sekolah dasar di kelurahan Kinilow 1 kecamatan Tomohon Utara.
8. World Health Organisation. Media centre oral health. [online]. [cited Februari
2018]. Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs318/en.
9. Tuhuteru DR, Lampus BS, Wowor VN. Status kebersihan gigi dan mulut
pasien poliklinik gigi puskesmas Paniki Bawah Manado. Jurnal e-Gigi 2014;
2(2): 85-9.
10. Anwar AI, Lutfiah, nursyamsi. Status kebersihan gigi dan Mulut pada remaja
usia 12-15 tahun di SMPN 4 Watampone kecamatan Tanete Riattang
kabupaten Bone. Makassar Dent J 2017; 6(2): 87-90.
11. Idham, Nurrahma R, Samad R. Penggunaan tongue scraper dan kebersihan
gigi dan mulut setelah penyuluhan pada anak panti asuhan Ashabul Kahfi
Makassar. Dentofasial 2013; 12(1): 19-23.
12. Ningsih DS. Hubungan jenis kelamin terhadap kebersihan rongga mulut anak
panti asuhan. ODONTO Dental Journal 2015; 2(1): 14-9.
38
27. Pay MN, Widiati S, Sriyono NW. Identifikasi faktor yang mempengaruhi
perilaku anak dalam pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut: studi pada pusat
pengembangan anak agape sikumana kota kupang, NTT, indonesia. Majalah
Kedokteran Gigi Indonesia 2016; 2(1): 27-34.
28. Ojahanon PI, Akionbare O, Umoh AO. The oral hygiene status of institution
dwelling orphans in benin city, nigeria. Nigerian Journal of Clinical Practice
2013; 16(1): 41-4.
29. Ningsih DS. Hubungan jenis kelamin terhadap kebersihan rongga mulut anak
panti asuhan. Odonto Denta Journal 2015; 2: 14-9.
30. Gopdianto R, Rattu AJM, Mariati NW. Status kebersihan mulut dan perilaku
menyikat gigi anak sd negeri 1 malalayang. Jurnal e-gigi 2015; 3(1): 130-8.
31. Zero DT, Mariho VCC, Phantumvanit P. Effective use of self-care fluoride
administration in asia. International & Amerian Associations for Dental
Research 2012; 24(1): 16-21.
32. Baruah K, et al. A review on toothbrushes and tooth brushing methods.
International Journal of Pharmaceutical Science Invention 2017; 6(5): 29-38.
33. Komiyama EY, Back-Brito GN, Balducci I, Koga-Ito CY. Evaluation of
alternative methods for the disinfection of toothbrushes. Braz Oral Res 2010;
24(1): 28-33.
34. Mystikos C, Yoshino T, Ramberg P, Birkhed D. Effect of post brushing
mouthrinse solutions on salivary fluoride retention. Swed Dent J 2011; 52:
222-6.
35. Shanbhog R, et al. Clinical consequences of untreated dental caries evaluated
using PUFA index in orphanage children from india. Journal of International
Oral Health 2013; 5(5): 1-9.
36. Wahyuni, E., dkk. Hubungan perilaku membersihkan gigi dengan kejadian
karies gigi pada murid SD 204 Amassangang Kabupaten Pinrang. Jurnal
Stikes Nani Hasanudin 2012; 1 (4): 1-6.