Anda di halaman 1dari 23

Nama : Hana Ayu Afifah

Kelas : 4BD4

Nim : P27220017141

ANALISA JURNAL

A. PENGARUH BUDAYA MAKAN SIRIH TARHADAP STATUS KESEHATAN


PERIODONTAL PADA MASYARAKAT SUKU KARO DI DESA TIGA JUHAR
KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2017
1. Masalah yang ada di jurnal
Makan sirih merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh berbagai suku di Indonesia.
Berdasarkan penelitian Suproyo bahwa tingkat keparahan penyakit Periodontal pada
pemakan sirih lebih tinggi dibandingkan non pemakan sirih.
2. Alasan peneliti membuat penelitian
peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh budaya makan sirih terhadap
kesehatan periodontal pada masyarakat suku Karo di wilayah kerja Puskesmas tiga
juhar Kabupaten Deli Serdang karena peniliti melihat Berdasarkan hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 2012, secara umum penduduk mempunyai
masalah kesehatan gigi dan mulut dan dilihat dari hasil penelitiannya warga yang
pemakan sirih leih berpotensi dari pada non pemakan sirih
3. Intervensi jurnal
penelitian survei dengan pendekatan cross sectional study bertujuan menganalisis
pengaruh budaya makan sirih terhadap status kesehatan periodontal pada masyarakat
suku Karo di desa Tiga Juhar Kabupaten Deli Serdang.
4. Hasil
- Tidak ada pengaruh tradisi makan sirih terhadap status kesehatan periodontal (p=
0,424).
- Tidak ada pengaruh nilai makan sirih terhadap status kesehatan periodontal nilai
(p= 0,138).
- Ada pengaruh komposisi sirih terhadap status kesehatan periodontal (p= 0,022).
- Ada pengaruh frekuensi makan sirih terhadap status kesehatan periodontal (p=
0,001).
- Ada pengaruh lama makan sirih terhadap status kesehatan periodontal (p=0,000).
- Variabel yang dominan terhadap status kesehatan periodontal adalah lama makan
sirih (p=0,032;OR=2,9) yang artinya lama makan sirih ≥5 tahun berisiko 2,9 kali
lebih besar responden mengalami status kesehatan periodontal dibanding dengan
lama makan sirih
5. Dampak negatif positif bagi pembaca
a. Dampak Negatif
- masyarakat agar lebih memperhatikan lamanya makan sirih sehingga tidak
terlalu berdampak pada status kesehatan periodontal
b. Dampak positif
- Upaya peningkatan kesehatan mulut dan gigi
- kebiasaan mengunyah sirih tetap bisa dilakukan tanpa mengganggu kesehatan
gigi maka penguyah sirih harus selalu merawat kesehatan gigi dengan
menjaga kebersihannya

B. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SOSIAL BUDAYA TERHADAP


MOTIVASI IBU MENGIKUTI IMUNISASI MEASLES RUBELLADI DESA
TARAI BANGUN WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBANG
1. Masalah yang ada di jurnal
banyaknya ibu yang menolak anaknya untuk mendapatkan imunisasi MR
2. Alasan peneliti membuat penelitian
Pengetahuan ibu yang minim membuat kesadaran masyarakat untuk ikut serta dalam
program imunisasi juga minim. Sedangkan ibu sangat berperan penting dalam
kebutuhan imunisasi anaknya.
3. Intervensi jurnal
pengumpulan data dilakukan dengan melihat beberapa variabel secara bersamaan atau
dimana hubungan antara faktor risiko (independen) dengan faktor efek (dependen)
dilakukan pengukuran variabel sekali dan sekaligus pada waktu yang sama
4. Hasil
Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p= 0,003 maka dapat disimpulkan ada hubungan
yang signifikan antara sosial budaya terhadap motivasi ibu mengikuti imunisasi
MR. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 4,113 artinya ibu dengan sosial
budaya mendukung mempunyai peluang 4,113 kali lebih besar untuk memiliki
motivasi kuat dibandingkan ibu dengan sosial budaya tidak mendukung.

5. Dampak negatif positif bagi pembaca


a. Dampak negatif
- Dampak apabila tidak mengikuti program imunisasi ini antara lain dapat
mengakibatkan ketulian, gangguan penglihatan bahkan kebutaan, hingga
kelainan jantung.
b. Dampak positif
- Diharapkan dapat menambah pengetahuan responden untuk memberikan
imunisasi pada anak dan memutuskan untuk tetap memberikan imunisasi pada
anak
- diharapkan kepada responden untuk meningkatkan pengetahuan dengan sering
mengikuti posyandu dan penyuluhan yang dilakukan Puskesmas sehingga
responden dapat mengetahui manfaat dari pemberian imunisasi
-
Jurnal Mutiara Kesehatan Masyarakat. 2019; 4 (1): 7-16

PENGARUH BUDAYA MAKAN SIRIH TARHADAP STATUS


KESEHATAN PERIODONTAL PADA MASYARAKAT
SUKU KARO DI DESA TIGA JUHAR
KABUPATEN DELI SERDANG
TAHUN 2017

Mestika Lumbantoruan1 , Halawati1


1 Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan
Universitas Sari Mutiara Indonesia, Gedung B Lantai 1 Jl. Kapten Muslim No.
79 Medan 20123, Indonesia

*Penulis Korespondensi : Mestika Lumbantoruan, Program Studi Kesehatan Masyarakat,


Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan, Universitas sari Mutiara Indonesia, Gedung B lantai
1 Jl. Kapten Muslim No. 79 Medan 20123, Indonesia, Phone: +6285260021072

ABSTRACT
Oral health disorder will be impacted on performance of a person. Risk factors for oral
diseases include behavior of the society asculture or habitualchewing betel or areca. The aim
of researchis to figure out the influence of chewing betel towardshealth status
karonesepeopleof Tiga Juhar Deli Serdang in 2016.This research used cross sectional study
approach. The research was conducted from February until August 2016 of Tiga Juhar Deli
Serdang. The population of research is karonese people who have a habitual chewing betel in
Tiga Juhar. The sampleof research was 88 peopleas simple random sampling method. The data
collection was done by using primary and secondary data.The analysis of data used univariate,
bivariate and multivariate analysis. The results showed that there was no tradition of chewing
betel influence to periodontal health status (p = 0.424).There was no value of chewing betel
influence to periodontal health status (p= 0.138). There is elemental betel composition
influence to periodontal health status (p = 0.022). There is frequency of chewing betel influence
to periodontal health status (p = 0.001).There is duration of chewing betel influence to
periodontal health status (p = 0.000). The dominant variable is duration of chewing betel
influence to periodontal health status (p = 0.032; OR = 2.9), means chewing betel more 5 years
is risky 2.9 times periodontal health status than chewing betel less 5 years. Therefore, Tiga
Juhar Department of Health must increase the oral health and hygiene status level for karonese
people who chewing betel inTiga Juhar.

Keyword: The culture of chewing betel, Periodontal Health Status

PENDAHULUAN
Mulut adalah salah satu organ terpenting pada tubuh manusia,dimana mulut
mempunyai peran sebagai pintu masuknya berbagai jenis makanan, minuman serta berbagai
jenis kuman, bakteri dan virus. Di dalam mulut terdapat juga organ organ lain, salah satunya
yaitu gigi, yang berfungsi sebagai penghancur atau pengunyah/pelumat makanan. Gigi juga
berfungsi sebagai hiasan yang mencerminkan citra diri seseorang (Boedihardjo,2011).

7
Jurnal Mutiara Kesehatan Masyarakat. 2019; 4 (1): 7-16

Kesehatan mulut merupakan bagian fundamental dari kesehatan secara menyeluruh. Kesehatan
mulut yang dimaksud saat ini adalah kesejahteraan rongga mulut, termasuk gigi dan struktur
serta jaringan-jaringan pendukungnya yang terbebas dari rasa sakit, serta berfungsi secara
optimal. Penyakit gigi dan mulut dapat menjadi risiko pada penyakit lain, seperti fokal infeksi
dari penyakit tonsillitis, faringitis dan lain-lain. Tindakan pencegahan terhadap penyakit gigi
dan mulut perlu dilakukan agar tidak terjadi gangguan fungsi, aktivitas serta penurunan
produktivitas kerja yang tentunya akan mempengaruhi kualitas hidup (Sriyono, 2009).
Kesehatan mulut penting bagi kesehatan dan kesejahteraan tubuh secara umum dan sangat
memengaruhi kualitas kehidupan termasuk fungsi bicara, pengunyahan dan rasa percaya diri.
Gangguan kesehatan mulut akan berdampak pada kinerja seseorang. Masalah tingginya angka
penyakit gigi dan mulut saat ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor
perilaku masyarakat yang dijadikan suatu budaya atau kebiasaan salah satunya adalah
kebiasaan mengunyah sirih atau pinang (Nurjannah dkk, 2010).
Saat ini sejumlah penyakit gigi dan mulut dihubungkan dengan kebiasaan, pola hidup,
dan faktor lingkungan; salah satu adalah mengunyah pinang. Diperkirakan terdapat sekitar 600
juta penduduk mempunyai pola kebiasaan mengunyah pinang. Mengunyah pinang merupakan
suatu kebiasaan yang populer di Asia, terutama di India, Sri Lanka, Asia Tenggara, Kepulauan
Pasifik, dan China. Menurut catatan sejarah nenek moyang di Asia Pasifik, Asia Selatan, dan
Asia Tenggara, kebiasaan ini secara sosial diterima di seluruh lapisan masyarakat termasuk
wanita dan sebagian anak-anak. Hal ini telah diketahui dan dilaporkan di beberapa negara
seperti Bangladesh, Thailand, Kamboja, Srilanka, Pakistan, Malaysia, Indonesia, Cina, Papua
Nugini, beberapa pulau di Pasifik, dan populasi yang bermigrasi ke tempat-tempat seperti
Afrika Selatan, Afrika Timur, Eropa, AmerikaUtara, dan Australia (Ray dkk., 2012).
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 2012, secara umum
penduduk mempunyai masalah kesehatan gigi dan mulut, di antara penduduk 15 tahun atau
lebih yang mempunyai masalah kesehatan gigi dan mulut hanya 29% menerima perawatan dari
perawat gigi, dokter gigi atau dokter spesialis gigi. Sebahagian besar masalah gigi dan mulut
terjadi di daerah pedesaan yaitu sebesar 40,6%, secara keseluruhan 7% penduduk kehila nga n
seluruh gigi, tertinggi pada penduduk kelompok umur 65 tahun (30%). Dilihat dari pelayanan
kesehatan gigi dan mulut, sebahagian besar pelayanan yang di berikan adalah pengobatan
(85%), dibedah gigi dan mulut serta tambal (45%), konseling (23%) serta pemasangan gigi
palsu hanya 9% diantara penduduk yang menerima perawatan (Depkes RI 2011). Keadaan
tersebut menunjukan bahwa secara nasional permasalahan gigi dan mulut masih merupakan
masalah kesehatan.

8
Jurnal Mutiara Kesehatan Masyarakat. 2019; 4 (1): 7-16

Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Deli Serdang (2013), diketahui jumlah


kunjungan masyarakat ke poli gigi menempati urutan ke Sembilan dari sepuluh penyakit
terbesar, dengan jumlah kunjungan sebanyak 1.482 kunjungan yang terdiri dari 62,8% berusia
lebih dari 15 tahun,dan 37,2% kunjungan usia <15 Tahun. Kunjungan pasien ke poli gigi
umumnya menderita gangguan gigi dan mulut,43,9% diantaranya menderita karies gigi,da n
56,1% lainnya menderita gangguan periodontal.
Penyebab terjadinya gangguan gigi dan mulut pada prinsipnya sama dengan penyebab
terjadinya jenis penyakit lainnya baik penyebab langsung seperti bakteri, maupun penyebab
tidak langsung seperti karakteristik penderita, kebiasaan, perilaku dan faktor budaya. Penyakit
gigi dan mulut yang terbanyak di derita masyarakat adalah penyakit karies gigi kemudian di
ikuti dengan penyakit periodontal di urutan ke dua (Depkes RI,2011).
Ditinjau dari sisi kedokteran gigi, kebiasaan mengunyah pinang dapat mengakiba tka n
penyakit periodontal. Penyebab terbentuknya penyakit periodontal adalah kalkulus atau karang
gigi akibat stagnasi saliva pengunyah pinang karena adanya kapur Ca(OH) 2. Gabungan kapur
dengan pinang mengakibatkan timbulnya respon primer terhadap pembentukan senyawa
oksigen reaktif dan mungkin mengakibatkan kerusakan oksidatif pada DNA di aspek bukal
mukosa penyirih. Efek negatif adalah menyirih dapat mengakibatkan penyakit periodontal
dengan adanya lesi-lesipada mukosa mulut seperti submucous fibrosis,oral premalignant
lesion dan bahkan dapat mengakibatkan kanker mulut (Kasim dkk.,2006).
Makan sirih merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh berbagai suku di Indonesia,
kebiasaan makan sirih ini merupakan tradisi yang di dilakukan turun menurun pada sebahagian
besar penduduk pedesaan yang pada mulanya berkaitan erat dengan adat kebiasaan masyarakat
setempat. Adat kebiasaan ini biasanya di lakukan pada saat acara yang sifatnya ritual. Begitu
pula dengan suku Karo yang memiliki adat kebiasaan tersebut pada tradisi mereka. Kebiasaan
ini di jumpai tersebar luas di kalangan penduduk wanita suku Karo.
Menurut (Dentika, 2011) pada mulanya menyirih digunakan sebagian suguha n
kehormatan untuk orang orang/tamu-tamu yang di hormati pada upacara pertemuan atau pesta
perkawinan. Dalam perkembangannya budaya menyirih menjadi kebiasaan memamah selinga n
di saat saat santai. Menurut (Boedihardjo, 2011) secara umum di lihat dari tinjauan geografis,
budaya, dan rumpun bangsa, suku Karo adalah salah satu etnis suku suku bangsa Indonesia
yaitu rumpun Batak yang berdiam disebagian besar daratan tinggi Karo serta menganut system
kekerabatan yang di sebut dengan “Merga” karena kedekatan pengaruh kekerabatan itu,
rumpun etnis Batak ini ada yang memiliki kesamaan kebiasaan yang salah satunya yaitu
mengunyah sirih dengan daun sirih, pinang, gambir, dan kapur sebagai bahan dasar.

9
Jurnal Mutiara Kesehatan Masyarakat. 2019; 4 (1): 7-16

Hasil penelitian (Enos, 2013), menunjukkan bahwa terdapat hubungan budaya makan
sirih yang meliputi tradisi makan sirih (p=0,101), komposisi sirih (p=0,024), frekuensi makan
sirih (p=0,018), lamanya makan sirih (p=0,031). Demikian juga dengan penelitian (Nurdiana ,
2015), tentang hubungan kebiasaan menyirih dengan kanker rongga mulut pada penduduk
komunitas india di Lingkungan Klang Selangor Malaysia yaitu lama menyirih dengan kanker
rongga mulut (p=0,045), frekuensi menyirih per hari dengan kanker rongga mulut (p=0,009)
dan komposisi menyirih deengan kanker rongga mulut (p=0,038).
Berdasarkan penelitian Suproyo bahwa tingkat keparahan penyakit Periodontal pada
pemakan sirih lebih tinggi dibandingkan non pemakan sirihdan semua sampel pemakan sirih
menderita penyakit periodontal dengan perincian 63,7% gingivitis dan disertai juga dengan
kerusakan jaringan pendukung gigi yang lain sebesar 36,3%. Derajat terjadinya karang gigi
lebih tinggi pada pemakan sirih dari pada non pemakan sirih dan juga disertai terjadinya atrisi
dan abrasi yang berlebihan pada pemakan sirih dengan persentase 66,85% (Dentika, 2012).
Berdasarkan hasil survey di Puskesmas Tiga Juhar 2016, bahwa pasien yang datang
dengan keluhan gigi dan mulut ke Puskesmas Tiga juhar sebahagian adalah wanita yang sering
mengkomsumsi sirih. Keadaan ini dimaklumi karena mayoritas penduduknya adalah suku
Karo (95,5%), sehingga kebiasaan makan sirih menjadi budaya secara turun menurun, dan
menjadi suatu menu yang wajib dalam setiap kegiatan-kegiatan adat, atau pesta perkawinan
masyarakat Karo.
Dari latar belakang tersebut di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang
pengaruh budaya makan sirih terhadap kesehatan periodontal pada masyarakat suku Karo di
wilayah kerja Puskesmas tiga juhar Kabupaten Deli Serdang.Berdasarkan latar belakang diatas,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh budaya makan sirih
terhadap status kesehatan periodontal pada masyarakat suku Karo di desa Tiga Juhar
Kabupaten Deli Serdang?

METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei dengan pendekatan cross sectional study
bertujuan menganalisis pengaruh budaya makan sirih terhadap status kesehatan periodontal
pada masyarakat suku Karo di desa Tiga Juhar Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini
dilakukan di desa Tiga Juhar Kabupaten Deli Serdang, dengan pertimbangan masih ditemukan
masalah kesehatan gigi dan mulut, salah satu adalah masalah periodontal, dan desa ini juga
merupakan daerah dengan penduduk mayoritas suku Karo yang masih kental dengan budaya.
Penelitian dilakukan pada bulan Maret, Juni 2017 atau sampai data yang diperlukan telah

10
Jurnal Mutiara Kesehatan Masyarakat. 2019; 4 (1): 7-16

lengkap. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat suku Karo yang mempunya i
kebiasaan makan sirih, berdomisili di desa Tiga Juhar, karena mayoritas penduduknya adalah
suku Karo dengan jumlah populasi 1143 jiwa. Tehnik pengambilan sampel pada penelitian ini
mengunakan metode simple random sampling yaitu metode mengambil sampel secara acak
dimana masing- masing subject atau unit dari populasi memiliki peluang yang sama dan
independen (tidak tergantung) untuk terpilih kedalam sampel (Murti, 2006) dengan
menggunakan rumus yang dikemukakan vicent (1991).

HASIL
Tabel 1. Tradisi Makan Sirih
No Tradisi Makan Sirih Frekuensi %
1 Negatif 40 45.5
2 Positif 48 54.5
Total 88 100.0

Tabel 1. menunjukkan bahwa tradisi makan sirih mayoritas positif sebanyak 48 orang
(54,9%).

Tabel 2. Nilai Makan Sirih


No Nilai Makan Sirih Frekuensi %
1 Negatif 43 48.9
2 Positif 45 51.1
Total 88 100.0

Tabel 2. menunjukkan bahwa nilai makan sirih mayoritas positif sebanyak 45 orang
(51,1%).

Table 3. Komposisi Sirih


No Komposisi Sirih Frekuensi %
1 Lengkap 49 55.7
2 Tidak lengkap 39 44.3
Total 88 100.0

Tabel 3 menunjukkan bahwa komposisi sirih mayoritas lengkap sebanyak 49 orang


(55,7%).

Tabel 4. Frekuensi Makan Sirih


No Frekuensi Makan Sirih Frekuensi %
1 >3x/hari 50 56.8
2 ≤3x/hari 38 43.2
Total 88 100.0

11
Jurnal Mutiara Kesehatan Masyarakat. 2019; 4 (1): 7-16

Tabel 4 menunjukkan bahwa frekuensi makan sirih mayoritas >3x/hari sebanyak 50


orang (56,8%).

Table 5. Lama Makan Sirih


No Lama Makan Sirih Frekuensi %
1 >5 tahun 59 67.0
2 ≤5 tahun 29 33.0
Total 88 100.0

Tabel 5 menunjukkan bahwa lamanya makan sirih mayoritas >5 tahun sebanyak 59
orang (67%).

Tabel 6. Hasil Analisis Bivariat Budaya Makan Sirih


Status Kesehatan
Periodontal
Total p
Tradisi Makan Kurang
Baik value
Sirih baik
n % n % N %
Positif 28 58,3 20 41,7 48 100
0,424
Negatif 19 47,5 21 52,5 40 100
Total 47 53,4 41 46,6 88 100

Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 48 orang responden dengan tradisi makan sirih
yang positif terdapat 28 (58,5%) yang mengalami status kesehatan periodontal kurang baik dan
20 orang (41,7%) dengan status kesehatan periodontal yang baik. sedangkan dari 40 orang
responden dengan tradisi makan sirih yang negatif terdapat 19 (47,5%) yang mengalami status
kesehatan periodontal kurang baik dan 21 orang (52,5%) dengan status kesehatan periodontal
yang baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,424 artinya tidak ada pengaruh tradisi makan
sirih terhadap status kesehatan periodontal.

Tabel 7. Tabulasi Silang Pengaruh Nilai Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan
Periodontal
Status Kesehatan
Nilai Periodontal Total p
Makan Kurang baik Baik value
Sirih n % N % N %
Positif 28 62,2 17 37,8 45 100
0,138
Negatif 19 44,2 24 55,8 43 100
Total 47 53,4 41 46,6 88 100

Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 45 orang responden dengan nilai makan sirih
yang positif terdapat 28 (62,2%) yang mengalami status kesehatan periodontal kurang baik dan
17 orang (37,8%) dengan status kesehatan periodontal yang baik. Sedangkan dari 43 orang

12
Jurnal Mutiara Kesehatan Masyarakat. 2019; 4 (1): 7-16

responden dengan tradisi makan sirih yang negatif terdapat 15 (38,5%) yang mengalami status
kesehatan periodontal kurang baik dan 24 orang (61,5%) dengan status kesehatan periodontal
yang baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,138 artinya tidak ada pengaruh nilai makan
sirih terhadap status kesehatan periodontal.

Tabel 8. Tabulasi Silang Pengaruh Komposisi Sirih Terhadap Status


Kesehatan Periodontal
Status Kesehatan
Periodontal
Total
Komposisi Kurang p
Baik
Sirih baik value
n % n % N %
Lengkap 32 65,3 17 34,7 49 100
Tidak lengkap 0,022
15 38,5 24 61,5 39 100
Total 47 53,4 41 46,6 88 100

Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 49 orang responden dengan komposisi sirih
yang lengkap terdapat 32 (65,3%) yang mengalami status kesehatan periodontal kurang baik
dan 17 orang (34,7%) dengan status kesehatan periodontal yang baik. sedangkan dari 39 orang
responden dengan komposisi sirih yang tidak lengkap terdapat 15 (38,5%) yang mengala mi
status kesehatan periodontal kurang baik dan 24 orang (61,5%) dengan status kesehatan
periodontal yang baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,022 artinya ada pengaruh
komposisi sirih terhadap status kesehatan periodontal.

Tabel 9. Tabulasi Silang Pengaruh Frekuensi Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan
Periodontal
Status Kesehatan
Periodontal
Frekuensi Total
Kurang p
Makan Baik
baik value
Sirih
n % n % N %
>3x/hari 35 70 15 68,4 50 100
0,001
≤3x/hari 12 31,6 26 68,4 38 100
Total 47 53,4 41 46,6 88 100

Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 50 orang responden dengan frekuensi makan
sirih >3x/hari terdapat 35 (70%) yang mengalami status kesehatan periodontal kurang baik dan
15 orang (68,4%) dengan status kesehatan periodontal yang baik. sedangkan dari 38 orang
responden dengan frekuensi makan sirih ≤3x/hari terdapat 12 (31,6%) yang mengalami status
kesehatan periodontal kurang baik dan 26 orang (68,4%) dengan status kesehatan periodontal

13
Jurnal Mutiara Kesehatan Masyarakat. 2019; 4 (1): 7-16

yang baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,001 artinya ada pengaruh frekuensi makan
sirih terhadap status kesehatan periodontal.

Table 10. Tabulasi Silang Pengaruh Lama Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan
Periodontal

Status Kesehatan
Periodontal
Total
Lama Kurang p
Baik
Makan Sirih baik value
n % n % N %
>5 tahun 40 67,8 22 75,9 59 100
0,000
≤5 tahun 7 24,1 19 32,2 29 100
Total 47 53,4 41 46,6 88 100

Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 59 orang responden dengan lama makan sirih
>5 tahun terdapat 40 (57,8%) yang mengalami status kesehatan periodontal kurang baik dan
22 orang (75,9%) dengan status kesehatan periodontal yang baik. sedangkan dari 29 orang
responden dengan lama makan sirih ≤5 tahun terdapat 7 (24,1%) yang mengalami status
kesehatan periodontal kurang baik dan 19 orang (32,2%) dengan status kesehatan periodontal
yang baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,000 artinya ada pengaruh lama makan sirih
terhadap status kesehatan periodontal.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh budaya makan sirih terhadap status
kesehatan periodontal pada masyarakat suku Karo di desa Tiga Juhar Kabupaten Deli Serdang,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Tidak ada pengaruh tradisi makan sirih terhadap status kesehatan periodontal (p= 0,424).
2. Tidak ada pengaruh nilai makan sirih terhadap status kesehatan periodontal nilai (p=
0,138).
3. Ada pengaruh komposisi sirih terhadap status kesehatan periodontal (p= 0,022).
4. Ada pengaruh frekuensi makan sirih terhadap status kesehatan periodontal (p= 0,001).
5. Ada pengaruh lama makan sirih terhadap status kesehatan periodontal (p=0,000).
6. Variabel yang dominan terhadap status kesehatan periodontal adalah lama makan sirih
(p=0,032;OR=2,9) yang artinya lama makan sirih ≥5 tahun berisiko 2,9 kali lebih besar
responden mengalami status kesehatan periodontal dibanding dengan lama makan sirih <5
tahun.

14
Jurnal Mutiara Kesehatan Masyarakat. 2019; 4 (1): 7-16

SARAN
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan pertimbangan bagi Dinas
Kesehatan Tiga Juhar untuk usaha peningkatan derajat kesehatan gigi dan mulut, dan status
kebersihannya pada masyarat khususnya Suku Karo yang tinggal di Desa Tiga Juhar yang
memiliki kebiasaan makan sirih dengan mengadakan kegiatan program promosi, edukasi dan
pengobatan kesehatan gigi dan mulut berupa penyuluhan, penyebaran leaflet dan poster,
pengobatan gigi yang terjangkau, bahkan gratis baik di puskesmas, kawasan umum, tempat
ibadah maupun lingkungan sekolah.
Diharapkan kepada tokoh masyarakat agar dapat memberikan sosialisasi kepada
masyarakat Tiga Juhar tentang makan sirih supaya kebiasaan mengunyah sirih tetap bisa
dilakukan tanpa mengganggu kesehatan gigi maka penguyah sirih harus selalu merawat
kesehatan gigi dengan menjaga kebersihannya. Selain itu pada masyarakat juga agar lebih
memperhatikan lamanya makan sirih sehingga tidak terlalu berdampak pada status kesehatan
periodontal jika frekuensi dan lama makan sirih diperhatikan oleh pemakan sirih.

DAFTAR PUSTAKA
1. Albert, 2012.Tobacco Basics Handbook.Third Edition.Smokeless tobacco.
2. Arikunto, 2010, Prosedur Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta : Jakarta
3. Boediardjo, 1985, Pemeliharaan Kesehatan Gigi Keluarga, Airlangga Universiti press :
Jakarta Chatrchaiwiwatana, S, (2006). Dental Caries and Periodontitis Associated with
Betel Quit Chewing: Analysis of Two Data Sets. Journal Medical
Association Thailand, 89(7):4- 11.
4. Depkes, RI, 1995, Tata cara Kerja Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut di
Puskesmas: Jakarta
5. ------------------2011, Pedoman Upaya Kesehatan Nasional, Study Morbilitas dan
Dissabilita Tim Surkesnas: Jakarta.
6. Enos, 2013.Pengaruh Tradisi Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal. Jurnal
Kesehatan
7. Foster, TD, 1999, Ortodonsi, Jakarta, EGC
8. Fernando, E, (2011). Analisis Kandungan Nikotin Pada Tembakau ( Nicotiana Tabacum))
yang Digunakan sebagai Tembakau Kunyah dan Karakteristik Masyarakat Penggunanya
Di Desa Rumah Great Kecamatan Tiga Juhar Kabupaten Deli Serdang. Jurnal Kesehatan
9. Fitri, 2010.Pengaruh Komposisi Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal. Jurnal
Kesehatan
10. Flora, Meerjady S, Christopher Tylor, Mahmudur Rahman, (2012). “Betel Quid Chewing
and Its Risk Factors in Bangladeshi Adults”. WHO South East – Asia Journal of Public
Health, 2012:1(2):162-181.
11. Hartati, 1985, Kumpulan Makalah Ilmiah, Denpasar : UGM
12. Herijulanty, dkk, 2011, Pendidikan Kesehatan Gigi, EGC :Jakarta
13. Ihromi, 1996, Antropologi Budaya, Yayasan Obor Indonesia : Jakarta

15
Jurnal Mutiara Kesehatan Masyarakat. 2019; 4 (1): 7-16

14. J.Dentika 2004, Natamiharja L, Sama R. Kebiasaan Mengunyah Sirih Dan Hubungannya
Dengan Indeks Penyakit Periodontal Pada Wanita di Kecamatan Lau Belang Kabupaten
Karo.
15. Murniwati, 2010.Pengaruh Lama Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal.
Jurnal Kesehatan
16. Nanda, 2010.Pengaruh Tradisi Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal.
Jurnal Kesehatan
17. Notoatmodjo, S, 2014, Promosi Kesehatan, Rineka Cipta : Jakarta
18. --------------2012, Pendidikan Prilaku Kesehatan, Rineka Cipta : Jakarta
19. Pratiwi, 2011, Gigi Sehat, Kompas, Jakarta
20. Prayitno, 2010, Periodontologi Klinik, Fondasi Kedokteran Gigi Masa Depan, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
21. Parmar, G, Sangwan, P, vashi, P, Kulkarni, K. S, (2013). Effect of chewing a mixtureof
areca nut and tobacco on periodontal tissues and hygiene status. Juornal of oral science,
50(1):57-62.
22. Paulino, y. Novotny. R., Miller. MJ, Murphy. S.P, (2011).Areca (Bete) nut chewing
practices in Micronesian Populations, Hawaii journal of Public Health, 3(1):19-29.
23. Rahmadhan, A. G, (2011). Serba Serbi Kesehatan Gigi dan Mulut. Jakarta:Bukune .
24. Rooney, F. D. (1995). Betel chewing in south East Asia. Paper Was prepared for the centre
National de la Recherce scientifigue. Lyon, France.
25. Sarwono, 2015, Sosiologi Kesehatan, Gajah Mada University Prees, Jakarta
26. Samura, J. A. P, (2009). Pengaruh Budaya makan Sirih terhadap Status Kesehatan
Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli
Serdang.Tesis. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.
27. Sauzlah, 2010, Tanaman Obat Keluarga, Pebebar Suadaya : Jakarta
28. Selly, 2011.Pengaruh Komposisi Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal. Jurnal
Kesehatan
29. Schuurs, 1999, Patologi Gigi Geligi, Gajah Madah prees :Yogyakarta
30. Veronika, 2010.Pengaruh Lama Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal.
Jurnal Kesehatan

16
Volume 3, Nomor 2, Oktober 2019 ISSN 2623-1581 (Online)
ISSN 2623-1573 (Print)

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SOSIAL BUDAYA


TERHADAP MOTIVASI IBU MENGIKUTI IMUNISASI
MEASLES RUBELLADI DESA TARAI BANGUN
WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBANG
Afiah1,Mistadiana2
Program Studi DIII Kebidanan
Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai
afiah.vi@gmail.com1, mistadiana897@gmail.com2

ABSTRACT

The incidence of measles in Indonesia is increasing every year from year to year. Rubella is a public
health problem that requires effective prevention. Surveillance data for the past 5 years shows that
70% of Rubella cases occur in the age group <15 years. To realize the highest degree of public
health, efforts to prevent disease through immunization are needed. The purpose of this study was to
determine the relationship of knowledge and socio-culture to mothers' motivation to follow MR
immunization. This type of research is quantitative with cross sectional design. This research was
conducted on October 8 to October 22 in 2019 with a total sample of 95 people with systematic
random sampling technique. The study population was all mothers with children aged 9 months to 6
years in the village of Tarai Bangun. Data collection techniques using a questionnaire. Analysis of the
data used univariate and bivariate analysis with Chi Square test. The results showed that there was a
significant relationship between mother's knowledge of mother's motivation to follow MR
immunization with a value (p = 0,000), there was a significant relationship between socio-culture and
mother's motivation to follow MR immunization with a value (p = 0.003). It is recommended for
mothers who have children aged 9 months to 6 years to increase their knowledge by frequently
attending posyandu and counseling conducted by Puskesmas so that mothers can know the benefits of
immunization.

Keywords : MR immunization, Motivation, Knowledge, Social Culture

Menurut peraturan menteri kesehatan


PENDAHULUAN no 82 tahun 2014 penyakit adalah suatu
keadaan menjadi sakit yang mana dalam
Pembangunan kesehatan nasional keadaan semula sehat. Dilihat dari
diarahkan untuk peningkatan kesadaran, karakteristik, penyakit dapat dibedakan
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi menjadi dua yaitu penyakit menular dan
setiap orang. Agar peningkatan derajat penyakit tidak menular, dimana penyakit
kesehatan masyarakat yang setingi- menular lebih menjadi prioritas perhatian
tingginya dapat terwujud, maka pemerintah. Penyakit menular adalah
pembangunan kesehatan pada periode penyakit yang disebabkan oleh virus,
2015-2019 adalah program Indonesia bakteri, dan parasit. Salah satu penyakit
sehat. Sasarannya meningkatkan derajat yang disebabkan oleh virus adalah
kesehatan dan status gizi masyarakat penyakit campak yang lebih dikenal
melalui upaya kesehatan, pemberdayaan dengan istilah Measles dan Rubella.
masyarakat yang didukung dengan Measles adalah penyakit yang sangat
perlindungan finansial, dan pemerataan menular. Di beberapa daerah di dunia
pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, measles merupakan ancaman serius bagi
2017). anak-anak. Penularan terjadi melalui
droplet yang dihasilkan saluran pernapasan

PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat Page 93


Volume 3, Nomor 2, Oktober 2019 ISSN 2623-1581 (Online)
ISSN 2623-1573 (Print)

melalui batuk atau bersin. Diperkirakan 4.349 kasus (WHO, 2018). Pada tahun
lebih dari 20 juta orang di dunia terkena 2016 jumlah kasus rubella di Provinsi
measles dengan 2,6 juta kematian setiap Riau berdasarkan konfirmasi laboratorium
tahun dan sebagian besar adalah anak-anak di Provinsi Riau sebanyak 23 kasus
di bawah usia lima tahun sebelum (Kemenkes RI, 2017).
imunisasi ini dilakukan secara luas pada Data studi awal yang dilakukan oleh
tahun 1980. Pada tahun 2000 melalui peneliti melalui wawancara langsung pada
program imunisasi, Lebih dari satu miliar pemegang program imunisasi, cakupan
anak di negara-negara berisiko tinggi telah imunisasi measles rubella (MR) di Desa
divaksinasi sehingga pada tahun 2012 Tarai Bangun adalah 12,3 % dari total
kematian akibat measles telah mengalami keseluruhan target capaian yang dapat
penurunan sebesar 78% secara global dilihat pada tabel dibawah ini :
(Kemenkes RI, 2017). Angka kejadian Tabel 1 Data sasaran dan Pencapaian
measles di Indonesia setiap tahunnya Imunisasi MR
mengalami peningkatan dari tahun ke No Desa Sasaran Cakupan
9 Jumlah %
tahun. Pada tahun 2015 sebanyak 6.209 bulan-6
kasus, tahun 2016 sebanyak 7.204 kasus tahun
dan tahun 2017 sebanyak 11.389 kasus 1 Tambang 202 76 37,62
(WHO,2018) 2 Kuapan 611 118 19,31
Pada tahun 2016 jumlah kasus 3 Aursati 289 32 11,07
measles di Provinsi Riau sebanyak 114 4 Padang 195 98 50,26
Luas
kasus. Kejadian measles di Kabupaten 5 Gobah 204 89 43,63
Kampar pada tahun 2013 sebanyak 49 6 Terantang 248 149 60,08
kasus, pada tahun 2014 sebanyak 70 kasus, 7 Rimbo 1064 65 6,10
pada tahun 2015 sebanyak 101 kasus, dan Panjang
pada tahun 2016 ditemukan sebanyak 305 8 Kualu 2060 333 16,17
kasus measles dengan kasus terbesar 9 Parit 149 23 15,44
Baru
terdapat di Puskesmas Siak Hulu I 10 Teluk 156 41 26,28
sebanyak 76 kasus, Puskesmas Tambang Kenidai
sebanyak 58 kasus dan Puskesmas Tapung 11 Kemang 154 74 48,05
38 kasus (Profil Dinas Kesehatan Kampar Indah
2017) 12 Tarai 1838 226 12,3
Bangun
Rubella adalah penyakit akut dan
13 Kualu 468 206 44,02
ringan yang sering menginfeksi bayi dan Nenas
anak-anak serta dewasa muda yang rentan. 14 Sungai 346 83 23,99
Infeksi transplasenta sewaktu awal Pinang
kehamilan dapat mengakibatkan kematian 15 Pulau 275 62 22,55
janin dan sindrom rubella congenital Permai
16 Balam 161 82 50,93
(CRS) pada bayi yang dilahirkan. Rubella Jaya
merupakah salah satu masalah kesehatan 17 Palung 118 38 32,2
masyarakat yang memerlukan upaya Raya
pencegahan efektif. Data surveilans selama Sumber : Data Puskesmas Tambang (2018)
5 tahun terakhir menunjukkan 70% kasus
rubella terjadi pada kelompok usia <15 Hal ini dikarenakan banyaknya ibu
tahun (Kemenkes RI, 2018). Kasus rubella yang menolak anaknya untuk
di Indonesia cenderung mengalami mendapatkan imunisasi MR. Angka ini
peningkatan dari tahun 2015 sampai tahun jauh dari standar keberhasilan suatu
2017. Pada tahun 2015 terdapat sebanyak program imunisasi dengan capaian
1.379 kasus rubella, tahun 2016 sebanyak minimal 95% penatalaksanaan (Kemenkes
1.170 kasus dan tahun 2017 sebanyak RI, 2017). Untuk mewujudkan derajat

PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat Page 94


Volume 3, Nomor 2, Oktober 2019 ISSN 2623-1581 (Online)
ISSN 2623-1573 (Print)

kesehatan masyarakat yang setinggi- penglihatan bahkan kebutaan, hingga


tingginya diperlukan upaya untuk kelainan jantung.
mencegah terjadinya suatu penyakit Menurut Hungerford et al (2015)
melalui imunisasi (Permenkes, 2017). bahwa di Inggris belum optimalnya
Imunisasi adalah suatu upaya untuk pemberian imunisasi seperti Measles,
menimbulkan atau meningkatkan Mumps, and Rubella (MMR), sehingga
kekebalan seseorang secara aktif terhadap mengakibatkan wabah measles. Ibu sangat
suatu penyakit, sehingga bila suatu saat berperan penting dalam kebutuhan
terpajan dengan penyakit tersebut tidak imunisasi anaknya, ada beberapa faktor
akan sakit atau hanya mengalami sakit yang dapat mempengaruhi diantaranya
ringan (Permenkes, 2013). yaitu pengetahuan tentang vaksinasi dan
Undang-undang Nomor 36 Tahun pendidikan ibu serta sosial budaya.
2009 tentang Kesehatan Pasal 130 Pengetahuan ibu yang minim membuat
mengatakan bahwa pemerintah wajib kesadaran masyarakat untuk ikut serta
memberikan imunisasi lengkap kepada dalam program imunisasi juga minim
setiap bayi dan anak. Dalam hal ini baik (Nanin, 2016).
negara, pemerintah, keluarga dan orang tua Pengetahuan atau kognitif adalah
wajib mengusahakan agar anak terhindar domain yang sangat penting untuk
dari penyakit yang mengancam terbentuknya tindakan seseorang, ibu
kelangsungan hidup atau menimbulkan dengan pengetahuan yang tinggi lebih
kecacatan. Pemerintah telah melaksanakan cenderung melakukan imunisasi MR
imunisasi campak tambahan pada bulan dibandingkan dengan ibu yang
Agustus 2016, dan imunisasi MR pada berpengetahuan rendah sehingga dengan
Bulan Agustus sampai dengan September pengetahuan yang tinggi dapat merubah
2017 di Pulau Jawa. Kampanye imunisasi sikap ibu untuk melakukan imunisasi MR.
tersebut bertujuan untuk memberikan Berdasarkan penelitian Merlinta (2018) di
kekebalan tambahan terhadap measles dan Puskesmas Kartasura tentang hubungan
rubella sehingga dapat mengurangi kasus pengetahuan tentang vaksin MR dan
dan kejadian luar biasa (KLB) measles. pendidikan ibu terhadap minat
Hal ini dibuktikan adanya penurunan kasus keikutsertaan vaksinasi MR terdapat
dan tidak adanya laporan KLB measles hubungan antara pengetahan ibu tentang
pada bulan Oktober 2017 sampai dengan vaksin MR dengan minat keikutsertaan
Maret 2018 di wilayah pelaksanaan vaksinasi MR memperoleh nilai p=0,016
imunisasi (Kemenkes RI, 2017). (p<0,05) sehingga ini dapat dinyatakan ada
Selain pelaksanaan imunisasi, salah hubungan antara pengetahuan tentang
satu strategi untuk mencapai eliminasi dan vaksin MR dengan minat keikutsertaan
pengendalian measles di Indonesia adalah vaksinasi MR.
dengan pelaksanaan surveilans measles Sosial budaya juga memiliki pengaruh
rubella berbasis individu yang dikenal pada pengetahuan seseorang. Kegiatan
dengan case based measles surveillance kampanye imunisasi MR tahun 2018 tidak
(Kemenkes RI, 2017). Setiap orang yang berhasil, hasil cakupan imunisasi MR
belum pernah divaksinasi campak atau sangat rendah di hampir semua daerah luar
sudah divaksinasi tapi belum mendapatkan Jawa yaitu Aceh (4,94%), Riau (18,92%),
kekebalan, dapat menjadi orang yang Sumatera Barat (21,11%), Nusa Tenggara
berisiko tinggi tertular measles dan Barat (20,37%), Bangka Belitung
komplikasinya, termasuk kematian. (26,45%), Kalimantan Selatan (28,31%),
Dampak apabila tidak mengikuti program Sumatera Utara (29,53%), dan Kepulauan
imunisasi ini antara lain dapat Riau (34,50%).
mengakibatkan ketulian, gangguan Penolakan terhadap vaksin MR di
berbagai tempat tidak hanya dari orang

PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat Page 95


Volume 3, Nomor 2, Oktober 2019 ISSN 2623-1581 (Online)
ISSN 2623-1573 (Print)

tua, tapi sampai level pemimpin agama, balita, sedangkan motivasi ibu yang
bahkan para kepala daerah yang kurang baik dapat menyebabkan kegagalan
penduduknya mayoritas Muslim pun ikut dalam peningkatan status kesehatan balita
menyatakan penundaan terhadap dalam hal ini status imunisasi (Anonim,
kampanye MR. Hal ini disebabkan karena 2010c). Berdasarkan penelitian
kekhawatiran masyarakat terhadap bahan Tampemawa (2015) di Puskesmas
vaksin MR yang mengandung babi atau Ranotana Weru Kota Manado tentang
tidak halal (bertentangan dengan nilai hubungan motivasi ibu tentang imunisasi
agama) dan ada juga yang berpegang dengan status imunisasi anak usia 12-24
kepada teori konspirasi bahwa imunisasi bulan terdapat hubungan yang signifikan
merupakan buatan Zionist untuk antara motivasi ibu dengan status munisasi
melemahkan umat islam sehingga dasar dengan nilai p=0,000 (p>0,05)
masyarakat enggan suntik vaksin MR. sehingga ini dapat dinyatakan ada
Kedua tanggapan ini tentu tidak benar hubungan antara motivasi ibu dengan
karena tidak berdasarkan fakta medis dan status imunisasi dasar.
hujjah syar’iyah. Agama Islam amat Dari hasil penelusuran dan
menitikberatkan keselamatan dan wawancara yang dilakukan terhadap 6
kesejahteraan umat manusia seperti yang orang ibu yang berkunjung ke Puskesmas
termaktub dalam Maqasid Syari’ah Tambang, dari keenam ibu tersebut 4
(maksud dan tujuan syariat Islam). diantara tidak mengikuti anaknya untuk
Menurut sebagian ahli fikih bahwa diimunisasi MR dengan alasan ibu kurang
suatu penyakit perlu dihindari, dirawati, percaya terhadap imunisasi dan anaknya
dan diobati. Dalam konteks ini pencegahan akan sakit setelah diimunisasi, disamping
terhadap semua bentuk gejala yang dapat itu sebagian besar mereka percaya vaksin
merusak kesehatan dan hilangnya nyawa imunisasi terbuat dari bahan yang haram,
adalah menjadi pegangan dan keutamaan padahal Fatwa Majelis Ulama Indonesia
ajaran Islam (Ismail, 2014). Dengan 33 tahun 2018 imunisasi MR dibolehkan
demikian, generasi yang akan datang (mubah). Berdasarkan latar belakang
selalu sehat dan produktif dan para diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui
orangtua tidak mudah terpengaruh dengan hubungan pengetahuan dan sosial budaya
propaganda dan kampanye negatif yang terhadap motivasi ibu mengikuti imunisasi
sering digemakan oleh pihak yang anti- MR di Desa Tarai Bangun wilayah kerja
vaksin di media-media sosial. Puskesmas Tambang.
Menurut penelitian Juliana (2016) di
UPT Puskesmas Sungai Raya Kecamatan METODE
Sungai Raya Kabupaten Aceh Timur
tentang pengaruh kepercayaan dan Jenis penelitian yang digunakan
dukungan tokoh masyarakat dengan dalam penelitian ini adalah penelitian
pemberian imunisasi dasar lengkap. Hasil kuantitatif dengan menggunakan desain
penelitian menunjukkan bahwa dukungan penelitian cross sectional, yaitu
kepercayaan berpengaruh terhadap pengumpulan data dilakukan dengan
pemberian imunisasi dasar lengkap pada melihat beberapa variabel secara
bayi dengan nilai p-value 0,00 (p<0,05). bersamaan atau dimana hubungan antara
Motivasi adalah dorongan dari dalam faktor risiko (independen) dengan faktor
diri seseorang yang menyebabkan efek (dependen) dilakukan pengukuran
seseorang tersebut melakukan kegiatan- variabel sekali dan sekaligus pada waktu
kegiatan tertentu guna mencapai suatu yang sama (Riyanto, 2011). Penelitian ini
tujuan (Notoatmodjo, 2010). Motivasi ibu dilakukan pada Juni sampai dengan Juli
yang baik mempunyai pengaruh besar 2019 di Desa Tarai Bangun Kecamatan
terhadap peningkatan status kesehatan Tambang. Populasi dalam penelitian ini

PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat Page 96


Volume 3, Nomor 2, Oktober 2019 ISSN 2623-1581 (Online)
ISSN 2623-1573 (Print)

adalah semua ibu yang mempunyai anak Tabel 3 Distribusi frekuensi pengetahuan
umur 9 bulan sampai 6 tahun di desa Tarai ibu di desa Tarai Bangun
Bangun wilayah kerja Puskesmas wilayah kerja Puskesmas
Tambang yaitu sebanyak 1.838 Orang. Tambang
Sampel penelitian ini adalah ibu yang Pengetahuan
memiliki anak usia 9 bulan – 6 tahun yang 1 Kurang 62 65,3
berjumlah 95 orang. 2 Baik 33 34,7
Total 95 100
HASIL
Berdasarkan hasil penelitian pada
Analisa univariat digunakan untuk tabel 3 diketahui bahwa dari 95 responden
menjabarkan secara deskriptif mengenai sebagian besar responden memiliki
distribusi frekuensi dan proporsi masing- pengetahuan kurang yaitu sebanyak 62
masing variabel yang diteliti, baik variabel orang (65,3%).
bebas maupun variabel terikat.
Tabel 4 Distribusi frekuensi sosial budaya
Tabel 2 Distribusi frekuensi karakteristik di desa Tarai Bangun wilayah
responden berdasarkan umur, kerja Puskesmas Tambang
pendidikan dan pekerjaan
responden di desa Tarai Bangun Sosial budaya
1 Tidak 36 37,9
wilayah kerja Puskesmas
mendukung
Tambang 2 Mendukung 59 62,1
Total 95 100
No Variabel Frekuensi Persentase
(n) (%)
Umur Berdasarkan hasil penelitian pada
1 18-40 tahun 87 91,6 tabel 4 diketahui bahwa dari 95 responden
(dewasa awal) sebagian besar responden memiliki sosial
2 41-60 tahun 8 8,4 budaya mendukung yaitu sebanyak 59
(dewasa madya) orang (62,1%).
Total 95 100
Pendidikan
1 Pendidikan 26 27,4 Tabel 5 Distribusi frekuensi motivasi ibu di
rendah desa Tarai Bangun wilayah kerja
2 Pendidikan 69 72,6 Puskesmas Tambang
tinggi
Total 95 100 Motivasi
Pekerjaan 1 Lemah 46 48,4
1 Bekerja 13 13,7 2 Kuat 49 51,6
2 Tidak bekerja 82 86,3 Total 95 100
Total 95 100
Berdasarkan hasil penelitian pada
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5 diketahui bahwa dari 95 responden
tabel 2 dapat diketahui bahwa dari 95 sebagian besar responden memiliki
responden sebagian besar responden motivasi kuat yaitu sebanyak 49 orang
berada pada rentang umur dewasa awal (51,6%).
(18-40 tahun) yaitu sebanyak 87 orang
(91,6%), sebagian besar berpendidikan Analisa bivariat ini menggunakan uji
tinggi yaitu sebanyak 69 orang (72,6%), Chi-Square, sehingga dapat dilihat
sebagian besar tidak bekerja yaitu hubungan antara kedua variabel tersebut.
sebanyak 82 orang (86,3%). Hasil analisa disajikan pada tabel 4.5
berikut ini:

PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat Page 97


Volume 3, Nomor 2, Oktober 2019 ISSN 2623-1581 (Online)
ISSN 2623-1573 (Print)

Tabel 6 Hubungan pengetahuan ibu terhadap motivasi ibu mengikuti imunisasi MR di desa
Tarai Bangun Wilayah kerja Puskesmas Tambang (n=95)

Pengetahuan Motivasi Total OR P


Lemah Kuat (95% valu
n % n % n % CI) e
Kurang 3 62,9 23 37,1 62 100 6,298 0,000
9 (2,362
Baik 7 21,2 26 78,8 33 100 -
Total 4 48,4 49 51,6 95 100 16,795
6 )

Berdasarkan tabel 6 diperoleh dari 62 hubungan yang signifikan antara


responden yang berpengetahuan kurang pengetahuan ibu terhadap motivasi ibu
ada 23 responden (37,1%) memiliki mengikuti imunisasi MR. Dari hasil
motivasi yang kuat dalam mengikuti analisis diperoleh pula nilai OR = 6,298
imunisasi MR, sedangkan dari 33 artinya ibu dengan pengetahuan baik
responden yang berpengetahuan baik ada 7 mempunyai peluang 6,298 kali lebih besar
responden (21,2%) memiliki motivasi untuk memiliki motivasi kuat
yang lemah dalam mengikuti imunisasi dibandingkan ibu dengan pengetahuan
MR. kurang.
Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p
= 0,000 maka dapat disimpulkan ada

Tabel 7 Hubungan sosial budaya terhadap motivasi ibu mengikuti imunisasi MR di desa Tarai
Bangun wilayah kerja Puskesmas Tambang (n=95)

Sosial Motivasi Total OR P value


Budaya Lemah Kuat (95%
n % n % n % CI)
Tidak 25 69,4 11 30,6 36 100 4,113 0,003
mendukung (1,694-
9,985)
Mendukung 21 35,6 38 64,4 59 100
Total 46 48,4 49 51,6 95 100

Berdasarkan tabel 7 diperoleh bahwa imunisasi MR. Dari hasil analisis


dari 36 responden yang memiliki sosial diperoleh pula nilai OR = 4,113 artinya ibu
budaya tidak mendukung ada 11 dengan sosial budaya mendukung
responden (30,6%) memiliki motivasi mempunyai peluang 4,113 kali lebih besar
yang kuat dalam mengikuti imunisasi MR, untuk memiliki motivasi kuat
sedangkan dari 59 responden yang dibandingkan ibu dengan sosial budaya
memiliki nilai sosial budaya mendukung tidak mendukung.
ada 21 responden (35,6%) memiliki
motivasi yang lemah dalam mengikuti PEMBAHASAN
imunisasi MR.
Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p Hubungan Pengetahuan Ibu Terhadap
= 0,003 maka dapat disimpulkan ada Motivasi Ibu Mengikuti Imunisasi MR
hubungan yang signifikan antara sosial di Desa Tarai Bangun Wilayah Kerja
budaya terhadap motivasi ibu mengikuti Puskesmas Tambang

PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat Page 98


Volume 3, Nomor 2, Oktober 2019 ISSN 2623-1581 (Online)
ISSN 2623-1573 (Print)

lingkungan serta perilaku hidup bersih dan


Dari hasil penelitian dapat diketahui sehat agar tidak mudah tertular penyakit.
dari 62 responden yang berpengetahuan Ibu dengan pengetahuan yang baik
kurang ada 23 responden (37,1%) lebih cenderung melakukan imunisasi MR
memiliki motivasi yang kuat dalam dibandingkan dengan ibu yang
mengikuti imunisasi MR, hal ini berpengetahuan kurang sehingga dengan
disebabkan karena sosial budaya yang pengetahuan yang baik dapat merubah
mendukung. 9 responden mengatakan sikap ibu untuk melakukan imunisasi MR.
jarak rumah ke posyandu dekat, 7 Oleh karena itu diharapkan kepada tenaga
responden mengatakan di ingatkan oleh kesehatan agar lebih sering melakukan
kader dan saudara, 5 responden penyuluhan tentang imunisasi agar ibu
mengatakan adanya dukungan suami dan memiliki pengetahuan yang baik tentang
keluarga, 2 responden mengatakan imunisasi, sehingga semua balita umur 9-6
lingkungan sekitar mendukung program bulan mendapatkan munisasi MR.
imunisasi MR. Penelitian ini sejalan dengan
Dari hasil penelitian dapat diketahui penelitian yang dilakukan oleh Merlinta
dari 33 responden yang berpengetahuan pada tahun 2018 dengan judul hubungan
baik ada 7 responden (21,2%) memiliki pengetahuan tentang vaksin MR dan
motivasi yang lemah dalam mengikuti pendidikan ibu terhadap minat
imunisasi MR, hal ini disebabkan karena keikutsertaan vaksinasi MR di Puskesmas
sosial budaya yang tidak mendukung. 1 Kartasura, sehingga dapat disimpulkan
responden mengatakan mereka tidak mau bahwa terdapat hubungan antara
memberi imunisasi pada anaknya karena pengetahuan tentang vaksin MR dengan
imunisasi sebagai strategi penghancuran minat keikutsertaan vaksinasi MR
umat islam. 5 responden mengatakan
mengkhawatirkan aspek halal tidaknya Hubungan Sosial Budaya Terhadap
vaksin MR, dan 1 responden mengatakan Motivasi Ibu Mengikuti Imunisasi MR
bahwa setelah divaksinasi MR, shalatnya di Desa Tarai Bangun Wilayah Kerja
tidak diterima Allah selama 40 hari karena Puskesmas Tambang
bahan vaksin mengandung zat haram.
Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai Dari hasil penelitian dapat diketahui
p= 0,000 maka dapat disimpulkan ada dari dari 36 responden yang memiliki
hubungan yang signifikan antara sosial budaya tidak mendukung ada 11
pengetahuan ibu terhadap motivasi ibu responden (30,6%) memiliki motivasi
mengikuti imunisasi MR. Dari hasil yang kuat dalam mengikuti imunisasi MR
analisis diperoleh pula nilai OR= 6,298 hal ini disebabkan karena pengetahuan ibu
artinya ibu dengan pengetahuan baik yang baik, 11 responden berpendidikan
mempunyai peluang 6,298 kali lebih besar tinggi. Tingkat pendidikan juga
untuk memiliki motivasi kuat mempengaruhi tingkat pengetahuan
dibandingkan ibu dengan pengetahuan seseorang, semakin tinggi tingkat
kurang. pendidikan seseorang maka semakin
Pengetahuan dapat membentuk tinggi juga pengetahuannya sehingga ibu
keyakinan tertentu sehingga seseorang tidak mudah termakan hoaks di medsos,
berperilaku sesuai dengan keyakinan ibu percaya bahwa imunisasi MR
tersebut, dengan pengetahuan kesehatan merupakan program pemerintah dan dapat
lingkungan yang baik diharapkan dapat membuat anaknya tumbuh sehat
meningkatkan kesadaran masyarakat akan Dari hasil penelitian dapat diketahui
pentingnya mencapai kondisi lingkungan dari 59 responden yang memiliki nilai
yang sehat, sehingga dapat memutuskan sosial budaya mendukung ada 21
rantai penularan penyakit melalui responden (35,6%) memiliki motivasi

PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat Page 99


Volume 3, Nomor 2, Oktober 2019 ISSN 2623-1581 (Online)
ISSN 2623-1573 (Print)

yang lemah dalam mengikuti imunisasi yang baik dari tenaga kesehatan dengan
MR hal ini disebabkan karena pengetahuan tokoh masyarakat/agama untuk melakukan
ibu yang kurang. 21 responden pendekatan kepada ibu dalam memberikan
berpendidikan rendah, 15 responden komunikasi, informasi dan edukasi tentang
mengatakan tidak perlu imunisasi anaknya pentingnya imunisasi. Bila suatu program
karena hanya membuang waktu saja, 5 kesehatan yang ingin dijalankan telah
responden mengatakan imunisasi MR akan didukung oleh tokoh masyarakat/agama,
menyebabkan anak menjadi sakit. 1 maka program itu akan berjalan dengan
responden mengatakan tidak tega vaksin baik.
yang berasal dari virus dilemahkan, Penelitian ini sejalan dengan
diinjeksi ke badan anaknya yang selama penelitian yang dilakukan oleh Juliana
ini tidak pernah mengalami sakit. pada tahun 2016 dengan judul pengaruh
Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai kepercayaan dan dukungan tokoh
p= 0,003 maka dapat disimpulkan ada masyarakat dengan pemberian imunisasi
hubungan yang signifikan antara sosial dasar lengkap di UPT Puskesmas Sungai
budaya terhadap motivasi ibu mengikuti Raya Kecamatan Sungai Raya Kabupaten
imunisasi MR. Dari hasil analisis Aceh Timur. Data yang digunakan adalah
diperoleh pula nilai OR= 4,113 artinya ibu data primer dan sekunder. Data dianalisis
dengan sosial budaya mendukung secara univariat, bivariat menggunakan uji
mempunyai peluang 4,113 kali lebih besar Chi Square dan multivariat menggunakan
untuk memiliki motivasi kuat uji regresi logistik berganda (multiple
dibandingkan ibu dengan sosial budaya logistic regression test). Didapatkan hasil
tidak mendukung. bahwa dukungan kepercayaan berpengaruh
Sosial adalah cara tentang bagaimana terhadap pemberian imunisasi dasar
para individu saling berhubungan. Sosial lengkap pada bayi.
berasal dari kata ”socius” yang berarti
segala sesuatu yang lahir, tumbuh dan KESIMPULAN
berkembang dalam kehidupan secara
bersama-sama. Jika di lihat dari asal Sebagian besar responden berada
katanya, Budaya atau kebudayaan berasal pada rentang umur dewasa awal (18-40
dari bahasa Sansekerta yaitu budhayah, tahun), sebagian besar berpendidikan
yang merupakan bentuk jamak dari budhi tinggi, sebagian besar tidak bekerja,
(budi atau akal) di artikan sebagai hal-hal sebagian besar memiliki pengetahuan
yang berkaitan dengan budi dan akal kurang, sebagian besar responden
manusia (Koentjoroningrat, 2009). memiliki sosial budaya mendukung, dan
Apabila pola pikir ibu-ibu tidak sebagian besar responden memiliki
dirubah tentang imunisasi, ini bisa motivasi kuat.
menyebabkan anak akan mudah terkena Ada hubungan yang signifikan antara
penyakit yang dapat dicegah dengan pengetahuan ibu tentang imunisasi MR
imunisasi. Apabila kekebalan tubuh anak dengan motivasi ibu dalam mengikuti
tidak dibentuk mulai dari awal, maka dia imunisasi MR di Desa Tarai Bangun
akan rentan terkena penyakit menular. wilayah kerja Puskesmas Tambang
Kepercayaan ibu tentang imunisasi harus Ada hubungan yang signifikan antara
dirubah dengan cepat, sehingga anak bisa sosial budaya dengan motivasi ibu dalam
terhindar dari kecacatan, karena anak yang mengikuti imunisasi MR di Desa Tarai
cerdas tercermin dari pemikiran ibu yang Bangun wilayah kerja Puskesmas
cerdas. Tambang
Menurut asumsi peneliti untuk
meningkatkan kepercayaan masyarakat
terhadap imunisasi diperlukan kerjasama

PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat Page 100


Volume 3, Nomor 2, Oktober 2019 ISSN 2623-1581 (Online)
ISSN 2623-1573 (Print)

SARAN
Aep Syaiful Hamidin (2014). Buku
Bagi Fakultas Kesehatan Universitas lengkap Imunisasi Alamai Untuk
Pahlawan Tuanku Tambusai Anak, Jogjakarta, Saufa
Diharapkan dapat dijadikan sebagai Dr.Siti Aisyah Ismail,dkk (2014).
acuan untuk peneliti berikutnya dan juga Kontroversi Imunisasi. Jakarta, Al-
bisa dijadikan sebagai referensi bagi Kautsar
mahasiswa universitas pahlawan tuanku Dinas Kesehatan (2016). Profil
tambusai Kesehatan Kabupaten Kampar
Tahun 2016, Kampar, Dinas
Bagi Puskesmas Tambang Kesehatan Kabupaten Kampar
Diharapkan dapat dijadikan sebagai (2018). Profil
bahan informasi bagi tenaga kesehatan Kesehatan Kabupaten Kampar
mengenai tingkat pengetahuan dan sosial Tahun 2018. Kampar, Dinas
budaya masyarakat setempat dan sebagai Kesehatan Kabupaten Kampar
masukan serta evaluasi untuk Hungerford et al (2015). Effect of socio
meningkatkan kinerja petugas kesehatan economic deprivation on uptake of
yang bertanggung jawab dalam program measles, mumps and rubella
imunisasi. vaccination in Liverpool, UK over 16
years: a longitudinal
Bagi Responden ecological study. England;
Diharapkan dapat menambah Cambridge University
pengetahuan responden untuk memberikan Istriyati, E. (2011). Faktor-Faktor Yang
imunisasi pada anak dan memutuskan Berhubungan Dengan Kelengkapan
untuk tetap memberikan imunisasi pada Imunisasi Dasar PadaBayi Di
anak, serta diharapkan kepada responden Desa Kumpul rejo Kecamatan
untuk meningkatkan pengetahuan dengan Argomulyo Kota
sering mengikuti posyandu dan Salatiga, Semarang, Unnes
penyuluhan yang dilakukan Puskesmas Kemenkes (2013). Petunjuk Teknis
sehingga responden dapat mengetahui Pelaksanaan Bulan Imunisasi Anak
manfaat dari pemberian imunisasi. Sekolah (BIAS), Jakarta,
Kementerian Kesehatan Republik
Bagi Peneliti Indonesia
Untuk tetap selalu menambah ilmu Basic Health
wawasan, pengetahuan dan pengalaman Worker’s Training Module, Jakarta,
serta meningkatkan kemampuan peneliti Kementerian Kesehatan Republik
dalam menghubungkan suatu Indonesia
permasalahan yang berkaitan dengan (2016). Petunjuk
pemberian motivasi pada ibu agar Teknis Pelaksanaan Crash Program
melakukan pemberian imunisasi pada Campak, Jakarta,
anak. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia
DAFTAR PUSTAKA (2017). Profil
A Aziz Alimul Hidayat (2011). Metode Kesehatan Indonesia Tahun 2017,
Penelitian Keperawatan dan Jakarta, Kementerian Kesehatan
TeknikAnalisis Data, Jakarta, Salemba Republik Indonesia
Medika Pusat Data Dan
Arikunto, Suharsimi (2013). Informasi, Jakarta, Kementerian
Manajemen Penelitian. Jakarta , Kesehatan Republik Indonesia
P.T Rineka Cipta (2018). Profil

PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat Page 101


Volume 3, Nomor 2, Oktober 2019 ISSN 2623-1581 (Online)
ISSN 2623-1573 (Print)

Kesehatan Indonesia Tahun 2018. Hubungan antara Pengetahuan,


Jakarta, Kementerian Kesehatan Sikap dan Motivasi Ibu tentang
Republik Indonesia Imunisasi dengan Status Imunisasi
Merlinta (2018). Hubungan Anak Usia 12-24 Bulan di Pusat
Pengetahuan tentang Vaksin MR dan Kesehatan Masyarakat Ranotana
Pendidikan Ibu terhadap Weru Kota Manado, Manado,
Minat Keikutsertaan Vaksinasi MR Di JURNAL
Puskesmas Kartasura, Kartasura, Suyanto, (2013). Metodologi Penelitian
JURNAL Kesehatan dan Kedokteran,
Notoatmodjo, Soekidjo (2010). Promosi Yogyakarta, Bursa Ilmu
Kesehatan Teori dan Aplikasinya, Triana, V. (2016). Faktor Yang
Jakarta, PT Rineka Cipta Berhubungan Dengan Pemberian
. Imunisasi Dasar Lengkap Pada Bayi
Metodologi Penelitian Kesehatan, Tahun 2015. Padang, FKM UNAND
Jakarta, PT Rineka Cipta Undang-Undang Republik Indonesia
Nursalam (2011). Konsep dan (2009). UU no 36 Tentang
Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Kesehatan Tahun 2009. Jakarta, UU
Keperawatan, Surabaya, Salemba RI
Medika Widayatun, Tri Rusmi (2009). Ilmu
Nanin, J. (2016). Pengaruh Perilaku, Jakarta, Sagung Seto
Pengetahuan, Kepercayaan Dan Wawan Subagio (2010). Ilmu Perilaku
Dukungan Tokoh Masyarakat Kesehatan Masyarakat, Jakarta, Bina
Dengan Pemberian Imunisasi Dasar Pustaka
Lengkap Di Upt Puskesmas Sungai WHO (2018). Global Measles and
Raya Kecamatan Sungai Raya Rubella Update November.World,
Kabupaten AcehTimur Tahun 2016. Database WHO
Aceh, ISSN JURNAL
Nurhidayati. (2016). Hubungan
pengetahuan ibu tentang imunisasi
dasar terhadap kelengkapan
imunisasi dasar di wilayah kerja
puskesmas pisangan kota
tanggerang selatan tahun 2016.
Tanggerang, Uin susqa
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia (2013). Permenkes No 42
Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Imunisasi, Jakarta, Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia
(2014).
Permenkes No 82 Tahun 2014,
Jakarta, Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia

(2017).
Permenkes No 12 Tahun
2017, Jakarta, Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia
Riani J.E Tampemawa (2015).

PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat Page 102

Anda mungkin juga menyukai