Anda di halaman 1dari 26

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral dari kesehatan tubuh,
artinya tubuh yang sehat tidak terlepas dari memiliki gigi dan mulut sehat. Namun,
saat ini kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya memiliki kualitas gigi dan
mulut yang sehat masih kurang (Pintauli, 2009). Berdasarkan hasil studi morbiditas
SKRT-Surkenas tahun 2004 penyakit gigi dan mulut menduduki urutan pertama dari
daftar 10 besar penyakit yang paling sering dikeluhkan masyarakat. Masalah
tingginya angka penyakit gigi dan mulut saat ini sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain faktor perilaku masyarakat. (Isrofah dan Nonik, 2007).
Menurut Blum dalam Indirawati Tjahja dan Lannywati (2007), status kesehatan
seseorang atau masyarakat, termasuk kesehatan gigi dan mulut, dipengaruhi oleh
empat faktor penting, yaitu keturunan, lingkungan (fisik, biologi, sosial), perilaku, dan
pelayanan kesehatan. Faktor perilaku mempengaruhi status kesehatan gigi dan
mulut. Di samping mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut secara langsung,
perilaku juga mempengaruhi faktor lingkungan dan pelayanan kesehatan. (Anitasari
dan Nina E.R., 2005).
Mengingat besarnya peran perilaku terhadap derajat kesehatan gigi maka
diperlukan pendekatan khusus dalam membentuk perilaku positif terhadap
kesehatan gigi. Sikap yang positif akan mempengaruhi niat untuk ikut dalam
2


kegiatan yang berkaitan dengan hal tersebut dan sikap seseorang berhubungan erat
dengan pengetahuan yang diterimanya dalam proses belajar (Rahayu, 2005).
Proses belajar ini hendaknya dilakukan sejak dini yaitu melalui proses pendidikan
kesehatan, khususnya kesehatan gigi (Notoatmodjo dalam Isrofah dan Nonik, 2007).
Sayangnya, sebanyak 98% anak Indonesia di bawah 12 tahun menderita penyakit
gigi dan mulut. Kondisi itu akan berpengaruh pada derajat kesehatan mereka,
proses tumbuh kembang bahkan masa depan mereka (Hastuti dan Andriyani, 2010).
Kebersihan gigi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan
gigi. Keadaan kebersihan mulut responden dinilai dari adanya sisa makanan dan
kalkulus pada permukaan gigi dengan menggunakan Oral Hygiene Index Simplified
yang merupakan jumlah indeks debris (DI) dan indeks kalkulus (CI). Debris adalah
material lunak yang terdapat di permukaan gigi sedangkan kalkulus adalah plak
yang terkalsifikasi. (Fedi, PF et al; 2005). Cara menjaga kesehatan gigi dan mulut
adalah dengan menghilangkan plak secara teratur untuk mencegah agar plak tidak
tertimbun dan lama kelamaan menyebabkan kerusakan pada jaringan gigi dan
periodontal. Plak tidak dapat dihilangkan dengan hanya berkumur-kumur dengan air,
untuk menghilangkan plak perlu dilakukan tindakan menyikat gigi (Hamsar, 2005).
Penyuluhan kesehatan gigi pada anak sekolah dasar umur 6-12 tahun sangat
penting karena pada usia tersebut adalah masa kritis, baik bagi pertumbuhan gigi
geliginya juga bagi perkembangan jiwanya sehingga memerlukan berbagai metode
dan pendekatan untuk menghasilkan pengetahuan, sikap, dan perilaku yang sehat
khususnya kesehatan gigi dan mulut (Rahayu, 2005). Selain itu, anak pada masa
umur 6-12 tahun belum memahami pentingnya kesehatan gigi dan mulut yang
3


artinya merupakan sebuah ancaman bagi kesehatan mereka di masa depan. Hal ini
terlihat dari data yang dilakukan oleh Pintauli (2009) di sebuah sekolah bahwa
11,7% siswa SD masih mempunyai sikat gigi yang digunakan bersama.
Kecamatan Mojolangu Malang adalah salah satu daerah dengan jumlah kasus
kalkulus dan deposit lebih banyak dari kecamatan lainnya menurut data yang
didapat dari Dinas Kesehatan Kota Malang, yaitu 323. Salah satu tempat pendidikan
di kecamatan itu adalah SDN Tanjung Sekar 3. Berdasarkan data dari puskesmas
kecamatan setempat, sekolah tersebut pernah melakukan screening pada tahun
2010 dengan menunjukkan prevalensi karies yang cukup tinggi yaitu 83%.
Berdasarkan kondisi di atas, penulis tertarik untuk meneliti hubungan perilaku
menyikat gigi dengan kebersihan gigi dan mulut pada siswa SDN Tanjung Sekar 3
Kota Malang.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Apakah ada hubungan perilaku menyikat gigi dengan kebersihan gigi dan mulut
pada anak usia 8-11 tahun SDN Tanjung Sekar 3 Kota Malang?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara perilaku menyikat gigi dengan kebersihan gigi dan
mulut pada anak usia 8-11 tahun SDN Tanjung Sekar 3 Kota Malang

4


1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi perilaku menyikat gigi pada anak usia 8-11 tahun SDN
Tanjung Sekar 3 Kota Malang
2. Mengidentifikasi kebersihan gigi dan mulut pada anak usia 8-11 tahun
SDN Tanjung Sekar 3 Kota Malang
3. Menganalisis hubungan antara perilaku menyikat gigi dengan kebersihan
gigi dan mulut pada anak usia 8-11 tahun SDN Tanjung Sekar 3 Kota
Malang
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1.4.1 Manfaat Akademik
Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan penulis dan masyarakat mengenai
hubungan perilaku menyikat gigi dengan kebersihan gigi dan mulut.

1.4.2 Manfaat Praktis
Sebagai informasi kepada guru dan orang tua dalam rangka peningkatan
kebersihan gigi dan mulut, sehingga dapat memperhatikan perilaku menyikat gigi
anak, khususnya anak sekolah dasar.

5


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PERILAKU
2.1.1 Pengertian Perilaku
Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan
dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi , dan/atau
genetika. Perilaku dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat diterima,
perilaku aneh, dan perilaku menyimpang. (Albarracin; Dolores; Blair T.Johnson; &
Mark P.Zanna, 2005). Perilaku menurut Suharyat (2009) berdasarkan kesimpulan
dari beberapa teori adalah segala tindakan atau reaksi manusia yang disebabkan
oleh dorongan organism kongkret yang terlihat dari kebiasaan, motif, nilai-nilai,
kekuatan pendorong, dan kekuatan penahan sebagai reaksi atau respon seseorang
yang muncul karena adanya pengalaman proses pembelajaran dan
adanyapengalaman proses pembelajaran dan rangsangan dari lingkungannya.
Adapun indikatornya adalah respon terhadap lingkungan, hasil proses belajar
mengajar, ekspresi kongkret berupa sikap, kata-kata dan perbuatan.
Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku dilihat dari segi biologis adalah kegiatan
atau aktivitas organisme (makhluk hidup yang bersangkutan). Perilaku manusia
adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung
maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dalam kedokteran perilaku
seseorang dan keluarganya dipelajari untuk mengidentifikasi faktor penyebab,
6


pencetus atau yang meperberat timbulnya masalah kesehatan. (Albarracin; Dolores;
Blair T.Johnson; & Mark P.Zanna, 2005).
Benjamin Bloom, seorang psikolog pendidikan, membedakan adanya tiga bidang
perilaku, yakni kognitif, afektif, dan psikomotor. Kemudian dalam perkembangannya,
domain perilaku yang diklasifikasikan oleh Bloom dibagi menjadi tiga tingkat:
a. Pengetahuan (knowledge): Pengetahuan adalah hasil penginderaan
manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang
dimilikinya.
b. Sikap (attitude): Sikap merupakan respons tertutup seseorang terhadap
stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan
emosi yang bersangkutan.
c. Tindakan atau praktik (practice): Tindakan ini merajuk pada perilaku yang
diekspresikan dalam bentuk tindakan, yang merupakan bentuk nyata dari
pengetahuan sikap yang telah dimiliki.
2.1.2 Perilaku kesehatan
Perilaku adalah kegiatan yang dilakukan oleh individu (seseorang), baik yang
dapat diamati (dilihat) secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan sehat
adalah suatu kondisi atau keadaan yang baik, mencakup fisik, mental, dan sosial.
Jadi tidak hanya terbebas dari penyakit saja. Dengan demikian, perilaku sehat
adalah tindakan seseorang atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang, baik
langsung maupun tidak langsung, untuk mempertahankan dan meningkatkan
kesehatannya serta mencegah resiko penyakit (Syahreni, 2011).
7


Perilaku kesehatan menurut Budiharto (2010) adalah respons seseorang
terhadap stimulus yang berhubungan dengan konsep sehat, sakit, dan penyakit.
Bentuk operasional perilaku kesehatan dapat dikelompokkan menjadi tiga wujud,
yaitu:
a. Perilaku dalam wujud pengetahuan yakni dengan mengetahui situasi atau
rangsangan dari luar yang berupa konsep sehat, sakit, dan penyakit.
b. Perilaku dalam wujud sikap yakni tanggapan batin terhadap rangsangan dari
luar yang dipengaruhi faktor lingkungan: fisik yaitu kondisi alam; biologi yang
berkaitan dengan makhluk hidup lainnya; dan lingkungan sosial yakni
masyarakat sekitarnya.
c. Perilaku dalam wujud tindakan yang sudah nyata, yakni berupa perbuatan
terhadap situasi atau rangsangan dari luar.
Perilaku kesehatan yang berupa pengetahuan dan sikap masih bersifat tertutup
(covert behaviour), sedangkan perilaku kesehatan yang berupa tindakan, bersifat
terbuka (over behaviour). Sikap sebagai perilaku tertutup lebih sulit diamati, oleh
karena itu, pengukurannya pun kecenderungan atau tanggapan terhadap fenomena
tertentu. Perilaku kesehatan terbentuk dari tiga faktor utama yaitu (Budiharto, 2010):
a. Faktor predisposisi yang terdiri atas pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keyakinan, nilai-nilai, umur, pendidikan, pekerjaan, dan status ekonomi
keluarga.
8


b. Faktor pendukung yang terdiri atas lingkungan fisik, tersedia atau tidak
tersedianya sarana dan prasarana kesehatan, serta ada atau tidaknya
program kesehatan.
c. Faktor pendorong terdiri atas sikap dan perbuatan petugas kesehatan atau
orang lain yang menjadi panutan

2.2 PERILAKU KESEHATAN GIGI
Gigi yang sehat adalah gigi yang rapi, bersih, bercahaya, dan didukung oleh gusi
yang kencang dan berwarna merah muda. Pada kondisi normal, dari gigi dan mulut
yang sehat ini tidak tercium bau tak sedap. Kondisi ini hanya dapat dicapai dengan
perawatan yang tepat (Hastuti dan Andriyani, 2010). Rongga mulut dikatakan sehat
tidak hanya bila mempunyai susunan gigi yang cantik, rapi, dan teratur saja tetapi
juga harus bebas dari bau mulut, rasa sakit oro-fasial kronis, kanker, lesi oral dan
penyakit atau gangguan lain yang melibatkan gigi, mulut, dan sistem stomatognasi
(Pintauli, 2009).
Perilaku kesehatan gigi meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan yang berkaitan
dengan konsep sehat dan sakit gigi serta upaya pencegahannya. Dalam konsep ini
yang dimaksudkan dengan kesehatan gigi adalah gigi dan semua jaringan yang ada
di dalam mulut, termasuk gusi. (Budiharto, 2010). Menurut Kegeles dalam buku Ilmu
Perilaku dan Pendidikan Kesehatan Gigi, Budiharto (2010), ada empat faktor utama
agar seseorang mau melakukan pemeliharaan kesehatan gigi, yaitu:
a. Merasa mudah terserang penyakit gigi
9


b. Percaya bahwa penyakit gigi dapat dicegah
c. Pandangan bahwa penyakit gigi berakibat fatal
d. Mampu menjangkau dan memanfaatkan fasilitas kesehatan
Sikat gigi bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa makanan yang menempel
pada gigi. Sisa makanan yang tidak dibersihkan dapat menyebabkan gigi rusak
sehingga mengganggu kemampuan anak untuk mengunyah makanan. (Syahreni,
2011). Bentuk dan ukuran sikat gigi baik kepala, bahan, permukaan, susunan
serabut sikatnya serta bagian tangkainya sangat bervariasi. Setiap sikat gigi yang
memungkinkan penderita dapat mencapai semua permukaan dengan mudah sudah
cukup, walaupun sikat ukuran menengah dengan bagian kepala yang kecil
umumnya lebih dianjurkan. Namun, penting untuk mengganti sikat gigi secara
teratur, paling tidak setiap 3 bulan atau kurang terutama bila serabut sikat gigi sudah
tidak lurus lagi. (Kidd, 2012)
Macam variasi sikat gigi (Dewi, 2003):
a. Berdasarkan cara menggerakannya:
Sikat gigi manual
Sikat gigi elektrik
b. Berdasarkan fungsinya:
Sikat gigi untuk pemeliharaan kesehatan ggi sehari-hari
Sikat gigi pemakai piranti ortodonti cekat
Sikat gigi pemakai gigi tiruan sebagian/jembatan
Sikat gigi untuk perawatan periodonsia
10


Syarat desain sikat gigi ideal (Dewi, 2003; Putri et al., 2010):
a. Tangkai: Nyaman dipegang dan stabil, pegangan sikat cukup lebar dan
cukup tebal.
b. Kepala sikat: Jangan terlalu besar, untuk dewasa maksimal (25-29mm x 10
mm); anak-anak (15-24 mm x 8 mm); dan balita (18mm x 7 mm)
c. Tekstur bulu sikat gigi: Tidak merusak jaringan lunak dan jaringan keras
rongga mulut. Kekakuan bergantung diameter dan panjang filament serta
elastisitasnya (Hard/Medium/Soft).
Desain bulu sikat gigi:
a. Jenis bulu sikat:
Alami, misal bulu babi: lunak, elastisitas cepat hilan
Serat artificial (nilon)
PBT (Polybutilene terephthalate)
b. Terdiri dari 1600 bulu, panjang 11 mm, diameter 0,008 mm tersusun menjadi
40 rangkaian bulu dalam 3 atau 4 deretan
c. Diameter bulu sikat:
0,2 mm (soft brushes)
0,3 mm (medium brushes)
0,4 mm (hard brushes)
d. Permukaan bulu sikat gigi: Datar, cekung, cembung dan zig-zag, berujung
runcing, bentuk V, saling silang (exceed) dan progressive.
11


e. Rumpun bulu sikat (tufted): Rumpun tunggal (single tufted) dan rumpun
banyak (multiple tufted).
Bentuk kepala sikat gigi:
a. Segiempat
b. Oval
c. Segitiga
d. Trapezium
Desain pegangan sikat gigi:
a. Tangki lurus
b. Tangkai sedikit membengkok segingga meningkatkan akses ke posterior
c. Tangkai dua sudut pada leher sikat sehingga efektif menghilangkan plak
pada permukaan bukal dan lingual gigi posterior
Cara menyikat gigi:
a. Metode menggosok yaitu gerakan menggosok dalam arah horizontal dan
biasanya dianjurkan pada anak-anak.
b. Metode menggulung atau Sentakan Menggulung adalah gerakan yang
didapat dengan mengarahkan serabut sikat gigi ke apeks dan memutar
kemudian menggulung atau memutar sikat gigi dari tepi gingival ke oklusal
atau tepi-tepi insisal gigi.
c. Metode Fones, gerakan dilakukan pada saat gigi dalam keadaan oklusi dan
sikat diputar.
12


d. Metode Charters dan Bass menggunakan gerakan bergetar.
(Kidd, 2012)
Teknik menyikat gigi:
a. Teknik Vertikal (Leonard technic): Gerakan ke atas dan ke bawah (vertikal)
pada gigi-geligi RA-RB posisi gigi edge to edge (rahang tertutup.
b. Teknik Horizontal (Scrub technic): Permukaan oklusal maju mundur (scrub
brush technic), permukaan bukal/lingual gerakan ke depan dan ke belakang.
Paling simple dan umum, direkomendasikan bagi anak-anak (usia s.d 9
tahun).
c. Teknik Roll (Stillman modification/ ADA-roll technic): Ujung sikat mengarah
ke apeks, sangat dianjurkan karena sederhana dan efisien, pemijatan gusi
dan pembersihan sisa makanan di interproksimal.
d. Teknik Vibratori (Bass, Stillman-Mc Call, Charter): Metode bass untuk
penyikatan sehari-hari tanpa kelainan periodontal. Metode Stillman untuk
pembersihan pada daerah resesi gingival parah. Metode Charter pada
pasien penyembuhan post bedah periodontal.
e. Teknik Sirkuler (Fones technic): Bulu sikat tegak lurus pada permukaan bukal
dan labial dengan gigi dalam keadaan oklusi, digerakkan secara
sirkular/melingkar luas pada gigi-geligi RA-RB yang dikatupkan. Dianjurkan
untuk anak kecil karena mudah.
13


f. Teknik Fisiologik: Menggunakan bulu yang lunak, tangkai dipegang
horizontal dan bulu sikat tegak lurus dengan permukaan gigi, seperti fisiologi
jalannya makanan (gerakan dari mahkota ke arah gusi).
2.3 Kebersihan Gigi dan Mulut
Kebersihan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keadaan yang
menurut kepercayaan, keyakinan, akal, atau pengetahuan manusia dianggap tidak
mengandung noda atau kotoran. Jadi, kebersihan gigi dan mulut adalah keadaan
gigi dan mulut yang menurut kepercayaan, keyakinan, akal, atau pengetahuan
manusia dianggap tidak mengandung noda atau kotoran.
Kebersihan gigi dan mulut yang bagus akan membuat gigi dan jaringan
sekitarnya sehat seperti bagian-bagian lain dari tubuh. Faktor pemeliharaan
kebersihan gigi dan mulut merupakan faktor kesadaran masyarakat akan pentingnya
kesehatan gigi. (Tirahiningrum, Purwani, dkk; 2010).
Penyikatan gigi, penggunaan benang gigi, dan tindakan profilaksis profesional
disadari sebagai komponen dasar dalam menjaga kebersihan mulut. Keterampilan
dan metode menyikat gigi harus lebih ditekankan agar setiap orang mampu
membersihkan seluruh giginya. Setiap individu sebaiknya menyikat gigi dua kali
sehari segera setelah sarapan pagi dan sebelum tidur malam dengan pasta gigi
yang mengandung fluor. Pemakaian benang gigi juga diperlukan untuk membersih-
kan daerah celah (interdental) gigi. Tindakan profilaksis professional seperti skeling
dan root planning dilakukan dokter gigi (Pintauli, 2009).

14


2.4 ORAL HYGIENE INDEX
OHI-s adalah indeks untuk mengukur daerah permukaan gigi yang tertutup oleh
debris dan kalkulus. Kebersihan mulut dari responden dinilai dari adanya sisa
makanan dan kalkulus pada permukaan gigi dengan menggunakan indeks Oral
Hygiene Index Simplified yang merupakan jumlah indeks debris (DI) dan indeks
kalkulus (CI).
Derajat kebersihan mulut secara klinik dihubungkan dengan skor OHI-s sebagai
berikut:
a. Baik 0,0-1,2
b. Sedang 1,3-3,0
c. Buruk 3,1-6,0
Simpiflied Debris Index
Indeks Debris yang dipakai adalah Debris Index (DI) dengan kriteria sebagai berikut:
a. 0 : tidak ada debris maupun stain
b. 1 : debris lunak menutupi tidak lebih 1/3 permukaan gigi / extrinsic stains
tanpa debris
c. 2 : debris lunak menutupi lebih 1/3 s.d tidak lebih 2/3 permukaan gigi
d. 3 : debris lunak menutupi lebih 2/3 permukaan gigi

Rumus Debris Index (DI) :

DI = Jumlah nilai debris
Jumlah gigi yang di periksa
15





Simplfied Calculus Index (CI-S)
Skor/kriteria:
a. 0 : tidak ada kalkulus
b. 1 : supragingival kalkulus menutupi tidak lebih 1/3 permukaan gigi
c. 2 : supragingival kalkulus menutupi lebih 1/3 s.d tidak lebih 2/3 permukaan
gigi atau ada noda kalkulus subgingiva
d. 3: supragingival kalkulus menutupi lebih 2/3 permukaan gigi atau ada
lempengan kalkulus subgingiva pada servikal gigi

Rumus Calculus Index (CI) :



OHI-S = Debris Indeks Simplified (DI-S) + Calculus Indeks Simplified (CI-S)

Pemeriksaan klinis yang dilakukan untuk memudahkan penilaian pemeriksaan
debris dan kalkulus dilakukan pada gigi tertentu dan permukaan dari gigi tersebut,
yaitu:
Rahang Atas
a. Gigi M1 kanan atas pada permukaan bukal
CI = Jumlah nilai kalkulus
Jumlah gigi yang di periksa
16


b. Gigi I1 kanan atas pada permukaan labial
c. Gigi M1 kiri atas ada permukaan bukal
Rahang Bawah
a. Gigi M1 kiri bawah pada permukaan lingual
b. Gigi I1 kiri bawah pada permukaan labial
c. Gigi M1 kanan bawah pada permukaan lingual
Bila ada kasus salah satu dari gigi-gigi tersebut tidak ada (telah dicabut/tinggal
sisa akar), penilaian dilakukan pada gigi-gigi pengganti yang sudah ditetapkan untuk
mewakilinya, yaitu:
a. Bila gigi M1 RA/RB tidak ada, penilaian dilakukan pada gigi M2 RA/RB
b. Bila gigi M1 dan M2 RA/RB tidak ada, penilaian dilakukan pada gigi M3
RA/RB
c. Bila gigi M1, M2, dan M3 RA/RB tidak ada, tidak dapat dilakukan
penilaian
d. Bila gigi I1 kanan RA tidak ada, penilaian dilakukan pada gigi I1 kiri
RA/RB
e. Bila gigi I1 kanan kiri RA tidak ada, tidak dapat dilakukan penilaian
f. Bila gigi I1 kiri RB tidak ada, penilaian dilakukan pada gigi I1 kanan
RA/RB
g. Bila gigi I1 kanan kiri RB tidak ada, tidak dapat dilakukan penilaian
(Paulus, 2010)
17


2.4.1 Debris Makanan
Adalah makanan yang tersisa di dalam mulut. Debris dapat dibersihkan dengan
aliran saliva dan pergerakan otot-otot di rongga mulut, atau dengan berkumur-kumur
dan menyikat gigi, kecuali debris terselip di antara gigi atau masuk ke dalam poket
periodontal. (Fedi, PF et al., 2005)
2.4.2 Material Alba
Suatu campuran lunak antara protein saliva, bakteri, sel epitel terdeskuamasi,
dan kadang-kadang leukosit yang mati. Campuran ini melekat longgar ke
permukaan gigi, plak, dan gingival, dan dapat dibersihkan dengan semprotan air
yang kuat. (Fedi, PF et al., 2005)
2.4.3 Dental Plak
Dental plak adalah substansi terstruktur, jernih, kuning keabu-abuan yang
melekat erat pada permukaan keras Intraoral termasuk restorasi cekat maupun
lepasan. Dental plak sebagian besar dibentuk oleh mikroorganisme. Terutama terdiri
dari bakteri dalam suatu matriks glikoprotein saliva dan polisakarida ekstraseluler.
Satu gram plak (berat bersih) sama dengan 10
11
bakteri. Lebih dari 500 spesies
mikroba dapat ditemukan di dental plak. Dental plak terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Supragingiva plak
Supragingiva plak ditemukan di atas margin gingiva; yang berkontak langsung
dengan gingiva. Tipikal Supragingiva plak biasanya menunjukkan akumulasi
organisasi bakteri morphotypes. Gram positif socci predominan pada permukaan
18


gigi, dimana gram negatif berfilamen seperti spirochetes tampak diluar permukaan
massa plak yang matang.
b. Subgingiva plak
Subgingiva plak ditemukan di bawah margin gingiva diantara gigi dan epitelium
poket gingiva. Secara keseluruhan, bakteri pada subgingiva berbeda dengan
supragingiva dikarenakan adanya ketersediaan jaringan pembuluh darah dan
reduksi oksigen yang rendah, sehingga tercipta karakter suasana anaerobik.
(Carranza, 2012)
Unsur-unsur lain dalam plak (Fedi, PF et al; 2005):
a. Sel Epitel
Sel-sel ini hampir selalu ditemukan pada sampel plak. Gambaran yang terdiri dari
berbagai tingkat integritas anatomi, dari bentuk sel terdeskuamasi dengan nuklei
yang besar dan dinding sel jelas sehingga sel hantu (ghosts) dengan bakteri
bergerombol mengelilingi sel-sel epitel.
b. Sel darah putih
Leukosit, biasanya sel neutrofil polimorfuklear (PMN), dapat ditentukan dalam
berbagai tingkatan vitalitas pada beberapa fase inflamasi. Hal yang menarik adalah
adanya sel-sel darah putih hidup di sekitar gingiva yang secara klinis sehat.
Mikroorganisme sering terlihat berada di dalam sitoplasma granulosit. Pada daerah
tempat terjadinya eksudasi dan purulensi, sering menemukan sel-sel yang masih
hidup diantara banyaknya granulosit yang ada
19


c. Eritrosit
Sel eritrosit ini terlihat pada sampel yang diambil dari permukaan gigi di sekitar
gingiva yang mengalami ulserasi
d. Protozoa
Genera protozoa tertentu, seperti Entamoeba dan Trichomonas sering ditemukan
pada plak yang diambil dari permukaan gigi yang mengalami gingivitis akut dan dari
dalam poket periodontal.
e. Partikel makanan
Secara mikroskopis kadang-kadang terlihat partikel makanan. Paling sering
ditemukan adalah serabut otot/daging, dengan ciri adanya striae otot.
f. Komponen lain
Di dalam plak mungkin juga terdapat elemen yang tidak spesifik, seperti partikel
berbentuk kristal (fragmen halus sementum, kalsifikasi awal atau partikel makanan
yang tidak teridentifikasi) dan apa yang kelihatannya merupakan fragmen sel juga
ditemukan pada plak.
Mekanisme Aksi Bakteri (Fedi, PF et al; 2005)
a. Invasi
Terjadinya gingivitis tidak selalu didahului oleh invasi bakteri. Syarat utama adalah
adanya cukup banyak bakteri (kemungkinan besar bakteri patogen spesifik) yang
melekat ke permukaan gigi di sekitar gingiva, untuk jangka waktu yang cukup lama
20


hingga membuat jaringan terpapar produk toksin yang dihasilkannya. Tidak ada
organisme spesifik atau kelompok organisme tertentu yang secara positif atau khusus
diidentifikasi sebagai penyebab kerusakan jaringan periodontal, tetapi ada beberapa
mikroorganisme yang ditemukan pada kondisi penyakit periodontal tertentu. Telah
dibuktikan bahwa pada keadaan ini terjadi invasi bakteri ke jaringan ikat.
b. Agen sitotoksik
Endotoksin, yaitu substansi lipopolisakarida yang terdapat dalam dinding sel
bakteri gram negatif, dapat menjadi penyebab langsung nekrosis jaringan, selain
sebagai pencetus terjadinya proses inflamasi dengan memicu respons imunologik
dan mengaktivasi sistem kornplemen. Pada penelitian kultur jaringan, diketahui
bahwa endotoksin yang terdapat pada mikroorganisme tertentu di dalam mulut
merangsang terjadinya resorpsi tulang.
c. Enzim
Enzim kolagenase menguraikan fibril dan serabut kolagen, elemen
utama pembentuk gingiva dan ligamen periodonsium. Sangat menarik
mengingat leukosit ternyata juga memproduksi kolagenase dan
terdapat dalam jumlah besar pada lesi gingivitis tahap awal.
Enzim hialuronidase menghidrolisis asam hialuronat, polisakarida yang
penting untuk melekatkan jaringan. Enzim ini dapat bertindak
sebagai faktor yang mempermudah peningkatan permeabilitas
jaringan. Hialuronidase diproduksi oleh mikroorganisme dan hospes.
Enzim kondroitinase menghidrolisis kondroitin sulfat, yaitu polisakarida
untuk melekatkan jaringan.
21


Protease, masih termasuk ke dalam enzim, ikut andil dalam merusak
protein non-kolagen dan menambah permeabilitas kapiler.
Mekanisme imunopatologi. Penelitian membuktikan bahwa sejumlah
antigen plak menginduksi inflamasi dengan merangsang respons
imunologik pada binatang percobaan. Baik respons imun humoral
maupun selular dapat ditemukan pada penderita periodontitis. Peran
respons imun dalam penyakit periodontal belum sepenuhnya
dipahami, akan tetapi potensinya untuk menyebabkan kerusakan
jaringan jelas terlihat.
Aksi Gabungan. Kemungkinan besar, terdapat lebih dari satu
mekanisme yang terlibat dalam inisiasi dan perkembangan penyakit
periodontal inflamatif. Sebagai contoh, ada kemungkinan bahwa enzim
dan/atau substansi sitotoksik bakteri menimbulkan efek langsung
terhadap jaringan sulkular dan subsulkular dengan jalan mencetuskan
respons imunopatologi tidak langsung.
Mekanisme pembentukan dental plak terdiri dari dua tahap yaitu
tahap pembentukan lapisan acquired pel licle dan tahap proliferasi
bakteri. Acquired pel licle merupakan deposit selapis tipis dari protein
sal i va terdiri dari gl ikoprotein yang terbentuk beberapa deti k setelah
menyikat gigi. Polisakarida ini terdiri dari levan, dextran, protein sali va,
dan bakteri S.mutans, S.bovis, S.sanguis sehingga pada 24 j am pertama
terbentuklah lapisan tipis yang terdiri dari j enis coccus. Bakteri tidak
membentuk suatu lapisan yang kontinyu diatas permukaan acquired
22


pel licle melainkan suatu kelompok-kelompok keci l yang terpisah.
(Carranza, 2012)

2.4.4 KALKULUS
Kalkulus yaitu plak yang terkalsifikasi yang biasanya tertutup oleh lapisan lunak
plak bakteri. (Fedi, PF et al., 2005).
Klasifikasi Kalkulus (Carranza, 2012) :
a. Supragingival Kalkulus
Berlokasi di bagian koronal margin gingival dan tampak pada oral cavity.
Biasanya berwarna putih atau putih kekuningan, keras, dengan konsistensi seperti
lem dan mudah dibersihkan dari permukaan gigi. Kemungkinan muncul lagi setelah
dibersihkan terutama bagian lingual pada area mandibula. Warnanya tergantung
kontak dengan substansi lain seperti rokok dan pigmen makanan. Biasanya berada
di satu gigi atau satu grup gigi, atau keseluruhan gigi pada mulut. Dua lokasi paling
sering pada perkembangan kalkulus supragingiva adalah permukaan bukal molar
maksila dan daerah lingual anterior mandibula.
b. Subgingival Kalkulus
Berlokasi di bagian bawah crest marginal gingiva, tidak tampak pada
pemeriksaan klinis rutin. WHO probe digunakan untuk mendeteksi dan mengetahui
skor subgingival kalkulus. Subgingival kalkulus identik keras, tipis dan terlihat
sebagai warna coklat tua atau hijau kehitaman saat melekat dipermukaan gigi.
23


Supragingival kalkulus dan subgingival kalkulus biasanya muncul bersamaan, tapi
bisa juga satu muncul tanpa yang lain.
Komposisi Kalkulus (Carranza, 2012):
a. Inorganik
Supragingival kalkulus 70-90% terdiri dari 75,9% Kalsium fosfat Ca
3
(PO
4
)
2
3,1 %
Kalsium karbonat CaCO
3,
Magnesium fosfat Mg
3
(PO
4
)
2
, Hidroksiapatit dan
oktakalsium fosfat. Principal, komponen inorganik adalah kalsium 39%, fosfor 19%,
karbon dioksida 1,9%, magnesium 0,8% dan banyak lainnya sodium, zinc, strontium,
bromine, copper, manganese, tungsten, gold, alumunium, silicon, iron, dan fluorine.
Setidaknya, dua pertiga komponen inorganik adalah struktur crystalline. Empat
kristal utama dan presentasenya adalah; Hydroxyapatite 58%, Magnesium
Whitlockite 21%, Octacalcium phosphate 12%, Brushite 9%, keseluruhannya dua
atau lebih bentukan kristal biasanya ditemukan dalam sampel kalkulus.

b. Organik
Campuran protein polisakarida, desquamasi sel-sel epitel, leukosit. 1,9-9,1 %
terdiri dari karbohidrat (galaktose, glukosa, rhamnose, mannose, asam glukoronik,
glukosamin)


24


Pembentukan kalkulus
Kalkulus adalah dental plak yang termineralisasi. Plak lunak mengeras oleh
pengendapan garam mineral, yang biasanya dimulai antara hari pertama sampai
hari keempat belas formasi plak. Kalsifikasi terjadi 4-8 jam. Kalsifikasi mungkin 50%
termineralisasi selama dua hari dan 60%-90% termineralisasi selama dua belas hari.
Tidak semua plak terjadi kalsifikasi. Early plaque mengandung inorganik material
yang berkembang menjadi kalkulus. Mikroorganisme tidak selalu terlibat saat
pembentukan kalkulus.
Saliva adalah sumber mineralisasi pada supragingival kalkulus, dimana
serum transudat yang disebut gingival crevicular fluid melengkapi mineral untuk
subgingival kalkulus. Konsentrasi kalsium pada plak adalah 2-20 kali ditemukan di
saliva. Early plaque yang berubah menjadi kalkulus keras mengandung kalsium, tiga
kali lebih banyak fosfor, dan sedikit potassium dibanding plak yang tidak berubah
menjadi kalkulus.

25


BAB 3
KERANGKA KONSEP dan HIPOTESIS

3.1 KERANGKA KONSEP












Gambar 3.1 Kerangka konsep
Perilaku
menyikat gigi
Penggunaan
benang gigi
Keterangan:
Variabel
diteliti
Variabel
yang
tidak
diteliti
Kebersihan gigi dan mulut
Profilaksis
Profesional
Oral Hygiene Index
26


Berdasarkan kerangka konsep diatas, penyikatan gigi, penggunaan benang gigi,
dan tindakan profilaksis profesional disadari sebagai komponen dasar dalam
menjaga kebersihan mulut (Pintauli, 2009). Salah satu faktor yang diteliti adalah
perilaku menyikat gigi. Perilaku menyikat gigi berperan dalam kesehatan gigi dan
mulut yang dapat ditunjukkan dengan besarnya Oral Hygiene Index.

3.2 HIPOTESIS
Ada hubungan antara perilaku menyikat gigi dengan kebersihan gigi dan mulut pada
anak usia 8-11 tahun di SDN Tanjung Sekar 3 Kota Malang

Anda mungkin juga menyukai