Genom plastida terdapat pada lebih dari 200 spesies tumbuhan tingkat tinggi
dan alga hijau, hijau-bir, dan merah yang telah dikarakterisasi. Genom-genom dari
tipe plastida meliputi kloroplas, amiloplas, dan kromoplas semuanya identik dalam
organisme. Pembahasan tentang struktur genom plastida dibatasi pada organisasi
dari DNAs dari kloroplas (cpDNAs) yang merupakan genom paling penting dari
genom tipe plastida.
Gen cpDNAs dapat dikelompokkan menjadi dua bagian : (1) Gen yang bisa
mengkode komponen dari aparatus biosintesis protein kloroplas (sub unit RNA
polimerase, komponen struktural rinosom kloroplas, dan satu set tRNAs) dan (2)
gen penentu komponen dari perlengkapan fotosintetik (Fotosistem I,II, dan rantai
transport elektron).
1
membandingkan lokasi dari gen pada geom kloroplas yang berbeda sehingga
mampu menunjukkan bahwa banyak perubahan dari organisasi cpDNA telah
dihasilkan dari inversi segmen DNA. Dalam kasus yang lain, delesi dan insersi
DNA terjadi dalam daerah gen didalam intron gen. Namun perubahan struktur
cpDNA yang paling mencolok dihasilkan dari inversi DNA yang besar.
Paramecium sp. merupakan protozoa uniseluler atau ber sel satu yang
berreproduksi secara seksual dan aseksual. Reproduksi secara aseksual dilakukan
dengan pembelahan sel membentuk klon dari sel-sel yang secara umum sama atau
identik. Reproduksi secara seksual, paramecium sp. berkonjugasi secara periodik
dan mentransfer materi genetik dari sel satu ke sel lain. Inti sel Paramecium sp. ada
2 yaitu : makronukelus sebagai inti vegetatif dan mikronukleus untuk pembelahan
meiosis dan memproduksi gamet haploid. Dalam bereproduksi Paramecium dapat
melakukan autogami untuk menghasilkan keturunan yang heterozigot dengan cara
mentransfer DNA dari pendonor ke resipien. Dengan cara autogami ini akan
menghasilkan keturunan yang homozigot diploid meskipun telah mengalami
pembelahan meiosis. Hal ini yang menjadi dasar untuk membandinhkan pewarisan
inti dan pewarisan ekstrakromosom.
2
Gambar : Autogamy in Paramecium results in homozygosity
Studi dari G.H beale menemukan bahwa Paramecium dapat bersifat resisten
terhadap erytromisin dengan pewarisan non-Mendel. Dalam penelitian ini
dilakukan transfer dari sitoplasma dan juga transfer dari mitokondria yang terisolasi
antar strain dari Paramecium dan menunjukkan hasil bahwa mitokondria yang
mengontrol resistensi terhadap erytromisin. Penelitian ini menunjukkan bahwa,
meskipun beberapa sifat dari mitokondrua ditentukan oleh mitokondria sendiri,
tetapi sifat lain juga akan muncul karena dipengaruhi oleh elemen dalam
protoplasma. Penelitian tentang efek ekstranuklear yang persisten pada tubuh
Paramecium, ditemukan beberapa strain P.aurelia dapat menghasilkan sebuah
subtansi yang memiliki efek mematikan terhadap anggota strain yang sama didalam
spesies yang sama. Paramecium dari strain yang mampu memproduksi substansi
beracun disebut dengan “killer” atau“pembunuh”. Jika “killer” ditempatkan dalam
temperatur rendah, kapasitas membunuhnya perlahan-lahan menghilang. Efek
toksiknya juga menurun setelah terjadi pembelahan sel yang berulang-ulang.
Elemen protoplasma yang terpisah akan dipostulasikan untuk profuksi subtansi
beracun. Lewat perhitungan matematis setidaknya dibutuhkan 400 partikel untuk
membuat “killer” menjadi efektif. Lalu killer diobservasi secara mikroskopis dan
‘”partikel” yang disebut “kappa” diteliti dalam jumlah yang sudah ditentukan.
3
“partikel” ini tampaknya merupakan bakteri simbiotik, dan dinamai sebagai
Caedobacter taeniospriralis (bakteri pembunuh dengan pita spiral). Sebuah
substansi beracun (paramecin), yang dihasilkan bakteri pembunuh, dapat berdifusi
dalam medium cair. Saat killer diperbolehkan tetap bertahan dalam media selama
beberapa waktu dan kemudian baru diganti dengan bakteri senstif, ternyata bakteri
sensitif menjadi mati. Paramecin, yang terbukti tidak berefek pada killer,
dihubungkan dengan jenis kappa tertentu yang muncul sebanyak 20 % dari total
populasi kappa. Jenis bakteri kappa tertentu ini memiliki protein reflaktil –
mengandung badan ‘R” yang disebut dengan “brights” karena mereka sudah
terinfeksi dengan sebuah virus yang mengontrol proses sintesis beberapa protein
tertentu. Virus ini bersifat toksik / beracun untuk paramecia yang sensitif dan tak
mematikan untuk bakteri “nonbright”.
4
yang non killer maka ada dua kemungkinan yang dapat terjadi. Pertama, kedua
sel tidak bertukar materi sitoplasmik, sehingga diperoleh dua kelompok sel yakni
sel killer dan sel non killer yang kedua-duanya bergenotipe Kk, satu dari sel
killer asli yang mengandung alel K (Kk) dan bakteri kappa, sedangkan yang
satunya lagi membawa alel K (Kk) namun tidak mengandung bakteri kappa.
Kedua, jika terjadi pertukaran sitoplasma. Ketika konjugannya adalah KK dan
kk, alel K dan k akan saling bertukar dan kedua konjugan menjadi Kk.
Pertukaran sitoplasmik telah mentransfer bakteri kappa dari sel killer ke sel non
killer. Autogami menghasilkan sel KK dan kk yang homozigot, yang
menghasilkan masing-masing klon dari killer dan non killer.
5
dari polen telah diperoleh dari garis jantan steril, membuat persilangan
resiprokal menjadi mungkin. Persilangan ini menghasilkan keturunan dari garis
tanaman biji jantan yang steril yaitu jantan fertil. Dengan demikian pewarisan
sifat dari sterilitas jantan adalah maternal, tanpa memperhatikan arah masuk
dimana persilangan dibuat. Sterilitas jantan pada contoh ini telah dihubungkan
pada gen sitoplasmik (plasmagen) yang dibawa oleh gamet-gamet betina.
Efek Maternal
Efek maternal merupakan pengaruh genetik induk terhadap sifat dari keturunan
yang dihasilkan. Namun efek maternal ini masih belum dibenarkan sepeuhnya.
Kjika efek maternal terjadi, maka hasil dari persilangan reiprokal akan selalu
berbeda satu sama lain dengan sifat yang diekspresikan oleh induk. Embrio dan
telur sangat dipengaruhi oleh lingkungan maternal induk. Sebelum keluar dari
induk, embrio dan telur akan mendapatkan suplai sitoplasmik dan nutrisi dari induk
yang mengakibatkan gen embrio dan teliur akan dipengaruhi oleh sifat genetik
induk.
Siput Limnea peregra memiliki sifat perputaran yang unik, hal ini
disebabkan oleh efek maternal terhadap pewarisan sifat dalam bentuk perputaran
6
cangkangnya. Arah ulir cangkan bergantung pada orientasi pembelahan sel pertama
dari perkembangan embrio sitoplasma. Efek maternal ini hanya berpengaruh dalam
satu generasi saja.
7
yang diambil di Acahuizotla, Mexico. Lalat tersebut dibawa dan dipilih yang
mengalami abnormal pada kepalanya selama beberapa tahun. Proporsi lalat yang
mengekspresikan perlakuan yang disebut “timorous head” ini meningkat kira-kira
76% pada suhu 22°C ketika lalat dibesarkan pada media jagung dan molase. Ketika
dilakukan penyilangan resiprokal maka efek maternal dapat terlihat. Dua gen utama
yang ditemukan mengendalikan sifat tumor pada kepala yaitu : 1. Sebuah gen
pautan seks pada unit peta 64,5 dari kromosom X mengendalikan efek maternal. 2.
Sebuah gen struktural pada unit peta 58 pada kromosom ketiga mengendalikan
fenotip tumor pada kepala.
PERTANYAAN
NIM : 170341615063
8
1. Bagaimana cara membedakan antara sifat bawaan yang dikontrol oleh gen
nuklear dan yang dikontrol oleh gen ekstranuklear?
Jawab:
Jawab: