Anda di halaman 1dari 9

Organisasi dari Genom Plastida

Genom plastida terdapat pada lebih dari 200 spesies tumbuhan tingkat tinggi
dan alga hijau, hijau-bir, dan merah yang telah dikarakterisasi. Genom-genom dari
tipe plastida meliputi kloroplas, amiloplas, dan kromoplas semuanya identik dalam
organisme. Pembahasan tentang struktur genom plastida dibatasi pada organisasi
dari DNAs dari kloroplas (cpDNAs) yang merupakan genom paling penting dari
genom tipe plastida.

Tumbuhan tingkat tinggi, cpDNAs memiliki rentangan ukuran antara 120


sampai 160 kb. Pada alga, rentangan ukuran dari genom kloroplas lebih besar, yaitu
dari 85 sampai 292 kb untuk spesies yang diketahui memiliki cpDNAs sirkular
(bundar). Pada dua spesies alga hijau dari genus Acetabularia, cpDNAs tampak
lebih besar, sekitar 2000kb, dan belum ditentukan apakah genom kloroplas yang
besar ini tergolong linier atau sirkular. Kloroplas sering mengandung beberapa
salinan dari cpDNA. Kloroplas tunggal yang besar dari Chlamydomonas reinhardtii
mengandung kira-kira 100 salinan cpDNA. Sel tunggal berflagella dari Euglena
gracilis mengandung kira-kira 15 kloroplas yang masing-masing memiliki 40
salinan cpDNA, sehingga totalnya kira-kira 600 sainan per organisme.

Gen cpDNAs dapat dikelompokkan menjadi dua bagian : (1) Gen yang bisa
mengkode komponen dari aparatus biosintesis protein kloroplas (sub unit RNA
polimerase, komponen struktural rinosom kloroplas, dan satu set tRNAs) dan (2)
gen penentu komponen dari perlengkapan fotosintetik (Fotosistem I,II, dan rantai
transport elektron).

Studi perbandingan genom kloroplas memberikan hasil terbaru tentang


hubungan evolusioner dari tummbuhan dan spesies alga. J.D. Palmer telah
membedakan enam garis utama dari evolusi kloroplas. Genom kloroplas yang
berada dalam garis evolusi yang berbeda kesemuanya sebagian besar mengandung
gen yang sama, tapi gen ini hadir dalam susunan yang berbeda dalam molekul
cpDNA. Gen tRNA berada dalam keadaan rangkap pada pengulangan terbalik di
dalam cpDNA dari sebagian besar spesies. Euglena gracilis memiliki gen rRNA
16S dan 23S yang hadir pada tiga pengulangan secara langsung, dengan salinan ke
empat dari gen 16S yang letaknya terpisah di dekat genom. Palmer

1
membandingkan lokasi dari gen pada geom kloroplas yang berbeda sehingga
mampu menunjukkan bahwa banyak perubahan dari organisasi cpDNA telah
dihasilkan dari inversi segmen DNA. Dalam kasus yang lain, delesi dan insersi
DNA terjadi dalam daerah gen didalam intron gen. Namun perubahan struktur
cpDNA yang paling mencolok dihasilkan dari inversi DNA yang besar.

Proses fotosintesis di dalam kloroplas menyediakan sumber energi yang


menopang kehidupan bagi organisme hidup di bumi. Semenjak genom kloroplas
mengkode banyak kompinen kunci dari Fotosistem I, dan II serta rantai elektron,
pengetahuan dan studi dari struktur dan fungsi cpDNAs menjadi penting dan
menarik. Rangkaian pasangan nukleotida lengkap dari cpDNAs pada Marchantia
polymorpha dan tembakau (Nicotiana tobacum) telah ditentukan. CpDNA dari
Marchantia dan tembakau masing-masing adalah 121,024 dan 155,844 pasangan
nukleotida dalam panjangnya. Perbedaan utama diantara kedua nomor gen cpDNA
ini adalah area pengulangan terbalik (inverse repeat regions) yang mengandung gen
rRNA ternyata ditemukan lebih besar pada tembakau. Estimasi paling baik dari
nomor gen cpDNA pada Marchantia adalah 136 dan pada tembakau adalah 150.

Bakteri Simbion pada Sitoplasma Paramecium

Paramecium sp. merupakan protozoa uniseluler atau ber sel satu yang
berreproduksi secara seksual dan aseksual. Reproduksi secara aseksual dilakukan
dengan pembelahan sel membentuk klon dari sel-sel yang secara umum sama atau
identik. Reproduksi secara seksual, paramecium sp. berkonjugasi secara periodik
dan mentransfer materi genetik dari sel satu ke sel lain. Inti sel Paramecium sp. ada
2 yaitu : makronukelus sebagai inti vegetatif dan mikronukleus untuk pembelahan
meiosis dan memproduksi gamet haploid. Dalam bereproduksi Paramecium dapat
melakukan autogami untuk menghasilkan keturunan yang heterozigot dengan cara
mentransfer DNA dari pendonor ke resipien. Dengan cara autogami ini akan
menghasilkan keturunan yang homozigot diploid meskipun telah mengalami
pembelahan meiosis. Hal ini yang menjadi dasar untuk membandinhkan pewarisan
inti dan pewarisan ekstrakromosom.

2
Gambar : Autogamy in Paramecium results in homozygosity

Studi dari G.H beale menemukan bahwa Paramecium dapat bersifat resisten
terhadap erytromisin dengan pewarisan non-Mendel. Dalam penelitian ini
dilakukan transfer dari sitoplasma dan juga transfer dari mitokondria yang terisolasi
antar strain dari Paramecium dan menunjukkan hasil bahwa mitokondria yang
mengontrol resistensi terhadap erytromisin. Penelitian ini menunjukkan bahwa,
meskipun beberapa sifat dari mitokondrua ditentukan oleh mitokondria sendiri,
tetapi sifat lain juga akan muncul karena dipengaruhi oleh elemen dalam
protoplasma. Penelitian tentang efek ekstranuklear yang persisten pada tubuh
Paramecium, ditemukan beberapa strain P.aurelia dapat menghasilkan sebuah
subtansi yang memiliki efek mematikan terhadap anggota strain yang sama didalam
spesies yang sama. Paramecium dari strain yang mampu memproduksi substansi
beracun disebut dengan “killer” atau“pembunuh”. Jika “killer” ditempatkan dalam
temperatur rendah, kapasitas membunuhnya perlahan-lahan menghilang. Efek
toksiknya juga menurun setelah terjadi pembelahan sel yang berulang-ulang.
Elemen protoplasma yang terpisah akan dipostulasikan untuk profuksi subtansi
beracun. Lewat perhitungan matematis setidaknya dibutuhkan 400 partikel untuk
membuat “killer” menjadi efektif. Lalu killer diobservasi secara mikroskopis dan
‘”partikel” yang disebut “kappa” diteliti dalam jumlah yang sudah ditentukan.

3
“partikel” ini tampaknya merupakan bakteri simbiotik, dan dinamai sebagai
Caedobacter taeniospriralis (bakteri pembunuh dengan pita spiral). Sebuah
substansi beracun (paramecin), yang dihasilkan bakteri pembunuh, dapat berdifusi
dalam medium cair. Saat killer diperbolehkan tetap bertahan dalam media selama
beberapa waktu dan kemudian baru diganti dengan bakteri senstif, ternyata bakteri
sensitif menjadi mati. Paramecin, yang terbukti tidak berefek pada killer,
dihubungkan dengan jenis kappa tertentu yang muncul sebanyak 20 % dari total
populasi kappa. Jenis bakteri kappa tertentu ini memiliki protein reflaktil –
mengandung badan ‘R” yang disebut dengan “brights” karena mereka sudah
terinfeksi dengan sebuah virus yang mengontrol proses sintesis beberapa protein
tertentu. Virus ini bersifat toksik / beracun untuk paramecia yang sensitif dan tak
mematikan untuk bakteri “nonbright”.

Gambar: Conjugation between a killer paramecium (stippled) and a


sensitive paramecium.

Pada persilangan Paramecium aurelia akan menghasilkan kemungkinan 2 tipe


anakan yang berbeda Apabila strain killer melakukan konjugasi dengan strain

4
yang non killer maka ada dua kemungkinan yang dapat terjadi. Pertama, kedua
sel tidak bertukar materi sitoplasmik, sehingga diperoleh dua kelompok sel yakni
sel killer dan sel non killer yang kedua-duanya bergenotipe Kk, satu dari sel
killer asli yang mengandung alel K (Kk) dan bakteri kappa, sedangkan yang
satunya lagi membawa alel K (Kk) namun tidak mengandung bakteri kappa.
Kedua, jika terjadi pertukaran sitoplasma. Ketika konjugannya adalah KK dan
kk, alel K dan k akan saling bertukar dan kedua konjugan menjadi Kk.
Pertukaran sitoplasmik telah mentransfer bakteri kappa dari sel killer ke sel non
killer. Autogami menghasilkan sel KK dan kk yang homozigot, yang
menghasilkan masing-masing klon dari killer dan non killer.

Kemandulan Sitoplasmik Jantan Pada Tanaman


Kemandulan jantan tumbuhan merupakan gejala sterilitas pada fungsi
reproduksi jantan yang dialami oleh organisme tumbuhan. Contoh lain dari
pewarisan sifat sitoplasmik dihubungkan dengan kegagalan polen. Kemandulan
ini adakalanya dikontrol oleh faktor sitoplasmik dan gen inti.

Kemandulan jantan pada persilangan tanaman yang menghasilkan polen

Penelitian M.M.Rhoades menjelaskan tentang mekanisme pewarisann sifat


maternal yan gmembawa kemandulan jantan pada jagung. Polen digagalkan
pada kepala putik dari beberapa tumbuhan jagung, membuatnya menjadi jantan
yang mandul, tetapi struktur betina dan fertilitasnya adalah normal. Gen int tidak
mengontrol tipe sterilitas, tetapi dibawa oleh generasi ke generasi telur
sitoplasma telur.
Varietas jantan yang mandul terutama hanya menghasilkan anakan
(turunan) jantan yang mandul ketika dibuahi oleh polen dari tanaman jagung
yang normal. Gamet tanaman induk dari jantan yang mandul kemudian
disilangkan kembali secara berulang-ulang dengan garis polen fertil (subur)
sampai seluruh kromosom dari garis jantan yang mandul telah ditukar untuk
garis keturunan jantan yang fertil (subur). Dalam pengembalian garis steril
secara genetik, sterilitas jantan dipertahankan, menjelaskan bahwa pewarisan
sifat adalah maternal dan tidak dikontrol oleh gen kromosom. Sejumlah kecil

5
dari polen telah diperoleh dari garis jantan steril, membuat persilangan
resiprokal menjadi mungkin. Persilangan ini menghasilkan keturunan dari garis
tanaman biji jantan yang steril yaitu jantan fertil. Dengan demikian pewarisan
sifat dari sterilitas jantan adalah maternal, tanpa memperhatikan arah masuk
dimana persilangan dibuat. Sterilitas jantan pada contoh ini telah dihubungkan
pada gen sitoplasmik (plasmagen) yang dibawa oleh gamet-gamet betina.

Gambar 1. Pewarisan maternal dari sterilitas jantan pada jagung.

Efek Maternal

Efek maternal merupakan pengaruh genetik induk terhadap sifat dari keturunan
yang dihasilkan. Namun efek maternal ini masih belum dibenarkan sepeuhnya.
Kjika efek maternal terjadi, maka hasil dari persilangan reiprokal akan selalu
berbeda satu sama lain dengan sifat yang diekspresikan oleh induk. Embrio dan
telur sangat dipengaruhi oleh lingkungan maternal induk. Sebelum keluar dari
induk, embrio dan telur akan mendapatkan suplai sitoplasmik dan nutrisi dari induk
yang mengakibatkan gen embrio dan teliur akan dipengaruhi oleh sifat genetik
induk.

Efek Maternal pada Pemutaran Cangkang

Siput Limnea peregra memiliki sifat perputaran yang unik, hal ini
disebabkan oleh efek maternal terhadap pewarisan sifat dalam bentuk perputaran

6
cangkangnya. Arah ulir cangkan bergantung pada orientasi pembelahan sel pertama
dari perkembangan embrio sitoplasma. Efek maternal ini hanya berpengaruh dalam
satu generasi saja.

Pola penggulungan siput ditentukan oleh genotip induk yang memproduksi


telur, daripada hanya fenotip parental saja. Induk maternal yang bergenotip s+ s+
atau s+ s hanya memproduksi anakan yang menggulung dekstral. Investigasi yang
dilakukan pada pola penggulungan siput ini menerangkan bahwa orientasi benang
spindel pada pembelahan pertama setelah fertilisasi menentukan pola
penggulungan siput. Orientasi spindel ini dikontrol oleh gen maternal yang beraksi
pada pematangan telur di ovarium.

Gambar 2. Pewarisan sifat dari perputaran cangkang pada Limnea peregra. D


adalah s+ dan d adalah s.

Efek Maternal pada Drosophila

Di University of Texas terdapat Drosophila melanogaster yang mengalami


pertumbuhan tak normal pada daerah kepala yang muncul pada sampel populasi liar

7
yang diambil di Acahuizotla, Mexico. Lalat tersebut dibawa dan dipilih yang
mengalami abnormal pada kepalanya selama beberapa tahun. Proporsi lalat yang
mengekspresikan perlakuan yang disebut “timorous head” ini meningkat kira-kira
76% pada suhu 22°C ketika lalat dibesarkan pada media jagung dan molase. Ketika
dilakukan penyilangan resiprokal maka efek maternal dapat terlihat. Dua gen utama
yang ditemukan mengendalikan sifat tumor pada kepala yaitu : 1. Sebuah gen
pautan seks pada unit peta 64,5 dari kromosom X mengendalikan efek maternal. 2.
Sebuah gen struktural pada unit peta 58 pada kromosom ketiga mengendalikan
fenotip tumor pada kepala.

PERTANYAAN

Nama : Mohammad Sukarno Putra

NIM : 170341615063

8
1. Bagaimana cara membedakan antara sifat bawaan yang dikontrol oleh gen
nuklear dan yang dikontrol oleh gen ekstranuklear?

Jawab:

Untuk membedakannya dapat dilihat dari lima kriteria diantaranya adalah


perbedaan hasil pada persilangan resiprok menunjukkan penyimpangan pola
transmisi gen Mendel, jika DNA ekstranuklear dapat dihubungkan dengan
transmisi sifat turunan tertentu, kegagalan dalam mencari kaitan untuk
mengetahui jenis gen inti akan mengesampingkan kemungkinan adanya
pewarisan kromosom, dan pewarisan ekstranuklear dapat berlangsung jika data
cukup, kurangnya segregasi Mendel dan rasio karakteristiknya (yang bergantung
pada transmisi kromosom dalam proses meosisnya) mengarah pada transmisi
ekstrakromosom, transmisi sifat turunan tanpa perpindahan gen-gen inti akan
mengarah pada pewarisan ekstranuklear, gen dan virus banyak yang serupa
sehingga dibutuhkan garis pemisah untuk memilah infeksi.

2. Bagaimana efek ekstranuklear yang terus bertahan di dalam Paramecium?

Jawab:

Beberapa strain dari P.aurelia dapat menghasilkan sebuah substansi yang


berefek mematikan untuk anggota strain jenis yang lain di dalam spesies yang
sama. Paramecia dari strain yang mampu memproduksi substansi beracun
disebut dengan “killer / pembunuh”. Saat killer diperbolehkan tetap bertahan
dalam media selama beberapa waktu dan kemudian baru diganti dengan bakteri
senstif, bakteri sensitif lalu akan mati. Paramecin, yang terbukti tidak berefek
pada killer, dihubungkan dengan jenis kappa tertentu yang muncul sebanyak 20
% dari total populasi kappa. Jenis bakteri kappa tertentu ini memiliki protein
reflaktil – mengandung badan ‘R” yang disebut dengan brights karena mereka
sudah terinfeksi virus yang mengontrol proses sintesis beberapa protein tertentu.
Virus ini bersifat toksik / beracun untuk paramecia yang sensitif dan tak
mematikan untuk bakteri ‘non’ bright.

Anda mungkin juga menyukai