Anda di halaman 1dari 28

TUGAS PENDIDIKAN PANCASILA

Disusun Oleh :

Nama : Rahmad Aldi Faisal (061640411934)

Ria Budiman (061640411935)

Sintiya Nur Aliza (061640411936)

Theo Pynasti (061640411937)

Vionda Putri Barosqi (061640411938)

Kelas : 4EGD

Dosen Pengajar :

Fransisca Ully Marshinta, S.Sos., M.Hum( 197303092000032001)

PROGRAM STUDI DIV TEKNIK ENERGI

JURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA

2018/2019
TUGAS

 Kunjungi setiap museum dikota terdekat yang mengungkapkan sejarah perjuangan


para pahlawan.
 Menentukan judul tulisan.

‘’Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II’’

Asal Usul Kesultanan Palembang

Dari catatan Sejarah tilisan dengan huruf Arab yang dibuat oleh priyayi di Palembang
dapat dibaca sebagai berikut : “ Telah di riwayatkan bahwa adalah berpindah beberapa
anak raja-raja dari tanah Jawa ke negeri palembang dengan sebab huru hara Sultan Pajang
menyerang Demak dan adalah bermula menjadi raja di Pelembang dari pada mereka itu
Kiyai geding Suro Tuo anak Kiyai Gedih Siding lautan dan manakalah wafat kiyai
Geding Suro Tuo itu maka digantikan oleh kiyai Geding Suro Mudo anak Kiyai Geding
Ilir dan adalah pada ketika itu semuanya adalah anak-anak raja yang perpindah dari tanah
Jawa di Negeri Palembang
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada orang keturunan pangeran Trenggone
hijra ke Palembang dibawah pimpinan Kiyai Geding Suro Tuo yang menetap dia di
seperkampungan Kuto Gawang Suatu daerah sekitar kampung Palembang lamo.
Sebagaimana diketahui,pangeran Trenggone adalah Putra Raden Fatah,Bin Prabu
Kertabumi Brawijaya V dari Majapahit dengan istrinya soerang putri dari Cina,lahir dan
dibesarkan di Palembang di Istana saudarnya lain ibu Ario Dilla. Sejak awal dari
pemerintahan Kiyai Gedeh Sedo Ing Lautan hingga pada masa pangeran Sedo Ing
Rejek,Palembang belum berstatus kesultanan,tetapi berturut-turut masuk wilaya
kekuasaan demak dan mataram.Baru dimasa pangeran Ario Kusumo Abdurohim
palembang ,memutuskan hubungan dengan mataram dan beliau ini pula yang mendirikan
kesultanan Palembang Darusalam. Pangeran Ario Kusuma ( Ki Mas Hindi ) adalah Sultan
Palembang yang pertama dengan Gelar sultan AbdurahmanKholifatul Mukminin Syyidul
yang memerintah dari tahun 1659-1706. ( Team Perumus,1980 : 7 )
Yang sebelumnya penguasa palembang dalah kakaknya sendiri Abdurahman yang
sudah melengserkan diri kepedalaman, ke Saka Tiga yang nantinya terkenal dengan
Sunan Candi Walang,yang selanjutnya Ki mas Hindi juga melepaskan diri dari Demak
dan Memproklamirkan Kemerdekaan Kesultanan Palembang Darusalam.( Mahmud,2004 :
47 )
Dan juga berdirinya Kesultanan Palembang pada pertengahan abad ke 16 Masehi,
tidak bisa dilepaskan dari kemelut yang menimpah kerajaan islam Demak yang
mengalami perpecahan akibat perebutan kekuasaan pada tahun 1546 setelah
meninggalnya Sultan Trenggana antara Aria Penangsang dan pengeran Prawata ( anak
pangeran Tranggana ) . ( Jumhari, 2010 : 42 )
Sultan-Sultan Palembang Darusalam

Setelah pangeran ario Kusumal mendirikan Kesultanan Palembang bebas dari


pengusa mataram,beliau menjadi Sultan yang pertama dengan gelar Sultan Abdurahman
Khilofatul Mukminin Syyidul imam yang wafat dalam tahun 1707 M. dalam tahun 1703
beliau menobatkan seorang putranya anak dari ratu agung sebagai raja Palembang
Darusalam yang kedua dengan gelar Sultan Muhammad Mansyur ( 1706-1714 ).
Dalam tahun 1709 Sultan Muhamad Mansyur telah menobatkan putranya yang sulung
Raden Abu Bakar menjadi pangeran ratu urboyo. Pewaris mahkota ini tidak sempat
menjadi raja karena wafat teraniaya sultan Muhamad Mansyur digantikan oleh adiknya
( Sesuai dengan wasiatnya ) bernama Raden Wuju yang kemudian menjadi sultan
Palembang darusalam yang ketiga dengan gelar Sultan Agung Komarudin Sri Truno
( 1714-1724 ) . Kemudian beliau digantikan oleh keponakannya pageran Ratu Jayo
Bikromo dengan gelar Sultan Mahmud badaruddin I yaitu Sultan Palembang Darusalam
yang ke IV memerintah dari tahun 1724-1758. Sultan Palembang darusalam yang ke V
adalah Pangeran Adi Kusumo putra ke dua dari sultam mahmud badaruddin I adik dari
raden jailani pangeran ratu yang wafat kenah amuk,dengan gelar Sultan Ahmad
najamudin I dan memerintah dari tahun 1758-1776. ( Team Perumus, 1980 : 8 )

Sultan Ahmad Najamidin I digantikan oleh putra mahkota yang setelah dinobatkan
menjadi sultan Palembang Darusalam bergelar sultan Muhamad Baha’uddin. Raja ini
memerintah dari tahun 1776-1803.raja yang ke VI ini wafat pada hari senin tanggal 21
Zulhija Tahun 1218 H. Sultan Muhamad Bah’udin digantikann oleh putra sulungnya
raden hasan pangeran ratu dengan gelar sultan mahmud badaruddin II sebagai Sultan
Palembang Darusalam yang ke VII dan memerintah dari tahun 1803-1821. Baru
aeminggu memgang tampuk pemerintahan datanglah inggris meyerbu palembang
( 1811 ) .Sultan mahmud badarudin II hijrah ke pedalaman untuk menruskan perang
gerlya,setelah mewakilkan pemerintahan kesultanan kepada adiknya pangeran adipati
dengan gelar Sultan Mudo. oleh Inggris beliau’diakui ‘. Sebagai raja pelembang dengan
gelar Sultan Ahmad Najamudin II,memerintah dari tahun 1812-1813. Dalam tahun
1813,Sultan Mahmud Badaruddin II kembali ke Palembang memegang kampuk
pemerintahan kesultanan (1813-1821). Setelah Sultan mahmud Badaruddin II diasingkan
( 3-7 – 1821 ) beliau digantikan oleh putra sulung sultan Ahmad Najamudin II bernama
Raden Ahmad dengan gelar Sultan Ahmad Najamudin Prabu Anom ( 1821-1823 ).
( Team Perumus, 1980 : 9

Sistem Pertahanan, ciri Perawakan, Paras dan Rupa


Sultan mahmud badaruddin II yang dijuluki sejarahwan inggris “ Never a time tiger”
( Tidak pernah menjadi harimau jinak ) menggantikan ayahnya pada 1804 selain sebagai
siltan , SMB II sastrawan yang produktif. Naska-naska kesultanan dibawah ke batavia oleh
belanda. Banyak yang hilang sebelum dibawah ke belanda seperti : Hikayat Martalana, Syair
nuri, Pantun Sultan mahmud badaruddin , Syair perang menteng. Beliau memimpin perang
Palembang I ( 1819-1821 ) pada SMB II menag melawan serangan Mutinghe ( Komisarin
Belanda ) yang merupakn kemenangan pertama Kesultanan Palembang. Dan pada masa
pemerintahannya terjadi peristiwa pembantaian masal pada 14 September 1811. Semua
warga asing ( Belanda, prancis serta serdadu khusus belanda dibantai mati oleh masa
palembang yang telah hilang kendali alat kesultanan ). SMB II minta belanda dengan pasukan
serta pedagang prancis agar meninggalkan palembang sedangkan inggris pada masa itu sudah
merebut batavia, dan itu membuat sultan khawatir akan diserang inggris karena adanya orang
belanda dan orang asing lainnya di palembang. ( Mahmud, 2004 56-57 )
Dan Palembang sebagai pusat Pemerintahan kesultanan palembang darusalam letaknya
sangat strategis karena berada dipertemuan sungai Musi dan anak-anaknya,sehingga
menguntungkan bagi perkembangan daerah tersebt terutama dibidang sosial, ekonomi,
budaya, pertahanan, dan keamanan. Sistem pertahanan palembang di bangun berdasarkan
pertimbangan yang seksama, dimana lalu lintas sungai dikuasai. Sebagai daerah Maritim
yang terutama dipusatkan untuk pengamanan jalur lalu lintas ini. Perdagangan rempah-
rempah yang maju pesat seperti lada dan cengkeh kemudian disusul pula dengan hasil
tambang berupa tima di Pulau bangka dan Belitung mutlak harus di pertahankan. Tidaklah
mengherankan kalau didalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok yang mempunyai
tugas khusus membuat sarana angkutan berupa berbagai bentuk dan ukuran perahu seperti
orang Senan yang bukan saja pandai membuat perahu tetapi juga terkenal sebagai ahli
berkayu. ( Team Perumus, 1980 : 19 )
Persaingan antara Bangsa-bangsa Barat dalam perdagangan rempah-rempah dan timah
yang bersal dari daerah Palembang kadang-kadang memuncak menjadi peperangan. Pada
umumnya latar belakang perselisiahan itu ialah untuk mendapatkan hak monopoli dalam
perdagangan rempah-rempah dan tima, para pedagang Belanda yang kemudian tergabung
dalam VOC. Ditahun 1602 meruakan pemenang dalam merebut perdagangan di nusantara.
Dengan demikian palembang yang dimasa itu merupakan bandar dagang yang ramai dan
besar di Indonesia harus berhadapan pula dengan V.O.C.
Sultan-sultan Palembang sudah sejak lama menyadari bahaya yang akan timbul, oleh
karena itu usaha mempertahankan wilaya ini sangat diutamakan. Hampir pada setiap tempat
yang baik di sepanjang sungai musi sejak dari sungsang hingga ke muara rawas, dan juga
dibuat benteng-benteng dan ranjau-ranjau yang bertujuan menahan laju kapal Asing yang
masuk ke ke wilayah Palembang. Selanjutkan disediakan rakit-rakit api yang siap dibakar,
kemudian dihanyutkan atau di dorong ke arah kapal musuh. Selain dari pada sistem
perbentengan diatas maka juga perang grilya merupakn perang yang ampuh, sehubungan
dengan itu maka tebing dan tanjung demikian pula dengan semak dan hutan disepanjang
sungai-sungai yang letaknya strategis dijadikan tempat penghadang musu. ( Team Perumus,
1980 : 21 )
Sedangkan menurut penjelasan orang tua-tua yang pernah melihat dan menyaksikan
orangnya sendiri, bahwa perawakan, paras dan rupa SMB II pada waktu mudanya adalah
sebagai berikut : Rambut ikal hitam dan juga panjang sampai bahu. Alis mata tebal hitam,
bertangkup. Warna kulit putih kuning-sawo. Badan tinggi besar dan tegap. Matanya hitam
dan tajam. Ciri-ciri lainnya Kumis pendek lancip, jengot pendek lancip, tahi lalat sebelah
kanan mulut. ( Akib, 1979 : 18-19 )
Peristiwa Loju Sungai Aur ( 1811 )
Hubungan perdagangan antara Belanda/VOC dengan Palembang sudah terjalin sejak
permulaan abad ke-17, terutama menyangkut komoditi lada dan timah. Pada permulaan abad
ke-19 terjadi perebutan kekuasaan di Nusantara antara Inggris dan Belanda. Peristiwa ini
adalah dalam rangka perang yang terjadi di Eropa antara Inggris dan Perancis semasa
kekuasaan Napoleon Bonaparte.
Negeri Belanda menjadi bagian dari Perancis yaitu Bataafse Republik, oleh itu milik
Belanda yang ada di Nusantara pun direbut oleh Inggris. Terjadi penyerbuan tentara Inggris
yang berpangkalan di Malaka dan Penang ke Batavia/Jawa pada bulan Agustus 1811,
kemudian penyerahan kekuasaan Belanda kepada Inggris tanggal 18-9-1811 di desa Tuntang,
Jawa Tengah. Mengetahui hilangnya kekuasaan Belanda setelah penyerbuan ke Batavia bulan
Agustus 1811 tersebut, pada tanggal 14 September 1811 Sultan Mahmud Badaruddin II
meminta Residen Belanda beserta pasukannya meninggalkan loji. la mula-mula menolaknya,
kemudian 87 orang digiring naik ke kapal pada hari itu, rupanya mereka mengadakan
perlawanan, oleh karena itu sampai di muara Sungsang mereka dibunuh semuanya dan kapal
ditenggelamkan. Peristiwa ini dikenal dengan "penyembelihan massal" (Palembang
Massacre). Belanda menuding Raffles (Penguasa Inggris di Indonesia) sebagai biang
keladinya karena menghasut Sultan melakukan itu, tetapi Raffles menolaknya dan menuduh
Mahmud Badaruddin II yang bertanggung jawab mengenai hal ini.
Seminggu setelah pengusiran Belanda dari loji sungai Aur, maka loji tersebut dibakar habis
serta dibongkar sampai fondasinya. Rupanya Sultan tidak ingin melihat adanya monumen
Belanda yang masih tersisa meskipun hanya puing-puingnya.
Penyerbuan Inggris ke Palembang tahun 1812
Hubungan Sultan Mahmud Badaruddin II dengan Raffles cukup baik sebelum takluknya
Belanda dari Inggris. Tindakan Sultan yang menolak pembicaraan menyangkut timah Bangka
dan tidak memberi kesempatan meninjau loji sungai Aur yang telah rata dengan tanah, dan
pembunuhan orang-orang Belanda yang dianggap tak bermoral, merupakan alasan Raffles
(penguasa Inggris di Indonesia) untuk mengirim sebuah ekspedisi militer di bawah Mayor
Jendral Gillespie dari Batavia tanggal 20 Maret 1812.
Sultan dengan pasukannya telah bersiap-siap menyambut ekspedisi tersebut dengan
memperkuat kubu-kubu pertahanannya di sepanjang sungai Musi, dengan kubu-kubu meriam
terapung, perahu-perahu bersenjata, rakit-rakit berisi bahan yang mudah terbakar untuk
menghambat kedatangan armada Inggris serta di pusat pertahanannya di keraton (sekarang
Benteng) dengan 242 pucuk meriam siap menghadapi musuh.
Tetapi karena pengkhianatan adiknya sendiri (Pangeran Adipati Najamuddin = Husin
Dhiauddin) dan lebih unggulnya persenjataan musuh maka dalam waktu seminggu
Palembang jatuh (24 April 1812). Sultan Mahmud Badaruddin II menyingkir ke pedalaman
dengan membawa segala perlengkapan kerajaan dan hartanya. Gillespie menduduki kraton
pada 25 April 1812 dan keesokan harinya bendera Inggris dikibarkan didalam Kraton. Adik
Sultan (Najamuddin II) dinobatkan oleh Inggris dan harus menandatangani perjanjian pada
12 Mei 1812 yang isinya antara lain penyerahan Bangka dan Belitung kepada Inggris. Kapten
Meares yang diangkat sebagai Residen Inggris ditugaskan mengejar Sultan Mahmud
Badaruddin II dan terjadi pertempuran di Bailangu dengan kekalahan pihak Inggris, Meares
tertembak dan akhirnya meninggal. Untuk mempertahankan posisinya Sultan mendirikan
kubu-kubu pertahanan di Muara Rawas dan daerah-daerah pedalaman dengan demikian
Sultan tidak dapat ditaklukkan.
Pengganti Kapten Meares yaitu Mayor Robison yang bertugas di Palembang mulai 13
Februari 1813. Ia rupanya agak kurang sependapat dengan kebijaksanaan Raffles, dan
mengadakan perundingan dengan utusan S.M.B. II karena melihat beberapa pertimbangan
sebagai berikut: Ketidak becusan Najamuddin II dan ketidak kepastian bantuan darinya, serta
rakyat Palembang masih menghendaki kembalinya S.M.B. II (yang berakibat negeri
Palembang dalam keadaan anarki).
Perjanjian Muara Rawas pun dibuat pada 29 Juni 1813, yang menyatakan S.M.B. II dapat
kembali ke Palembang dengan imbalan 200.000 dollar kepada pemerintah Inggris. Tanggal
13 Juli 1813 S.M.B. II kembali ke Palembang dan duduklah dia sebagai Sultan yang
berdaulat. Tindakan Robison ini tentu saja tidak disetujui Raffles karena mengangkat kembali
Sultan yang sudah dipecat Raffles.
Raffles mengirimkan sebuah komisi yang dipimpin Kapten George Elliot disertai pengganti
Robison, M.H.Court, serta Mayor W.Colebrooke dan Letkol Mc.Gregor yang membawa 400
pasukan Eropa, yang mulai berangkat pada 7 Agustus 1813. Robison diberitahu bahwa segala
tindakannya tidak dapat diterima dan ia dipecat kemudian ditahan. ( Kemudian hari setelah ia
bebas, ia mengadukan kepada penguasa Inggris di India dan di Inggris mengenai tindakan-
tindakan Raffles yang tercela).
Komisi tersebut memecat S.M.B. II setelah hanya sebulan bertahta dan mengangkat kembali
Ahmad Najamuddin sebagai Sultan Palembang. Perdamaian antara Inggris dan Perancis di
Eropa setelah jatuhnya Napoleon mempengaruhi politik di Nusantara. Perjanjian London 13
Agustus 1814 menetapkan bahwa Inggris harus menyerahkan kembali kepada Belanda semua
koloninya di seberang lautan yang didudukinya sejak 1803.
Kebijaksanaan pemerintah Inggris ini kurang dapat tanggapan yang baik dari Raffles. Baru
kemudian pada 29 Juni 1817 koloni Belanda di Nusantara dikembalikan setelah Raffles
digantikan John Fendall. Raffles menetap di Bengkulu sebagai Residen Inggris.
Perlawanan Terhadap Belanda
Berdasarkan konvesi london tanggal 13 Agustus 1814, seperti telah disebutkan
menjadi akhir bagian terlebih dahulu belanda menerima kembali dari inggris daerah-daerah
yang dulu pernah di dudukinya ditahun 1803 termasuk beberapa daerah Kesultanan
Palembang . Serah terima itu dilakukan anatara M.H. Court ( Inggris ) dengan K. ( Belanda )
di Mentok pada tanggal 10 Desember 1816. Ketika seminggu kemudian dia Heynes ke
Palembang, dipastikannya dua kekuasaan,di satu pihak lalah Kekuasaan mahmud Badaruddin
II dan dilain pihak ialah Sultan Ahmad Najamudin II resmi menjadi sultan tetapi dia tidak
mempunyai kekuasaan terhadap rakyat karena dipedalaman rakyat berdiri di belakang Sultan
Mahmud Badaruddin II. Oleh karena itu K. Heynes tidak sangup melaksanakan tugasnya
menguasai Palembang, dan disamping itu banyak pula kesalahan-kesalahan lain, maka
digantikan oleh R. Coop Green anggota komisi pemeriksa keungan sementara menungu
kedatangan Mr. H. W. Mungtihe. Setelah Mungtihe tiba pada tanggal 20 April 1819
administrasi berangsur-angsur dipusatkan dipalembangsedangkan pekerjaan di Mentok
diserahkan kepada M. A. P . Smisaert awal juli tahun 1818 Mungtinghe memulai aktivitasnya
di palembang karena mengemban tugas menurunkan Sultan Ahmad Najamudin II dan setelah
itu menghapuskan Kesultanan Palembang untuk selama-lamanya.
Untuk itu mungtihe mulai menjalankan politik adu domba. Mula-mula diturkan Sultan
Ahmad Najamudin II ( Sultan Mudo ) dari tahta secarah paksa dan akuhi dan diakuhi sultan
Mahmud Badaruddin II sebagai raja yang berdaulat jelas dengan tindakannya itu mungtihe
menjalankan politik adu dombah terhadap sultan dua bersaudara. Sultan najamudin II
mengetahui benar kebencian inggris terhadap belanda, lalu ia mengabarkan kepada Rafles di
Bengkulu, perihal tindkan mungtihe di Palembang
Rafles segerah mengirim sejumlah serdadunya ke Kraton Kuto lamo yang setibanya
di sana terus menaikan bendera inggris, kejadian itu sangat mengejutkan belanda, lalu keraton
kuto lamo di kepung dan seluruh pasukan inggris di tangkapi, kemudian dikirim ke bengkulu
lewat betawi.
Mungtihe menudu dan memintah pertangung jawab atas kehadiran pasukan inggris
itu, kepada sultan ahmad Najamudin II. Setelah menjalankan berbagai tipu muslihat akhirnya
Mungtihe berhasil manawan Sultan ahmad najamudin II, kemudian memberangkatkannya ke
Betawi dari sana beliau bersam keluarganya di asingkan ke cianjur ( 30 0ktober 1818 ).
tindakan mungtihe ini sangat menyedihkan perasaan Sultan Mahmud Badaruddin II
dan dengan kejadian tersebut Sultan Mahmmud Badaruddin II menyuruh masyarakat
pedalaman untuk selalu bersiaga. Ketika Mungtihe melakukan ekspedisi ke arah Musi Rawas
untk meneliti apakah daerah disekitar bener-bener sudah bersih dari tentara inggris, dia dan
rombongannya mendapat perlawan-perlawanan dari rakyat disana.
Dan pada tahun 1819 kapal - kapal Belanda yang pada saat itu berlabuh di muarah
Ogan bergerak ke hilir sambil menembaki Kuto untuk membantu kapal-kapal lainnya, dari
kapal-kapal itu diturunkan pasukan-pasukan keparhu-perahu kecil, menyusuri sungai
tengkuruk naik kedaratan mereka mengalas pintu keraton ditembok sebelah kiri,tetapi
mendapat perlawanan dari pasukan palembang.
Gempuran dan serbuan Belanda dibalas dengan gencatan senjata oleh laskar
Palembang, sehingga kucar kacir dibuatnya. Pasukan - pasukan di Kuto Lamo yang sibuk di
pindahkan ke Loji sungai aur tak sempat lagi menyusun pormasi tempur, sehinga lari
pontang-panting diantarnya banyak yang mati. Sungguh pertahanan palembang sehebat itu
dan benar-benar menakjubkan Belanda, sehingga sore itu ( 15 06 1819 ) karena banyak
menderita kekalahan mundur dengan sisa pasukan dan perlengkapan perangnya ke Bangka
dari dan langsung ke Betawi ( 19 juni 1819 ) ( Team perumus, 1980 : 32-34 )
Setelah kekalahan dari perang pertama itu Belanda akhirnya melakukan ekspedisi lagi
yang tiba di mentok pada akhir agustus 1819, di diperkuat lagi dengan 4 kapal perang,
bebrapa kapal kecil dengan 500 orang serdadu dengan susah payah dapt melewati sungsang,
namun armada Belanda ini mendapat hambatan dikarenakan kapal-kapal besar itu tidak dapat
masuk ke Muara, tetapi harus menunggu pasang besar. di tanggal 18 Oktober 1819 diluar
dugaan Belanda sampai menembaki benteng dengan kapal perang mereka sehingga keadaan
semakin kacau, dan tanpa di duga pula benteng-benteng tiada hentinya memuntahkan
pelurunya ke arah kapal Belanda dari pulang Kemarau sampai ke Plaju. dan Belanda heran
dengan kekuatan Palembang karena sultan sudah dari empat bulan mempersiapkan
kekuatannya itu dan akhirnya pertempuran itu dimenagkan oleh Palembang.
Ekpedisi selanjutya dipimpin oleh Jendral Baron kock berangkat dari betawi 10 juni
1821, kali ini kapal perang belanda pendarat 19,12 buah kapal pengangkut,15 kapal meriam,6
kapal untuk merawat ,dengan 200 puncak meriam.dengan banyak cara dilakukan kock untuk
menembus pertahan palembang tapi tidak berhasil sehingga pada tanggal 20 juni 1821 (
malam hari ) Kock mengerakan pasukannya menembaki pertahanan palembang, dan pihak
sultanpun membalas dengan gencatan tembakan-tembakan balasan. Namun pada hari jum’at
Belanda menghentikan seranganya dan sultan mengira Belanda menghormati hari suci umat
Islam, dan akhirnya pada hari ahad perang dihentikan untuk menghoramti hari suci umat
Kristen,namun diluar dugaan pada ahad dinihari Belanda menyusup dan berhasil memasuki
Cerucup antara sungai lias dan pulau Kemarau sehingga berhasil masuk ke arah hulu. Pihak
sultan barulah sadar akan siasatnya belanda dan akhirnya pulau kemarau diduduki musuh dan
sampai pada khirnya Bentengpun diduduki musuh sehingga pertahanan sultan diperairan
tidak berdaya lagi. ( team Perumus, 1980 :37-39 )
2.4. Akhir Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II
Seperti pada pembahasan diatas akibat dari siasat licik dari pihak belanda pertahanan
palembang dapat di terobos pada tanggal 24 Juni 1821. Pada keesokannya harinya jendral
kock mengumumkan kata-kata ucapan terikasih atas perbuatan yang telah dilakukan oleh
para perwira dan bawahan dari angkatan laut dan angkatan darat dan seluruh daerah pulau
kemarau, plaju dan juga kuto besak akan abadi dalam sejarah Belanda yang disebabkan
kemenangan yang dicapai belanda. Pada tanggal 26 Juni 1821 di atas kapal perang jendrak
kock menulis surat untuk kepada sultan, bahwa Kock bukan untuk memerangi penduduk
melainkan hanya ingin balas dendam kepada sultan dan Kock juga menyarankan agar sultan
meyerah kepada Belanda demi kesealamatannya dan rakyatnya.
Beberapa hari kemudian Belanda mau menyerang dan memusnakan Palembang, kapal-
kapal perang mendarat menurunkan pasukan infanrik mutri,guna meun sejangranga kapal
terhadap Kraton dari darat dan kemudia Kock memerintahkan kepada pasukannya agar
menarik mundur pasukannya karena melihat pangeran Adipati Mudo datang membawa kabar,
bahwa kakanya SMB II bersediah memenuhi tuntutan kock asal diberikan waktu padanya
beserta keluarganya mempersiapkan keberangkatnya selama dua hari asal mau
menyingkirkan meriam-meriam dari Benteng. Dua hari kemudian sultan muncul untuk
menyerahkan diri dan kapten Elout mendesak sultan naik kapal . ( 30 – 6 – 1821 ) .
Tanggal 1 juni 1821 dalam keadaan yang sangat terjepit Sultan mengutus putranya
pangeran Prabu Kusumo Abdul Hamid dan menantunya Pangeran Kramo Jayo untuk
menemui Sultan Ahmad Najamidin , prabu anom, dan susuhan Husin Dhiauddin menyerahka
pemerintahan Kesultanan. Setelah itu sultan dan keluarganya bertirah di rumah pangeran
Adipati Tuo.
Setiap hari sejak 1 juni itu Kock memerintahkan kapten Elout mendesak
diberangkatkan , namun Sultan tetap mengabaikan desakan itu. Melihat sikap Sultan
demikian itu, Belanda kehilangan kesabarannya lalu menawannya. Kemudian menaikan
beliau ke dalam kapal ( 3 juni 1821) dan berangkat ke Betawi tanggal 6 juni 1821 tiba di sana
8 juni 1821 setelah itu dibuang ke Banda dan terakhir ke Ternate ( Maret 1822 ) . ( Team
Perumus, 1980 :40-41 )

Peninggalan Sejarah di Museum SMB II Palembang

Perang palembang juni 1821

Hampir 2 tahun mempersiapkan peoerangan,engan rencana yang sesempurna


mungkin baik strategi,taktik,logistik,jumlah pasukan maupun persenjataan. Kesultanan
palembang berusaha untuk memenangkan peperangan dengan belanda. Perang ini merupakan
perang laut terbesar di nusantara yang mengakibatkan keraton benteng kuto besak jatuh
ketangan belanda pada tahun 1821 masehi. Sultan mahmud badaruddin II diasingkan ke
ternate hingga akhir hayatnya.

Palembang Emas
Warna emas memang mendominasi perabotan ukir khas Palembang. Di bagian
belakang, pengunjung akan diajak untuk melihat beberapa perabotan yang diukir dengan
motif khusus (biasanya bunga teratai) yang kemudian dilapisi cat berwarna emas. Coba lihat
ukiran pelaminan untuk pengantin ini. Indah, bukan?

Bahkan hingga bantalnya pun menggunakan sarung yang dilapisi motif emas.
Begitupun lemari ukir yang berada di sisi kanan dan kiri pelaminan, juga menggunakan
warna emas. Tak heran, motto atau jargon Palembang Emas 2018 juga dipilih oleh
pemerintah sebagai memicu kesuksesan perhelatan Asian Games yang akan dilaksanakan
pada tahun tersebut

Kamar kesultanan.

Di samping pelaminan ada satu set perlengkapan tidur yang konon menggambarkan
kamar di zaman kesultanan Sriwijaya. Kamar yang meriah seperti ini juga masih digunakan
sebagai kamar pengantin. Terlihat kain jumputan (kain khas Palembang lainnya) digunakan
sebagai tabir di dinding belakang.
Kamar kesultana

Adat pernikahan di Palembang untuk di tangan dan kaki menggunakan pewarna yang
terbuat dari daun pacar. Daun pacar ini ditumbuk lalu ditempelkan di kuku tangan dan kaki.
Selain itu ada juga diperlihatkan peralatan menenun kain songket. Songket merupakan
kain khas asli Palembang dan harganya bisa sampai jutaan tergantung tingkat kerumitan dari
motif songket.

Beberapa peninggalan museum Sultan Mahmud badarudin II:


1. MERIAM

Meriam adalah salah satu jenis senjata api yang terbuat dari besi dan perunggu dengan
berbagai bentuk dan ukuran untuk menembak dari jarak jauh. Meriam ini digunakan pada
masa perang tahun 1821 oleh Sultan Mahmud Badarudin.

2. SENJATA TRADISIONAL
Senjata tradisional merupakan produk budaya yang lekat hubungannya dengan suatu
masyarakat. Selain digunakan untuk berlindung dari serangan musuh, senjata tradisional juga
digunakan dalam kegiatan berladang dan berburu pada masa lalu maupun sekarang. Lebih
dari fungsinya, senjata tradisional kini menjadi identitas suatu bangsa yang turut memperkaya

khazanah kebudayaan nusantara. Senjata-senjata tradisonal ini pernah di pakai pada masa
Kesultanan Palembang Darussalam untuk pertahanan diri dari serangan musuh.

3. NASKAH ULU

Naskah adalah segala macam dokumen buatan tangan manusia secara langsung, baik
ditulis maupun diketik, berbeda dari dokumen-dokumen yang dicetak dengan mesin atau
direproduksi dengan cara yang terotomasi atau tidak secara langsung menggunakan tangan
manusia. Naskah Ulu memuat tentang nasehat-nasehat dan aturan kehidupan bermasyarakat
yang di tulis dengan huruf Ulu atau Kaganga di perkirakan berasal dari abad 10 atau 11.
4. PETA MA HUAN

Peta adalah gambaran permukaan bumi pada bidang datar dengan skala tertentu
melalui suatu sistem proyeksi.sedangkan Ma Huan adalah seorang Tiongkok muslim yang
menulis Yingyai Shenglan, kronik perjalanan ekspedisi Cheng Ho pada abad ke-15, dia juga
anak buah

laksamana Cheng Ho. Ia tidak mengikuti seluruh ekspedisi hanya 3 dari 7 yang dilakukan
Cheng Ho hingga sampai ke nusantara,yang tampak dalam peta Dataran Cina,Laut Cina
Selatan,Pulau Bangka dan Palembang tetapi ia menulis banyak tempat yang juga tidak ia
kunjungi. Catatannya mencakup wilayah Indocina, Nusantara, Teluk Benggala, Persia,
Jazirah Arabia, sampai dengan pantai timur Afrika. Ma Huan juga sempat melaksanakan
ibadah haji dalam lawatannya ke Makkah. Dalam sejarah Indonesia, kronik Ma Huan sangat
berharga sebagai sumber informasi mengenai kehidupan sehari-hari di Sumatera dan Jawa
pada masa-masa akhir kejayaan Majapahit di Nusantara.

5. RUMAH LIMAS
Rumah Limas Palembang di luar istana Kesultanan Palembang Darussalam
merupakan tempat tinggal pejabat-pejabat Kesultanan Palembang Darussalam atau orang-
orang yang mampu membuatnya. Hal ini dikarenakan diperlukan biaya yang tidak sedikit
untuk membangun rumah Limas tersebut. Rumah Limas memiliki atap berbentu Joglo yang
terpotong, dengan badan rumah berdinding papan, serta mempunyai ukiran ukiran tertentu.
Terdapat pembagian ruangan yang telah ditentukan sesuai dengan kedudukan. Pada
umumnya keberadaan rumah Limas ini hampir musnah. Salah satu rumah Limas yang masih
berdiri hingga saat ini berada di lokasi Musium Bala Putra Dewa Km 6, Palembang yang
dipindah dari samping Benteng Kuto Besak / Keraton Kesultanan Palembang Darussalam /
Benteng Kuto Anyar / Besak Palembang. Akan tetapi terdapat beberapa bagian dari rumah
Limas tersebut yang tidak dipasang (rumah Limas yang lama dibangun empat tingkat).
Rumah Limas yang lain serta masih belum terlalu banyak perubahan adalah rumah
Limas yang terletak di Jln. Temon, 27 Ilir, Palembang.
6. PAKAIAN ADAT

Pakaian yang dipergunakan di lingkungan Kesultanan Palembang Darussalam


disesuaikan dengan tugas dan jabatan yang diberikan oleh Sultan Palembang Darussalam.
Dahulu orang akan merasa malu apabila memakai pakaian yang tidak sesuai dengan
tugas dan jabatannya karena budaya malu masih kuat. Namun pada saat ini, budaya malu
mulai luntur dan menghilang. Termasuk penggunaan Penggangon (alat, peralatan pakian
pengantin, perkawinan) tidak sembarang orang diperbolehkan untuk memakainya. Sekarang
sudah banyak yang asal pakai dan tidak mengetahui adat (tambeng).
Pakaian Kesultanan Palembang Darussalam bagian depan bermotif Rebung (Dasar
Hitam) dengan tanda sebagai berikut :
 Rebung Sembilan dipakai Sultan Palembang Darussalam
 Rebung Delapan dipakai Pangeran Ratu
 Rebung Tujuh dipakai Para Pangeran
 Rebung Lima dipakai Para Temenggung
 Rebung Tiga dipakai Para Rangga
7. KAIN SONGKET

Penenunan songket secara sejarah dikaitkan dengan kawasan permukiman dan


budaya Melayu, dan menurut sementara orang teknik ini diperkenalkan oleh pedagang India
atau Arab. Menurut hikayat rakyat Palembang, asal mula kain songket adalah dari
perdagangan zaman dahulu di antara Tiongkok dan India. Orang Tionghoa menyediakan
benang sutera sedangkan orang India menyumbang benang emas dan perak; maka, jadilah
songket.[ Kain songket ditenun pada alat tenun bingkai Melayu. Pola-pola rumit diciptakan
dengan memperkenalkan benang-benang emas atau perak ekstra dengan penggunaan sehelai
jarum leper. Tidak diketahui secara pasti dari manakah songket berasal, menurut
tradisi Kelantan teknik tenun seperti ini berasal dari utara, yakni kawasan Kamboja dan Siam
yang kemudian berkembang ke selatan di Pattani, dan akhirnya mencapai Kelantan dan
Terengganu sekitar tahun 1500-an. Industri kecil rumahan tenun songket kini masih bertahan
di pinggiran Kota Bahru dan Terengganu. Akan tetapi menurut penenun Terengganu, justru
para pedagang Indialah yang memperkenalkan teknik menenun ini pertama kali di Palembang
yang mungkin telah berlaku sejak zaman Sriwijaya (abad ke-7 sampai ke-11).
Menurut tradisi Indonesia sendiri, kain songket nan keemasan dikaitkan dengan
kegemilangan Sriwijaya, kemaharajaan niaga maritim nan makmur lagi kaya yang bersemi
pada abad ke-7 hingga ke-13 di Sumatera. Hal ini karena kenyataan bahwa pusat kerajinan
songket paling mahsyur di Indonesia adalah kota Palembang. Songket adalah kain mewah
yang aslinya memerlukan sejumlah emas asli untuk dijadikan benang emas, kemudian
ditenun tangan menjadi kain yang cantik. Secara sejarah tambang emas di Sumatera terletak
di Sumatera Selatan dan di pedalaman dataran tinggi Minangkabau. Meskipun benang emas
ditemukan di reruntuhan situs Sriwijaya di Sumatera, bersama dengan batu mirah
delima yang belum diasah, serta potongan lempeng emas, hingga kini belum ada bukti pasti
bahwa penenun lokal telah menggunakan benang emas seawal tahun 600-an hingga 700-an
masehi. Songket mungkin dikembangkan pada kurun waktu yang kemudian di Sumatera.
Songket Palembang merupakan songket terbaik di Indonesia baik diukur dari segi
kualitasnya, yang berjuluk "Ratu Segala Kain". Songket eksklusif memerlukan di antara satu
dan tiga bulan untuk menyelesaikannya, sedangkan songket biasa hanya memerlukan waktu
sekitar 3 hari. Mulanya kaum laki-laki menggunakan songket sebagai destar, tanjak atau ikat
kepala. Kemudian barulah kaum perempuan Melayu mulai memakai
songket sarung dengan baju kurung.
Dokumentasi mengenai asal usul songket masih tidak jelas, kemungkinan tenun
songket mencapai semenanjung Malaya melalui perkawinan atau persekutuan antar
bangsawan Melayu, karena songket yang berharga kerap kali dijadikan maskawin atau
hantaran dalam suatu perkawinan. Praktik seperti ini lazim dilakukan oleh negeri-negeri
Melayu untuk mengikat persekutuan strategis. Pusat kerajinan songket terletak di kerajaan
yang secara politik penting karena bahan pembuatannya yang mahal; benang emas sejatinya
memang terbuat dari lembaran emas murni asli.
Songket sebagai busana diraja juga disebutkan dalam naskah Abdullah bin Abdul Kadir pada
tahun 1849

8. MODEL PAKAIAN SULTAN

Busana ini sebenarnya berasal dari masa-masa kesultanan Palembang sekitar abad ke
16 sampai pertengahan abad ke 19, dan dikenakan oleh golongan keturunan raja-raja yang
disebut Priyai. Pakaian kebesaran untuk laki-laki dilengkapi dengan tanjak (tutup kepala)
yang terbuat dari kain batik atau kain tenunan. Tanjak dibedakan atas tanjak kepudang, tanjak
meler dan tanjak bela mumbang. Semuanya terbuat dari kain songket (kain tenunan
tradisional) Palembang.
Baju yang dikenakan disebut kebaya pendek, atau bisa juga mengenakan kebaya
landoong atau kelemkari yaitu kebaya panjang hingga di bawah lutut. Baju ini dibuat dari
kain yang ditenun dan disulam dengan benang emas maupun benang biasa yang berwarna,
atau dapat juga dicap dengan cairan emas perada (diperadan). Pada bagian dalam dikenakan
penutup dada yang disebut kutang, terbuat dari kain yang ditenun, disulam, maupun
diperadan. Tutup dada biasanya diberi hiasan permata.
Pakaian bagian bawah berupa celana panjang yang dinamakan celano belabas, yang
terbuat dari kain yang ditenun. Mulai dari bagian bawah lutut sampai ke arah mata kaki
disulam (diangkeen) dengan benang emas. Ada pula yang disulam dari bagian pinggul
sampai ke mata kaki dengan motif lajur. Jenis celana yang lain disebut dengan celano lok
cuan (celana pangsi; celana yang panjangnya sebatas lutut). Jenis celana ini tidak disulam
dengan benang emas, dan ukuran celananya lebih lebar.
Setelah celana panjang dikenakan selembar kain yang disebut sewet bumpak. Kain ini
dibuat dengan cara ditenun, ditaburi dengan bunga-bunga kecil dari benang emas, serta diberi
tumpal benang emas. Kemudian pada bagian bawah selebar lebih kurang 10 atau 12 cm.
diberi pinggiran benang emas.
Busana ini dilengkapi dengan ikat pinggang yang disebut badong, terbuat dari suasa,
perak, atau tembaga yang dilapisi emas. Pada bagian luarnya ditatah dengan abjad atau
angka-angka Arab, yang diyakini dapat membawa berkah dan keselamatan bagi pemakainya.
Badong yang terkenal disebut badong jadam, yang dianggap jenis yang paling istimewa
karena memiliki khasiat ampuh. Badong ini terbuat dari campuran berbagai bahan logam.
Pelengkap busana yang lain adalah keris. Sarung keris (pendok) terbuat dari emas,
suasa, atau perak dengan tatahan bermotif bunga. Ada juga yang diberi batu permata,
tergantung pada taraf ekonomi pemakainya. Keris ini diselipkan pada lambung sebelah kiri,
dan sarungnya tidak kelihatan karena ditutupi kain atau celana. Hanya seorang raja yang
boleh memakai keris dengan gagangnya menghadap keluar. Busana ini juga dilengkapi
dengan alas kaki jenis terompah.
Pakaian orang laki-laki (wong lanang) terdiri dari kain (sewet), baju (kelambi), tutup
kepala dengan jenisnya disebut tanjak, iket-iket atau kopiah (kopca), dan memakai alas kaki
yang disebut gamparan atau terompah. Selanjutnya busana ini dilengkapi dengan sejenis
senjata tajam, seperti keris, tumbak lado, badeek, rambi ayam, atau jembio. Kain (sewet)
biasanya ditenun sendiri atau dibeli dari pulau Jawa. Demikian juga baju (kelambi) biasa
ditenun sendiri, atau membeli bahan baju dari Jawa, Cina, India, atau Eropa. Laki-laki
Palembang gemar memakai baju jenis bela booloo, yang dibedakan atas tiga jenis yaitu:
memakai kancing (bemben), memakai kantong biasa, dan memakai kantong terawangan.
Tutup kepala juga dibuat sendiri dengan cara ditenun, dan diberi angkinan dari kain
batik yang didatangkan dari Gresik, Lasem, Indramayu, atau Betawi. Saat ini sudah jarang
orang yang memakai tanjak, sebagai gantinya dikenakan kopiah sebagai penutup kepala.
Untuk alas kaki yang berbentuk gamparan terbuat dari potongan kayu yang bermutu, seperti
kayu meranti payo atau ngerawan.
Sebagai pakaian sehari-hari, orang laki-laki umumnya mengenakan kain (sewet
sempol) dan baju beta booloo. Ada juga yang memakai seluar (celana) panjang atau celana
model pangsi (lok cuan). Pada umumnya mereka mengenakan tutup kepala, baik waktu
bepergian maupun ketika sedang di rumah, karena mereka menganggap tutup kepala lebih
penting dari baju. Jenis tutup kepala yang biasa dikenakan adalah kopiah (kopca). Pakaian
untuk di rumah tidak dilengkapi dengan alas kaki.
Busana untuk perempuan (wong betino) terdiri dari kain (sewet saroong), umumnya
batik Betawi atau yang dinamakan sewet mascot. Baju yang dikenakan disebut baju kooroong
(kurung) terbuat dari kain belacu. Baju kurung ini lazim dikenakan oleh perempuan yang
sudah tua, sedangkan perempuan muda memakai baju kebaya. Mereka juga mengenakan
selendang (kemben), yang dikenakan pada kepala, bahu, dada, dan dahi. Untuk ikat pinggang
dikenakan sejenis pending yang disebut badong atau angkin. Tetapi saat ini jenis ikat
pinggang tersebut sudah jarang dikenakan, sebagai penggantinya dipakai setagen (kain kecil
yang sangat panjang yang dikenakan melilit perut, berasal dari Jawa). Sedangkan sebagai alas
kaki dikenakan terompah dengan sulaman klingkan bagi perempuan yang sudah tua, dan
untuk orang muda mengenakan cenela atau selop tungkak tinggi (sandal bertumit tinggi).
Wanita yang sudah

menikah atau yang sudah tua lazim memakai selendang sebagai tutup kepala, yang disebut
koodoong (kerudung) kajang atau koodoong trendak. Namun sejak tahun 1942 koodoong
kajang sudah tidak pernah dipakai lagi, dan mengalami perubahan fungsi sebagai tudung saji
atau tutup makanan. Selendang tersebut biasanya diberi rumbai-rumbai (rumbe rumbe).

9. NASKAH KUNO

Bahasa menunjukkan bangsa, begitu kiranya ungkapan yang tepat untuk


menggambarkan kekayaan aksara yang dimiliki oleh masyarakat Sumatera Selatan. Hal ini
dapat dibuktikan dengan ditemukannya banyak peninggalan sejarah berupa naskah kuno dan
aksara yang berasal dari zaman Kerajaan Sriwijaya.
Di Palembang misalnya, banyak ditemukan naskah kuno yang beranekaragam, baik
dilihat dari jenisnya, bentuk aksara yang digunakan, hingga media yang digunakan untuk
menuliskan naskah tersebut. Aksara yang digunakan juga beranekaragam, seperti aksara
Jawi, Jawa, Arab, dan Ulu (Ka Ga Nga).
Sedangkan jika dilihat dari media yang digunakan, naskah kuno Palembang banyak
ditulis pada kulit daun pohon halim dan bambu. Isi naskah tersebut menceritakan banyak hal,
seperti tentang sejarah, matera-matera, cerita wayang, doa-doa, hingga pelajaran agama
Islam.
Sebagian naskah kuno Palembang dari masa lampau tersebut kini banyak tersimpan di
museum-museum Kota Palembang, sebagian lagi masih dimiliki oleh pribadi. Salah satu
naskah kuno Palembang yang ditemukan di Museum Balaputera Dewa adalah naskah Ulu
dengan media bambu.
Menurut penjelasan penjaga museum, bambu yang digunakan sebagai media
penulisan naskah adalah bambu betung atau yang bernama latin Dendrocalamus Asper.
Bambu ini diyakini sangat kuat, tegak, dan bisa mempunyai tinggi hingga mencapai 30 meter,
selain juga mempunyai ruas-ruas yang jelas.
Sebelum digunakan sebagai media penulisan naskah, bambu betung direndam di
dalam air terlebih dahulu dalam waktu yang lama, kemudian dijemur. Masyarakat Palembang
mengenal naskah kuno pada media bambu ini dengan sebutan gelumpai.
Salah satu gelumpai warisan masa lalu Palembang ada yang tersimpan dan menjadi
koleksi Museum Balaputera Dewa. Gelumpai tersebut menggunakan aksara Ka Ga Nga,
sedangkan teksnya berbentuk prosa dan mempunyai 17 baris. Dilihat dari isinya, gelumpai ini

menceritakan tentang petunjuk-petunjuk dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan


akhirat, selain juga terdapat peringatan bagi manusia agar tidak lupa diri.

10. SENJATA TRADISIONAL

 KERIS

Keris bukan hanya dikenal masyarakat Pulau Jawa. Beberapa daerah sub etnis Melayu
lainnya juga mengenal senjata jenis tikam ini dalam budayanya, termasuk masyarakat daerah
Sumatera Selatan.
Kendati memiliki bentuk yang sama, namun keris Sumatera Selatan memiliki ciri
khasnya sendiri. Jumlah luk atau lekukannya selalu berjumlah ganjil antara 7 sampai 13 luk
dengan sudut yang lebar. Itulah mengapa keris khas Sumatera Selatan cenderung lebih
panjang dan lancip.
Di masa silam, keris digunakan para pembesar, bangsawan, dan punggawa kerajaan
Sriwijaya sebagai sarana perlindungan diri. Namun, di masa kini ia lebih digunakan sebagai
aksesoris pakaian adat Sumatera Selatan bagi para pengantin pria.
 SKIN

Skin adalah senjata tradisional Sumatera Selatan yang diperkirakan berasal dari
akulturasi budaya lokal dengan budaya pedagang Tionghoa dan Asia Timur di masa silam.
Senjata ini tampak seperti Kerambit khas Sumatera Barat, namun ukurannya lebih kecil dan
memiliki 2 bilah tajam.
Skin adalah pisau tajam melengkung yang terbuat dari baja berkualitas. Pegangannya
terbuat dari kayu yang dibaut atau direkatkan pada bilah yang tidak tajam. Sementara di
ujung pegangan terdapat lubang yang digunakan untuk memudahkan penggunaan senjata ini
dengan jari.
Skin termasuk senjata yang digunakan dalam jarak dekat. Biasanya seseorang menggunakan
senjata ini hanya dalam keadaan terdesak. Berikut adalah kenampakan dari senjata khas
Palembang ini.

 KHUDOK

Bergeser ke arah hulu, tepatnya dalam budaya masyarakat Pagar Alam, kita akan
menemukan varian senjata tradisional Sumatera Selatan lainnya yang hingga kini masih
eksis. Senjata tersebut bernama khudok.
Khudok adalah sebilah pisau kecil yang bentuknya sama seperti badik Lampung.
Bilahnya ditempa dari bahan logam berkualitas, sementara gagang dan sarungnya dibuat dari
kayu jati. Khudok kerap dibawa para pria, terutama pria muda kemanapun pergi untuk
menjaga diri. Kebiasaan membawa khudok bagi para bujang hingga kini masih tetap ada
khususnya di budaya masyarakat Pagar Alam hulu.
11. ARCA AWALOKITESWARA

Arca ini ditemukan dihalaman belakang rumah bapak Baharudin Icoh, jalan pandawa
lemabang, Palembang pada awal tahun 1970-an. Pada saat ditemukan tangan kanan patah
terkena cangkul. Tampak Arca ini belum selesai dibuat karena belum memakai perhiasan.

Arca Awalokiteswara ini aslinya terbuat dari batuan andesit disimpan di Museum
Nasional). Arca ini dalama posisi berdiri diatas asana tetapi sudah hilang, dan jari-jari lurus
kedepan, mempunyai empat buah tangan tetapi tiga diantaranya telah patah, yang tersisa
hanya tangan kiri belakang membawa sesuatu yang tidak jelas. Menggunakan jubah dibawah
pusat sampai di atas mata kaki dan dibagian tengah kakinya diwaru. Rambut ikal keriting,
panjangnya sebatas tengkuk, sebagian terurai diatas bahu. Mata setengah tertutup (inlook),
hidung mancung, mulut seolah tersenyum dan lubang telinga panjang. Perhiasan terdiri
upawita lebar yang dibentuk pita diatas bahunya. Ikat perut dengan gasper juga berbentuk
pita.

Mahkota yang dikenakan diikat dikepala belakang dan pada mahkota tersebut terdapat
arca amithaba (sebagai bapak rohani atau dewa pelindung) dalam posisi duduk diatas
padmasana terdapat direlung kecil diisi depan mahkota, pada bagian belakang punggung arca
awalokiteswara terdapat sebaris prasasti pendek yang menggunakan bahasa sansekerta
denagn huruf palawa jawa kuno berbunyi : …….ACCARYYA……… dan seterusnya. Arca
awalokiteswara ini diduga berasal dari sekitar abad ke-9 masehi
12. PRASASTI TALANG TUO

Prasasti Talang Tuo ditemukan oleh Louis Constant Westenenk (Residen


Palembang) pada tanggal 17 November 1920 di kaki Bukit Seguntang / Bukit Siguntang dan
dikenal sebagai salah satu peninggalan Kerajaan Sriwijaya. Keadaan fisiknya masih baik
dengan bidang datar yang ditulisi berukuran 50 cm × 80 cm. Prasasti ini berangka tahun 606
Saka (23 Maret 684 Masehi), ditulis dalam Aksara Pallawa, Berbahasa Melayu Kuno, dan
terdiri dari 14 baris. Dalam prasasti ini menyebutkan Sri Baginda Srijayanasa membuat
taman yang dinamai Sriksetra untuk mensejahterakan rakyat. Sarjana pertama yang berhasil
membaca dan mengalihaksarakan prasasti tersebut adalah van Ronkel dan Bosch, yang
dimuat dalam Acta Orientalia. Sejak tahun 1920 prasasti tersebut disimpan di Museum
Nasional Indonesia di Jakarta dengan nomor inventaris D.145.p

NILAI-NILAI NASIONALISME YANG TERKANDUNG DALAM BARANG BARANG


PENINGGALAN SEJARAH PADA MUSEUM SULTAN MAHMUD BADARUDIN
1. Mengembangkan rasa cinta tanah air dan bangsa
2. Menjaga dan melindungi negara dari bentuk ancaman baik dari dalam maupun luar negeri
3. Menyaring masuknya budaya luar yang tidak sesuai dengan karakter bangsa
4. Menciptakan suatu karya seni yang menjunjung tinggi rasa nasionalisme
TIKET MUSEUM
FOTO KUNJUNGAN KE MUSEUM

Anda mungkin juga menyukai