TINJAUAN PUSTAKA
• Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat menghambat fungsi
leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah, makanan, sekresi gaster).
Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja setelah eksisi
tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi tindakan ini dianjurkan
bila keadaan umum kurang baik, penderita usia lanjut, dan terdapat peritonitis purulenta.
Bila keadaan memungkinkan, tambahan tindakan vagotomi dan antrektomi dianjurkan
untuk mencegah kekambuhan perforasi gaster.
Gambaran patologis dan klinis konsisten dengan overdistensi mekanik daripada iskemia
sebagai penyebab perforasi. Tanda dan gejala perforasi gaster biasanya mereka dengan
gejala akut abdomen disertai sepsis dan gagal napas. Pemeriksaan abdominal adanya
distensi abdominal yang signifikan. Vomitus adalah gejala yang tidak konsisten.
2. Intra Anestesi
Pengkajian Intra Anestesi dilakukan sejak pasien. Pengkajian Intra anestesi meliputi :
a. Persiapan pasien, alat anestesi dan obat-obat anestesi.
b. Pelaksanaan anestesi
c. Monitoring respon dan hemodinamik pasien yang kontinu setiap 5 menit sampai 10
menit.
Analisa Data
Data yang telah di analisa digunakan untuk menentukan diagnosa keperawatan, tujuan,
perencanaan/implementasi dan evaluasi intra anestesi.
Diagnosa, Tujuan, Perencanaan/implementasi dan Evaluasi intra anestesi
a. Dx : Pola napas tidak efektif b/d disfungsi neuromuscular dampak sekunder dari obat
pelumpuh otot pernapasan dan obat general anestesi.
Tujan : Pola napas pasien menadi efektif/normal.
Kriteria hasil :
Frekuensi napas normal.
Irama napas sesuai yang diharapkan.
Ekspansi dada simetris.
Jalan napas pasien lancar tidak didapatkan adanya sumbatan.
Tidak menggunakan obat tambahan.
Tidak terjadi sianosis, saturai O2 96-100%.
Rencana tindakan:
Bersihkan secret pada jalan napas.
Jaga patensi jalan napas.
Pasang dan beri suplai oksigen yang adekuat.
Monitor perfusi jaringan perifer.
Monitor ritme, irama dan usaha respirasi.
Monitor pola napas dan tanda-tanda hipoventiasi.
Evaluasi :
Pola napas efektif dan tidak ada tanda-tanda sianosis.
Napas spontan, irama dan ritme teratur.
b. Dx : Resiko aspirasi b/d penurunan tingkat kesadaran
Tidak akan terjadi aspirasi
Kriteria hasil :
Pasien mampu menelan.
Bunyi paru bersih.
Tonus otot yang adekuat.
Rencana tindakan:
Atur posisi pasien.
Pantau tanda-tanda aspirasi
Pantau tingkat kesadaran : reflek batuk, reflek muntah, kemampuan menelan.
Pantau bersihan jalan napas dan status paru.
Kolaborasi dengan dokter.
Evaluasi :
Tidak ada muntah.
Mampu menelan.
Napas normal tidak ada suara paru tambahan.
c. Dx : Resiko kecelakaan cedera b/d efek anestesi umum.
Tujuan : Pasien aman selama dan setelah pembedahan.
Kriteria hasil :
Selama operasi pasien tidak bangun/tenang.
Pasien sadar setelah anestesi selesai.
Kemampuan untuk melakukan gerakan yang bertujuan.
Kemampuan untuk bergerak atau berkomunikasi.
Pasien aman tidak jatuh
Rencana tindakan:
Atur posisi pasien, tingkatkan keamanan bila perlu gunakan tali pengikat.
Jaga posisi pasien imobile.
Atur tmeja operasi atau tubuh pasien untuk meningkatkan fungsi fisiologis dan
psikologis.
Cegah resiko injuri jatuh.
Pasang pengaman tempat tidur ketika melakukan transportasi pasien.
Pantau penggunaan obat anestesi dan efek yang timbul.
Evaluasi :
Pasien aman selama dan setelah pembiusan.
Pasien nyaman selama pembiusan, tanda-tanda vital stabil.
Pasien aman tidak jatuh.
Skor aldert pasien ≥ 9 untuk bisa dipindahkan ke ruang rawat.
3. Post Anestesi
Pengkajian Post Anestesi dilakukan sejak pasien selesai dilakukan tindakan pembedahan
dan pasien akan dipindahkan ke ruang pemulihan. Pengkajian Post anestesi meliputi :
a. Keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital.
b. Status respirasi dan bersihan jalan napas.
c. Penilaian pasien dengan skala Aldert (untuk anestesi general) dan skala Bromage
(untuk anestesi regional)
d. Instruksi post operasi.
Analisa Data
Data yang telah di analisa digunakan untuk menentukan diagnosa keperawatan, tujuan,
perencanaan/implementasi dan evaluasi intra anestesi.
Diagnosa, Tujuan, Perencanaan dan Evaluasi Post Anestesi
a) Dx : Gangguan rasa nyaman mual muntah b/d pengaruh sekunder obat anestesi
Tujuan : Mual muntah berkurang.
Kriteria hasil :
Pasien menyatakan mual berkurang.
Pasien tidak muntah.
Pasien menyatakan bebas dari mual dan pusing.
Hemodinamik stabil dan akral kulit hangat.
Rencana tindakan:
Atur posisi pasien dan tingkatkan keseimbangan cairan.
Pantau tanda vital dan gejala mual muntah.
Pantau turgor kulit.
Pantau masukan dan keluaran cairan.
Kolaborasi dengan dokter.
Evaluasi :
Perasaan pasien lega, tidak pusing dan terbebas dari rasa mual.
Akral kulit hangat tidak pucat/sianosis.
Nadi teratur dan kuat
Status hemodinamik stabil.
b) Dx: Nyeri akut b/d agen cidera fisik (operasi)
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
a) Pasien menyatakan nyeri berkurang atau hilang.
b) Pasien mampu istirahat.
c) Ekspresi wajah tenang dan nyaman.
Rencana tindakan:
Kaji drajat, lokasi, durasi, frekuensi dan karakteristik nyeri.
Gunakan tehnik komunikasi terapeutik.
Ajarkan tehnik relaksasi.
Kolaborasi dengan dokter.
Evaluasi :
Rasa nyeri berkurang atau hilang.
Hemodinamik normal.
Pasien bisa istirahat dan ekspresi wajah tenang.
d) Dx : Bersihan jalan napas tidak efektif b/d mukus banyak, sekresi tertahan efek dari
general anestesi.
Tujuan : bersihan jalan napas pasien efektif.
Kriteria hasil :
Pola napas normal : frekuensi dan kedalaman, irama.
Suara napas bersih.
Tidak sianosis.
Rencana tindakan:
Atur posisi pasien.
Pantau tanda-tanda ketidak efektifan dan pola napas.
Ajarkan dan anjurkan batuk efektif.
Pantau respirasi dan status oksigenasi.
Buka jalan napas dan bersihkan sekresi.
Beri oksigenasi dan ajarkan napas dalam.
Auskultasi suara napas dan pantau status oksigenasi dan hemodinamik.
Evaluasi :
Jalan napas efektif.
Napas pasien spontan dan teratur.
Tidak ada tanda-tanda sianosis.
Status hemodinamik pasien stabil.