Disusun oleh :
Devi Kumala S P07120214004
Luthfa Nadia P07120214018
Sera Puji A P07120214032
Disusun oleh :
Devi Kumala S P07120214004
Luthfa Nadia P07120214018
Sera Puji A P07120214032
Mengetahui
Pembimbing Lapangan Pembimbing Akademik
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
Sumber : Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardi.2013. Aplikasi NANDA NIC-NOC 2013. Yogyakarta : Mediaction
6. Teknik penatalaksanaan
a. Bedah Caesar Klasik/ Corporal.
1) Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus
uteri diatas segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting sampai
sepanjang kurang lebih 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari
operator.
2) Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan
meluncurkan kepala janin keluar melalui irisan tersebut.
3) Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem (dua tempat) dan dipotong
diantara kedua klem tersebut.
4) Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
5) Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
a) Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan
menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
b) Lapisan II
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal
(lambert) dengan benang yang sama.
c) Lapisan III
Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit secara
jelujur menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
- Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa
darah dan air ketuban
- Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
b. Bedah Caesar Transperitoneal Profunda
1) Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang,
kemudian secar tumpul disisihkan kearah bawah dan samping.
2) Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang lebih
1 cm dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian diperlebar dengan
gunting sampai kurang lebih sepanjang 12 cm saat menggunting lindungi
janin dengan dua jari operator.
3) Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan
dengan cara meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.
4) Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
5) Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem (dua tempat) dan
dipotong diantara kedua klem tersebut.
6) Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
7) Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
a) Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan
menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
b) Lapisan II
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal
(lambert) dengan benang yang sama.
c) Lapisan III
Peritoneum plika vesikouterina dijahit secara jelujur menggunakan
benang plain catgut no.1 dan 2
- Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa
darah dan air ketuban
- Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
c. Bedah Caesar Ekstraperitoneal
1) Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum kemudia
digeser kekranial agar terbebas dari dinding cranial vesika urinaria.
2) Segmen bawah rahim diiris melintang seperti pada bedah Caesar
transperitoneal profunda demikian juga cara menutupnya.
d. Histerektomi Caersaria (Caesarea Hysterectomy)
1) Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal demikian
juga cara melahirkan janinnya.
2) Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan menggunakan
klem secukupnya.
3) Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.
4) Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem (2) pada
tepi segmen bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas kedua klem
tersebut.
5) Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama. Perdarahan pada
tunggul serviks uteri diatasi.
6) Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan benang sutera
no. 2.
7) Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan ( menggunakan chromic catgut
(no.1 atau 2) dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.
8) Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul serviks
uteri.
9) Dilakukan reperitonealisasi serta eksplorasi daerah panggul dan visera
abdominis.
10) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram (EEG)
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak
jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
d. Pemindaian positron emission tomography (PET)
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.\
e. Uji laboratorium
1) Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap: mengevaluasi trombosit dan hematocrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
5) AGD
6) Kadar kalsium darah
7) Kadar natrium darah
8) Kadar magnesium darah
8. Komplikasi
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
a. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi
menjadi:
1) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
2) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut
sedikit kembung
3) Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
b. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-
cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru
yang sangat jarang terjadi.
d. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya
bisa terjadi ruptur uteri.Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal
9. Penatalaksanaan
Penatalakanaan yang diberikan pada pasien Post SC diantaranya:
a. Penatalaksanaan secara medis
1) Analgesik diberikan setiap 3 – 4 jam atau bila diperlukan seperti Asam
Mefenamat, Ketorolak, Tramadol.
2) Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan partum yang hebat.
3) Pemberian antibiotik seperti Cefotaxim, Ceftriaxon dan lain-lain. Walaupun
pemberian antibiotika sesudah Sectio Caesaria efektif dapat dipersoalkan,
namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
4) Pemberian cairan parenteral seperti Ringer Laktat dan NaCl.
b. Penatalaksanaan secara keperawatan
1) Periksa dan catat tanda – tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan
30 menit pada 4 jam kemudian.
2) Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat
3) Mobilisasi
Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat tidur
dengan dibantu paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua penderita sudah dapat
berjalan ke kamar mandi dengan bantuan.
4) Pemulangan
Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari
kelima setelah operasi
C. Asuhan Keperawatan Peri Anestesi
Asuhan Keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan praktik keperawatan
yang diberikan secara langsung kepada klien/pasien di berbagai tatanan pelayanan
kesehatan. Dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah keperawatan sebagai suatu profesi
yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat humanistik dan berdasarkan pada
kebutuhan objektif klien untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
1. Pre Anestesi
a. Pengkajian Pre Anestesi dilakukan sejak pasien dinyatakan akan dilakukan
tindakan pembedahan baik elektif maupun emergensi. Pengkajian pre anestesi
meliputi :
1) Identitas pasien
2) Riwayat kesehatan pasien dan riwayat alergi
3) Pemeriksaan fisik pasien meliputi : Tanda-tanda vital pasien, pemeriksaan
sistem pernapasan (breathing), sistem kardiovaskuler (bleeding),sistem
persyarafan (brain), sistem perkemihan dan eliminasi (bowel), sistem tulang,
otot dan integument (bone).
4) Pemeriksaan penunjang berupa laboratorium, rontgen, CT-scan, USG, dll.
5) Kelengkapan berkas informed consent.
b. Analisa Data
Data hasil pengkajian dikumpulkan dan dianalisa sehingga dapat menilai
klasifikasi ASA pasien. Data yang telah di analisa digunakan untuk menentukan
diagnosa keperawatan, tujuan, perencanaan/implementasi dan evaluasi pre
anestesi.
c. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan/implementasi dan Evaluasi Pre Anestesi
1) Dx : Cemas b/d kurang pengetahuan masalah pembiusan
Tujuan : Cemas berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
Pasien menyatakan tahu tentang proses kerja obat anestesi/pembiusan.
Pasien menyatakan siap dilakukan pembiusan.
Pasien mengkomunikasikan perasaan negatif secara tepat.
Pasien taampak tenang dan kooperatif.
Tanda-tanda vital normal.
Rencana tindakan :
Kaji tingkat kecemasan.
Orientasikan dengan tim anestesi/kamar operasi.
Jelaskan jenis prosedur tindakan anestesi yang akan dilakukan.
Beri dorongan pasien untuk mengungkapkan perasaan.
Dampingi pasien untuk mengurangi rasa cemas.
Ajarkan tehnik relaksasi napas dalam.
Kolaborasi untuk memberikan obat penenang.
Evaluasi :
Pasien mengatakan paham akan tindakan pembiusan atau anestesi.
Pasien mengatakan siap dilakukan prosedur anestesi dan operasi.
Pasien lebih tenang.
Ekspresi wajah cerah.
Pasien kooperatif ditandai tanda-tanda vital dalam batas normal.
Adriaansz, G. dan Hanafiah, T.M., 2010. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi 4.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed 8 Vol 2. Jakarta:
EGC
Gwinnutt, Carl L. (2011). Catatan Kuliah Anestesi Klinis Ed 3. Jakarta: EGC
Latief, Said A., Suryadi, Kartini A., Dachlan, M Ruswan. (2010). Petunjuk Praktis
Anestesiologi 5th. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UI
Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Morgan, G Edward., Mikhail, Maged S., Murray, Michael J. (2006). Clinical Anesthesiology.
4th ed. USA: McGraw-Hill
Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardi.2013. Aplikasi NANDA NIC-NOC 2013. Yogyakarta
: Mediaction
Prawirohardjo, Sarwono (2005). Ilmu kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo
Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka