Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KELOMPOK

MODUL 1
“GUSI BERDARAH”
Diajukan oleh :
Kelompok V
Nur Putri Syauqiyah Al Maidin (J011171340)
Ainun Miftahul Fair (J011171341)
Rini Kartini Kadir (J011171342)
Nadya Aura Amalia (J011171343)
Nurul Fatiha Thulfaida (J011171344)
WD Hikmah Noor Shafar Nafiu (J011171501)
Rahma Sahara (J011171502)
Sultan Iskandar Majid (J011171503)
Ade Suriyanti Nurdin Latif (J011171505)
Muhammad Ihsan (J011171506)
Firda Nirhang (J011171507)
Meutia Alysha Fauziah Nusaly (J011171508)
Megatriani Matandung (J011171509)
Alya Hilda Saifuddin (J011171510)
Kenrico John (J011171511)
Michelle Liemdier (J011171512)
Ahmad Rafiesa Guna (J011171513)
Muhammad Zulfikar Akbar Pattisausiwa (J011171514)

Tutor: Dr. Drg. Asdar Gani, MKes

Blok 14 – Penyakit Periodontal

UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

limpahan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah kelompok. Tidak lupa pula penulis mengucapkan banyak terima kasih

atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah

kelompok ini.

2
Kegiatan tulis-menulis seperti penulisan tugas ini tentunya banyak

rintangan yang dilalui, mulai dari pemilihan referensi/sumber, pengumpulan data,

dan penyusunan tugas, penulis mengalami hambatan. Namun, berkat rahmat

Tuhan Yang Maha Esa, bantuan, bimbingan, serta petunjuk yang sangat berharga

dari berbagai pihak, baik berupa bantuan moril maupun materil sehigga dapat

diselesaikan walaupun dalam bentuk yang sederhana.

Terlepas dari semua itu, kami selaku penulis menyadari sepenuhnya bahwa

masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya,

maka dari itu segala masukan dan kritik sangat diharapkan oleh penulis untuk

dapat memperbaiki kesalahan yang ada.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi para pembaca serta serta membuahkan manfaat bagi penulis,

pembaca, serta pihak lainnya. Aamiin..

Makassar, 15 Maret 2019

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL...........................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB 1. PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................2
1.3 Tujuan.......................................................................................................2

3
BAB 2. PEMBAHASAN........................................................................................4
2.1 Cara Menghitung OHI-S dan BOP........................................................4
2.2 Deskripsi OHI-S dan BOP .....................................................................5
2.3 Pemeriksaan Klinis..................................................................................5
2.4 Gambaran Radiografi Kasus Pada Skenario......................................11
2.5 Diagnosis ................................................................................................11
2.6 Diagnosis Banding..................................................................................11
2.7 Gejala dan Tanda Klinis Gingivitis......................................................12
2.8 Etiologi Gingivitis..................................................................................13
2.9 Patomekanisme Gingivitis.....................................................................13
2.10 Hubungan Gusi Berdarah dan Bau Mulut .........................................15
2.11 Faktor Predisposisi Gingivitis...............................................................17
2.12 Pencegahan dan Perawatan Kasus pada Skenario.............................18
BAB 3. PENUTUP...............................................................................................19
3.1 Kesimpulan ............................................................................................19
3.2 Saran.......................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................20

4
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehidupan manusia, gigi dan mulut merupakan investasi bagi kesehatan


sepanjang hidup. Gigi berperan pada proses pengunyahan, berbicara dan
penampilan. Berbagai penyakit maupun kelainan gigi dan mulut dapat
memengaruhi berbagai fungsi rongga mulut.Kesehatan gigi dan mulut adalah
sangat penting karena gigi dan gingiva yang rusak dan tidak dirawat akan
menyebabkan rasa sakit, gangguan pengunyahan dan dapat mengganggu
kesehatan tubuh lainnya. Mulut merupakan suatu tempat yang sangat ideal bagi
perkembangan bakteri. Bila tidak dibersihkan dengan sempurna, sisa makanan
yang terselip bersama bakteri akan bertambah banyak dan membentuk koloni
yang disebut plak, yaitu lapisan film tipis, lengket dan tidak berwarna. Plak
merupakan tempat pertumbuhan ideal bagi bakteri yang dapat memproduksi asam.
Jka tidak disingkirkan dengan melakukan penyikatan gigi, asam tersebut akhirnya
akan menghancurkan email gigi dan akhirnya menyebabkan gigi berlubang.
Menjaga kebersihan mulut merupakan hal yang harus diperhatikan dalam
kehidupan sehari hari guna mencegah penumpukan plak pada gigi yang dapat
berkembang menjadi karang gigi atau kalkulus. Penumpukan kalkulus dapat
menimbulkan berbagai penyakit pada rongga mulut salah satunya yaitu gingivitis.
Gingivitis merupakan reaksi inflamasi dari gingiva yang disebabkan oleh
akumulasi biofilm pada plak di sekitar margin gingiva dan respon peradangan
terhadap bakteri. Peradangan gingivitis yang dibiarkan akan memperparah serta
dapat berkembang menajdi penyakit periodontal. Oleh karena itu pada makalah
kali ini akan dibahas mengenai, etiology, gejala, gambaran klinis hingga
perawatan serta pencegahan dari gingivitis.

1
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang di atas, rumusan masalah makalah ini

adalah

1. Bagaimana cara menghitung indeks OHIS-S dan BOP?

2. Bagaimana deskripsi OHI-s dan BOP pada scenario?

3. Pemeriksaan apa yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis?

4. Bagaimana gambaran radiografi dari ksus pada scenario?

5. Apa diagnosis kasus pada scenario?

6. Apa diagnosis banding kasus pada scenario?

7. Apa tanda dan gejala klinis dari kasus/penyakit pada scenario?

8. Apa etiologi kasus pada scenario?

9. Bagaimana patomekanisme dari peyakit pada scenario?

10. Apa hubungan gusi berdarah dan bau mulut?

11. Apa saja faktor predisposisi pada scenario?

12. Bagaimana pencegahan dan perawatan kasus pada scenario?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:

1. Mengetahui cara menghitung indeks OHIS-S dan BOP

2
2. Mengetahui deskripsi OHI-s dan BOP pada scenario

3. Mengetahui apa yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis

4. Mengetahui gambaran radiografi dari ksus pada scenario

5. Mengetahui diagnosis kasus pada scenario

6. Mengetahui diagnosis banding kasus pada scenario

7. Mengetahui tanda dan gejala klinis dari kasus/penyakit pada scenario

8. Mengetahui etiologi kasus pada scenario

9. Mengetahui patomekanisme dari peyakit pada scenario

10. Mengetahui hubungan gusi berdarah dan bau mulut

11. Mengetahui faktor predisposisi pada scenario

12. Mengetahui pencegahan dan perawatan kasus pada scenario

3
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Cara Menghitung OHI-S dan BOP

a. Oral Hygiene Index – Simplified (OHI-S)1


Dalam menilai OHI-S, pertama yang harus dilakukan ialah
menyeleksi gigi yang akan digunakan untuk mengukur oral hygiene
indexnya. Adapun gigi yang akan diperiksa adalah:
Rahang atas
1) Gigi 16: permukaan bukal
2) Gigi 11: permukaan labial
3) Gigi 26: permukaan bukal
Rahang bawah
1) Gigi 46: permukaan lingual
2) Gigi 31: permukaan labial
3) Gigi 36: permukaan lingual

SCORING CRITERIA (DEBRIS)


Skor Kriteria
0 Tidak ada debris atau stain
1 Soft debris menutupi (tidak lebih dari) 1/3 dari permukaan gigi
yang diperiksa atau adanya stain ekstrinsik tanpa memperhatikan
debris dari area permukaan yang ditutupi
2 Soft debris menutupi lebih dari 1/3, tapi tidak lebih dari 2/3 gigi
yang terekspos
3 Soft debris menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi yang terekspos

SCORING CRITERIA (CALCULUS)


Skor Kriteria
0 Tidak ada kalkulus
1 Kalkulus supragingiva menutupi (tidak lebih dari) 1/3 dari
permukaan gigi yang diperiksa atau adanya stain ekstrinsik tanpa
memperhatikan debris dari area permukaan yang ditutupi
2 Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3, tapi tidak lebih dari
2/3 gigi yang terekspos dan/atau adanya flek individual dari
kalkulus subgingival mengelilingi bagian servikal gigi
3 Kalkulus supragingival menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi
yang terekspos atau lanjutan “heavy band” dari kalkulus subgingiva
yang mengelilingi bagian servikal gigi

4
total score kalkulus
Kalkulus index (CI) =
jumlah gigi yang diperiksa

total score debris


Debris index (DI) =
jumlah gigi yang diperiksa

INTERPRETASI
Berikut scoring criteria CI dan DI:
0,0 – 0,6 : oral hygiene baik
0,7 – 1,8 : oral hygiene sedang
1,9 – 3,0 : oral hygiene buruk

Scoring Criteria OHI-S:


0,0 – 1,2 : oral hygiene baik
1,3 – 3,0 : oral hygiene sedang
3,1 – 6,0 : oral hygiene buruk

b. Bleeding on probing (BOP)2


Perdarahan saat probing dapat dilakukan dengan menggunakan
papillary bleeding index (PBI). Berikut scoring criteria:
0 – tidak terjadi perdarahan
1 – tampak titik perdarahan
2 – tampak titik perdarahan terisolasi atau berupa garis tunggal
3 – tampak segitiga interdental terisi dengan darah segera setelah diprobing
4 – terjadi perdarahan yang berlebih setelah diprobing, darah mengalir
segera ke dalam sulkus margin
2.2 Deskripsi OHI-S dan BOP

Pada skenario, diketahui bahwa nilai OHI-S: 3,2 dan nilai BOP: 2.
Maka, oral hygiene index simplified pasien masuk pada kriteria penilaian
buruk (poor) karena nilai berada diantara 3,1 - 6,0. Adapun BOP pasien dapa
kasus ini berada pada grade II (garis/titik) sehingga pada pasien ditemukan
berupa garis darah atau beberapa titik darah yang terlihat pada margin
gingiva.
2.3 Pemeriksaan Klinis
Penegakan diagnosa dan rencana perawatan merupakan hal yang

sangat penting dilakukan oleh dokter gigi karena hal tersebut akan

memepengaruhi ketepatan dan keberhasilan perawatan yang dilakukan

5
terhadap pasien. Dalam menegakkan diagnosis dan membuat rencana

perawatan, dokter gigi dapat melakukan hal-hal berikut.3

1. Kunjungan pertama

Pada saat kunjungan pertama ini, seorang dokter gigi perlu menilai
beberapa hal seperti: 3

a. Penilaian pasien secara keseluruhan

Seorang operator harus mencoba menilai pasien secara keseluruhan.


Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah status mental dan emosional
pasien, tabiat, sikap, dan umur fisiologi.

b. Riwayat sistemik

Suatu riwayat sistemik akan menolong operator dalam hal :

1) Diagnosis manifestasi oral dari penyakit sistemik

2) Penemuan kindisi sistemik yang membutuhkan suatu tindakan


pencegahan dan modifikasi dalam perawatannya.

Suatu riwayat sistemik harus mengacu pada hal-hal sebagai berikut:


a) Apakah pasien sedang dalam perawatan dokter, jika iya, tanyakan
asal, durasi penyakit serta terapinya. Penyidikan dapat dilakukan
berdasarkan dosis dan durasi terapi dengan antikoagulan dan
kortikosteroid.

b) Riwayat rheumatic fever, rheumatic atau penyakit jantung konginetal,


hipertensi, angina pectoris, myocardial infarcation, nefritis, penyakit
ginjal, diabetes, dan/atau pingasan.

c) Kecenderungan perdarahan yang abnormal seperti hidung yang


berdarah, perdarahan yang lama pada luka kecil, ecchymosis spontan,

6
kecenderungan terhadap memar yang berlebihan, dan perdarahan
menstruasi yang berlebihan.

d) Penyakit infeksi, termasuk berkontak dengan penyakit infeksi di


rumah atau di kantor, atau baru saja mendapat rontgen di bagian dada.

e) Kemungkinan memiliki penyakit akibat pekerjaannya.

f) Riwayat alergi, termasuk hay fever, asma, sensitif terhadap makanan,


atau sensitif terhadap obat misalnya aspirin, codeine, barbiturat,
sulfonamide, antibiotik, prokain, dan laxatives atau terhadap bahan
dental seperti eugenol atau resin akrilik.

g) Informasi onset pubertas dan menopause dan mengenai kelainan


menstrual Atau hysterectomy, kehamilan, atau keguguran.

c. Riwayat kesehatan gigi

Pada saat pengumpulan riwayat kesehatan gigi, harus ditanyakan pula


keluhan utama pasien. Gejala pasien dengan penyakit gingival dan
periodontal berhubungan dengan perdarahan pada gusi, spacing pada gigi
yang sebelumnya tidak ada, bau mulut, dan rasa gatal pada gusi yang
dapat berkurang melalui pencungkilan dengan tusuk gigi. Selain itu juga
terdapat rasa nyeri dengan variasi tipe dan durasi, misalnya konstan,
tumpul, gnawing pain, rasa nyeri yang tumpul setelah makan, rasa nyeri
yang dalam rahang, rasa nyeri akut, sensitif ketika mengunyah, sensitif
terhadap panas dan dingin, sensasi terbakar pada gusi, dan sensitif
terhadap udara yang dihirup.
Riwayat dental harus meliputi acuan seperti:

1) Kunjungan ke dokter gigi meliputi frekuensi, tanggal terakhir


kunjungan, dan perawatannya. Profilaksis oral atau “pembersih” oleh
dokter gigi, frekuensi dan tanggal terakhir dibersihkan.

2) Menyikat gigi: frekuensi, sebelum atau sesudah makan, metode, tipe


sikat gigi dan pasta, serta interval waktu digantinya sikat gigi.

3) Perawatan ortodontik : durasi dan perkiraan waktu selesai.

7
4) Rasa nyeri di gusi : cara rasa nyeri terpancing, asal dan durasinya, dan
cara menghilangkan rasa nyeri tersebut.

5) Gusi berdarah : kapan pertama kali diketahui, terjadi spontan atau


tidak, terjadi saat sikat gigi atau saat makan, terjadi pada malam hari
atau pada periode yang teratur, apakah gusi berdarah berhubungan
dengan periode menstruasi atau faktor spesifik, durasi perdarahan dan
cara menghentikannya.

6) Bau mulut dan daerah impaksi makanan.

7) Kegoyahan gigi: apakah terasa hilang atau tidak nyaman pada gigi?
Apakah terdapat kesulitan pada saat mengunyah?

8) Riwayat masalah gusi sebelumnya.

9) Kebiasaan : grinding teeth atau clenching teeth pada malam hari atau
setiap waktu. Apakah otot gigi terasa sakit pada saat pagi hari?
Kebiasaan lainnya seperti merokok, menggigit kuku, dan menggigit
benda asing.

d. Survey radiografi intraoral

Survey radiografi minimum terdiri dari 14 film intraoral dan 4


bitewing posterior. Survey lengkung gigi dan struktur sekitarnya dapat
dilihat dengan mudah melalui radiografi panoramik. Radiografi
panoramik menyediakan gambar radiografi keseluruhan yang informatif
untuk melihat distribusi dan keparahan kerusakan tulang pada penyakit
periodontal, namun film intraoral yang lengkap dibutuhkan untuk
diagnosis periodontal dan rencana perawatan.

e. Cetakan rahang

Cetakan rahang berguna sebagai bantuan visual dalam diskusi dengan


pasien dan berguna untuk perbandingan antara sebelum dan sesudah
perawatan maupun untuk acuan pada kunjungan check-up.

f. Foto klinis

8
Foto tidaklah begitu penting, namun foto berguna untuk merekam
tampilan jaringan sebelum dan setelah perawatan.

g. Peninjauan kembali pemeriksaan awal

2. Kunjungan kedua

Pemeriksaan rongga mulut meliputi oral hygiene, bau mulut, pemeriksaan


rongga mulut, dan pemeriksaan kelenjar getah bening.3

a. Oral hygiene

Oral hygiene atau kebersihan rongga mulut dinilai dari tingkat


akumulasi debris makanan, plak, material alba, dan stain permukaan gigi.
Pemeriksaan jumlah kulitatif plak dapat membantu menegakkan
diagnosis.

b. Bau Mulut

Halitosis atau fetor ex ore atau fetor oris, adalah bau aroma menyengat
yang berasal dari rongga mulut. Adanya halitosis dapat membantu dalam
menegakkan diagnosa. Halitosis berhubungan dengan penyakit-penyakit
tertentu, dan dapat berasal dari faktor lokal maupun ekstraoral. Sumber
lokal penyebab halitosis dapat berasal dari impaksi makanan diantara gigi,
coated tongue, acute necrotuzing ulcerative gingivitis (ANUG), dehidrasi,
karies, gigi palsu, nafas perokok, dan penyembuhan pasca operasi atau
pencabutan gigi. Karakteristik bau busuk dari ANUG sangat mudah
diidentifikasi. Ekstraoral atau sumber bau mulut yang jauh berasal dari
penyakit atau struktur berdekatan berhubungan dengan rhinitis, sinusitis,
atau tonsilitis, penyakit pada paru-paru, bronkus, dan bau yang
dikeluarkan melalui paru-paru dari substansi aromatik dalam aliran darah
seperti metabolit dari infus makanan atau produk eksretori dari
metabolisme sel.

c. Pemeriksaan rongga mulut

9
Pemeriksaan rongga mulut meliputi bibir, dasar mulut, lidah, palatum
dan daerah oropharyngeal, serta kualitas dan kuantitas saliva. Walaupun
hasil pemeriksaan tidak berhubungan dengan penyakit periodontal,
seorang dokter gigi harus mendeteksi perubahan patologis yang terjadi.

d. Pemeriksaan kelenjar getah bening

Kelenjar getah bening dapat membesar dan atau mengeras sebagai


respon episode infeksi, metastase malignant, atau perubahan residual
fibrotik. Kelenjar yang inflamasi menjadi membesar, transpalpasi, empuk,
dan tidak bergerak.

3. Pemeriksaan gigi dan implant

a. Karies, restorasi yang jelek, pembentukan defek, anomaly bentuk gigi,


hipersensibilitas, hubungan kontal proksimal. Stabilitas, posisi, dan
jumlah implant, dan hubungan di dalam rongga mulut.

b. Washing disease of the teeth: erosi, abrasi, atrisi, abfraksi.

c. Dental stain.

d. Hypersensitivity: tereksposnya akar karena karies gingiva, hipersensitif


terhadap perubahan suhu.

e. Hubungan kontak periodontal.

f. Tooth mobility.

g. Trauma akibat oklusi

h. Pathologic migration of the teeth.

i. Sensitive saat perkusi.

j. Hubungan fungsi oklusal

4. Pemeriksaan jaringan periodontal3

10
a. Plak dan kalkulus

b. Gingiva (perubahan warna, inflamasi, ukuran, kontur, konsistensi,


posisi, struktur pasien)

c. Use of clinical indices in dental practice (gingival dan sulcus bleeding


index)

d. Poket periodontal (melihat tanda dan gejala: perubahan warna, deteksi


poket dengan periodontal probe, determined, the level of attachment,
level attachment dan kedalaman poket, bleeding on probing, probing
around implant

e. Determination of disease activity

f. Jumlah attached gingiva

g. Alveolar bone loos

h. Abses periodontal.

i. Perdarahan dan eksudasi4

j. Jarak antara tepi gingiva ke CEJ (resesi)4

k. Hubungan antara CEJ dan dasar poket (tingkat perlekatan)4

l. Lebar keseluruhan gingiva berkeratin, hubungan antara kedalaman


probing dan pertemuan muko-gingiva, dan pengaruh letak frenulum
serta perlekatan otot terhadap tepi gingiva4

m. Perluasan patologis dari daerah furkasi4

2.4 Gambaran Radiografi Kasus Pada Skenario

11
2.5 Diagnosis
Diagnosis kasus pada skenario adalah gingivitis kronis. Gingivitis
kronis adalah penyakit yang berfluktuasi dimana peradangan berlanjut atau
sembuh dan daerah normal terjadi inflamasi.3 Mengapa dikatakan kronis
karena dari hasil anamnesa pasien tidak merasakan rasa sakit. Kemudian
dari hasil anamnesa juga didapatkan keluhan pasien yaitu bau mulut hal ini
mendukung diagnosa gingivitis karena bau mulut merupakan gejala dari
gingivitis.
2.6 Diagnosis Banding

Gingivitis deskuamativa merupakan manifestasi nonspesifik beberapa

penyakit mukokutan kronis pada gingiva. Pasien yang biasanya lebih sering

terkena adalah wanita di atas 40 tahun. Gambaran klinis lesi ini tampak

sebagai eritema dan edema pada tepi gingiva dan attached gingiva. Yang

membedakan dengan gingivitis kronik adalah etiologinya, gingivitis

deskuamativa disebabkan mekanisme autoimun.5

2.7 Gejala dan Tanda Klinis Gingivitis


Gingivitis kronis lambat pada onset dan durasinya yang lama. Tanpa

menibulkan rasa sakit, kecuali dikomplikasi oleh eksaserbasi akut atau

subakut, dan merupakan tipe yang paling sering ditemui. Gingivitis kronis

adalah penyakit yang berfluktuasi dimana peradangan berlanjut atau sembuh

dan daerah normal terjadi inflamasi.3

Gejala klinis gingivitis, yaitu:6


1. Warna jaringan
Gingivitis adalah radang gingiva yang sering menyebabkan
jaringan menjadi merah dan bengkak, dan mudah berdarah. Peradangan
mengakibatkan peningkatan aliran darah ke gingiva yang menyebabkan
jaringan tampak merah cerah.
2. Kontur (bentuk dan ukuran) jaringan

12
Peningkatan cairan di jaringan gingiva yang meradang
menyebabkan pembesaran jaringan. Tampakan gingiva yang normal
hilang jika lengkung papilla gingiva bengkak.
3. Konsistensi dan tekstur jaringan
a. Konsistensi jaringan
Cairan yang meningkat dalam jaringan yang meradang juga dapat
menyebabkan gingiva menjadi lunak, kenyal, dan tidak elastis. Bila
tekanan diberikan pada gingiva yang meradang dengan sisi probe,
jaringan mudah dimampatkan dan dapat menahan bekas probe selama
beberapa detik. Jaringan gingiva yang meradang kehilangan konsistensi
dan menjadi lembek (lembut, mudah bergerak). Ketika udara bertekanan
diarahkan ke sulkus, ia dengan mudah mengalihkan margin gingiva dan
papila dari garis servikal gigi.
b. Tekstur permukaan
Peningkatan cairan akibat respon inflamasi dapat menyebabkan
jaringan gingiva tampak licin dan halus mengkilap. Jaringan hampir
tampak “meregang” seperti plastic yang sudah ditarik kencang.
4. Posisi margin gingiva
Pada gingivitis, posisi margin gingiva dapat berubah lebih ke arah
koronal (lebih jauh di atas CEJ). Perubahan pada posisi margin gingiva
ini disebabkan oleh pembengkakan dan pembesaran jaringan.
5. Adanya perdarahan
Adanya perdarahan saat probing secara perlahan terlihat secara
klinis sebelum perubahan warna terdeteksi secara klinis. Pada gingivitis,
garis sulkus menjadi bengkak dan pembuluh darah menjadi membesar.
Jaringan berdarah dengan mudah selama probing atau instumentasi.
Terdapat hubungan langsung antara inflamasi dan pendarahan: semakin
parah peradangan, semakin berat pendarahan.
2.8 Etiologi Gingivitis
Gingivitis yang dialami pasien diduga disebabkan utamanya oleh
bakteri plak karena dari hasil pemeriksaan klinis didapatkan status
kebersihan mulut yang buruk dengan skor 3,2 dan tingkat perdarahan 2,
yaitu perdarahan yang terjadi berupa garis.

13
2.9 Patomekanisme Gingivitis7

Terjadinya infeksi pada gigi berawal dari ketidakseimbangan bakteri


dalam plak. Plak merupakan lapisan tipis pada permukaan gigi yang berasal
dari air liur dan tidak tampak oleh mata Penyakit gingiva akibat plak adalah
hasil interaksi antara mikroorganisme yang ditemukan di biofilm plak gigi
dan jaringan dan sel inflamasi host Beberapa jam kemudian sejumlah bakteri
dalam mulut akan menempel pada plak, namun hal ini bersifat normal. Bila
kebersihan mulut tidak dijaga baik maka keseimbangan bakteri plak di
daerah tersebut akan terganggu, bakteri akan berkembang biak, dan mulai
tercium bau tidak sedap (halitosis) dari mulut yang bersumber dari toksin
bakteri. Plak yang tidak dibersihkan secara rutin akan menjadi karang gigi
yang semakin hari akan semakin tebal. Kondisi ini akan menyebabkan gusi
menjadi rentan terhadap peradangan sehingga terjadi radang gusi.. Interaksi
plak-host dapat diubah oleh dampak faktor lokal, faktor sistemik, obat-
obatan, dan kekurangan gizi, yang kesemuanya dapat mempengaruhi tingkat
keparahan dan lamanya respon. Tahapan peradangan gingiva:

a. Tahap I: Initial lesion

Manifestasi pertama dari peradangan gingiva adalah vaskular


Perubahan yang terdiri dari kapiler yang melebar dan peningkatan aliran
darah. Perubahan inflamasi awal ini terjadi sebagai respons terhadap
mikroba aktivasi. Perubahan jaringan yang tidak tampak terjadi 2-4 hari
setelah akumulasi plak. Matriks jaringan ikat perivaskular menjadi
berubah, dan di sana terjadi eksudasi dan pengendapan fibrin di daerah
yang terkena. Juga, limfosit segera mulai menumpuk.Peningkatan
migrasi leukosit dan akumulasinya dalam sulkus gingiva dapat
berkorelasi dengan peningkatan aliran cairan gingiva ke dalam sulcus.
Karakter dan intensitas respon host menentukan Apakah lesi awal ini
sembuh dengan cepat, dengan pemulihan jaringan ke keadaan normal,
atau berkembang menjadi peradangan kronis

b. Tahap II : Early lesion

14
Early lesion berkembang dari initial lesi dalam waktu sekitar 1
minggu setelah terjadi akumulasi dari plak, yang secara klinis munul
sebagai gingivitis dini. Seiring berjalannya waktu, tanda klinis yang
muncul adalah terdapat eritema karena adannya proliferasi dari kapiler
dan bleeding on probing. Aliran cairan gingiva (GCF) dan julah leukosit
meningkat antara 6-12 hari setelah muncul tanda klinis gingivitis.
c. Tahap III : Established lesion
Seiring waktu, lesi berkembang ditandai oleh dominasi sel plasma
dan limfosit B dan mungkin bersamaan dengan pembentukan poket
gingiva kecil yang dilapisi dengan epitel. Sel B yang ditemukan sebagian
besar berasal dari imunoglobulin. G1 (IgG1) dan G3 (IgG3). Gingivitis
kronis terjadi antara 2-3 minggu setelah akumulasi plak, terjadi
vasokontriktor pembuluh darah dan aliran darah menjadi lambat
sehingga terjadi anorexia gingiva lokal yang ditandai dengan warna
kebiruan pada gingiva.
Peningkatan proporsi sel plasma terbukti dengan gingivitis yang
sudah berlangsung lama, namun waktu untuk pengembangan lesi
"established lesi" dapat melebihi 6 bulan. Aktivitas kolagenolitik
meningkat pada jaringan gingiva yang meradang oleh enzim kolagenase.
Kolagenase biasanya ada pada jaringan gingiva dan diproduksi oleh
beberapa bakteri mulut dan oleh PMN. Studi histokimia enzim telah
menunjukkan bahwa gingiva kronis yang meradang memiliki kadar
asam dan alkalin fosfatase yang meningkat. Lesi yang terbentuk tapak
ada 2 macam; beberapa tetap stabil dan tidak mengalami kemajuan
selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dan yang lainnya tampaknya
menjadi lebih aktif dan beralih ke lesi yang semakin merusak.
2.10 Hubungan Gusi Berdarah dan Bau Mulut8

Halitosis adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk


menerangkan adanya bau atau odor yang tidak disukai sewaktu terhembus
udara, tanpa melihat apakah substansi odor berasal dari oral ataupun berasal
dari non-oral. Rongga mulut mempunyai peranan besar terhadap terjadinya
halitosis (85%). Dalam rongga mulut seseorang, terdapat substrat-substrat

15
protein eksogen (sisa makanan) dan protein endogen (deskuamasi epitel
mulut, protein saliva dan darah) yang banyak mengandung asam amino yang
mengandung sulfur (S).
Selain itu juga terdapat mikroorganisme baik gram positif maupun
gram negatif, yang banyak terdapat pada sel epitel mulut yang mengalami
deskuamasi, pada plak gigi dan pada punggung
lidah. Mikroorganisme tersebut terutama gram negatif akan memecah
substrat protein menjadi rantai peptida dan menghasilkan asam amino yang
mengandung sulfur seperti methionin, cysteine dan cistine.
Tempat predileksi proses pembusukan dalam mulut adalah punggung
lidah bagian posterior, diastema antar gigi belakang, karies besar, plak gigi,
poket dan lesi-lesi jaringan lunak. Daerah-daerah di antara papila serta dasar
lidah merupakan tempat yang paling disukai bakteri khususnya bakteri
anaerob.
Ruang interdental merupakan tempat yang kondusif untuk aktifitas
bakteri anaerob, karena ruang tersebut merupakan tempat akumulasi plak
dan kalkulus, serta terdapatnya sulkus gingiva dan kemungkinan terjadinya
poket serta penyakit-penyakit gusi dan periodontal. Gingivitis dan
periodontitis adalah penyakit inflamasi yang paling umum terjadi dan
memicu terjadinya halitosis disebabkan bakteri gram negatif
seperti Veillonella, Fusobacterium nucleatum dan Porphyromonas gingivalis
tersembunyi di dalam jaringan periodontal yang sakit dan menghasilkan gas
yang bau.
Diketemukannya Volatile Sulfur Compounds (VSCs) yang dianggap
merupakan penyebab utama halitosis, telah banyak menarik kalangan
peneliti untuk melakukan studi mengenai hal-hal yang terkait dengan hal
ini.VSCs merupakan hasil produksi dari aktivitas bakteri-bakteri anaerob
dan bereaksi dengan protein-protein yang ada di dalam mulut yang diperoleh
dari sisa-sisa makanan yang mengandung protein, sel-sel darah yang telah
mati, bakteri-bakteri yang mati ataupun sel-sel epitel yang terkelupas dari
mukosa mulut. VSCs merupakan senyawa sulfur yang mudah menguap,
terbentuk oleh reaksi bakteri (terutama bakteri anaerob) dengan protein

16
yang akan dipecah menjadi asam amino. Terdapat tiga asam amino
yang menghasilkan VSC
yaitu Cysteine menghasilkan Hidrogensulfida (H2S), Methionine menghasilk
an Methil mercaptan (CH3SH), dan Cystine menghasilkan Dimetil
sulfida (CH3SCH3).
Halitosis merupakan masalah yang sering ditemukan di
masyarakat dan umumnya berhubungan dengan kondisi oral seperti kondisi
kebersihan mulut yang buruk dan kondisi periodontal. Halitosis
dihasilkan dari asam amino produk metabolisme mikroba dalam debris
lokal. Terdapat beberapa senyawa utama yang berkontribusi langsung
terhadap bau mulut, yang dikenal dengan nama Volatile Sulfur
Compounds(VSC). Kandungan gas utama dalam VSC termasuk Hidrogen
sulfida (H2S), Methil mercaptan (CH3SH), dan Dimetil
sulfida(CH3SCH3). Selain itu, metilamin, dimetilamin, asam propionik, asam
butirat, indol, skatol, merkaptol dan kadaverin telah dilaporkan dapat
menyebabkan halitosis.Klasifikasi halitosis menurut Miyazaki dkk., dan
Yaegaki dkk., dikategorikan sebagai halitosis murni (genuine),
pseudohalitosis dan halitophobia. Halitosis murni (genuine)merupakan
halitosis yang dapat disubklasifikasi menjadi halitosis fisiologis
atau patologis. Halitosis patologis dapat disubklasifikasi menjadi halitosis
patologis oral atau non oral, umumnya disebabkan oleh penyakit
periodontal.
2.11 Faktor Predisposisi Gingivitis 9
Adapun faktor predisposisi terjadinya gingivitis, yaitu:
1. Faktor lokal
a. Kuantitas dan komposisi saliva
b. Mouth breathing
c. Mekanik, kimia, termal, reaksi alergi, dan iritasi akrilik
d. Gangguan fungsi, oklusi traumatik, biofasial, parafungsional habit

(bruxism)
2. Faktor general
a. Penyakit sistemik
b. Gangguan endokrin
Perubahan hormon endokrin berlangsung semasa pubertas,

kehamilan, menopause, dan diabetes. Keadaan ini dapat

17
menimbulkan perubahan jaringan gingiva yang merubah respon

terhadap produk-produk plak. Inisidensi gingivitis pada masa

pubertas mencapai puncaknya dan tetap terjadi walaupun dilakukan

kontrol plak. Penemuan Sutclife menyatakan bahwa peningkatan

keparahan gingivitis tidak berhubungan dengan meningkatnya

deposit plak. Jaringan lunak di dalam rongga mulut pada masa

pubertas terjadi inflamasi yang bereaksi lebih hebat terhadap jumlah

plak yang tidak terlalu besar yang diikuti dengan pembengkakan

gingiva dan perdarahan. Setelah melewati masa pubertas keparahan

inflamasi gingiva cenderung berkurang.


c. Stess
d. Pengaruh pengobatan
e. Nutrisi
Secara teoritis difisiensi dari nutrien utama dapat

mempengaruhi keadaan gingiva dan daya tahannya terhadap iritasi

plak, tetapi karena saling ketergantungan berbagai elemen diet yang

seimbang, sangatlah sulit untu mendefinisikan akibat defisiensi

spesifik pada seorang manusia. Peradangan gingiva karena

malnutrisi ditandai dengan gingiva tampak bengkak, berwarna merah

terang karena defisiensi vitamin C mempengaruhi fungsi imun

sehingga menurunkan kemampuan untuk melindungi diri dari

produk-produk seluler tubuh berupa radikal oksigen.


f. Usia
2.12 Pencegahan dan Perawatan Kasus pada Skenario

BAB 3

18
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Gingivitis merupakan suatu peradangan yang terjadi pada gingiva yangdisebabkan

oleh faktor lokal dan sistemik. diperlukan suatu indeks gingiva dan indek titik

pendarahan (Papillary Bleeding Index) dan BOP (Bleeding on probing) agar bisa

dibedakan dan diketahui gingiva normal atau tidak serta mengukur nilai OHI-S

pasien, Perawatan dari gingiva meliputi tiga komponen yang dapat dilakukan

bersama diantaranya kontrol plak adekuat , menghilangkan plak dan kalkulus,

memperbaiki faktor-faktor retensi plak Ketiga macam perawatan ini saling

berhubungan. Pembersihan plak tidak dapat dilakukan sebelum faktor-faktor

retensi plak diperbaiki, membuat mulut bebas plak temyata tidak memberikan

manfaat bila tidak dilakukan upaya untuk mencegah rekurensi deposit plak.Untuk

penunjang perawatan gingivitis diberikan obat kumur untuk mempercepat

penyembuhan, dan pasien harus memperhatikan gizi seimbang.

3.2 Saran

Pasien dapat disarankan untuk melakukan kontrol plak serta menjaga kebersihan

rongga mulut serta menghindari faktor-faktor yang dapat memicu timbulnya

gingivitis. Juga jika ada keluhan berupa gejala dari gingivitis disarankan untuk

memeriksa ke dokter dan tidak menunggu hingga penyakit bertambah parah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Marya CM. A Practical Manual of Public Health Dentistry. New Delhi:


Jaypee; 2012. h. 155-60
2. Reddy S. Essentials of Clinical Periodontology & Periodontics. Ed 5. New
Delhi: Jaypee; 2018. h. 53

19
3. Takei N dan Carranza K. Carranza’s clinical periodontology. Ed. 11. St. Louis:
Elsevier; 2012. H. 76. 340-349
4. Fedi PF, Vernino AR, Gray JL.Silabus periodonti.Ed. 4. Jakarta: EGC; 2015.
h. 49-56
5. Laskaris G. Atlas saku penyakit mulut. Ed. 2: Jakarta: EGC; 2012. h. 60
6. Nield-Gehrig JS dan Willmann DE. Foundations of periodontics for the dental
hygienist. Ed. 3. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2011. H. 226,
227, 229

7. Lindhe Jan. Lang NP dan Karring T, editor. Clinical periodontology and


implant dentistry. Ed. 5. Oxford: Blackwell Munksgaard; 2008. H. 289-92
8. Supriatno. Pengaruh ritma circadian terhadap produksi volatile sulfur
compounds (VSC) oral. Maj Ked Gi. Juni 2013; 20(1): 15
9. Rateischak KH, Wolf HF, Hassel TM. Color atlas of periodontology. New
York: Thieme; 2004. P.24

20

Anda mungkin juga menyukai