Anda di halaman 1dari 22

TUGAS KELOMPOK

Makassar, 24 Mei 2018


MODUL II
PEMILIHAN PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN GIGI
BERDASARKAN PERTIMBANGAN PRINSIP EKONOMI

KELOMPOK 5

1. BAU MILA TUNNIZHA : J111 16 029


2. ANANDA NURUL FADHILAH : J111 16 030
3. HUZAIRAH NURUAZIZA : J111 16 031
4. AMELIA FITRI : J111 16 032
5. TAYA : J111 16 033
6. ANDI ESTY WIJAYANTI SYAH : J111 16 034
7. ANSYARI MUIS : J111 16 035
8. DANDI PRATAMA : J111 16 326
9. ANDI MUHAMMAD RIZAL : J111 16 327
LAZUARDI
10. NURUL SAFIRA MAULIDA : J111 16 328
11. APRIDEY RANTE PARINDING : J111 16 329
12. NURUL MUTMAINNAH : J111 16 521
13. ULIL AMRI : J111 16 522
14. FAKHRINA FATHU RAHMAN : J111 16 523
15. SASMITA M. ARIEF : J111 16 524
16. FITRIA MAMILE : J111 16 525
17. NUR RAIHANA PUTRI AINUN : J111 16 702
18. NADYA SHAFIRA SALSABILLAH : J111 16 539
19. ANDI NURUL AZIZAH TENRILILI : J111 16 540
20. NURUL SALZABILA : J111 16 541

BLOK EPIDEMIOLOGI, MANAJEMEN, DAN KEBIJAKAN KESEHATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah
tutorial modul 2 dengan judul “PEMILIHAN PROGRAM PELAYANAN
KESEHATAN GIGI BERDASARKAN PERTIMBANGAN PRINSIP
EKONOMI”.
Tak lupa pula penyusun mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepadaProf. drg. Rasmidar Samad, MS sebagai fasilitator kami yang telah banyak
membimbing kami dan memberikan semangat untuk menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya kesederhanaan isi makalah ini baik dari segi
bahasa terlebih pada pembahasan materi ini.

Semoga dengan terselesaikannya makalah ini dapat memberikan manfaat


kepada kita semua terutama bagi kami sebagai penyusun sehingga dapat
menambah wawasan, dan kami sangat mengharapkan adanya saran dan kritik dari
para pembaca untuk dijadikan sebagai bahan acuan untuk penyusunan
selanjutnya.

Makassar, 24 Mei 2018


Hormat Kami

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I ..................................................................... Error! Bookmark not defined.
PENDAHULUAN ................................................. Error! Bookmark not defined.
1.1 Latar Belakang ........................................ Error! Bookmark not defined.

1.2 Rumusan Masalah ................................... Error! Bookmark not defined.

1.3 Manfaat ......................................................................................................2

BAB II .................................................................... Error! Bookmark not defined.


PEMBAHASAN .................................................... Error! Bookmark not defined.
2.1 Definisi Kebijakan Kesehatan ...................... Error! Bookmark not defined.

2.2 Prinsip Ekonomi Kesehatan ..........................................................................6

2.3 Karakteristik Pelayanan Kesehatan ............. Error! Bookmark not defined.

2.4Hal Yang Dipertimbangkan Dalam Memilih Kebijakan Kesehatan .............10

2.5 Hubungan Ekonomi dan Kesehatan ............. Error! Bookmark not defined.

2.6 Definisi Dari Evidence Based dan Fungsinya ..............................................20

2.7 Definisi Cost Effectiveness Analysis dan Cara Menghitungnya ...................25

2.8 Kebijakan Kesehatan Yang Dilakukan Sesuai Skenario ..............................25

BAB III ..................................................................................................................41


PENUTUP..............................................................................................................41
3.1 Kesimpulan..............................................................................................41

3.2 Saran ........................................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................43

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah hak setiap warga negara yang merupakan salah satu
kekuatan umum dari tujuan nasional bangsa Indonesia istilah termaksud pada
alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945. Oleh sebab itu berbagai program dan
kebijakan di bidang kesehatan semestinya berlaku prinsip-prinsip ngan guna
menjamin manusia yang berkualitas dengan derajat keschatan yang optimal
sebagai prasyarat kesinambungan pembangunan nasional. Di lain pihak setiap
upaya pembangunan nasional semestinya dilaksanakan dengan pemahaman
yang baik dalam arti pembangunan nasional harus non-diskriminatif,
partisipatif, dan berkesinambu, memperhatikan aspek-aspek kesehatan
masyarakat.
Kesehatan juga merupakan bagian terpenting dari negara.
Penyelenggaraan pembangunan di bidang kesehatan untuk berbagai sumber
daya dan lingkungan lain yang terwujudnya derajat kesehatan yang optimal
merupakan sumber daya yang baik. Hal ini telah dibuktikan dari beberapa
penelitian yang menunjukkan bahwa peningkatan sumber daya manusia
berbanding lurus dengan kemajuan pembangunan suatu negara.
Kebijakan di bidang kesehatan sangat erat kaitannya dengan kejadian
kesakitan, keselamatan, dan kematian atau dengan kata lain yang berhubungan
dengan kesehatan dan manusia. Selain itu, kebijakan kesehatan pada
hakekatnya memberikan Arahan dalam memilih berbagai teknologi yang akan
dikembangkan dan juga, mengelola danmembiayai pelayanan kesehatan, atau
berbagai jenis peralatan dan perbekalan kesehatan termasuk obat. Oleh sebab
itu, peranan kesehatan bagi suatu negara sangatlah dominan disusul dengan
peranan ekonomi yang saling berkaitan.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud kebijakan kesehatan?


2. Bagaimana prinsip ekonomi kesehatan dalam memilih program pelayanan
kesehatan gigi?
3. Apa saja karakteristik pelayanan kesehatan?
4. Hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dalam mengambil suatu kebijakan
kesehatan?
5. Bagaimana hubungan antara ekonomi dan kesehatan?
6. Apa definisi dari evidence based beserta fungsinya?
7. Apa yang dimaksud Cost Effectiveness Analysis dan cara menghitungnya?
8. Kebijakan kesehatan apa yang dapat dilakukan sesuai dengan kasus di
skenario?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui kebijakan kesehatan


2. Untuk mengetahui prinsip ekonomi kesehatan dalam memilih program
pelayanan kesehatan gigi
3. Untuk mengetahui karakteristik pelayanan kesehatan
4. Untuk mengetahui hal-hal apa yang harus diperhatikan dalam mengambil
suatu kebijakan kesehatan
5. Untuk mengetahui hubungan antara ekonomi dan kesehatan
6. Untuk mengetahui evidence based beserta fungsinya
7. Untuk mengetahui Cost Effectiveness Analysis dan cara menghitungnya
8. Untuk mengetahui kebijakan kesehatan yang dapat dilakukan sesuai dengan
kasus di skenario

2
Skenario

Berdasarkan evidence based prevalensi karies molar satu umur 9 tahun dari
240 SD (9600 murid) di Daerah A terdapat 3 dari 4 gigi telah mengalami
karies, sedangkan kandungan F dalam air minum 0,7 ppm. Keadaan ini
membuat Pemerintah Daerah A mengambil kebijakan kesehatan khusunya
kesehatan gigi yaitu melakukan tindakan pencegahan dengan pemberian
fissure sealant dan dengan melakukan ART. Program yang akan dipilih
adalah yang mempunyai out put yang luas dan berdasarkan CEA (Cost
Effectiveness Analysis) yang rendah. Tim perencanaan pembangunan
kesehatan daerah melakukan analisis dimana jumah biaya untuk program
pemberian fissure sealant sebesar 364,5 juta rupiah dan jangkauan
pelaksanaan 5000 murid, sedangkan program ART sebesar 375 juta dan
jangkauan 5500 murid. Pemerintah Daerah A menunggu tim validasi
perencanaan dari peserta mata kuliah Epidemiologi, demografi dan
ekonomi kesehatan untuk memutuskan program yang dipilih.

Kata Kunci

1. Cost Effectiveness Analysis


2. Eevidence based
3. Prevalensi karies
4. ART dan fissure sealant
5. Kebijakan kesehatan gigi
6. Ekonomi kesehatan
7. Program pencegahan kesehatan

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kebijkan Kesehatan


2.1.1 Definisi Kebijakan Kesehatan
Policy (kebijakan) adalah keputusan yang diambil oleh pihak-pihak
yang bertanggung jawab atas area kebijakan tertentu.Health policy
(kebijakan kesehatan) mencakup tindakan yang mempengaruhi institusi,
organisasi, pelayanan, dan upaya pendanaan sistem kesehatan.1
Kebijakan kesehatan adalah pedoman yang menjadi acuan bagi
semua pelaku pembangunan kesehatan, baik pemerintah, swasta,
masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan dengan
memperhatikan kerangka desentralisasi dan otonomi daerah.2

2.1.2 Prinsip Ekonomi Kesehatan3


Pemilihan program kesehatan berdasarkan prinsip ekonomi kesehatan

Dalam menentukan program yang tepat untuk meningkatkan


pelayanan kesehatan gigi dan mulut, syarat yang harus dipenuhi adalah
bahwa program tersebut sesuai dengan Undang-undang. Hal ini tercakup
dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, khususnya dalam Bagian Kedua Belas pasal 93 dan pasal 94
mengenai Kesehatan Gigi dan mulut yang berbunyi:

Pasal 93

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk memelihara dan


meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk peningkatan
kesehatan gigi, pencegahan penyakit gigi, pengobatan penyakit gigi, dan
pemulihan kesehatan gigi oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau

4
masyarakat yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi, dan
berkesinambungan.

Kesehatan gigi dan mulut sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan gigi perseorangan, pelayanan
kesehatan gigi masyarakat, usaha kesehatan gigi sekolah.

Pasal 94

Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin ketersediaan


tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan obat kesehatan gigi dan mulut dalam
rangka memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang aman,
bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat.3

2.1.3 Karakteristik Pelayanan Kesehatan


Pelayanan kesehatan berbeda dengan barang dan pelayanan ekonomi
lainya.Pelayanan kesehatan atau pelayanan medis sangat heterogen, terdiri
atas banyak sekali barang dan pelayanan yang bertujuan memelihara,
memperbaiki, memulihkan kesehatan fissik dan jiwa seorang.Karena sifat
yang sangaat heterogen, pelayaanan kesehatan sulit diukur secara
kuantitatif. Beberapa karaakteristik khusus pelayanan kesehatan sebagai
berikut (Santerre dan Neun, 2000):4

a. Intangibility.Tidaksepertimobilataumakanan,
pelayanankesehatantidakbisadinilaiolehpancaindera..Konsumen
(pasien) tidakbisamelihat, mendengar, membau, merasakan,
mengecappelayanankesehatan.
b. Inseparability.
Produksidankonsumsipelayanankesehatanterjadisecarasimultan
(bersama). Makananbisadibuatdulu, untukdikonsumsikemudian.
Tindakanoperatif yang dilakukandokterbedahpadasaat yang
samadigunakanolehpasien.

5
c. Inventory.
Pelayanankesehataantidakbisadisimpanuntukdigunakanpadasaatdib
utuhkanolehpasiennantinya.
d. InkonsistensiKomposisidankualitaspelayanankesehatan yang
diterimapasiendariseorangdokterdariwaktukewaktu,
maupunpelayanankesehatan yangdigunakanantarpasien,
bervariasi.4

Adapun karakteristik ideal dari pelayanan kesehatan5


a. Aman: tidak berbahaya bagi kehidupan
b. Efektif dalam mengurangi atau mencegah terjadinya suatu
pernyakit
c. Mudah dan efisien dalam implementasinya
d. Efektif dalam pengaplikasiannya
e. Terjangkau dan murah bagi masyarakat
Jadi pelayanaan kesehatan sulit diukur secarakuantitatif.Biasanya
pelayanan kesehatan diukur berdasarkan ketersediaaan (jumlah dokter atau
tempat tidur rumah sakit per 1,000 penduduk) atau penggunaan (jumlah
konsultasi atau pembedahan per kapita).4
2.1.4 Hal yang harus diperhatikan dalam mengambil suatu kebijakan
kesehatan

Konteks mengacu ke faktor sistematis – politk, ekonomi dan social,

national dan internasional yang memiliki pengaruh pada kebijakan


kesehatan. Banyak cara untuk mengelompokkan fakto-faktor
tersebut,tetapi Leichter (1979) memaparkan cara yang cukup bermanfaat:6

a. Faktor situasional6
Faktor sitiasional merupakan kondisi yang tidak permanen atau
khusus yang dapat berdampak pada kebijakan (contoh: perang,

kekeringan). Hal-hal tersebut sering dikenal sebagai ‘focusing event’.

Event ini bersifat satu kejadian saja, seperti: terjadinya gempa yang

6
menyebabkan perubahan dalam aturan bangunan rumah sakit, atau
terlalu lama perhatian publik akan suatu masalah baru. Contoh:
terjadinya wabah HIV/AIDS (yang menyita waktu lama untuk diakui
sebagai wabahinternasional) memicu ditemukannya pengobatan baru
dan kebijakan pengawasan pada TBC karena adanya kaitan diantara

kedua penyakit tersebut – orang-orang pengidap HIV positif lebih

rentan terhadap berbagai penyakit, dan TBC dapat dipicu oleh HIV.

b. Faktor struktural6
Faktor struktural merupakan bagian dari masyarakat yang relatif
tidak berubah. Faktor ini meliputi sistem politik, mencakup pula
keterbukaan sistem tersebut dan kesempatan bagi warga masyarakat
untuk berpartisipasi dalam pembahasan dan keputusan kebijakan; faktor
struktural meliputi pula jenis ekonomi dan dasar untuk tenaga kerja.
Contoh, pada saat gaji perawat rendah, atau terlalu sedikit pekerjaan
yang tersedia untuk tenaga yang sudah terlatih, negara tersebut dapat
mengalami perpindahan tenaga professional ini ke sektor di masyarakat
yang masih kekurangan. Faktor struktural lain yang akan
mempengaruhi kebijakan kesehatan suatu masyarakat adalah kondisi
demografi atau kemajuan teknologi. Contoh, negara dengan populasi
lansia yang tinggi memiliki lebih banyak rumah sakit dan obat-obatan
bagi para lansianya, karena kebutuhan mereka akan meningkat seiring
bertambahnya usia. Perubahan teknologi menambah jumlah wanita
melahirkan dengan sesar dibanyak negara. Diantara alasan-alasan
tersebut terdapat peningkatan ketergantungan profesi kepada teknologi
maju yang menyebabkan keengganan para dokter dan bidan untuk
mengambil resiko dan ketakutan akan adanya tuntutan. Dan tentu saja,
kekayaan nasional suatu negara akan berpengaruh kuat tehadap jenis
layanan kesehatan yang dapat diupayakan karena kebutuhan mereka
akan meningkat seiring bertambahnya usia. Perubahan teknologi
menambah jumlah wanita melahirkan dengan cesar dibanyak negara.

7
Diantara alasan-alasan tersebut terdapat peningkatan ketergantungan
profesi kepada teknologi maju yang menyebabkan keengganan para
dokter dan bidan untuk mengambil resiko dan ketakutan akan adanya
tuntutan. Dan tentu saja, kekayaan nasional suatu negara akan
berpengaruh kuat tehadap jenis layanan kesehatan yang dapat
diupayakan.

c. Faktor budaya6
Faktor budaya dapat mempengaruhi kebijakan kesehatan. Dalam
masyarakat dimana hirarki menduduki tempat penting, akan sangat sulit
untuk bertanya atau menantang pejabat tinggi atau pejabat senior.
Kedudukan sebagai minoritas atau perbedaan bahasa dapat
menyebabkan kelompok tertentu memiliki informasi yang tidak
memadai tentang hak-hak mereka, atau menerima layanan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan khusus mereka. Di beberapa negara dimana
para wanita tidak dapat dengan mudah mengunjungi fasilitas kesehatan
(karena harus ditemani oleh suami) atau dimana terdapat stigma tentang
suatu penyakit (misal: TBC atau HIV), pihak yang berwenang harus
mengembangkan sistem kunjungan rumah atau kunjungan pintu ke
pintu. Faktor agama dapat pula sangat mempengaruhi kebijakan, seperti
yang ditunjukkan oleh ketidak konsistennya.

d. Faktor internasional atau exogenous6


Faktor internasional atau exogenous yang menyebabkan
meningkatnya ketergantungan antar negara dan mempengaruhi
kemandirian dan kerjasama internasional dalam kesehatan. Meskipun
banyak masalah kesehatan berhubungan dengan pemerintahan nasional,
sebagian dari masalah itu memerlukan kerjasama organisasi tingkat
nasional, regional atau multilateral. Contoh, pemberantasan polio telah
dilaksanakan hampir di seluruh dunia melalui gerakan nasional atau
regional, kadang dengan bantuan badan internasional seperti WHO.
Namun, meskipun satu daerah telah berhasil mengimunisasi polio

8
seluruh balitanya dan tetap mempertahankan cakupannya, virus polio
tetap bisa masuk ke daerah tersebut dibawa oleh orang-orang yang tidak
diimunisasi yang masuk lewat perbatasan.

Kebijakan kesehatan seyogyanya memperhatikan nilai-nilai yang


beriorentasi humaniora, antara lain:7

a. Bermanfaat
Kebijakan kesehatan menjamin terpenuhinya kebutuhan setiap warga
Negara dalam bidang kesehatan untuk hidup produktif baik secara social
maupun ekonomi
b. Cerdas
Kebijakan kesehatan yang ditetapkan merupakan pilihan terbaik dalam
upaya pemecahan masalah kesehatan yang dihadapi dan dapat
dipertanggungjawabkan dari aspek manfaat, kualitas maupun akuntabilitas
c. Bijaksana
Kebijakan kesehatan tidak menimbulkan masalah baru atau mempersulit
keadaan
d. Portabilitas
Kebijakan kesehatan dapat diakses setiap penduduk (kapan dan dimanana
saja) serta selalu tersedia
e. Harapan
Kebijakan kesehatan memberi harapan kepada masyarakat bahwa
kesehatannya akan semakin membaik
f. Orientasi Preventif dan Promotif
Kebijakan kesehatan harus lebih mengutamakn aspek preventif dan
promotif karena lebih efektif tanpa mengabaikan upaya kesehatan kuratif
dan rehabilitatif
g. Prioritas
Kebijakan kesehatan mengutamakan kelompok rentan (ibu hamil, bayi,
balita, anak dan lansia) serta masyarakat ekonomi rendah
h. Kepentingan Publik
Kebijakan kesehatan semata-mata bertujuan untuk kepentingan masyarakat
secara keseluruhan (bukan kepentingan individu atau kelompok)
i. Responsivitas
Kebijakan kesehatan merupakan jawaban terhadap masalah kesehatan yang
sedang dihadapi masyarakat
j. Motivator

9
Kebijakan kesehatan harus mampu memotivasi seluruh stakeholder untuk
melaksanakan dengan baik
k. Produktif
Kebijakan kesehatan harus lebih mendorong produktivitas kehidupan yang
lebih efisien dan efektif
l. Memadai
Kebijakan kesehatan harus memiliki kecukupan sumber daya dalam
pelaksanaannya
m. Kemandirian
Kebijakan kesehatan haruslah mendorong kemandirian masyarakat daloam
upaya memperoleh derajat kesehatan yang optimal
n. Adil
Kebijakan kesehatan dilaksanakan secara adil (tidak ada diskriminatif
ditengah-tengah masyarakat).7
2.1.5 Hubungan antara ekonomi dan kesehatan8,9
Hubungan antara ckonomi dan kesehatan bukanlah suatu hubungan
yang sederhana, dan merupakan suatu hubungan timbal balik yang tidak
dapat dipisahkan antara keduanya.Sebagaimana dinyatakan oleh World
Bank (2002) bahwa ekonomi dan kesehatan merupakan sesuatu yang tidak
dapat dipisahkan. Kesehatan yang buruk dapat menyebabkan penurunan
produktivitas dan biaya bagi orang tersebut sehingga pada akhirnya akan
menurunkan kualitas hidup dan menciptakan ekonomi yang rendah.
Sebaliknya, pada dasarnya ekonomi yang rendah tidak menyebabkan
penyakit dan kematian tetapi karena tidak adanya gizi yang memadai,
layanan medis pencegahan ataupun kemampuan yang rendah untu
mengakses fasilitas kesehatan dan perumahan yang tidak memadai dapat
menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas dini, hal inilah
yang akan memberikan dampak pada rendahnya status kesehatan Jadi
pelayanakesehatanyang lebih baik akan memberikan manfaat bagi individu
dan masyarakat keseluruhan jika membawa kesehatan yang lebih baik.
Status kesehatan penduduk yang baik akan meningkatkan produktivitas,
meningkatkan pendapatan perkapita bahkan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi Negara

10
2.2 Evidence based
2.2.1 Defenisi dari evidence based dan fungsinya10
Kedokterangigiberbasisbuktiatauevidence based dentistry
(EBD)merupakan proses yang
merestrukturisasitentangcaraberpikirmasyarakatterhadapmasalahklinisden
ganmelakukanpendekatanuntukpemecahanmasalahklinis yang
telahberevolusidarimetodepembelajaran yang tradisional.
Tujuandari EBD untukmendorongdoktergigimelakukanperawatangigi
primer danuntukmenerapkannyakemasalahklinissehari-hari.

2.2.2 Defenisi cost effectiveness analysis CEA


A. Pengertian CEA (Cost Effectiveness Analysis)11
Cost effectiveness analysis adalah salah satu bentuk evaluasi ekonomi
yang membandingkan rasio biaya dan efektivitas dari beberapa alternative
intervensi/program.
B. Langkah-langkah menghitung CEA12
Cost effectiveness analysis berhubungan dengan biaya terhadap suatu
efektivitas pengukuran program yang spesifik. Cost effectiveness ratio
dapat diperoleh dengan membagi total biaya (total cost) dengan units of
effectiveness.

Units of effectiveness adalah pengukuran dari outcome yang dapat diukur


sentral terhadap tujuan dari suatu program.

Langkah-langkah dalam Cost Effectiveness Analysis:


a. Menyusun kerangka analisis.
b. Menentukan cost dan benefits yang harus dikenali.

11
c. Mengidentifikasi dan mengkategorikan cost dan benefits.
d. Menilai biaya.
e. Mengukur benefit dalam hal units of effectiveness.
f. Memperoleh present value dengan mengabaikan cost dan benefit.
g. Menghitung cost effectiveness ratio.
h. Melakukan analisis sensitivas (sensivity analysis).

2.2.3 Kebijakan kesehatan yang dapat dilakukan sesuai dengan kasus


diskenario13
. Kebijakan kesehatan yang cocok sesui dengan kasus pada skenario,
ialah ART.

Perawatan Atraumatic Restorative Treatment (ART) adalah


metodepenangan karies dengan intervensi minimal tanpa menggunakan
bur. Perawatan restoratif konvensional sangat bergantung pada peralatan
elektrik yang mahal dan sulit perawatannya.Selain itu, kompleksitas
peralatan yang dibutuhkan biasanya membatasi perawatan hanya dapat
dilakukan di klinik gigi. Dengan demikian, perawatan restoratif
konvensional sukar dipraktekkan di negara berkembang serta komunitas
tertentu seperti di daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK)
karena keterbatasan biaya, keterbatasan listrik, air, alat dan bahan
sertaketerbatasan aksesibilitas.
Perawatan ART terdiri dari 2 komponen yaitu pencegahan karies,
melalui penerapan sealant ART, dan aplikasi restoratif ART pada
karies.Kedua jenis perawatan tidak melibatkan bor gigi, air maupun
listrik.Pendekatan ART sesuai dengan konsep modern pada perawatan
preventif dan restoratif, khususnya dengan konsep Intervensi Minimal
Kedokteran Gigi.Rasa sakit dan ketidaknyamanan selama pengobatan
ART dapat dikurangi sehinggatidak membutuhkan anastesi, sehingga
metode ini mudah diterima oleh anak-anak yang belum pernah
mendapatkan perawatan gigi sebelumnya.

12
Aplikasi ART tidak terbatas di klinik gigi saja dan tetapi dapat juga
oleh dokter gigi yang terlatih dilakukan di daerah pedesaan atau di
sekolahan.Pengalaman selama bertahun-tahun telah membuktikan bahwa
dokter gigi yang telah mengikuti program pelatihan ART dengan baik,
menghasilkan restorasi yang bertahan lebih lama dibandingkan dengan
dokter gigi yang menerapkan ART tanpa mengikuti kursus atau hanya
mengikuti kursus singkat ART.

Evidence Based ART13


Sampai Februari 2012 telah dipubliklasikan sebanyak 254 artikel di
perpustakaan elektonik Pubmed yang membuktikan bahwa ART efektif,
terjangkau, layak, tahan lama dan penting untuk perawatan preventif dan
restoratif. Mayoritas artikel mengenai efek pencegahan karies dan kelangsungan
hidup sealant dan restorasi dengan metode ART.Banyak peneliti dari berbagai
negara telah menyelediki aspek yang berbeda dari ART. Temuan penting dari
studi ini menunjukkan bahwa pendekatan ART menggunakan glass ionomer
viskositas tinggi akan menghasilkan sealant dan tumpatan satu permukaan yang
baik pada gigi sulung dan gigi permanen posterior.
Efektivitas penggunaan hand-instrument untuk membuka kavitas gigi juga
telah dipelajari.Penggunaan dental hatchet dapat meningkatkan akses ke kavitas
gigi pada 84% gigi yang memerlukan perawatan pada kelompok remaja di
Zimbabwe.Namun, lesi karies pada proksimal gigi anterior tidak dapat dilakukan
penambalan dengan metode ART. Pada kelompok usia yang lebih muda (6-8
tahun) di Syria dengan risiko karies tinggi dapat dilakukan penambalan dengan
metode ART pada 90% lesi karies di gigi susu. Sedangkan pada gigi tetap di
kelompok usia 29 yang sama sbesar 54%. Hasil yang sama ditemukan pada
kelompok usia remaja di Mesir.
Efektifitas penggunaan ekscavator untuk membuang dentin berkaries telah
teruji sejak lama bahkan sebelum penggunaan instrumen putar. Hasil penelitian di
Jawa Barat oleh Magdarina (2002) menunjukan bahwa tumpatan GIC dengan
metode ART berpengaruh terhadap status kesehatan gigi, terlihat adanya

13
hambatan proses peningkatan kejadian karies baru. Tumpatan GIC dengan metode
ART berfungsi sebagai preventif sekaligus kuratif, tumpatan GIC dengan metode
ART lebih murah.

Penerimaan oleh Masyarakat13


Di Indonesia, ketidaknyamanan saat perawatan dengan metode ART lebih
rendah dibandingkan dengan perawatan konvensional. Hal ini dinilai dengan
pendekatan fisiologis dan pendekatan tingkah laku.Pada anak pra sekolah di Cina,
ketidaknyaman saat perawatan dengan metode ART hanya dilaporkan oleh 7%
anak yang menerima perawatan.Oleh karena itu, ART adalah pengendalian karies
dengan invasi minimal tanpa trauma bagi anak-anak maupun dewasa.
Kepuasan pasien pada restorasi dengan metode ART dirasakan oleh 95%
dan 91% murid sekolah menengah pertama di Zimbabwe dan Cina. Murid-murid
tersebut menyatakan tidak ragu untuk menerima perawatan yang sama dan akan
merekomendasikannya kepada teman terdekat.Perawatan gigi di sekolah telah
dilakukan di banyak negara melalui penggunaan klinik gigi kecil milik sekolah
atau mobil dental unit, di mana perawatan gigi konvensional dilakukan.
Keuntungan dari penggunaan metode ART telah terbukti di Afrika Selatan.Selama
bertahun-tahun sebuah mobil dental unit yang lengkap dengan 3 kursi gigi telah
beroperasi di sekolah-sekolah dasar di pedesaan.Namun, dilaporkan bahwa tenaga
kesehatannya mengalami kesulitan dalam merawat anak.Banyak dari anak-anak
sekolah tersebut takut untuk melakukan perawatan gigi di mobil dental
unit.Kemudian diperkenalkan ART ke dalam sistem pelayanan kesehatan gigi dan
mulut di sekolah-sekolah dasar tersebut.
Setahun setelah pengenalan ART, persentase ekstraksi gigi susu berkurang
sebesar 17% dan untuk gigi geraham pertama berkurang sebesar 36%
dibandingkan tahun sebelumnya. Juga persentase restorasi amalgam di gigi susu
berkurang sebesar 16% dan di gigi geraham pertama berkurang sebesar 1%.
Sebaliknya, perawatan restoratif pada gigi susu meningkat sebesar 33% dan pada
gigi geraham tetap meningkat sebesar 37%. Perubahan positif ini dianggap karena
restorasi atau sealant dengan metode ART telah mengurangi rasa takut, terutama

14
karena tidak adanya suntikan, dan telah meningkatkan penerimaan anak-anak
terhadap perawatan gigi dan mulut. Keuntungan lain adalah kontrol infeksi yang
lebih mudah sehingga baik di daerah dengan prevalensi HIV dan hepatitis. Sejak
itu, metode ART telah dilaksanakan di beberapa negara yang bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat dengan meminimalkan jumlah
ekstraksi, memaksimalkan jumlah restorasi gigi dan sealant, dan meningkatkan
cakupan menangani perawatan gigi dan mulut.
Strategi keberhasilan metode ART untuk pelayanan kesehatan gigi dan
mulut di masyarakat meliputi:
a. Program pelatihan ART untuk tenaga pelayanan kesehatan gigidan mulut
b. Ketersediaan glass ionomer viskositas tinggi yang berkualitas
c. Sistem pemantauan pelayanan kesehatan gigi dan mulut
d. Pengembangan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yangdilakukan
Pemerintah pusat/daerah.

Peralatan serta bahan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan metode ART


merupakan peralatan dan bahan minimal, diantaranya:
3 Alat
3 Set instrumen gigi dasar (terdiri dari kaca mulut, pinset, sonde)
4 Hand instrument ART (terdiri dari hatchet, enamel access
cauter,excavator besar dan kecil)
5 Excavator, hatchet, enamel cauter dan carver harus tajam, diujidengan
cara sisi pemotong ditancapkan kedalam kuku ibu jari, bilasewaktu
instrumen digeser jika tidak bergeser berarti instrumen tajam dan jika
bergeser berarti tumpul.
6 Kursi atau tempat tidur/sofa dengan sandaran kepala
7 Bangku untuk pekerja kesehatan gigi dan asistennya
8 Meja untuk instrumen dan obat-obatan
9 Sumber cahaya yang idealnya tidak sepenuhnya mengandalkanpasokan
listrik
10 Baskom cuci

15
11 Wadah penyimpanan air jika air mengalir tidak tersedia
12 Panci tekan dan sumber panas untuk sterilisasi instrumen
4 Bahan habis pakai yang dibutuhkan adalah
2. Cotton roll
3. Cotton pellet
4. Petroleum jelly
5. Wedges kayu
6. Matriks band
7. Plastic strip
8. Glass Ionomer sebagai bahan tumpat.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa:

a) ART memenuhi prinsip pelayanan kesehatan gigi dan mulut,yaitu


pencegahan, teknologi tepat guna, pengobatan yangterjangkau dan
pemerataan pelayanan.
b) Metode ART dapat digunakan untuk perawatan lesi karies yangbesar.
c) Penumpatan dengan metode ART lebih nyaman bagi pasiendibandung
penumpatan konvensional dengan menggunakanbur.
d) Tingkat ketahanan restorasi ART satu permukaan menggunakanglass
ionomer viskositas tinggi pada gigi susu dan gigi tetapposterior tinggi
e) Tingkat ketahanan restorasi ART menggunakan glass ionomerviskositas
tinggi lebih dari satu permukaan pada gigi susuposterior lebih rendah
dibandingkan restorasi ART satupermukaan.
f) Tingkat ketahanan restorasi ART satu permukaan menggunakanglass
ionomer viskositas tinggi pada gigi susu posterior sebandingdengan
restorasi amalgam.
g) Efektivitas biaya restorasi ART dengan glass ionomer viskositas tinggi
lebih tinggi dibandingkan restorasi amalgam.
h) Implementasi pengendalian karies dengan metode ARTdalam pelayanan
kesehatan gigi dan mulut tergantung padaketersediaan instrumen ART dan
ketersediaan glass ionomer viskositastinggi yang berkualitas.

16
i) Untuk memastikan hasil yang optimal dari pengendalian kariesdengan
metodeART, maka diperlukan program pelatihan bagitenaga pelayanan
kesehatan gigi dan mulut.

Selain itu, berdasarkan skenario bahwa biaya untuk program fissure sealant
sebesar 364,5 juta rupiah dengan jangkauan pelaksanaan 5000 murid,
sedangkan program ART sebesar 375 juta dengan jangkauan 5500 murid. Hal
tersebut menunjukkan bahwa program ART memiliki biaya yang lebih
rendah dengan jangkauan yang luas dibanding program fissure sealant.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hubungan antara ekonomi dan kesehatan merupakan hubungan timbal-
balik yaitu saling memengaruhi satu sama lain. Tingkat perekonomian yang
baik akan mendukung proses pembangunan pada sektor kesehatan, dan
tingkat kesehatan masyarakat mendukung perekonomian suatu Negara.
Ekonomi kesehatan menjadi acuan bagi para pihak-pihak yang berwenang
untuk merancang, menetapkan dan melaksanakan suatu kebijakan kesehatan.
3.2 Saran
Derajat kesehatan masyarakat akan berpengaruh terhadap perkembangan
dan pembangunan ekonomi. Oleh sebab itu diharapkan agar program-
program kesehatan hendaknya dipandang sebagai suatu bagian dari strategi
yang menyeluruh untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi dari
suatu penduduk.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Buse K, Mays N, Gill. Making health policy, understanding health policy.


Two pen plaza. New York:2005. p5
2. Ismainar H. Administrasi kesehatan masyarakat.p.36
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
4. Murti B. Pengantar ekonomi kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press (in press); 2013
5. Blue CM. Derby’s comprehensive riview of dental hygiene. 8th ed. Missouri:
Elsevier. 2012. P. 620
6. Buse K, Mays N, Gill. Making health policy, understanding health policy.
Two pen plaza. New York:2005. p. 11-2.
7. Dachi RA. Proses dan analisis kebijakan kesehatan (Suatu pendekatan
konseptual). Yogayakarta: CV Budi Utama; 2017. p 15-6
8. Hubungan kesehatan dan kemiskinan. Biro Analisa anggaran dan pelaksanaan
APBN-SETJEN DPR-RI. Available: http://www.dpr.go.id. Acsess: May,
23th 2018
9. Mekenzie J, Pinger R, Kotecki J. Kesehatan masyarakat suatu pengantar.
Edisi 4. Alih bahasa: Atih utami. Jakarta: EGC; 2007. p. 321
10. Richards D, Lawrence A. Evidence Based Dentistry. 1995 Oct 7: 179(7): 270.
11. Probandari A. Cost effectiveness analysis dalam penentuan kebijakan
kesehatan. Jurnal manajemen pelayanan kesehatan Sep 2007; 10(3): 105
12. Cellini SR, Kee JW. Cost-effectiveness and cost benefit analysis. Handbook
of practical program evaluation; p.493-5
13. Kementrian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan.
Pedoman Paket Dasar Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Puskesmas.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, 2012.

19

Anda mungkin juga menyukai