Anda di halaman 1dari 28

PENGARUH KECEPATAN DAN LAMA WAKTU BLENDING

TERHADAP KARAKTERISTIK PRODUK SUSU BUBUK X DAN Y DI PT


FRISIAN FLAG INDONESIA

Proposal Penelitian
Disusun sebagai Prasyarat Penyusunan Skripsi

Disusun oleh :
YASINTA APSARINA
H0915086

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat sebagai konsumen saat ini, memiliki minat konsumsi
pangan yang sehat dan lezat serta peduli akan pengaruh pemenuhan
kebutuhan gizi terhadap kesehatan tubuh. Susu sebagai salah satu minuman
bergizi, mengandung berbagai zat bioaktif, vitamin dan mineral sangat
dibutuhkan oleh tubuh. Susu sangat penting sebagai suplemen gizi
(Wardyaningrum, 2011). Susu selain memiliki komponen fungsional yang
memberikan asupan gizi tinggi, juga merupakan cairan biologis kompleks
yang terdiri dari lemak, protein, mineral, vitamin, enzim, laktosa dan air.
Industri pengolahan susu dewasa ini telah mengalami perkembangan yang
baik. Melalui laboratorium penelitian dan pengembangan, mereka dapat
menghasilkan dan merancang produk baru (USDA, 2005).
Menurut FAO (2013), berdasarkan kandungan lemaknya, susu
diklasifikan sebagai berikut: whole milk, skimmed milk, semi skimmed milk,
low fat milk, standardized milk. Berdasarkan proses pembuatannya susu
diklasifikasikan menjadi pasteurized milk, sterilized milk, ESL milk, UHT
milk. Menurut data dari FAOSTAT berbagai jenis susu dan produk susu
dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu susu cair (susu sapi, susu murni,
susu segar, susu skim sapi, standardized milk, reconstituted milk dan
fortified milks); susu kental (susu kental dari susu murni dan susu kental dari
susu skim); dehydrated milk products (susu terevaporasi dari susu murni
dan susu terevaporasi dari susu skim, dry milk/ susu bubuk, milk skimmed
dried, dry whey dan dry buttermilk).
Dalam bentuk cair, susu sulit dipindahkan atau disimpan. Sehingga,
industri pengolahan susu menggunakan teknologi untuk mengubah susu
cair menjadi susu bubuk (USDA, 2005). Susu bubuk merupakan salah satu
produk olahan susu yang diproduksi dengan cara mengurangi kadar air
melalui proses pengeringan susu segar atau susu rekombinasi, atau

2
pencampuran kering (dry blend), dengan atau tanpa penambahan vitamin,
mineral, unsur gizi lainnya (BSN, 2015). Kelebihan susu bubuk
dibandingkan susu segar adalah umur simpannya yang relatif panjang
karena memiliki kandungan air yaitu sekitar 3% (Walmsley et al 2016).
Susu bubuk juga cukup mudah dikonsumsi, disimpan dan dicampurkan
(Imanningsih, 2013).
Proses pembuatan susu bubuk dimulai dari proses basah, proses
kering dan proses blending. Proses Blending dilakukan dengan proses dry
blending (Wardana, 2012). Pencampuran kering (dry blending) adalah
pencampuran base powder dengan raw material lainnya seperti whey
powder, gula, vitamin dan mineral (Irawati, 2005). Banyak hal yang harus
diperhatikan dalam proses pencampuran bahan bubuk, dimana telah
diketahui bahwa pencampuran sempurna dari dua atau lebih komponen,
sangat sulit untuk dicapai. Tujuan pencampuran adalah distribusi yang
homogen dari setiap komponen campuran di seluruh volume (Krolczyk,
2016). Semakin rendah variasi dari komposisi sampel dalam campuran
serbuk, maka akan semakin baik kualitas pencampuran (Mikhaiel, 2013).
Keseragaman komponen produk merupakan salah satu pengukur
kualitas, yang penting dari produk akhir. Keseragaman komponen erat
kaitannya dengan keseragaman dari campuran. Pencampuran yang buruk
akan mengarah pada masalah kandungan komponen dari bahan yang
dihasilkan. Hal ini akan sangat mempengaruhi kesesuaian masing-masing
kadar komponen seharusnya sehingga akan berdampak pada kualitas
produk akhir (Madsen, 2002). Menurut Yin (2007), terdapat beberapa faktor
utama yang berpengaruh terhadap proses analisis dan penentuan tingkat
homogenitas dan distribusi keseragaman campuran akhir produk yang
dikelompokkan menjadi karakteristik fisik komponen (ukuran partikel,
densitas, morfologi, bentuk, jumlah), karakteristik kimia komponen
(kompatibilitas antar komponen, kompatibilitas dengan aktif, daya rekat,
muatan listrik statis, pengotor, dan degradasi), mesin blending (Drum Cross
Flow, Double Cone, Twin shell, Ribbon dan Screw), metode blending

3
(memutar shell blender di sekitar sumbu tetap dan memutar bagian internal
blender seperti impeller atau paddle dan memberikan gerakan memotong
dan mengocok, secara kontinyu) dan parameter proses lain (waktu
pencampuran, kecepatan pencampuran, laju aliran, dan volume). Menurut
Yin, (2007), lama waktu dan kecepatan pencampuran juga mempengaruhi
proses pencampuran material dan juga terhadap homogenisasi hasil
campuran. Waktu dan kecepatan pencampuran yang tidak mencukupi dapat
menghasilkan hasil campuran yang buruk, pembentukan clump, dan
segregasi.
Pada penelitian ini akan dilakukan beberapa analisis terhadap
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi homogenitas komponen produk
susu bubuk di PT Frisian Flag Indonesia, yakni waktu blending dan
kecepatan blending. Penelitian ini dirancang dan disusun untuk mengetahui
variasi kecepatan dan waktu yang baik pada proses blending agar
menghasilkan keseragaman komponen pada produk susu bubuk X di PT
Frisian Flag Indonesia.
Sebelumnya telah dilakukan beberapa penelitian terhadap produk-
produk farmasi terkait homogenitas hasil proses blending salah satunya
yakni oleh Wyk (2014) yang mencampurkan enalapril maleate dan lactose
monoydrate dengan mesin Saral Rapid mixer and wet Granulator bersistem
High Shear Mixer yang berpengaduk impeller dan chopper, bahwa waktu
pencampuran dan kecepatan pengaduk impeller terbukti lebih signifikan
daripada kecepatan pengaduk chopper. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut merekomendasikan kecepatan impeller diatur pada 191 rpm,
chopper pada 2002 rpm, dan waktu pencampuran 3.01 menit. Kecepatan
dari pengadukan, juga mencapai kriteria RSD ≤ 5% demikian juga hasil
individu adalah 10% dari hasil rata rata (Wyk, 2014).
Pada penelitian ini menggunakan alat blending Lindor dengan jenis
pengaduk Lindor. Waktu yang direkomendasikan menggunakan mesin
Lindor untuk menghasilkan produk yang homogen adalah sekitar 1-5 menit
untuk menghasilkan produk yang homogen. Homogenitas serbuk

4
menggunakan mesin Lindor berkapasitas 10 kg dapat tercapai dengan
kecepatan 12 rpm selama 5 menit (Hartono, 2018), kemudian menurut
Gupta et al (2010) kualitas mixing index mini Lindor terbaik didapatkan
pada kecepatan 10 rpm.
Berdasarkan literatur sebelumnya, penelitian terkait studi tentang
pengaruh faktor kecepatan dan lama waktu proses blending ini belum
pernah dilakukan untuk diterapkan pada produk susu. Menurut Yin (2007)
kriteria penerimaan sampel bubuk yang memiliki keseragamaan komponen
yang baik dari hasil pencampuran oleh FDA yakni memiliki nilai RSD
(relative standard deviation) ≤ 5,0 %. Produk susu bubuk X akan di analisis
karakteristik fisikokimianya meliputi particle size, angle of repose, bulk
density, homogenitas secara kualititatif, homogenitas secara kuantitatif,
stabilitas fisik, kadar proksimat (protein, lemak, gula, mineral) dengan
acuan standar PT Frisian Flag Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
Bagaimana pengaruh dumping sequence / urutan penambahan komponen
bahan (dari ukuran partikel kecil ke besar, besar ke kecil, dan acak),
kecepatan blending (8, 10, 12 rpm) dan waktu blending (1, 3, 5 menit)
terhadap karakteristik susu bubuk X meliputi particle size, angle of repose,
kadar protein, kadar lemak, kadar gula dan kadar mineral ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
Mengetahui pengaruh dumping sequence / urutan penambahan komponen
bahan (dari ukuran partikel kecil ke besar, besar ke kecil, dan acak),
kecepatan blending (8, 10, 12 rpm) dan waktu blending (1, 3, 5 menit)
terhadap karakteristik susu bubuk X meliputi particle size, angle of repose,
kadar protein, kadar lemak, kadar gula dan kadar mineral.

5
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
Dapat memberikan alternatif solusi kombinasi proses terbaik untuk
proses blending susu bubuk formula X di PT Frisian Flag Indonesia
sehingga mencapai homogenitas pencampuran yang dihasilkan

6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Susu
Susu merupakan bahan pangan yang mengandung berbagai nilai gizi
seimbang seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin yang
sangat dibutuhkan oleh manusia, karena mengandung berbagai komponen
gizi yang lengkap serta kompleks (Miskiyah, 2011). Menurut Buckle et al,
(1987) susu sapi dapat didefinisikan sebagai sekresi normal berbentuk cairan
yang diproduksi dari hasil pemerahan ambing sapi sehat tanpa dikurangi atau
ditambah sesuatu. Dapat diketahui besar komposisi kandungan komponen
yang terdapat pada susu sapi berdasarkan Food and Agriculture Organization
(2013) seperti pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Kadar Proksimat Susu Sapi
Susu Sapi
Kadar Proksimat
Rata- rata Range
Energi (kJ) 262 247 – 274
Energi (kcal) 62 59 – 66
Air (g) 87.8 87.3 - 88.1
Total Protein (g) 3.3 3.2 - 3.4
Total Lemak (g) 3.3 3.1 - 3.3
Laktosa (g) 4.7 4.5 - 5.1
Abu 0.7 0.7 - 0.7
Sumber : Food and Agriculture Organization (2013)

Menurut Ariningsih (2005), saat ini masyarakat di negara-negara maju


telah menjadikan susu sebagai menu makanan utama bagi dewasa dan
anak-anak. Semakin maju suatu negara, maka semakin banyak pula
masyarakatnya yang mengonsumsi susu karena susu dianggap memiliki
kandungan nutrisi yang tinggi yang dapat membantu pembentukan tulang,
serta kaya akan protein dan kandungan lemak yang dapat menghasilkan
energi (Susilorini dan Sawitri, 2007).

7
2. Dairy Product
Susu merupakan cairan biologis kompleks yang terdiri dari lemak,
protein, mineral, vitamin, enzim, laktosa dan air. Selain itu, juga memiliki
komponen fungsional yang memberikan asupan gizi tinggi. Secara umum
industri pengolahan susu dewasa ini telah mengalami perkembangan yang
baik. Melalui, laboratorium penelitian dan pengembangan, industri
pengolahan susu dapat menghasilkan produk baru dan merancang yang baru.
Para ilmuwan pangan di bidang dairy products bekerja sama untuk
mengetahui bagaimana sifat fungsional dan komponen dari susu sehingga
dapat tahan lama, dengan berbagai prosedur pemrosesan (USDA, 2005).
Susu dapat diklasifikasikan berdasarkan kandungan lemaknya, contoh:
whole milk, skimmed milk, semi skimmed milk, low fat milk, standardized
milk. Susu juga dapat diklasifikasikan berdasarkan proses pembuatannya :
pasteurized milk, sterilized milk, ESL milk, UHT milk. Berdasarkan
penjelasan data dari FAOSTAT untuk berbagai jenis susu dan produk susu
dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu susu cair seperti susu cair, susu
murni dan susu segar, susu skim sapi, standardized milk, reconstituted milk
dan fortified milks; susu kental seperti susu kental dari susu murni dan susu
kental dari susu skim; dehydrated milk products susu tervaporasi dari susu
murni dan susu terevaporasi dari susu skim, dry milk/ susu bubuk, milk
skimmed dried, dry whey dan dry buttermilk (FAO, 2013).
3. Susu Bubuk
Susu bubuk adalah produk susu yang diperoleh dengan cara
mengurangi sebagian besar air melalui proses pengeringan susu segar dan
atau susu rekombinasi yang telah dipasteurisasi, dengan atau tanpa
penambahan vitamin (SNI, 2006). Susu bubuk adalah produk olahan susu
dalam bentuk kering dengan kadar air di bawah 5%, biasanya diproduksi
dengan salah satu sistem silinder/roll drying/drum drying, dough proses,
ataupun spray drying atau kering semprot (Miller, 1992). Susu bubuk adalah
susu yang diuapkan dan melalui proses pengeringan. Proses pembuatan susu
bubuk mulai dari proses basah, proses kering, dan proses blending. Proses

8
basah melalui tahapan penerimaan bahan baku, pendinginan, pasteurisasi,
pencampuran basah dan homogenisasi. Proses kering dalam pembuatan susu
bubuk melalui tahapan evaporasi dan spray dryer. Sedangkan, pencampuran
kering yaitu mencampurkan base powder yang dihasilkan spray dryer dengan
penambahan gula, premix, serta antioksidan (Wardana, 2012). Susu bubuk
tidak hanya dikonsumsi secara langsung dengan dilarutkan, namun juga
sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan produk pangan
lain seperti dalam pembuatan roti. Susu bubuk merupakan salah satu produk
susu yang cukup mudah dikonsumsi, disimpan dan dicampurkan. Namun,
susu juga memiliki sifat rentang atau mudah rusak terutama oleh kondisi dan
lamanya penyimpanan, dengan demikian perlu diperhatikan bagaimana
penyimpanan yang baik karena pada kenyataannya suhu dan lamanya
penyimpanan mempengaruhi kualitas susu tersebut (Imanningsih, 2013).
Susu bubuk merupakan salah satu produk olahan susu yang diproduksi
dengan cara mengurangi sebagian besar air melalui proses pengeringan susu
segar dan atau susu rekombinasi, atau pencampuran kering (dry blend),
dengan atau tanpa penambahan vitamin, mineral, unsur gizi lainnya, dan
bahan tambahan pangan yang diizinkan kecuali pewarna dan perisa (BSN
2015). Tujuan utama pembuatan susu bubuk adalah untuk memperpanjang
umur simpan, memudahkan penanganan dan penyimpanan (Sulieman et al
2014).
Salah satu kelebihan susu bubuk dibandingkan susu segar adalah umur
simpan yang relatif panjang karena kandungan air susu bubuk sangat rendah
yaitu sekitar 3% (Walmsley et al 2016). Kadar air yang rendah merupakan
faktor yang dapat mencegah mikroorganisme perusak dan patogen untuk
tumbuh. Susu bubuk dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama (± 1
tahun) tanpa mengalami penurunan kualitas yang signifikan jika disimpan
dalam kondisi penyimpana yang baik (Sharma et al 2012). Menurut
Chandan (1997), komposisi susu bubuk yaitu kadar air 3 (%w/w), kadar
lemak 27,5 (%w/w), kadar protein 26,4 (%w/w), kadar laktosa 37,2(%w/w)
dan kadar mineral 5,9 (%w/w). Susu bubuk komersial untuk konsumen bayi

9
dan anak kecil dapat dikategorikan dalam susu bubuk infant formula milk
(IF), follow on formula milk (FOF) dan growing up milk (GUM) (Kent et al,
2015). Komposisi dari susu bubuk untuk setiap jenis juga berbeda-beda dan
beberapa diatur khusus oleh Codex Alimentarius Commision (Kent et al,
2015).
Tujuan utama pembuatan susu bubuk adalah untuk memperpanjang
umur simpan, memudahkan penanganan dan penyimpanan (Sulieman et al,
2014). Susu bubuk dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama (± 1 tahun)
tanpa mengalami penurunan kualitas yang signifikan jika disimpan dalam
kondisi penyimpanan yang baik (Sharma et al, 2012).
4. Dry Blending (Pencampuran Kering)
Proses pencampuran kering (dry blending) adalah pencampuran base
powder yang dihasilkan dari spray dryer dengan raw material lainnya
seperti whey powder, gula, vitamin dan mineral (Irawati, 2015). Pada proses
pencampuran kering bahan baku berbentuk bubuk mengalami pergesekan
mekanis atau tumbukan saat transportasi bubuk dari tipping major station ke
dalam receiving hopper menggunakan sistem vakum. Tipping major station
merupakan tempat digunakan untuk memasukkan bahan baku utama
berbentuk bubuk sedangkan receiving hopper adalah tempat untuk
menampung sementara bubuk sebelum turun ke dalam mixer (Saputro,
2008).
Pencampuran bahan bubuk sangatlah umum dan merupakan elemen
penting di industri yang mengolahnya. Banyak tantangan yang sangat
penting yang harus diatasi, tidak hanya dalam hal keamanan dan kebersihan,
tetapi juga untuk mencapai hasil yang terbaik, salah satunya terkait
kemungkinan homogenitas pencampuran dimana telah diketahui bahwa
pencampuran sempurna dari dua atau lebih komponen, sangat sulit untuk
dicapai. Tujuan pencampuran adalah distribusi yang homogen dari setiap
komponen campuran di seluruh volume (Krolczyk, 2016). Tujuan dari setiap
pencampuran adalah untuk mendapatkan distribusi yang homogen dari
semua komponen. Maka, semakin rendah variasi dari komposisi sampel

10
dibandingkan dengan jumlah yang sama dari campuran serbuk, maka akan
semakin baik kualitas pencampuran (Mikhaiel, 2013).
5. Blending Homogeneity
Pencampuran bahan bubuk sangatlah umum dan merupakan elemen
penting di industri yang mengolahnya. Banyak tantangan yang sangat
penting yang harus diatasi, tidak hanya dalam hal keamanan dan kebersihan,
tetapi juga untuk mencapai hasil yang terbaik, salah satunya terkait
kemungkinan homogenitas pencampuran dimana telah diketahui bahwa
pencampuran sempurna dari dua atau lebih komponen, sangat sulit untuk
dicapai. Tujuan pencampuran adalah distribusi yang homogen dari setiap
komponen campuran di seluruh volume (Krolczyk, 2016). Tujuan dari
setiap pencampuran adalah untuk mendapatkan distribusi yang homogen
dari semua komponen. Maka, semakin rendah variasi dari komposisi
sampel dibandingkan dengan jumlah yang sama dari campuran serbuk,
maka akan semakin baik kualitas pencampuran (Mikhaiel, 2013).
Keseragaman komponen produk adalah ukuran kualitas yang penting dari
produk akhir. Karena keseragaman komponen erat kaitannya dengan
keseragaman dari campuran, penting untuk memantau keseragaman
campuran. Pencampuran yang buruk atau ketidakmampuan
mempertahankan campuran, yang biasa disebut dengan segregasi, akan
mengarah pada masalah kandungan komponen dari bahan yang dibentuk
dari campuran. Hal ini akan sangat mempengaruhi kesesuaian
masing-masing kadar komponen seharusnya sehingga akan mempengaruhi
kualitas produk akhir (Madsen, 2002).
6. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Blending
Berbagai hal dapat mempengaruhi hasil serta proses pencampuran
material. Ada sejumlah proses dan variabel produk serta karakteristiknya
yang mempengaruhi kualitas pencampuran dan perpaduan akhirnya. Tabel
2.2 meringkas beberapa faktor utama yang berkontribusi pada proses
analisis dan penentuan tingkat homogenitas dan distribusi keseragaman
campuran akhir (Yin, 2007).

11
Tabel 2.2 Faktor-faktor proses analisis dan penentuan tingkat homogenitas
dan distribusi keseragaman campuran akhir

KATEGORI SUB- KATEGORI


Karakteristik AKTIF EKSIPIEN
Fisik Ukuran Partikel, Densitas, Ukuran Partikel,
Komponen Morfologi, Bentuk, dan Densitas, Morfologi,
Jumlah Bentuk, dan Jumlah
Karakteristik AKTIF EKSIPIEN
Kimiawi Kompatibilitas Antar Kompatibilitas dengan
Komponen Komponen, Daya Rekat, Aktif, Daya Rekat,
Muatan Listrik Statis, Muatan Listrik Statis,
Pengotor, dan Degradasi
Mesin PUTARAN SHELL SHELL BLENDER
Blending BLENDER KONSTAN
Faktor

Drum, Cross-flow, Double Ribbon, Screw


Cone, Twin-shell
Metode PUTARAN SHELL SHELL BLENDER
Blending BLENDER KONSTAN
Memutar shell blender di Memutar bagian internal
sekitar sumbu tetap blender,
seperti impeller atau
paddle, dan
memberikan
gerakan memotong dan
mengocok, secara
kontinyu
Parameter Waktu Pencampuran,
Proses Kecepatan Pencampuran,
Laju aliran, dan Volume
Sumber : Yin (2007).
Selain itu, lama waktu dan kecepatan pencampuran juga
mempengaruhi proses pencampuran material dan juga terhadap
homogenisasi hasil campuran. Waktu dan kecepatan pencampuran yang
tidak mencukupi dapat menghasilkan hasil campuran yang tercampur
dengan buruk, pembentukan clump, dan segregasi (Yin, 2007).
7. Relative Standard Deviation (RSD)
RSD adalah relative standard deviation. Nilai rata-rata dan
persentase Relative Standard Deviation (% RSD) kemudian dihitung untuk

12
setiap percobaan. USFDA mengeluarkan pedoman untuk industri pada
“Powder blends and finished dosage units – stratified in-process dosage
unit sampling and assessment’ (US Food and Drug Administration, 2003
dalam Wyk, 2014)”. Pedoman ini dimaksudkan untuk membantu produsen
produk obat manusia dalam memenuhi persyaratan 21 CFR 211.110 untuk
menunjukkan kecukupan pencampuran serta memastikan keseragaman
bubuk dalam proses pencampuran dan unit dosis jadi. Panduan ini
menjelaskan prosedur untuk menilai kecukupan campuran bubuk,
mengkorelasikan hasil uji unit dosis dalam proses dengan hasil tes
campuran bubuk, dan menetapkan kriteria awal untuk prosedur kontrol
yang digunakan dalam pembuatan rutin. Kriteria yang disarankan untuk
digunakan pada campuran bubuk (dalam blender) adalah untuk menguji
satu sampel per lokasi (jumlah sampel (n)> 10). Relative Standard
Deviation dari semua hasil individu harus < 5,0%. Semua hasil individu
harus di dalam10,0% (absolut) dari hasil rata-rata (Wyk, 2014). Menurut
Yin (2007) kriteria penerimaan sampel bubuk yang memiliki keseragamaan
komponen yang baik dari hasil pencampuran oleh FDA yakni memiliki nilai
RSD (relative standard deviation) ≤ 5,0 %.
RSD = [(standard deviasi)/(rata-rata)] x 100% (Wyk, 2014)

B. Kerangka Berpikir

Tantangan bagi Proses Dry Blending susu bubuk adalah


memastikan bahwa hasil blending susu bubuk
memberikan hasil campuran produk yang memiliki
homogenitas baik di PT Frisian Flag Indonesia.
13

Blending Homogeneity atau homogenitas yang


Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

C. Hipotesis

14
Hipotesis dari penelitian ini adalah semakin lambat kecepatan blending
dan semakin cepat waktu blending memberikan tingkat homogenitas hasil
campuran susu bubuk X yang baik.

15
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Departement Dairy Technology PT Frisian
Flag Indonesia (Plant Pasar Rebo) yang berada di Jalan Raya Bogor Km. 5,
Jakarta Timur 13760. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Juni 2019.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari alat proses
pencampuran dan alat analisis sampel. Alat yang digunakan dalam proses
pencampuran sampel berupa glass beaker, neraca analitik, neraca digital,
plastik, powder dry horizontal mixer mini lindor L-00010-R-CR00000
(Lindor Machinefabrieken B.V, The Netherlands) (kapasitas 10 kg), spatula,
sendok, stopwatch. Sedangkan alat yang digunakan untuk analisis sampel
dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Alat Analisis Sampel Susu Bubuk X dan Y
No. Analisis Alat
1. Bulk Density Bulk density apparatus –
Stampvolumeter STAV 2003 JEL
(Funke Gerber, Germany) (IDF,
2005)
2. Homogenitas secara Scanning Electron Microscopy
Kualitatif (SEM) Hitachi Tabletop
Microscope TM 300 (Rinaldi,
2018)
3. Stabilitas Fisik
a) Massa Jenis Piknometer, desikator, penjepit,
neraca analitik (Maryam, 2013)
b) Volume Sedimentasi Gelas Ukur dan penggaris
(Maryam, 2013)
c) Organoleptis Cup plastik kecil, sendok plastik,
borang (Maryam, 2013)
d) Redispersi Tabung Reaksi (Maryam, 2013)
e) Viskositas Viscometer Stromer (Maryam, 2013)
f) Distribusi ukuran partikel Dengan alat laser diffraction
(Particle Size) particle size analyzer LS 13320

16
(Beckman Coulter USA) (Hartono,
2018)
4. Kadar Lemak Dengan alat FOSS NIRSystems
5000
5. Kadar Gula Dengan alat FOSS NIRSystems
5000
6. Kadar Protein Dengan alat FOSS NIRSystems
5000
7. Kadar Mineral Dengan alat FOSS NIRSystems
5000

2. Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah komponen
bahan pembuatan susu bubuk X yakni, base powder milk, gula,
maltodekstrin, flavour vanilla, dan premiks.
Tabel 3.2. Bahan Analisa Susu Bubuk X
No. Analisis Bahan
3. Stabilitas Fisik
a) Massa Jenis
Aquadest (Maryam, 2013)

C. Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian ini terdiri daridua tahapan yaitu proses pencampuran
komponen, dan proses analisis sampel susu bubuk X. Diagram alir urutan
proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1.

17
FORMULA SUSU BUBUK X

Persiapan alat Blending yang akan


digunakan

Penimbangan setiap komponen sesuai


formula

Pencampuran menggunakan mini


lindor dengan 3 variasi perlakuan :

1) Kecepatan (8, 10, 12 rpm)


2) Waktu (1, 3, 5 menit)

Susu Bubuk X

Analisis Angle of Repose, Bulk Density,


Homogenitas secara Kuantitatif,
Homogenitas secara Kualitatif,
Stabilitas Fisik, Kadar Lemak, Kadar
Gula, Kadar Protein, Kadar Mineral

Gambar 1.1 Tahapan Penelitian

Terdapat beberapa tahapan yang dilakukan pada penelitian ini, seperti berikut.

1. Proses Pencampuran Komponen Susu Bubuk X


Proses ini dilakukan dengan menggunakan alat mini lindor. Selanjutnya
seluruh komponen bahan yang telah ditimbang dimasukkan kedalam mesin
mini lindor, mengatur kecepatan (8, 10, dan 12) rpm dan penyesuaian waktu (1,
3 dan 5) menit dengan menggunakan stopwatch.

18
2. Analisis Karakteristik Susu Bubuk X
Proses analisis yang dilakukan terhadap produk susu bubuk X meliputi
Analisis Angle of Repose, Bulk Density, Homogenitas secara Kuantitatif,
Homogenitas secara Kualitatif, Stabilitas Fisik (Organoleptis, Massa Jenis,
Viskositas, Volume Sedimentasi, Redispersi, Distribusi Ukuran Partikel), Kadar
Lemak, Kadar Gula, Kadar Protein, Kadar Mineral.

D. Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor dengan 3 variasi untuk
setiap faktor yaitu faktor kecepatan (8, 10, dan 12) rpm dan faktor waktu (1, 3
dan 5) menit. Masing-masing perlakuan dilakukan 3 kali ulangan sampel dan 3
kali ulangan analisis. Semua data hasil penelitian dianalisis menggunakan two
way Analysis Of Variance (ANOVA) dengan menggunakan SPSS versi 16.0.
Bila hasil analisis menunjukkan beda antar perlakuan maka dilanjutkan dengan
Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada α = 0,05. Rancangan penelitian
ini dapat dilihat pada Tabel 3.2.

19
Tabel 3.2 Rancangan Penelitian

Formula Sampel X
Kecepatan Waktu Hasil Ulangan Ulangan Analisis
(V) (T) Variasi Sampel a b c
a V1T1aa V1T1ab V1T1ac
T1 V1T1 b V1T1ab V1T1bb V1T1bc
c V1T1ac V1T1bc V1T1cc
a V1T2aa V1T2ab V1T2ac
T2 V1T2 b V1T2ab V1T2bb V1T2bc
V1
c V1T2ac V1T2bc V1T2cc
a V1T3aa V1T3ab V1T3ac
T3 V1T3 b V1T3ab V1T3bb V1T3bc
c V1T3ac V1T3bc V1T3cc
a V2T1aa V2T1ab V2T1ac
T1 V2T1 b V2T1ab V2T1bb V2T1bc
c V2T1ac V2T1bc V2T1cc
a V2T2aa V2T2ab V2T2ac
V2 T2 V2T2 b V2T2ab V2T2bb V2T2bc
c V2T2ac V2T2bc V2T2cc
a V2T3aa V2T3ab V2T3ac
T3 V2T3 b V2T3ab V2T3bb V2T3bc
c V2T3ac V2T3bc V2T3cc
a V3T1aa V3T1ab V3T1ac
T1 V3T1 b V3T1ab V3T1bb V3T1bc
c V3T1ac V3T1bc V3T1cc
a V3T2aa V3T2ab V3T2ac
V3 T2 V3T2 b V3T2ab V3T2bb V3T2bc
c V3T2ac V3T2bc V3T2cc
a V3T3aa V3T3ab V3T3ac
T3 V3T3 b V3T3ab V3T3bb V3T3bc
c V3T3ac V3T3bc V3T3cc
Keterangan :
T1 : 1 menit
T2 : 3 menit
T3 : 5 menit

V1 : 8 rpm
V2 : 10 rpm
V3 : 12 rpm
E. Pengamatan Parameter
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan beberapa analisa yang dapat
dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Metode Analisis Susu Bubuk X dan Y
No. Analisis Metode
1. Angle of Repose Analisa Angle of Repose (Shittu
dan Lawal, 2005)
2. Bulk Density Analisa Densitas Kamba atau Bulk
density apparatus (IDF, 2005)
3. Homogenitas secara Analisa Mixing Index (Gupta et al,
Kuantitatif 2010)
4. Homogenitas secara Analisa SEM (Rinaldi, 2018)
Kualitatif
5. Stabilitas Fisik
a) Massa Jenis Analisa Massa Jenis (Maryam,
2013)
b) Volume Sedimentasi Analisa Volume Sedimentasi
(Maryam, 2013)
c) Organoleptis Analisa Organoleptis (Maryam, 2013)
d) Redispersi Analisa Redispersi (Maryam, 2013)
e) Viskositas Analisa Viskositas (Maryam, 2013)
f) Distribusi Ukuran Partikel Analisa Distribusi Ukuran Partikel
(Particle Size) (Hartono, 2018)
6. Kadar Lemak Analisa Proksimat Kadar Lemak
(AOAC, 2006)
7. Kadar Gula Analisa Proksimat Kadar Gula
(AOAC, 2006)
8. Kadar Protein Analisa Proksimat Kadar Protein
(AOAC, 2006)
9. Kadar Mineral Analisa Proksimat Kadar Mineral
(AOAC, 2006)

21
F. Jadwal Kegiatan Penelitian
Tabel 3.4 Jadwal Kegiatan
Bulan ke-
No Kegiatan
1 2 3 4 5
1 Penulisan Proposal
2 Seminar Proposal
3 Penelitian
4 Penulisan Laporan
5 Seminar Hasil
6 Sidang Skripsi

22
LAMPIRAN

23
1. Analisa Angle of Repose (Flowability)

Tuang 200 mL sampel bubuk melalui corong yang ditempatkan 20 cm


di atas permukaan yang rata. Pelat penyangga ditarik dan sampel bubuk
dibiarkan turun. Sudut dari tumpukkan yang dibentuk sampel pada
permukaan yang rata diukur. Jika sudut yang dihasilkan <35o maka
dikategorikan free flowing material (mudah mengalir). Jika sudutnya 45 –
55o dikategorikan fairly cohesive material (agak kohesif) dan di atas 55o
maka dikategorikan very cohesive (sangat kohesif).
2. Analisa Densitas Kamba (Bulk Density)
Sebanyak 100 gram (± 0,1 gram) sampel ditimbang dan dimasukkan ke
dalam gelas ukur 250 ml. Gelas ukur diletakkan dalam alat tap density I
Engelsman AG model STAV II dengan 625 kali ketukan. Pengukuran
sampel densitas kamba dilakukan sebelum dan sesudah pencampuran
kering pada dua lini produksi yang berbeda. Pengukuran dilakukan
sebanyak sembilan kali ulangan Persamaan densitas kamba yang digunakan
adalah
Densitas kamba (BD) = m / Vf
dimana m adalah massa sampel susu bubuk dan vf adalah volume akhir
sampel setelah tapped atau ketukan.
3. Analisa Homogenitas secara Kuantitatif (Mixing Index)
Salah satu cara termudah untuk mengkarakterisasi kualitas
pencampuran (dari data DEM) adalah dengan menghitung jumlah kontak
antara dua bahan sampel. Rasio kontak antara sampel berkomposisi
kecil-besar (Csl) dan total kontak antara keduanya (Ctotal) dapat
digunakan untuk mengkarakterisasi kualitas pencampuran, disebut q1.
Pencampuran dikatakan buruk apabila nilai q1 kecil, pencampuran optimal
(buatan) akan ditunjukkan nilai q1 antara 0,2 dan 0,5.

24
4. Analisa Homogenitas secara Kualitatif (SEM)
Ukuran partikel rata-rata berdasarkan volume spherical (mean particle
size D4,3), diukur dengan laser diffraction particle size analyzer LS 13320
(Beckman Coulter USA). Instrumen ini menggunakan 5 mW laser diode
dengan panjang gelombang 750 nm sebagai sumber cahaya dan lampu
tungsten-halogen sebagai sumber cahaya sekunder dengan sistem PIDS
(Polarization Intensity Differential Scattering). Sampel bubuk disiapkan
dalam gelas ukur yang sudah disediakan hingga tanda batas selanjutnya
dimasukkan ke dalam Tornado Dry Powder System yang terhubung dalam
vakum 420 L/menit pada 740-750 torr (15 cfm pada 5-10 inci air dibawah
tekanana atmosferik).
5. Analisa Stabilitas Fisik
Suspensi disentrifugasi dengan kecepatan 5.000 rpm selama 30 menit.
Diamati sedimentasi yang terbentuk dan kemudahan redispersinya.
- Penyimpanan selama 30 hari

Evaluasi stabilitas fisik dilakukan pada hari ke 0, 7, 14, 21 dan 30


hari. Evaluasi yang dilakukan pada penelitian ini meliputi organoleptis,
massa jenis, volume sedimentasi, redispersi, viskositas dan distribusi
ukuran partikel secara mikroskopi.
a) Organoleptis
Evaluasi organoleptis suspensi dilakukan dengan menilai perubahan
rasa, warna, dan bau. Evaluasi dilakukan selama 30 hari.
b) Massa Jenis
Massa jenis diukur dengan diawali menimbang piknometer kosong
(C). Kemudian menimbang berat piknometer dengan aquadest (A)
kemudian menimbang piknometer yang berisi suspensi (B). Analisa massa
jenis menggunakan rumus pada persamaan berikut.

25
c) Volume Sedimentasi
Suspensi dimasukkan ke dalam gelas ukur bervolume 10 mL (Ho).
Pengukuran volume sedimentasi dilakukan hingga volume sedimentasi
konstan maksimal hingga 30 hari. Diukur setiap 24 jam sekali. Volume
tersebut merupakan Volume akhir (Hu). Volume sedimentasi dapat
dihitung dengan rumus pada persamaan berikut.
Hu
F
Ho
d) Redispersi
Evaluasi ini dilakukan dengan manual menggunakan suspensi di
dalam tabung reaksi setelah pengukuran volume sedimentasi konstan. Putar
tabung reaksi 180 derajat dan balik ke posisi semula. Lakukan berulang
kali dengan konstan. Bernilai 100 % jika dalam sekali pembalikan tabung,
suspensi dapat tersuspensi sempurna. Jika setiap pembalikan suspensi
belum terdispersi sempurna maka akan terjadi pengurangan 5% dari nilai
100%
e) Viskositas
Penentuan viskositas dilakukan dengan viscometer stormer. Penentuan
nilai Kv (tetapan alat) : Naikkan sampel hingga batas pada paddle.
Pemberat terus ditambahkan hingga didapat nilai rotation per minute (rpm)
pada monitor 200. Masukkan nilai pemberat yang digunakan pada monitor
dan tekan enter, lampu KU akan hidup dan monitor akan menunjukkan
nilai Kv alat. Penentuan nilai Wf : Lakukan prosedur dengan pemberat
anak timbangan yang bervariasi (30, 60, 90, 120, dan 150 gram). Dicatat
rpm yang dihasilkan pada setiap anak timbangan yang berbeda. Dicari
persamaan regresi linier (persamaan 3) dari bobot anak timbangan (x) vs
rpm (y).

26
f) Distribusi Ukuran Partikel (Particle Size)
Ukuran partikel rata-rata berdasarkan volume spherical (mean particle
size – D4,3) diukur dengan laser diffraction particle size analyzer LS 13320
(Beckman Coulter, USA). Instrumen ini menggunakan 5 mW laser diode
dengan panjang gelombang 750 nm sebagai sumber cahaya dan lampu
tungsten-halogen sebagai sumber cahaya sekunder untuk sistem PIDS
(Polarization Intensity Differential Scattering). Sampel bubuk disiapkan
dalam gelas ukur yang sudah disediakan hingga tanda batas kemudian
dimasukkan ke dalam Tornado Dry Powder System yang terhubung dengan

vakum 420 L/menit pada 740 – 750 torr (15 cfm pada 5 – 10 inci air di

bawah tekanan atmosferik). Analisa triplo dilakukan untuk tiap-tiap


sampel.
6. Analisa Proksimat (Kadar Lemak, Kadar Gula, Kadar Protein, Kadar
Mineral)
Analisis menggunakan instrumen NIRS diawali dengan
dihomogenkannya sampel susu bubuk X yang akan dianalisis. Kemudian
program ISIscan dipilih untuk analisis/pembacaan komposisi sampel.
Selanjutnya dipilih equation yang digunakan untuk pembuatan model
kalibrasi. Sampel susu bubuk X di scan menggunakan equation yang sama.
Sebelum pembacaan dimulai, terlebih dahulu ceramic reference dipastikan
telah berada pada tempat scan. Selanjutnya tombol “Scan” diklik, kode
sampel yang dianalisis diisikan pada kotak yang tersedia, dan tombol
“Continue” diklik. Pembacaan reference dilakukan terlebih dahulu
kemudian dilanjutkan pembacaan sampel. Pembacaan sampel dilakukan
setelah muncul kotak dialog pada layar komputer “Sample”. Sampel
diletakkan pada kuvet sampel dan ditekan dengan fiber-optic probe. Kuvet
harus dipastikan dalam keadaan bersih dan tidak terdapat gelembung saat
ditekan dengan fiber-optic probe. Hal ini dikarenakan gelembung tersebut
dapat mengganggu pembacaan sampel saat dianalisis. Kemudian reference
dipindahkan dari tempat scan, diganti dengan kuvet yang berisi sampel, dan

27
tombol “Enter” ditekan. Instrumen NIRS dipastikan dalam keadaan tertutup
pada saat pembacaan reference dan sampel. Sampel susu bubuk X dilewati
oleh sinar inframerah dekat (NIR) yang memiliki panjang gelombang 780 –
2500 nm. Setelah pembacaan sampel selesai, kuvet selanjutnya dikeluarkan
dari instrumen NIRS dan dibersihkan.

28

Anda mungkin juga menyukai