2.1 Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar Cu dalam sampel dengan menggunakan
AAS ( Atomic Absorption Spectrophotometer )
2.2 Prinsip
Prinsip percobaan ini adalah penentuan kadar Cu dengan AAS yang didasarkan pada
absorbsi cahaya oleh atom, atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang
tertentu, tergantung pada sifat unsurnya
2.3 Dasar Teori
2.3.1 Pengertian Spektrometri Serapan Atom (SSA)
Spektrometri Serapan Atom (SSA) adalah suatu alat yang digunakan pada metode analisis
untuk penentuan unsur-unsur logam dan metalloid yang pengukurannya berdasarkan penyerapan
cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas (Skoog et al.,
2000). Metode ini sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini mempunyai
beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode spektroskopi emisi konvensional. Sebenarnya
selain dengan metode serapan atom, unsur-unsur dengan energi eksitasi rendah dapat juga
dianalisis dengan fotometri nyala, akan tetapi fotometri nyala tidak cocok untuk unsur-unsur
dengan energy eksitasi tinggi. Fotometri nyala memiliki range ukur optimum pada panjang
gelombang 400-800 nm, sedangkan AAS memiliki range ukur optimum pada panjang
gelombang 200-300 nm (Skoog et al., 2000). Untuk analisis kualitatif, metode fotometri nyala
lebih disukai dari AAS, karena AAS memerlukan lampu katoda spesifik (hallow cathode).
Kemonokromatisan dalam AAS merupakan syarat utama. Suatu perubahan temperature nyala
akan mengganggu proses eksitasi sehingga analisis dari fotometri nyala berfilter. Dapat
dikatakan bahwa metode fotometri nyala dan AAS merupakan komplementer satu sama lainnya.
Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom, atom-atom menyerap cahaya
tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Misalkan natrium
menyerap pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm sedangkan kalium pada 766,5 nm. Cahaya pada
gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat energi elektronik suatu atom.
Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar
dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat-tingkat eksitasinya pun bermacam-
macam. Misalnya unsur Na dengan nomor atom 11 mempunyai konfigurasi elektron
1s1 2s2 2p6 3s1, tingkat dasar untuk elektron valensi 3s, artinya tidak memiliki kelebihan energi.
Elektron ini dapat tereksitasi ke tingkat 3p dengan energi 2,2 eV ataupun ke tingkat 4p dengan
energy 3,6 eV, masing-masing sesuai dengan panjang gelombang sebesar 589 nm dan 330 nm.
Kita dapat memilih diantara panjang gelombang ini yang menghasilkan garis spektrum yang
tajam dan dengan intensitas maksimum, yang dikenal dengan garis resonansi. Garis-garis lain
yang bukan garis resonansi dapat berupa pita-pita lebar ataupun garis tidak berasal dari eksitasi
tingkat dasar yang disebabkan proses atomisasinya.
Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel yang
mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya tersebut akan diserap
dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas logam yang
berada pada sel. Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi diturunkan dari:
Hukum Lambert: bila suatu sumber sinar monkromatik melewati medium transparan, maka
intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya ketebalan medium yang
mengabsorbsi.
Hukum Beer: Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial dengan
bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut.
Dari kedua hukum tersebut diperoleh suatu persamaan:
Dimana:
lo = intensitas sumber sinar
lt = intensitas sinar yang diteruskan
ε = absortivitas molar
b = panjang medium
c = konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar
A = absorbansi
Dengan
T = transmitan
Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus
dengan konsentrasi atom (Day & Underwood, 1989).
Begitu pula untuk perbandingan pada persamaan 1 dan 3, serta 1 dan 4 menghasilkan persamaan:
Berdasarkan data di atas maka dapat dihitung C1 ( konsentrasi Cu dalam larutan sampel ) melalui
perhitungan pada persamaan 5, 6 dan 7. Misalnya menurut persamaan 5, diperoleh nilai C1 :
Sehingga
Dari persamaan 9 dapat diperoleh nilai transmitan untuk tiap absorbansi, misal pada A1
Dengan cara yang sama diperoleh nilai trnasmitan untuk A yang lain, hasilnya:
T2 = 4,6978 x 10-3
T3 = 4,6590 x 10-3
T4 = 4,6494 x 10-3
Dalam persentase, transmitan menjadi bernilai
Dengan cara yang sama nilai persentase transmitan yang lain adalah:
T2 = 0,4697 %
T3 = 0,4659 %
T4 = 0,4649 %
2.5 Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar Cu dengan metode Spektrofotometri
Serapan Atom. Prinsip kerja alat ini adalah absorpsi cahaya oleh atom. Di sini atom-atom
menyerap cahaya pada panjang gelombang yang sesuai dengan karakteristik atom tersebut. Sinar
– sinar yang diserap berupa sinar ultraviolet dan sinar tampak.
Metode yang dipakai dalam analisa dengan AAS ini menggunakan metode adisi standar.
Metode ini dipilih karena dapat meminimalkan kesalahan yang disebabkan oleh perbedaan
matriks sampel dengan standar yang digunakan. Metode ini dilakukan dengan menambahkan
larutan standar ke dalam sampel dan melakukan pengukuran absorbansi terhadap campuran
sampel dan larutan standar tersebut. Larutan standar yang digunakan dalam percobaan adalah
larutan CuSO4 1 M. Larutan ini dipilih karena merupakan standar bagi logam Cu. Metode ini
menggunakan volume larutan smpel yang tetap yakni 10 ml, sementara larutan standar yang
ditambahkan bervariasi dari 0,5 ml, 1 ml dan 1,5 ml. Masing – masing campuran sampel dengan
ketiga volume larutan standar tersebut selanjutnya dianalisa dengan AAS.
Hasil analisa AAS terhadap larutan – larutan di atas akan memberikan nilai absorbansi dan
transmitan seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1. Dari data absorbansi yang diperoleh tersebut,
dapat dihitung konsentrasi Cu dalam larutan sampel. Perhitungan ini dilakukan melalui
perbandingan nilai absorbansi pada berbagai larutan sampel sesuai persamaan 5,6 dan 7.
Kecenderungan yang tampak dari perhitungan tersebut adalah konsentrasi Cu semakin besar
seiring dengan penambahan volume larutan standar. Padahal seharusnya nilai konsentrasi
tersebut harusnya sama. Perbedaan ini disebabkan oleh konsentrasi sampel yang tinggi sehingga
mempengaruhi hasil konsentrasi Cu sehingga konsentrasi yang didapat berbeda-beda, hal ini
dikarenakan seharusnya AAS digunakan untuk larutan dengan konsentrasi rendah (menggunakan
ppm). Perhitungan tersebut dapat digunakan untuk mencari kadar rata – rata Cu dalam sampel,
yakni sebesar 0,62 M.
Nilai transmitan menunjukkan besarnya besarnya sinar yang ditransmisikan oleh sampel.
Makin kecil nilai transmitan maka makin banyak sinar yang diabsorpsi oleh larutan. Tabel 2.1
menunjukkan bahwa nilai transmitan terendah terjadi pada absorbansi A3 yakni sebesar 0,4659
% dengan nilai transmitan rata-rata 0,5016%.
2.6 Kesimpulan
Konsentrasi Cu dalam larutan sampel diukur dengan AAS adalah sebesar0,62 M.