Anda di halaman 1dari 6

Legal Research Paper

Hak Pilih TNI dan Polri

PEMETAAN MOSI

Mosi kita pada hari ini adalah “Hak Pilih TNI dan Polri”, menurut KBBI
hak pilih adalah kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh
undang-undang, aturan, dan sebagainya): semua warga negara yang telah
berusia 18 tahun ke atas mempunyai -- untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan
umum;1 Sedangkan TNI menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang
Tentara Nasional Indonesia adalah “Tentara Nasional, yaitu tentara kebangsaan
Indonesia yang bertugas demi kepentingan negara dan di atas kepentingan
daerah, suku, ras, dan golongan agama.2”Sedamgkan Kepolisian adalah segala
hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.3 Adapun pengertian hak pilih TNI dan Polri
adalah hak untuk memilih yang dimiliki oleh anggota personil TNI dan Polisi
Republik Indonesia.

SEJARAH

Pengaturan tentang hak pilih Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan


Kepolisian Republik Indonesia (Polri) pada dasarnya dipengaruhi oleh
perkembangan demokratisasi di Indonesia dan sejarah hukum dari masing-
masing lembaga tersebut. Dalam pembahasan ini, perspektif sejarah digunakan
dalam rangka penelaahan sejumlah peristiwa-peristiwa yuridis dari zaman
dahulu yang disusun secara kronologis. Dalam hal ini, hukum sebagai gejala
sejarah berarti tunduk pada pertumbuhan yang terus menerus.4
Pengertian tumbuh membuat dua arti yaitu perubahan dan stabilitas.
Hukum tumbuh, berarti bahwa terdapat hubungan yang erat, sambung-

1https://kbbi.web.id/hak
2 Pasal 2
3 Pasal 1 Undang-Undang Republik Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
4Setiajeng Kadarsih dan Tedi Sudrajat, ANALISIS TERHADAP HAK PILIH TNI DAN POLRI DALAM PEMILIHAN
UMUM, Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Purwokerto. Hlm 51-52.
menyambung atau hubungan yang tak terputus-putus antara hukum pada masa
kini dan hukum pada masa lampau. Hukum pada masa kini dan hukum pada
masa lampau merupakan satu kesatuan. Ini berarti bahwa kita dapat mengerti
hukum kita pada masa kini, hanya dengan penyelidikan sejarah, bahwa
mempelajari hukum secara ilmu pengetahuan harus bersifat juga mempelajari
sejarah. 5
Dalam kaitan ini, sejarah pengaturan hukum mempunyai arti penting
dalam rangka pembinaan hukum nasional, oleh karena usaha pembinaan hukum
tidak saja memerlukan bahan-bahan tentang perkembangan hukum masa kini
saja, akan tetapi juga bahan-bahan mengenai perkembangan dari masa lampau.
Melalui perspektif sejarah, diharapkan mampu menjajaki berbagai aspek politik
hukum Indonesia pada masa yang lalu, hal mana akan dapat memberikan
bantuan untuk memahami kaidah-kaidah serta institusi-institusi hukum yang
adadewasa ini dalam masyarakat bangsa kita. Berdasarkan perspektif tersebut,
sifat dan arah hukum mengenai hak pilih TNI dan Polri selalu diwarnai oleh
kepentingan politik penguasa. Perjalanan politik bangsa menunju- kan
kecenderungan yang sangat kuats bahwa militer merupakan instrumen politik
yang sangat efektif yang dibangun oleh sebuah rezim guna membesarkan dan
mempertahankan kekuasaan yang ada. 6
Hal itu sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru, karena pola-pola
pemanfaatan militer sebagai instrumen politik rezim terjadi sejak pemerintahan
kolonial. Untuk memperjelas perjalanan demokrasi dalam perspektif sejarah dan
politik hukum terkait dengan hak pilih angkatan bersenjata (TNI) dan Polri
dapat dicermati dengan penelaahan terhadap 3 (tiga) periode kekuasaan di
Indonesia yang meliputi Orde Lama, Orde baru dan Reformasi.7

LATAR BELAKANG
Rapat Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang Pemilu di DPR
bersama TNI, Polri, dan Kejaksaan Agung menggulirkan isu yang selama ini
dianggap sensitif. Wakil Ketua Pansus Ahmad Riza Patria menanyakan ihwal hak

5 Ibid

6 ibid
7 ibid
pilih TNI kepada Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Gatot pun menjawab
hal tersebut tentu bergantung pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam
putusan MK Nomor 22/PUU-XII/2014, dinyatakan TNI dan Polri tidak memiliki
hak pilih pada Pemilu 2014. Ia pun menambahkan, pada Pemilu 2019,
berdasarkan putusan MK tersebut, TNI sebaiknya masih tidak memiliki hak
memilih.

URGENSI

Mosi ini diangkat karena ada pertentangan dalam hak pilih TNI dan Polri.
Berdasakan Pasal 39 Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara
Nasional Indonesia, menyatakan bahwa “Prajurit dilarang terlibat dalam:
1. kegiatan menjadi anggota partai politik;
2. kegiatan politik praktis;
3. kegiatan bisnis; dan
4. kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilihan umum
dan jabatan politis lainnya. “8
Berdasarkan Undang-Undang tersebut, TNi dilarang terlibat dalam kegiatan
berpolitik praktis, sedangkan TNI sebagai individu merupakan WNI juga
sehingga TNI seharusnya mempunyai hak pilih.
Dalam hal hak pilih, TNI tidak mendapatkan hak pilih untuk memilih dalam
pemilihan umum. Padahal dalam Undang-Undang Dasar 1945, setiap masyarakat
warga Negara Indonesia berhak untuk berdemokrasi. Namun, pada
kenyataannya TNI yang merupakan Warga Negara Indonesia yang seharusnya
memiliki hak demokrasi untuk memilih dalam pemilihan umum, tidak bisa
menggunakan hak demokrasinya tersebut. sedangkan TNI dalam individu juga
merupakan warga Negara Indonesia dan mempunyai hak yang sama seperti
Warga Negara Indonesia pada umumnya untuk mempunyai hak memilih dalam
pemilihan umum.
Selain TNI, berdasarkan pasal 28 Undang-Undang nomor 2 tahun 2002,
menyatakan bahwa “ (1) Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral
dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.

8 Pasal 39, Undang Undang nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
(2) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan hak
memilih dan dipilih. (3) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat
menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun
dari dinas kepolisian“.9 Menurut pasal 28 Undang-Undang nomor 2 tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Polri dilarang untuk mengikuti
kegiatan berpolitik karena Polri harus netral dalalm kehidupan berpolitik.
Namun, Polri sebagai individu juga merupakan Warga Negara Indonesia dan
sebagai Warga Negara Indonesia berhak untuk mempunyai hak memilih dan
dipilih dalam pemilihan umum.
Oleh karena itu, Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 dan Undang-
Undang nomor 2 tahun 2002 bertentangan dengan prinsip tentang setiap warga
Negara Indonesia berhak untuk memiliki hak memilih dan hak dipilih.

DASAR HUKUM

Pasal 28 E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


Pasal 28 J Ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal 11 dan Pasal 14 Undang-Undang No.15 Tahun 1969 tentang Pemilihan
Umum Anggota-Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat
Pasal 2 dan 39 Undang-Undang No 34 Tahun 2004
Pasal 70 Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 5 Ayat 2 dan 4 Tap MPR No.VII/MPR/2000
Pasal 10 Ayat 1 dan 2 Tap MPR No.VII/MPR/2000
Putusan MK No. 22/PUU-XII/2015

PRO
1. Mengacu kaidah demokrasi universal, seseorang yang memiliki profesi
tertentu tidak kehilangan hak-hak politiknya, khususnya hak memilih
dalam pemilu. Semua warga negara pada prinsipnya mempunyai hak dan
kewajiban sama. Demikian pula bagi anggota TNI, status
kewarganegaraannya sama dengan WNI lain. Dengan demikian, hak

9 Pasal 28, Undang-Undamg nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
politik WNI yang kebetulan jadi anggota TNI dan Polri tidak dapat
dihapuskan oleh siapa saja, kecuali jika mereka tak bersedia
menggunakannya. Mereka hanya dapat dilarang bila melanggar ketentuan
perundangan yang secara sengaja diatur untuk itu. Kebetulan aturan dan
kebijakan yang mengaturnya belum diubah, seperti UU TNI dan UU
Pemilu yang tak memberikan hak pilih kepada TNI. Jadi, dapat dikatakan
bahwa TNI haruslah netral dan tidak memihak untuk menjadi penengah
yang baik agar apabila terjadi sengketa, tidak berpihak. Dengan adanya
hak untuk memilih, hal ini tentu menjamin hak-hak individu personel TNI
dan bukan berpihak pada pihak manapun.

2. Bahwa di Undang-Undang Dasar, seseorang memiliki hak memilih dan


dipilih sehingga TNI dan Polri sebagai warga Negara Indonesia. Selain itu,
menurut Prof. Mahfud MD bahwa yang diberikan hak pilih adalah
individunya bukan institusinya, sehingga masyarakat tidak perlu takut
adanya keberpihakan dalam pemilu.10 Dengan adanya hal tersebut,
personel TNI sebagai individu hanya menjalankan hak pilih mewakili diri
meraka masing-masing dan tidak terikat pada label institusinya, dengan
adanya hal tersebut maka institusi TNI terbebas dari pengaruh dan
cenkraman partai politik tanpa mengebiri hak antar individu.

3. Bahwa masyarakat tidak perlu takut tentang dwifungsi ABRI, hal ini dapat
dilihat dari pemberian hak untuk memilih dan bukan memimpin kedalam
suatu pemerintahan. Hal ini tentulah berbeda dengan dwifungsi ABRI
yang menempatkan personil TNI kedalam badan-badan pemerintah,
dengan memberikan hak pilih secara terbatas bukan berarti akan
membangkitkan semangat baru untuk menjalankan dwifungsi ABRI

KONTRA
1. Pasal 2 dan 39 Undang-Undang No 34 Tahun 2004 dalam definisinya
sendiri terdapat suatu pernyataan bahwa TNI tidak boleh terlibat dalam
kegiatan politik praktis. Politik praktis yang dimaksud adalah semua

10 http://beritasore.com/2010/06/23/hak-pilih-tni-polri-hak-asasi-personal/
bentuk politik, hal in dimaksudkan agar netralitas ditubuh TNI terjaga
dan mengahpuskan keberpihakan TNI kepada suatu golongan atau partai
tertentu, oleh karena itu menjaga netralitas dengan cara tidak terlibat
dinilai perlu.
2. Putusan MK No. 22/PUU-XII/2015 yang menyatakan TNI sebaiknya tidak
memiliki hak untuk memilih namun putusan MK tersebut dinilai masih
bersifat sementara dan tidak mengikat. Putusan MK yang tidak mengikat
bisa berubah-ubah bergantung pada perkembangan masyarakat, oleh
karena itu masih menjadi belum konktrit dan abstrak. Adapun daya
ikatnya sebagai preseden hanya sebagai pedoman sementara, mengingat
belum adanya peraturan yang mengatur secara khusus.

3. TNI dan Polri masih belum siap untuk berpolitik, hal ini didukung oleh
Pendapat dari Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengenai
perpolitikan yang ada di Indonesi, beliau mengatakan bahwa TNI
haruslah berpolitik bukan berdasarkan politik praktis, tetapi politik
konstitiutif yang membawa konteks kenegarawan. 11 Dengan
ketidakmatangan dalam tubuh TNI dan adanya keberpihakan, maka
alangkah lebih baik politik konstitutif atau politik sesuai dengan kaidah
negara dilaksanakan oleh semua anggota TNI didalam tubuhnya sendiri,
dan tidak menyinggung ranah lainnya.

11https://news.okezone.com/read/2017/10/04/337/1788786/panglima-tni-
berpolitik-ini-penilaian-pakar-hukum-tata-negara

Anda mungkin juga menyukai