Penerbitan Izin Pendirian Tempat Ibadah Melalui Keputusan Bersama Menteri Agama
dan
Pemetaan Mosi
Mosi kita pada hari ini adalah “Penerbitan Izin Tempat Indah Melalu Keputusan Dua
Menteri” Izin menurut KBBI adalah pernyataan mengabulkan (tidak melarang dan
sebagainya); persetujuan membolehkan1, Menurut Undang-Undang yang dimaksud dengan
keputusan atau ketetapan adalah kegiatan penetapan atau pengambilan keputusan sementara
(beschikking). Keputusan dua menteri adalah ketetapan; sikap terakhir (langkah yang harus
dijalankan) yang dikeluarkan oleh Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri.2
Latar Belakang
Mosi ini muncul karena adanya pembahasan mengenai Surat Keputusan Bersama (SKB) 2
Menteri, yakni Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No.9 Tahun 2006-No.8 Tahun
2006 yang menggantikan SKB No. 01/BER/mdn-mag/1969 tentang Pelaksanaan Tugas
Aparatur Pemerintahan Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan
dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-Pemeluknya. Terbitnya SKB ini dilatarbelakangi dengan
belum adanya peraturan yang mengatur tentang berdirinya tempat ibadah. Adapun, beberapa
pihak mengusulkan adanya revisi dan pencabutan SKB 2 Menteri seperti yang dicanangkan
oleh Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok. 3 Dilain pihak, Prof,
Mahfud Md berpendapat bahwa SKB 2 Menteri dirasa perlu mengingat diperlukannya
peraturan yang spesifik mengatur pembangunan tempat ibadah, SKB 2 Menteri ini secara
umum mengatur mengenai syarat-syarat yang berkaitan dengan pendirian rumah ibadah, yang
menjadi permasalah adalah adanya beberapa pasal yang menyudutkan kaum minoritas yang
tidak memiliki jumlah penganut yang banyak, belum lagi beberapa larangan sperti tidak
diperbolehkannya rumah menjadi tempat ibadah, hal ini tentu dinilai dapat menjatuhkan
nilai-nilai keadilan yang ada didalam masyarakat.
Urgensi
Dengan adanya wacana perevisian dan perubahan dalam SKB 2 Menteri, dapat
menimbulkan pertanyaan dalam masyarakat yaitu sudahkah dirasa tepat SKB 2 Menteri ini
1 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Izin
2 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Keputusan
3 Ini SKB 2 Menteri yang Diusulkan Untuk Dicabut https://www.merdeka.com/peristiwa/ini-
isi-skb-2-menteri-yang-diminta-ahok-dicabut.html
dapat memayungi semua agama di Indonesia tanpa ada diskriminasi. Dikarenakan beberapa
pasal yang disarankan untuk dirubah dinilai berat sebelah atau tidak berimbang. Semisal
pasal mengenai jumlah minimal individu yang menganut agama tersebut, serta pelarangan
rumah menjadi tempat ibadah. Anomali tersebut yang menyebabkan adanya perdebatan
dalam mosi ini
Filosofis
A.Pancasila
Pancasila sebagai dasar negara memiliki landasan filosofis, dalam hal ini pancasila sebagai
dasar negara memiliki unsur-unsur yang berkaitan dengan Keagamaan dan kebebasan dalam
menjalankan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,4 dalam perkembangannya
seringkali kebebasan beragama akan sangat mudah dikaitkan dengan sila ke-5 atau keadilan
social bagi seluruh rakyat Indonesia. Menurut Aristoteles, yang dimaksud dengan keadilan
adalah memberikan setiap orang apa yang menjadi haknya.5 Dengan pemenuhan hak-hak
individu maka dapat dikatakan suatu negara telah bertindak adil kepada rakyatnya, termasuk
pemenuhan hak-hak individu sebagai suatu hak yang dijamin oleh negara. Dalam hal ini,
terdapat kriteria yang perlu disoroti yaitu mengenai bagaimana pendirian rumah ibadah
tersebut menimbulkan kontroversi, salah satunya diharuskan dengan jumlah tertentu baru
kemudian akan didirikan rumah Ibadah. Hal ini tentu bertentangan dengan sila ke-5 yaitu
keadilan sosia bagi seluruh rakyat Indonesia.
B.Preambule
Dalam aline ke-4 Undang-Undang Dasar 1945, telah jelas disebutkan bahwa Indonesia
mengedepankan kesejahteraan umum,6 salah satu indikator dalam indeks kesejahteraan
adalah adanya jaminan akan hak hidup dan terjaminnya fasilitas serta sarana dan prasarana.7
Terwujudnya kesejahteraan dalam masyarakat Indonesia tidak terlepas dari pemenuhan
kebutuhan dan kebebasan untuk melakukan hal yang menjadi hak individu tersebut, selama
tidak melanggar hukum yang ada, salah satunya adalah penjaminan teradap dianutnya dan
praktik keagaamaan di Indonesia. Hal ini masih perlu diperhatikan, mengingat instrument
yang mengaturnya adalah SKB 2 Menteri dan peraturan daerah setempat. Kasus toleransi
yang sering muncul kedalam permukaan adalah mengenai intoleransi yang dilakukan kaum
mayoritas terhadap minoritas, hal ini tentulah akan menimbulkan keresaha di masyarakat.
4
5http://safaat.lecture.ub.ac.id/files/2011/12/keadilan.pdf
6https://qudsfata.com/pembukaan-uud-1945
7https://www.bappenas.go.id/files/data/Sumber_Daya_Manusia_dan_Kebudayaan/Indikat
or%20Kesejahteraan%20Rakyat%202015.pdf
Sosiologis
Unsur-unsur sosiologis yang terdapat dalam keberagaman agama yang ada di Indonesia, serta
pendirian rumah ibadah bagi penganutnya adalah suatu bentuk nilai moral dan kaidah moral
positif, dengan adanya keberagaman maka dalam masyarakat akan timbul sikap toleransi.
Kadar toleransi yang ada, bergantung seberapa heterogen masyarakat tempat tinggal suatu
individu, semakin heterogen atau beragam suatu masyarakat maka akan semakin tinggi pula
tingkat keberagaman dan toleransi individu dalam masyarakat tersebut, Sikap inilah yang
nantinya dibutuhkan dalam etika hidup dalam masyarakat yang beragam atau bersifat
“kebhinekaan”. Kebhinekaan inilah yang belum dapat dicapai oleh beberapa pihak atau
oknum, terliaht dari banyaknya kasus mengenai perobohan tempat ibadah dan kurangnya
toleransi antar umat beragama.
Pendahuluan
Dalam suatu sistem ketatanegaraan, terdapat instrument-instrumen yang bersifat esensial dan
tidak dapat dipisahkan dalam sebuah negara. Instrumen-instrumen tersebut salah satunya
adalah peraturan perundang-undangan. Undang-undang yang merupakan produk hukum
merefleksikan kepentingan-kepentingan yang bersifat secara umum dan mengikat. Adapun
salah satu bentuk undang-undang adalah kewenangan para menteri untuk membentuk suatu
produk hukum, mengenai hal ini produk hukum tersebut dikenal sebagai “Surat Keputusan
Bersama”, atau lebih dikenal dengan nama SKB.8 Dalam hal ini, SKB yang diterbitkan atas
persetujuan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri yaiu mengenai Pembangunan Rumah
Ibadat. Dalam hal ini, terdapat perbedaan pendapat tentang daya ikat dan kekuatannya.
Menurut pendapat Prof.Mahfud M.D, SKB tersebut diperlukan untuk mengatur regulasi
tempat ibadah, apabila tidak ada SKB tersebut, maka tidak ada pengaturan mengenai
pendirian rumah Ibadah.9 Adapun sebaliknya, ada beberapa pihak yang menyarankan
direvisinya SKB tempat ibadah. Menurut Ketua Komnas HAM Ahmad Taufik Damanik,
menyatakan bahwa revisi SKB diperlukan tata kelola baru agar masyarakat dapat
mengeskpresikan kebebasan beragama dan pelibatan Organisasi-Organisasi masyarakat
8Suherman Toha, dkk, ”Eksistensi Surat Keputusan Bersama Dalam Penyelesaina Konflik
Antar dan Intern Agama.” (Laporan Akhir Penelitian Hukum, Badan Pembinaan Hukum
Nasional Kementrian Hukum Dan Ham RI, 2011), hal 26
9
(Ormas) serta tokoh-tokoh masyarakat, agar nantinya tidak terjadi polemik dalam
masyarakat.
Daerah
Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 83 Tahun 2012
tentang Prosedur Pemberian Persetujuan Pembangunan Rumah Ibadat (“Pegub
83/2012”)
Instruksi Gubernur Jawa Barat No.28 Tahun 1990 tentang Syarat-Syarat Penertiban
IMB Tempat Ibadah12
Data Empiris
Efektivitas SKB 2 menteri ini telah diteliti oleh berbagai pihak, salah satunya adalah
Puslitbang Keagaamaan, adapun indikator atau batu ujinya adalah bagaimana
penerapan SKB 2 Menteri dan sosialisasinya dalam kehidupan bermasyarakat. Setelah
dilakukan penelitian dengan cara kualitatif dan kuantitatif, maka data yang diperoleh
dari responden menunjukkan hasil yang cukup signifikan. SKB 2 Menteri yang
dikeluarkan haruslah disosialisasikan dan harus sejajar dengan peraturan daerah yang
ada. Sebagai contoh, pengambilan sampel yang dilakukan di daerah Sumatera Utara
dan Nanggroe Aceh Darusalam,13 menunjukkan hasil yang cukup positif. Forum
Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dinilai cukup mendapatkan hasil yang positif,
hal ini terlihat dari komposisi jawaban yang dihasilkan responden. SKB 2 Menteri
dinilai berhasil apabila disertai dengan sosialisasi yang memadai.14
Pihak
Pro
12 https://www.kompasiana.com/sutomo-paguci/inilah-inkonstitusionalitas-pembatasan-
pendirian-tempat-ibadah_5510e414813311bf2cbc79da
13 Puslitbang Kehidupan Keagamaan (Dr.Ir Sumaryo Gs, M.Si dkk), 2009, “Efektivitas
Sosialisasi Peraturan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri No.9 dan No.8
Tahun 2006” , Jakarta, CV Prasasti hal. 119.
14 Ibid
SKB 2 Menteri dinilai perlu direvisi karena beberapa pasal dirasa berat sebelah,
seperti jumlah minimal umat untuk dibangunnya tempat ibadah. Dinilai dalam pasal
tersebut quota atau batas minimal suatu kelompok dapat mendirikan rumah ibadah
adalah kurang lebih 90 (Sembilan puluh) Individu terdapat dalam Pasal 13-17
Pasal 13 (1) Pendirian rumah ibadat didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-
sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama
yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa.
Pasal 14
(1) Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis
bangunan gedung.
(2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian rumah
ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi : a. daftar nama dan Kartu Tanda
Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan
oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat
(3); b. dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan
oleh lurah/kepala desa; c. rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama
kabupaten/kota; dan
Jika ingin diubah, maka diperlukan peraturan yang lebih bersifat adil dan humanis,
dikarenakan jumlah pengikut agama minoritas yang tersebar, tidak semuanya
memiliki jumlah yang memadai (kurang lebih 90 orang). Hal ini tentu menjadi
masalah yang patut untuk diperhatikan
Kontra
SKB 2 Menteri dinilai cukup untuk memayungi pembangunan tempat ibadah,
dikarenakan tidak adanya peraturan yang mengatur secata terperinci
Dengan dituangkannya SKB 2 Menteri kedalam peraturan-peraturan daerah, daya ikat
peraturan tersebut sudah cukup kuat. Dengan dituangkan kedalam hukum domestic,
maka SKB 2 menteri dapat menjadi pelengkap dalam Peraturan-peraturan daerah
Tidak perlu direvisi karena sudah sesuai dengan standard dan ideal.