Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan YME atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Eviden Based” ini
dengan lancar.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Asuhan
Kebidanan Persalinan Dan Bayi Baru Lahir atas bimbingan dan arahan dalam penulisan
makalah ini, sehingga dapat diselesaikannya makalah ini dengan baik.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang jauh lebih baik.
Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai masa nifas dan eviden based,
khususnya bagi penulis.

Kendari, 10 januari 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………….i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………ii
PENDAHULUAN
1 Latar Belakang………………………………….......………………………..………..1
2. rumusan masalah ………………..............…..…......…………………………..…......1
3. tujuaan …………………………………….......………………………….…………..1

PEMBAHASAN
1 definisi berpikir kritis ……………….........………………………………….……....…2
2 ciri-ciri berpikir kritis ………………............…………………………………………..2
3. indikator berpikir kritis......................................................................................................4
4. tahapan berpikir kritis.......................................................................................................6

PENUTUP
A. Kesimpulan………………………........……………………..………………..……... 11
B. Saran…………………………………………........………………..……………. …..11
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk


kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Berpikir
kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan sejak 1942. Penelitian dan berbagai
pendapat tentang hal itu, telah menjadi topik pembicaraan dalam sepuluh tahun terakhir ini
(Patrick, 2000:1). Definisi berpikir kritis banyak dikemukakan para ahli.

Kember (1997) menyatakan bahwa kurangnya pemahaman pengajar tentang berpikir


kritis menyebabkan adanya kecenderungan untuk tidak mengajarkan atau melakukan
penilaian ketrampilan berpikir pada siswa. Seringkali pengajaran berpikir kritis diartikan
sebagai problem solving, meskipun kemampuan memecahkan masalah merupakan sebagian
dari kemampuan berpikir kritis (Pithers RT, Soden R., 2000).

2. Rumusan masalah

1. Apakah definisi dari berfikir kritis?


2. Bagaimana ciri-ciri dari berfikir kritis?
3. Bagaimana indikator dari berfikir kritis?
4. Bagaiman tahapan dari berfikir kritis?

3. Tujuan

1. Mengetahui definisi dari berfikir kritis


2. Mengetahui ciri-ciri dari berfikir kritis
3. Mengetahui indikator dari berfikir kritis
4. Mengetahui tahapan dari berfikir kritis
5. Mengetahui Aktifitas dalam berfikir kritis

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Menurut Halpen (1996), berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau


strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan
tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran merupakan bentuk
berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan
kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika
menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat.
Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi-mempertimbangkan kesimpulan yang
akan diambil manakala menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat keputusan.
Berpikir kritis juga biasa disebut directed thinking, sebab berpikir langsung kepada fokus
yang akan dituju.

Pendapat senada dikemukakan Anggelo (1995: 6), berpikir kritis adalah


mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan
menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan
mengevaluasi.

Dari dua pendapat tersebut, tampak adanya persamaan dalam hal sistematika berpikir
yang ternyata berproses. Berpikir kritis harus melalui beberapa tahapan untuk sampai kepada
sebuah kesimpulan atau penilaian.

B. Ciri – ciri khas berfikir kreatif

1. Mampu membuat simpulan dan solusi yang akurat, jelas, dan relevan terhadap kondisi
yang ada.

2. Berpikir terbuka dengan sistematis dan mempunyai asumsi, implikasi, dan konsekuensi
yang logis.

3. Berkomunikasi secara efektif dalam menyelesaikan suatu masalah yang kompleks


Berpikir kritis merupakan cara untuk membuat pribadi yang terarah, disiplin, terkontrol, dan

4
korektif terhadap diri sendiri. Hal ini tentu saja membutuhkan kemampuan komunikasi
efektif dan metode penyelesaian masalah serta komitmen untuk mengubah paradigma
egosentris dan sosiosentris kita.Saat kita mulai untuk berpikir kritis, ada beberapa hal yang
perlu kita perhatikan disini, yaitu

4. Mulailah dengan berpikir apa dan kenapa, lalu carilah arah yang tepat untuk jawaban dari
pertanyaan tersebut.

5. Tujuan pertanyaan akan apa dan kenapa

6. Informasi yang spesifik untuk menjawab pertanyaan diatas.

7. Kriteria standar yang ditetapkan untuk memenuhi jawaban atas pertanyaan.

8. Kejelasan dari solusi permasalahan/pertanyaan.

9. Konsekuensi yang mungkin terjadi dari pilihan yang kita inginkan.

10. Mengevaluasi kembali hasil pemikiran kita untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Beberapa kriteria yang dapat kita jadikan standar dalam proses berpikir kritis ini
adalah kejelasan (clarity), tingkat akurasi (accuracy), tingkat kepresisian (precision) relevansi
(relevance), logika berpikir yang digunakan (logic), keluasan sudut pandang (breadth),
kedalaman berpikir (depth), kejujuran (honesty), kelengkapan informasi (information) dan
bagaimana implikasi dari solusi yang kita kemukakan (implication).

Kriteria-kriteria di atas tentunya harus menggunakan elemen-elemen penyusun


kerangka berpikir suatu gagasan atau ide. Sebuah gagasan/ide harus menjawab beberapa hal
sebagai berikut.

C. Tujuan dari sebuah gagasan/ide

1. Pertanyaan dari suatu masalah terhadap gagasan/ide

2. Sudut pandang dari gagasan/ide

3. Informasi yang muncul dari gagasan/ide

5
4. Interpretasi dan kesimpulan yang mungkin muncul.

5. Konsep pemikiran dari gagasan/ide tersebut

6. Implikasi dan konsekuensi

7. Asumsi yang digunakan dalam memunculkan gagasan/ide tersebut

Dasar-dasar ini yang pada prinsifnya perlu dikembangkan untuk melatih kemampuan
berpikir kritis kita. Jadi, berpikir kritis adalah bagaimana menyeimbangkan aspek-aspek
pemikiran yang ada di atas menjadi sesuatu yang sistemik dan mempunyai dasar atau nilai
ilmiah yang kuat. Selain itu, kita juga perlu memperhitungkan aspek alamiah yang terdapat
dalam diri manusia karena hasil pemikiran kita tidak lepas dari hal-hal yang kita pikirkan.

D. Indikator berfikir kritis

Wade (1995) mengidentifikasi delapan karakteristik berpikir kritis, yakni meliputi:


(1) kegiatan merumuskan pertanyaan,
(2) membatasi permasalahan,
(3) menguji data-data,
(4) menganalisis berbagai pendapat dan bias,
(5) menghindari pertimbangan yang sangat emosional,
(6) menghindari penyederhanaan berlebihan,
(7) mempertimbangkan berbagai interpretasi, dan
(8) mentoleransi ambiguitas.

Karakteristik lain yang berhubungan dengan berpikir kritis, dijelaskan Beyer (1995:
12-15) secara lengkap dalam buku Critical Thinking, yaitu:

a. Watak (dispositions)
Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap skeptis, sangat
terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai data dan pendapat, respek
terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan
berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik.

6
b. Kriteria (criteria)
Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk sampai ke arah
sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai. Meskipun sebuah
argumen dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun akan mempunyai kriteria
yang berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarisasi maka haruslah berdasarkan kepada
relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang kredibel, teliti, tidak bias, bebas
dari logika yang keliru, logika yang konsisten, dan pertimbangan yang matang.

c. Argumen (argument)
Argumen adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi oleh data-data. Keterampilan
berpikir kritis akan meliputi kegiatan pengenalan, penilaian, dan menyusun argumen.

d. Pertimbangan atau pemikiran (reasoning)


Yaitu kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa premis. Prosesnya
akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa pernyataan atau data.

e. Sudut pandang (point of view)


Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan menentukan
konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan memandang sebuah fenomena
dari berbagai sudut pandang yang berbeda.

f. Prosedur penerapan kriteria (procedures for applying criteria)


Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur tersebut akan
meliputi merumuskan permasalahan, menentukan keputusan yang akan diambil, dan
mengidentifikasi perkiraan-perkiraan.

Selanjutnya, Ennis (1985: 55-56), mengidentifikasi 12 indikator berpikir kritis, yang


dikelompokkannya dalam lima besar aktivitas sebagai berikut:

a). Memberikan penjelasan sederhana, yang berisi: memfokuskan pertanyaan, menganalisis


pertanyaan dan bertanya, serta menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau
pernyataan.

b). Membangun keterampilan dasar, yang terdiri atas mempertimbangkan apakah sumber
dapat dipercaya atau tidak dan mengamati serta mempertimbangkan suatu laporan hasil
observasi.

7
c). Menyimpulkan, yang terdiri atas kegiatan mendeduksi atau mempertimbangkan hasil
deduksi, meninduksi atau mempertimbangkan hasil induksi, dan membuat serta menentukan
nilai pertimbangan.

d). Memberikan penjelasan lanjut, yang terdiri atas mengidentifikasi istilah-istilah dan
definisi pertimbangan dan juga dimensi, serta mengidentifikasi asumsi.

e). Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri atas menentukan tindakan dan berinteraksi
dengan orang lain.

E. Tahapan Berpikir Kritis

a. Keterampilan Menganalisis

Keterampilan menganalisis merupakan suatu keterampilan menguraikan sebuah


struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut .
Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah memahami sebuah konsep global
dengan cara menguraikan atau merinci globalitas tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih
kecil dan terperinci. Pertanyaan analisis, menghendaki agar pembaca mengindentifikasi
langkah-langkah logis yang digunakan dalam proses berpikir hingga sampai pada sudut
kesimpulan (Harjasujana, 1987: 44).

Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir analitis,


diantaranya: menguraikan, membuat diagram, mengidentifikasi, menggambarkan,
menghubungkan, memerinci, dsb.

b. Keterampilan Mensintesis

Keterampilan mensintesis merupakan keterampilan yang berlawanan dengan keteramplian


menganallsis. Keterampilan mensintesis adalah keterampilan menggabungkan bagian-bagian
menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru. Pertanyaan sintesis menuntut pembaca
untuk menyatupadukan semua informasi yang diperoleh dari materi bacaannya, sehingga
dapat menciptakan ide-ide baru yang tidak dinyatakan secara eksplisit di dalam bacaannya.
Pertanyaan sintesis ini memberi kesempatan untuk berpikir bebas terkontrol (Harjasujana,
1987: 44).

8
c. Keterampilan Mengenal dan Memecahkan Masalah

Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian baru.
Keterampilan ini menuntut pembaca untuk memahami bacaan dengan kritis sehinga setelah
kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan,
sehingga mampu mempola sebuah konsep. Tujuan keterampilan ini bertujuan agar pembaca
mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan atau ruang
lingkup baru (Walker, 2001:15).

d. Keterampilan Menyimpulkan

Keterampilan menyimpulkan ialah kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan


pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang dimilikinya, dapat beranjak mencapai
pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang baru yang lain (Salam, 1988: 68). Berdasarkan
pendapat tersebut dapat dipahami bahwa keterampilan ini menuntut pembaca untuk mampu
menguraikan dan memahami berbagai aspek secara bertahap agar sampai kepada suatu
formula baru yaitu sebuah simpulan. Proses pemikiran manusia itu sendiri, dapat menempuh
dua cara, yaitu : deduksi dan induksi. Jadi, kesimpulan merupakan sebuah proses berpikir
yang memberdayakan pengetahuannya sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah
pemikiran atau pengetahuan yang baru.

e. Keterampilan Mengevaluasi atau Menilai

Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu dengan
berbagai kriteria yang ada. Keterampilan menilai menghendaki pembaca agar memberikan
penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan standar tertentu (Harjasujana, 1987:
44).
Dalam taksonomi belajar, menurut Bloom, keterampilan mengevaluasi merupakan tahap
berpikir kognitif yang paling tinggi. Pada tahap ini siswa ituntut agar ia mampu
mensinergikan aspek-aspek kognitif lainnya dalam menilai sebuah fakta atau konsep.

Pengukuran indikator-indikator yang dikemukan oleh beberapa ahli di atas dapat dilakukan
dengan menggunakan universal intellectual standars. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat
Paul (2000: 1) dan Scriven (2000: 1) yang menyatakan, bahwa pengukuran keterampilan

9
berpikir kritis dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan: “Sejauh manakah siswa mampu
menerapkan standar intelektual dalam kegiatan berpikirnya”.

Universal inlellectual standars adalah standardisasi yang harus diaplikasikan dalam berpikir
yang digunakan untuk mengecek kualitas pemikiran dalam merumuskan permasalahan, isu-
isu, atau situasi-situasi tertentu. Berpikir kritis harus selalu mengacu dan berdasar kepada
standar tersebut (Eider dan Paul, 2001: 1).

Berikut ini akan dijelaskan aspek-aspek tersebut.

a. Clarity (Kejelasan)

Kejelasan merujuk kepada pertanyaan: “Dapatkah permasalahan yang rumit dirinci


sampai tuntas?”; “Dapatkah dijelaskan permasalahan itu dengan cara yang lain?”;
“Berikanlah ilustrasi dan contoh-contoh!”.

Kejelasan merupakan pondasi standardisasi. Jika pernyataan tidak jelas, kita tidak
dapat membedakan apakah sesuatu itu akurat atau relevan. Apabila terdapat pernyataan yang
demikian, maka kita tidak akan dapat berbicara apapun, sebab kita tidak memahami
pernyataan tersebut.

b. Accuracy (keakuratan, ketelitian, kesaksamaan)

Ketelitian atau kesaksamaan sebuah pernyataan dapat ditelusuri melalui pertanyaan: “Apakah
pernyataan itu kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan?”; “Bagaimana cara mengecek
kebenarannya?”; “Bagaimana menemukan kebenaran tersebut?” Pernyataan dapat saja jelas,
tetapi tidak akurat, seperti dalam penyataan berikut, “Pada umumnya anjing berbobot lebih
dari 300 pon”.

c. Precision (ketepatan)

Ketepatan mengacu kepada perincian data-data pendukung yang sangat mendetail.


Pertanyaan ini dapat dijadikan panduan untuk mengecek ketepatan sebuah pernyataan.
“Apakah pernyataan yang diungkapkan sudah sangat terurai?”; “Apakah pernyataan itu telah
cukup spesifik?”. Sebuah pernyataan dapat saja mempunyai kejelasan dan ketelitian, tetapi

10
tidak tepat, misalnya “Aming sangat berat” (kita tidak mengetahui berapa berat Aming,
apakah satu pon atau 500 pon!)

d. Relevance (relevansi, keterkaitan)

Relevansi bermakna bahwa pernyataan atau jawaban yang dikemukakan berhubungan dengan
pertanyaan yang diajukan. Penelusuran keterkaitan dapat diungkap dengan mengajukan
pertanyaan berikut: “Bagaimana menghubungkan pernyataan atau respon dengan
pertanyaan?”; “Bagaimana hal yang diungkapkan itu menunjang permasalahan?”.
Permasalahan dapat saja jelas, teliti, dan tepat, tetapi tidak relevan dengan permasalahan.
Contohnya: siswa sering berpikir, usaha apa yang harus dilakukan dalam belajar untuk
meningkatkan kemampuannya. Bagaimana pun usaha tidak dapat mengukur kualitas belajar
siswa dan kapan hal tersebut terjadi, usaha tidak relevan dengan ketepatan mereka dalam
meningkatkan kemampuannya.

e. Depth (kedalaman)

Makna kedalaman diartikan sebagai jawaban yang dirumuskan tertuju kepada pertanyaan
dengan kompleks, Apakah permasalahan dalam pertanyaan diuraikan sedemikian rupa?
Apakah telah dihubungkan dengan faktor-faktor yang signifikan terhadap pemecahan
masalah? Sebuah pernyatan dapat saja memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan,
relevansi, tetapi jawaban sangat dangkal (kebalikan dari dalam). Misalnya terdapat ungkapan,
“Katakan tidak”. Ungkapan tersebut biasa digunakan para remaja dalam rangka penolakan
terhadap obat-obatan terlarang (narkoba). Pernyataan tersebut cukup jelas, akurat, tepat,
relevan, tetapi sangat dangkal, sebab ungkapan tersebut dapat ditafsirkan dengan bermacam-
macam.

f.Breadth (keluasaan)

Keluasan sebuah pernyataan dapat ditelusuri dengan pertanyaan berikut ini. Apakah
pernyataan itu telah ditinjau dari berbagai sudut pandang?; Apakah memerlukan tinjauan atau
teori lain dalam merespon pernyataan yang dirumuskan?; Menurut pandangan..; Seperti
apakah pernyataan tersebut menurut… Pernyataan yang diungkapkan dapat memenuhi
persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi, kedalaman, tetapi tidak cukup luas.

11
Seperti halnya kita mengajukan sebuah pendapat atau argumen menurut pandangan seseorang
tetapi hanya menyinggung salah satu saja dalam pertanyaan yang diajukan.

g. Logic (logika)

Logika bertemali dengan hal-hal berikut: Apakah pengertian telah disusun dengan konsep
yang benar?; Apakah pernyataan yang diungkapkan mempunyai tindak lanjutnya?
Bagaimana tindak lanjutnya? Sebelum apa yang dikatakan dan sesudahnya, bagaimana kedua
hal tersebut benar adanya? Ketika kita berpikir, kita akan dibawa kepada bermacam-macam
pemikiran satu sama lain. Ketika kita berpikir dengan berbagai kombinasi, satu sama lain
saling menunjang dan mendukung perumusan pernyataan dengan benar, maka kita berpikir
logis. Ketika berpikir dengan berbagai kombinasi dan satu sama lain tidak saling mendukung
atau bertolak belakang, maka hal tersebut tidak logis

F. Aktifitas dalam berfikir kritis

1. Memperhatikan detil secara menyeluruh


2. Identifikasi kecenderungan dan pola, seperti memetakan informasi,
identifikasi kesamaan dan ketidaksamaan, dll
3. Mengulangi pengamatan untuk memastikan tidak ada yang terlewatkan
4. Melihat informasi yang didapat dari berbagai sudut pandang
5. Memilih solusi-solusi yang lebih disukai secara obyektif
6. Mempertimbangkan dampak dan konsekuensi jangka panjang dari solusi yang
dipilih

Bagi siswa, berpikir kritis dapat berarti:


1. Mencari dimana keberadaan bukti terbaik bagi subyek yang didiskusikan
2. Mengevaluasi kekuatan bukti untuk mendukung argumen-argumen yang berbeda
3. Menyimpulkan berdasarkan bukti-bukti yang telah ditentukan
4. Membangun penalaran yang dapat mengarahkan pendengar ke simpulan yang
telah ditetapkan berdasarkan pada bukti-bukti yang mendukungnya
5. Memilih contoh yang terbaik untuk lebih dapat menjelaskan makna dari
argumen yang akan disampaikan
6. Dan menyediakan bukti-bukti untuk mengilustrasikan argumen tersebut.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berpikir kritis adalah suatu aktifitas kognitif yang berkaitab dengan


penggunaan nalar. Belajar untuk berpikir kritis berarti menggunakan
proses-proses mental, seperti memperhatikan, mengkategorikan, seleksi, dan
menilai/memutuskan.

Kemampuan dalam berpikir kritis memberikan arahan yang tepat dalam


berpikir dan bekerja, dan membantu dalam menentukan keterkaitan sesuatu
dengan yang lainnya dengan lebih akurat. Oleh sebab itu kemampuan berpikir
kritis sangat dibutuhkan dalam pemecahan masalah / pencarian solusi, dan
pengelolaan proyek.

B. Saran

Kami merasa pada makalah ini kami banyak kekurangan, karena kurangnya
referensidan pengetahuan pada saat pembuatan makalah ini, kami sebagai penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun pada pembaca agar kami dapat membuat
makalah yang lebih baik lagi.

13
Daftar pustaka

https://marizaumami.wordpress.com/2010/06/15/makalah-berfikir-kritis/

14

Anda mungkin juga menyukai