Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan YME atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Eviden Based” ini
dengan lancar.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Asuhan
Kebidanan Persalinan Dan Bayi Baru Lahir atas bimbingan dan arahan dalam penulisan
makalah ini, sehingga dapat diselesaikannya makalah ini dengan baik.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang jauh lebih baik.
Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai masa nifas dan eviden based,
khususnya bagi penulis.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………ii
PENDAHULUAN
1 Latar Belakang………………………………….......………………………..………..1
2. rumusan masalah ………………..............…..…......…………………………..…......1
3. tujuaan …………………………………….......………………………….…………..1
PEMBAHASAN
1 definisi berpikir kritis ……………….........………………………………….……....…2
2 ciri-ciri berpikir kritis ………………............…………………………………………..2
3. indikator berpikir kritis......................................................................................................4
4. tahapan berpikir kritis.......................................................................................................6
PENUTUP
A. Kesimpulan………………………........……………………..………………..……... 11
B. Saran…………………………………………........………………..……………. …..11
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
2. Rumusan masalah
3. Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Dari dua pendapat tersebut, tampak adanya persamaan dalam hal sistematika berpikir
yang ternyata berproses. Berpikir kritis harus melalui beberapa tahapan untuk sampai kepada
sebuah kesimpulan atau penilaian.
1. Mampu membuat simpulan dan solusi yang akurat, jelas, dan relevan terhadap kondisi
yang ada.
2. Berpikir terbuka dengan sistematis dan mempunyai asumsi, implikasi, dan konsekuensi
yang logis.
4
korektif terhadap diri sendiri. Hal ini tentu saja membutuhkan kemampuan komunikasi
efektif dan metode penyelesaian masalah serta komitmen untuk mengubah paradigma
egosentris dan sosiosentris kita.Saat kita mulai untuk berpikir kritis, ada beberapa hal yang
perlu kita perhatikan disini, yaitu
4. Mulailah dengan berpikir apa dan kenapa, lalu carilah arah yang tepat untuk jawaban dari
pertanyaan tersebut.
10. Mengevaluasi kembali hasil pemikiran kita untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Beberapa kriteria yang dapat kita jadikan standar dalam proses berpikir kritis ini
adalah kejelasan (clarity), tingkat akurasi (accuracy), tingkat kepresisian (precision) relevansi
(relevance), logika berpikir yang digunakan (logic), keluasan sudut pandang (breadth),
kedalaman berpikir (depth), kejujuran (honesty), kelengkapan informasi (information) dan
bagaimana implikasi dari solusi yang kita kemukakan (implication).
5
4. Interpretasi dan kesimpulan yang mungkin muncul.
Dasar-dasar ini yang pada prinsifnya perlu dikembangkan untuk melatih kemampuan
berpikir kritis kita. Jadi, berpikir kritis adalah bagaimana menyeimbangkan aspek-aspek
pemikiran yang ada di atas menjadi sesuatu yang sistemik dan mempunyai dasar atau nilai
ilmiah yang kuat. Selain itu, kita juga perlu memperhitungkan aspek alamiah yang terdapat
dalam diri manusia karena hasil pemikiran kita tidak lepas dari hal-hal yang kita pikirkan.
Karakteristik lain yang berhubungan dengan berpikir kritis, dijelaskan Beyer (1995:
12-15) secara lengkap dalam buku Critical Thinking, yaitu:
a. Watak (dispositions)
Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap skeptis, sangat
terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai data dan pendapat, respek
terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan
berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik.
6
b. Kriteria (criteria)
Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk sampai ke arah
sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai. Meskipun sebuah
argumen dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun akan mempunyai kriteria
yang berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarisasi maka haruslah berdasarkan kepada
relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang kredibel, teliti, tidak bias, bebas
dari logika yang keliru, logika yang konsisten, dan pertimbangan yang matang.
c. Argumen (argument)
Argumen adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi oleh data-data. Keterampilan
berpikir kritis akan meliputi kegiatan pengenalan, penilaian, dan menyusun argumen.
b). Membangun keterampilan dasar, yang terdiri atas mempertimbangkan apakah sumber
dapat dipercaya atau tidak dan mengamati serta mempertimbangkan suatu laporan hasil
observasi.
7
c). Menyimpulkan, yang terdiri atas kegiatan mendeduksi atau mempertimbangkan hasil
deduksi, meninduksi atau mempertimbangkan hasil induksi, dan membuat serta menentukan
nilai pertimbangan.
d). Memberikan penjelasan lanjut, yang terdiri atas mengidentifikasi istilah-istilah dan
definisi pertimbangan dan juga dimensi, serta mengidentifikasi asumsi.
e). Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri atas menentukan tindakan dan berinteraksi
dengan orang lain.
a. Keterampilan Menganalisis
b. Keterampilan Mensintesis
8
c. Keterampilan Mengenal dan Memecahkan Masalah
Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian baru.
Keterampilan ini menuntut pembaca untuk memahami bacaan dengan kritis sehinga setelah
kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan,
sehingga mampu mempola sebuah konsep. Tujuan keterampilan ini bertujuan agar pembaca
mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan atau ruang
lingkup baru (Walker, 2001:15).
d. Keterampilan Menyimpulkan
Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu dengan
berbagai kriteria yang ada. Keterampilan menilai menghendaki pembaca agar memberikan
penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan standar tertentu (Harjasujana, 1987:
44).
Dalam taksonomi belajar, menurut Bloom, keterampilan mengevaluasi merupakan tahap
berpikir kognitif yang paling tinggi. Pada tahap ini siswa ituntut agar ia mampu
mensinergikan aspek-aspek kognitif lainnya dalam menilai sebuah fakta atau konsep.
Pengukuran indikator-indikator yang dikemukan oleh beberapa ahli di atas dapat dilakukan
dengan menggunakan universal intellectual standars. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat
Paul (2000: 1) dan Scriven (2000: 1) yang menyatakan, bahwa pengukuran keterampilan
9
berpikir kritis dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan: “Sejauh manakah siswa mampu
menerapkan standar intelektual dalam kegiatan berpikirnya”.
Universal inlellectual standars adalah standardisasi yang harus diaplikasikan dalam berpikir
yang digunakan untuk mengecek kualitas pemikiran dalam merumuskan permasalahan, isu-
isu, atau situasi-situasi tertentu. Berpikir kritis harus selalu mengacu dan berdasar kepada
standar tersebut (Eider dan Paul, 2001: 1).
a. Clarity (Kejelasan)
Kejelasan merupakan pondasi standardisasi. Jika pernyataan tidak jelas, kita tidak
dapat membedakan apakah sesuatu itu akurat atau relevan. Apabila terdapat pernyataan yang
demikian, maka kita tidak akan dapat berbicara apapun, sebab kita tidak memahami
pernyataan tersebut.
Ketelitian atau kesaksamaan sebuah pernyataan dapat ditelusuri melalui pertanyaan: “Apakah
pernyataan itu kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan?”; “Bagaimana cara mengecek
kebenarannya?”; “Bagaimana menemukan kebenaran tersebut?” Pernyataan dapat saja jelas,
tetapi tidak akurat, seperti dalam penyataan berikut, “Pada umumnya anjing berbobot lebih
dari 300 pon”.
c. Precision (ketepatan)
10
tidak tepat, misalnya “Aming sangat berat” (kita tidak mengetahui berapa berat Aming,
apakah satu pon atau 500 pon!)
Relevansi bermakna bahwa pernyataan atau jawaban yang dikemukakan berhubungan dengan
pertanyaan yang diajukan. Penelusuran keterkaitan dapat diungkap dengan mengajukan
pertanyaan berikut: “Bagaimana menghubungkan pernyataan atau respon dengan
pertanyaan?”; “Bagaimana hal yang diungkapkan itu menunjang permasalahan?”.
Permasalahan dapat saja jelas, teliti, dan tepat, tetapi tidak relevan dengan permasalahan.
Contohnya: siswa sering berpikir, usaha apa yang harus dilakukan dalam belajar untuk
meningkatkan kemampuannya. Bagaimana pun usaha tidak dapat mengukur kualitas belajar
siswa dan kapan hal tersebut terjadi, usaha tidak relevan dengan ketepatan mereka dalam
meningkatkan kemampuannya.
e. Depth (kedalaman)
Makna kedalaman diartikan sebagai jawaban yang dirumuskan tertuju kepada pertanyaan
dengan kompleks, Apakah permasalahan dalam pertanyaan diuraikan sedemikian rupa?
Apakah telah dihubungkan dengan faktor-faktor yang signifikan terhadap pemecahan
masalah? Sebuah pernyatan dapat saja memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan,
relevansi, tetapi jawaban sangat dangkal (kebalikan dari dalam). Misalnya terdapat ungkapan,
“Katakan tidak”. Ungkapan tersebut biasa digunakan para remaja dalam rangka penolakan
terhadap obat-obatan terlarang (narkoba). Pernyataan tersebut cukup jelas, akurat, tepat,
relevan, tetapi sangat dangkal, sebab ungkapan tersebut dapat ditafsirkan dengan bermacam-
macam.
f.Breadth (keluasaan)
Keluasan sebuah pernyataan dapat ditelusuri dengan pertanyaan berikut ini. Apakah
pernyataan itu telah ditinjau dari berbagai sudut pandang?; Apakah memerlukan tinjauan atau
teori lain dalam merespon pernyataan yang dirumuskan?; Menurut pandangan..; Seperti
apakah pernyataan tersebut menurut… Pernyataan yang diungkapkan dapat memenuhi
persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi, kedalaman, tetapi tidak cukup luas.
11
Seperti halnya kita mengajukan sebuah pendapat atau argumen menurut pandangan seseorang
tetapi hanya menyinggung salah satu saja dalam pertanyaan yang diajukan.
g. Logic (logika)
Logika bertemali dengan hal-hal berikut: Apakah pengertian telah disusun dengan konsep
yang benar?; Apakah pernyataan yang diungkapkan mempunyai tindak lanjutnya?
Bagaimana tindak lanjutnya? Sebelum apa yang dikatakan dan sesudahnya, bagaimana kedua
hal tersebut benar adanya? Ketika kita berpikir, kita akan dibawa kepada bermacam-macam
pemikiran satu sama lain. Ketika kita berpikir dengan berbagai kombinasi, satu sama lain
saling menunjang dan mendukung perumusan pernyataan dengan benar, maka kita berpikir
logis. Ketika berpikir dengan berbagai kombinasi dan satu sama lain tidak saling mendukung
atau bertolak belakang, maka hal tersebut tidak logis
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Kami merasa pada makalah ini kami banyak kekurangan, karena kurangnya
referensidan pengetahuan pada saat pembuatan makalah ini, kami sebagai penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun pada pembaca agar kami dapat membuat
makalah yang lebih baik lagi.
13
Daftar pustaka
https://marizaumami.wordpress.com/2010/06/15/makalah-berfikir-kritis/
14