PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap individu memahami berbagai pengalaman melalui panca indra atau dalam
terminologi NLP dikenal sebagai VAKOG (Visual, Auditory, Kinesthetic, Olfactory dan
Gustatory). Setelah berusia dua belas tahun, umumnya individu memiliki preferensi dari
kelima jalur informasi tersebut, umumnya di antara tiga jalur berikut; Visual, Auditory
atau Kinesthetic. Pemilihan jalur tersebut juga tergantung pada material yang dipelajari
individu. Seorang musisi lebih cenderung menggunakan jalur pendengaran dibandingkan
dua jalur yang lain. Pemahaman akan hal ini sangat penting dimiliki oleh para pendidik
karena menentukan efektifitas proses pembelajaran.
Otak manusia juga menggunakan metode kerja dari kelima jalur informasi
tersebut dalam memproses dan mengambil kembali sebagai informasi yang telah
dipelajari. Individu umumnya mampu memvisualisasikan, berbicara dengan dirinya
sendiri, merasakan (secara fisik atau emosional), membedakan berbagai rasa,
membedakan berbagai aroma dan masih banyak lagi. Setiap individu memiliki preferensi
yang berbeda saat memproses informasi dan menindaklanjuti hasil pemikirannya dalam
bentuk tindakan atau eksperesi. Perbedaan ini dapat dengan jelas anda perhatikan salah
satunya melalui bahasa sensorik(sensory language) yang digunakan, seperti; "Masalah itu
terasa seperti beban yang sangat berat di pundak saya." (Kinesthetic) "Dapatkah anda
membayangkan apa yang sedang saya bicarakan?" (Visual) "Hal tersebut terdengar tidak
asing bagi saya." (Auditory).
Proses sensori dibagi menjadi dua komponen yakni resepsi dan persepsi. Sensori resepsi
adalah proses menerima stimulus atau data, baik eksternal atau internal dari tubuh.
Stimulus eksternal termasuk visual (penglihatan), auditori (pendengaran), olfactori
(penghidu), tactile (perabaan) dan gustatori (pengecap).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi pada sistem persepsi sensori ?
2. Bagaimana pengkajian pada sistem persepsi sensori?
3. Bagaimana pemeriksaan fisik sistem persepsi sensori?
4. Apa saja pemeriksaan diagnostik sistem persepsi sensori?
5. Bagaimana penatalaksanaan sistem persepsi sensori?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui konsep dari sistem persepsi sensori
2. Tujuan khusus
1) Untuk mengetahui anatomi Fisiologi sistem persepsi sensori
2) Untuk mengetahui pengkajian pada sistem persepsi sensori
3) Untuk mengetahui pemeriksaan fisik sistem persepsi sensori
4) Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik sistem persepsi sensori
5) Untuk mengetahui penatalaksanaan sistem persepsi sensori
D. Manfaat
1. Bagi mahasiswa
Manfaat makalah ini bagi mahasiswa, baik penyusun maupun pembaca adalah
untuk menambah wawasan terhadap seluk beluk tentang sistem persepsi sensori.
2. Bagi institusi
Makalah ini bagi institusi pendidikan kesehatan adalah sebagai tambahan
referensi untuk menguji mahasiswa atau mahasiswinya tentang sistem persepsi
sensori.
3. Bagi masyarakat
Makalah ini bagi masyarakat adalah sebagai penambah wawasan tentang
sistem persepsi sensori.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi fisiologi
A. Mata atau penglihatan
Indra penglihatan yang terletak pada mata ( organ visus ) yang terdiri dari
organ okuli assesoria (alat bantu mata) dan okulus (bola mata). Saraf indra
penglihatan, saraf optikus, muncul dari sel-sel ganglion dalam retina, bergabung
untuk membentuk saraf optikus.
a. Organ Okuli Assesoria
Organ okuli assesoria (alat bantu mata), terdapat di sekitar bola mata yang
sangat erat hubungannya dengan mata, terdiri dari :
1) Kavum orbita, merupakan rongga mata yang bentuknya seperti kerucut
dengan puncaknya mengarah ke depan dan ke dalam.
2) Supersilium (alis mata) merupakan batas orbita dan potongan kulit tebal
yang melengkung , ditumbuhi oleh bulu pendek yang berfungsi sebagai
kosmetik atau alat kecantikan dan sebagai pelindung mata dari sinar
matahari yang sangat terik.
3) Palpebra (kelopak mata) merupakan 2 buah lipatan atas dan bawah kulit
yang terletak didepan bulbus okuli. Kelopak mata atas lebih besar dari
pada kelopak mata bawah. Fungsinya adalah pelindung mata sewaktu-
waktu kalau ada gangguan pada mata.
4) Aparatus lakrimalis (air mata). Air mata dihasilkan oleh kelenjar
lakrimalis superior dan inferior. Melalui duktus ekskretorius lakrimalis
masuk ke dalam sakus konjungtiva. Melalui bagian depan bola mata terus
ke sudut tengah bola mata ke dalam kanalis lakrimalis mengalir ke
duktus nasolakrimatis terus ke meatus nasalis inferior.
5) Muskulus okuli (otot mata) merupakan otot ekstrinsik mata terdiri dari :
a) Muskulus levator palpebralis superior inferior, fungsinya
mengangkat kelopak mata.
b) Muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata, fungsinya untuk
menutup mata.
c) Muskulus rektus okuli inferior, fungsinya untuk menutup mata.
d) Muskulus rektus okuli medial, fungsinya menggerakan bola mata.
e) Muskulus obliques okuli inferior, fungsinya menggerakan bola mata
ke dalam dan ke bawah.
f) Muskulus obliques okuli superior, fungsinya memutar mata ke atas,
ke bawah dan ke luar.
6) Konjungtiva. Permukaan dalam kelopak mata disebut konjungtiva
palpebra, merupakan lapisan mukosa. Bagian yang membelok dan
kemudian melekat pada bola mata disebut konjungtiva bulbi. Pada
konjungtiva ini sering terdapat kelenjar limfe dan pembuluh darah.
b. Okulus
Okulus (mata) meliputi bola mata (bulbus okuli). Nervus optikus saraf otak II,
merupakan saraf otak yang menghubungkan bulbu okuli dengan otak dan
merupakan bagian penting organ visus.
c. Tunika okuli
Tonika okuli terdiri dari :
1) Kornea, merupakan selaput yang tembus cahaya, melalui kornea kita
dapat melihat membran pupil dan iris. Penampang kornea lebih tebal
dari sklera, terdiri dari 5 lapisan epitel kornea, 2 lamina elastika anterior
(bowmen), 3 subtansi propia, 4 lamina elastika posterior, dan 5
endotelium. Kornea tidak mengandung pembuluh darah peralihan,
antara kornea ke sklera.
2) Sklera, merupakan lapisan fibrosa yang elastis yang merupakan bagian
dinding luar bola mata dan membentuk bagian putih mata. Bagian
depan sklera tertutup oleh kantong konjungtiva.
3) Tunika vaskula okuli merupakan lapisan tengah dan sangat peka oleh
rangsangan pembuluh darah. Lapisan ini menurut letaknya terbagi
menjadi 3 bagian yaitu :
a) Koroid, merupakan selaput yang tipis dan lembab merupakan
bagian belakanang tunika vaskulosa. Fungsinya memberikan nutrisi
pada tunika.
b) Korpus siliaris, merupakan lapisan yang tebal, terbentang mulai
dari ora serata sampai ke iris. Bentuk keseluruhan seperti cincin,
dan muskulus siliaris. Fungsinya untuk terjadinya akomodasi
c) Iris, merupakan bagian terdepan tunika vaskulosa okuli, berwarna
karena mengandung pigmen, berbentuk bulat seperti piring dengan
penampang 12 mm, tebal 12 mm, di tengah terletak bagian
berlubang yang disebut pupil. Pupil berguna untuk mengatur
cahaya yang masuk ke mata, sedangkan ujung tepinya melanjut
sampai korpus siliaris. Pada iris terdapat 2 buah otot: muskulus
sfingter pupila pada pinggir iris, muskulus dilatator pupila terdapat
agak pangkal iris dan banyak mengandung pembuluh darah dan
sangat mudah terkena radang, bisa menjalar ke korpus siliaris.
4) Tunika nervosa
Tunika nervosa merupakan lapisan terdalam bola mata, disebut retina.
Retina dibagi atas 3 bagian :
a) Pars optika retina, dimulai dari kutub belakang bola mata sampai di
depan khatulistiwa bola mata.
b) Pars siliaris, merupakan lapisan yang dilapisi bagian dalam korpus
siliar.
c) Pars iridika melapisi bagian permukaan belakang iris.
B. Hidung atau penciuman
Alat penciuman terdapat dalam rongga hidung dari ujung saraf otak nervus
olfaktorius. Nervus olfaktorius dilapisi oleh sel-sel yang sangat khusus yang
mengeluarkan fibril-fibril yang sangat halus, terjalin dengan serabut-serabut dari
bulbus oftaktorius yang merupakan otak terkecil.
Konka nasalis terdiri dari lipatan selaput lendir. Pada bagian puncaknya
terdapat saraf-saraf pembau. Kalau kita bernafas lewat hidung dan kita mencium
bau suatu udara, udara yang kita isap melewati bagian atas dari rongga hidung
melalui konka nasalis. Pada konka nasalis terdapat tiga pasang karang hidung:
1) Konka nasalis superior
2) Konka nasalis media
3) Konka nasalis inferior
Disekitar rongga hidung terdapat rongga-rongga yang disebut sinus nasalis yang
terdiri dari:
Rongga Mulut
Mulut merupakan jalan masuk menuju system pencernaan dan berisi organ
aksesori yang bersifat dalam proses awal pencernaan. Secara umum terdiri
dari 2 bagian, yaitu:
a) Bagian luar (vestibula) yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi
b) Bagian rongga mulut (bagian) dalam yaitu rongga yang dibatasi
sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandibularis di sebelah
belakang bersambung dengan faring.
Selaput lendir mulut ditutupi ephitelium yang berlapis-lapis. Dibawahnya
terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini sangat
kaya akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf
sensoris.
Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh
selaput lendir mukosa. Ada beberapa bagian yang perlu diketahui, yaitu:
a) Palatum
a Palatum durum yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah
depan tulang maksilaris.
Palatum durum adalah suatu struktur tulang berbentuk konkaf.
Bagian anteriornya mempunyai lipatan-lipatan yang menonjol, atau
rugae.
b Palatum mole terletak dibelakang yang merupakan lipatan
menggantung yang dapat bergerak, terdiri dari jaringan fibrosa dan
selaput lendir.
Palatum mole adalah suatu daerah fleksibel muscular di sebelah
posterior palatum durum. Tepi posterior berakhir pada uvula. Uvula
membantu menutup nasofaring selama menelan.
B. Pemeriksaan Fisik
a. Mata atau penglihatan
1) Inspeksi
Inspeksi keadaan bola mata, catat adanya kelainan : endo atau
aksoplatus, strabismus
Anjurkan memandang lurus kedepan, catat adanya kelainan
nigtagmus
Bedakan antara bola mata kanan dan kiri
Luruskan jari-jari dan dekatkan dengan jarak 15-30 cm
Beri tahu untuk mengikuti gerakan jari dan gerakan jari pada 8
arah untuk mengetahui fungsi otot gerak mata
2) Palpasi
Denga cara memejamkan mata : catat adanya nyeti tekan dan keadaan
benjolan
3) Kelopak mata
Amati kelopak mata , catat adanya kelainan, ptosis,
entro/ekstropoin, alismata tontok, lesi xantelasma.
Dengan palpasi : dengan cara memejamkan mata : catat adanya
nyeri tekan dan keadaan benjolan kelopak mata
4) Konjungtiva, sclera, kornea
Baritahu untuk lurus ke depan
KONJUNGTIVA :Tekan di bawah kelopak mata ke bawah,
amati konjungtiva dan catat adanya kelainan : anemia/pucat (tidak
anemis).
Kemudian amati SCLERA : catat adanya kelainan icterus,
vaskularisasi, lesi atau benjolan (normal putih).
Inspeksi sklera bertujuan untuk melihat adanya nodul, hyperemia,
dan perubahan warna. Sclera normal seharusnya berwarna putih.
Pada individu berkulit galap, sclera mungkin berwarna sedikit
agak seperti lumpur.
Kemudian amati sklera, catat adanya kelainan : kekeruhan
(normal: hitam transparan dan jernih)
KORNEA harus jernih dan tanpa keruhan atau kabut. Cincin
keputihan pada perimeter kornea mungkin adalah arkus senilis.
5) Pemeriksaan pupil
Beritahu untuk pandangan lurus ke depan
Dengan menggunakan pen light, senter mata dari arah lateral ke
medial
Catat dan amati perubahan pupil : lebar pupil, reflek pupil
menurun, bandingkan kanan dan kiri
Normal : reflek pupil baik, isokor, diameter 3mm, meiosis
(mengecil)
Abnormal : reflek pupil menurun atau anisokor, medriasis
(membesar) atau meiosis (mengecil)
6) Pemeriksaan tekanan bola mata
Palpasi
Tanpa alat : beritahu untuk memejamkan mata, dengan 2 jari
tekan bola mata, catat adanya ketegangan dan bandingkan kanan
dan kiri
Dengan alat : dengan alat tonometri (perlu keterampilan khusus)
7) Pemeriksaan Tajam Penglihatan (Visus)
Pasien duduk menghadap kartu snellen dengan jarak 6 meter
Tajam penglihatan diperiksa satu persatu secara bergantian
dengan atau tanpa kacamata, Pasien diminta untuk menutup mata
yang tidak diperiksa dengan telapak tangan tanpa ditekan. Mata
kanan diperiksa dahulu sehingga mata kiri ditutup. Kemudian
diperiksa mata kiri dan mata kanan ditutup.
Pasien diminta membaca huruf yang tenulis pada kartu snellen
yang dimulai dengan membaca baris atas (huruf yang Iebih besar)
dan bila telah terbaca pasien diminta membaca dibawahnya (huruf
yang lebih kecil)
Ditentukan letak baris terakhir yang masih dapat dibaca
Tulis hasil pemeriksaan secara terpisah antara visus mata kanan
(VOD) dan visus ata kiri (VCS) yang dinyatakan dengan suatu
pembilang dan penyebut.
Bila huruf yang terbaca tersebut:
Terdapat pada baris dengan tanda 30, dikatakan tajam
penglihatan 6/30. Berarti la dapat melihat huruf pada jarak
30 meter. yang oleh normal huruf tersebut dapat dilihat
jarak 6 meter.
Terdapat pada baris dengan tanda 6, dikatakan tajam
penglihatan 616 (normal)
bila dapat membaca 6/6 dengan terdapat kesalahan baca 2
huruf pada bertanda 6 disebut tajam penglihatan 6/6-2
Uji Hitung Jari
Bila pasien tidak dapat mengenai huruf erbesar pada kartu
snellen pada jarak 6 meter maka dilakukan uji hitung jari.
Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60
meter.
Pasien diminta melihat atau menentukan jumlah jari yang
diperilihatkan pada jarak tertentu. Jari diperlihatkan secara
acak tidak berurutan.
Bila jari yang diperlihatkan dikenal pada jarak 3
meter make dikatakan tajam penglihatan seseorang
adalah 3/60. Barani la dapat melihat jari pada jarak
30 meter. yang oleh normal jari tersebut dapat
dilihat pada jarak 60 meter.
Dengan pengujian Inl tajam penglihatan hanya
dapat dinilai sampai 1/60, yang berarti hanya dapat
menghitung jari pada jarak 1 meter
Uji Lambaian Tangan
Dengan uji lambaian tangan. maka dapat dinyatakan tajam
pengihatan pasien Iebih buruk daripada 1/60. Orang
normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada
jarak 300 meter. Bila mata hanya dapat molihat lambaian
tangan pada jarak 1 meter. berarti tajam penglihatannya
adalah 1/300.
Uji Proyeksi Sinar
Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar
saja dan tidak dapat melihat lambayan tangan. Keadaan ini
disebut sebagai tajam penglihatan 1/tidak hingga
(1~).orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak
tidak terhingga.
bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar
maka dikatakan penglihatan 0 (nol) atau buta total / NO
ligt perception (NLP)
8) Pemeriksaan lapang pandang
Duduk berhadapan dengan pasien
Pemeriksa memberikan intruksi pemeriksaan kepada pasien
dengan jelas
Pasien menutup mata kiri dengan telapak tangan yang kiri,
telapak tangan tidak boleh menekan bola mata
Pemeriksa duduk tempat di depan pasien dalam jarak antara 60
cm, berhadapan, sama tinggi. Pemeriksa menutup mata kanan
dengan telapak tangan yang kanan. Lapang pandang pemeriksa
sebagai referensi (lapang pandang pemeriksa harus normal). Mata
pasien melihat mata pemeriksa
Objek atau ujung jari periksa di gerakkan perlahan – lahan dari
perifer ke sentral (sejauh rentangan tangan pemeriksa kemudian
digerakkan ke central) dari delapan arah pada bidang ke tengah –
tengah penderita dan pemeriksa
Lapang pandang pasien dibandingakan dengan lapang pandang
pemeriksa
Kemudian diperiksa mata kontralateral
Menyebutkan hasilnya :
Lapang pandang penderita luasnya sama dengan lapang
pandang pemeriksa
Lapang pandang penderita lebih sempit dari lapang
pandang pemeriksa (sebutkan didaerah mana yang
mengalami penyempitan)
e. Kulit
Pemeriksaan fisik pada kulit, rambut dan kuku adalah inspeksi dan
palpasi. Sistem integument meliputi kulit, rambut, dan kuku. Sistem ini
berfungsi memberikan proteksi eksternal bagi tubuh, membantu dalam proses
pengaturan suhu tubuh, sebagai sensor nyeri, dan indera peraba.
a) Inspeksi: Pada pasien dengan gangguan sistem integumen secara
umum kulit dikaji dengan mengamati warna, kekeringan, adanya lesi,
vaskularitas, mobilitas, edema yang mungkin terjadi.
b) Palpasi: Untuk palpasi secara umum dikaji dengan perabaan pada kulit
mencangkup kelembapan tekstur kulit, kasar atau halus, elestisitas kulit.
Tugor kulit akan kembali dalam waktu < 2 detik (normal), jika di
temukan piting edema pada daerah yang di tekan akan tampak bekas
jari pemeriksa dan akan kembali dengan lambat (>2detik).
B. Pemeriksaan penunjang
a. Mata atau penglihatan
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berdasarkan
Smeltzer & Bare (2013) dan adalah:
1) Oftalmoskopi
Sebuah alat yang digunakan untuk melihat struktur eksterior dan
inferior mata dalam ofalmoskop. Paling mudah untuk mengkaji fundus
saat runag gelap karena pupil akan dilatasi. Saat menggunakan
oftalmoskop direk, perawat memegang instrument dengan tangan kanan
saat mengkaji OD dan tangan kiri saat mengkaji OS. perawat berdiri pada
sisi yang nyaman dan sama dengan mata klien yang akan diperiksa. Klien
diminta melihat ke arah depan pada objek yang terletak di dinding
belakan perawat. Bagian yang diperksa dari pemeriksaan ini yaitu,
diskusoptikus, pembuuh optikus, fundus, makula.
Dapat dilihat melalui oftalmoskop, yaitu suatu instrumen yang
digunakan dengan cara dipegang yang memproyeksikan cahaya melalui
prisma dan membelokkan cahaya dengan sudut 90°, memungkinkan
pemeriksa melihat retina. Dalam melakukan pemeriksaan ruangan harus
digelapkan untuk melebarkan dilatasi pupil. Pemeriksaan ini meliputi
evaluasi diskus optikus, pembuluh darah retina, karakteristik retina, area
makula, dan humor aqueus.
2) Tonometri
Tonometri adalah teknik untuk mengukur tekanan intraokuler
(TIO).Tonometri Schiotz memakai instrumen metal yang dipegang
(tonometer) dan diletakkan pada permukaan kornea yang dianastesi.
Hasilnya bervariasi namun cukup baik untuk mengistimasi TIO. Alat
pengukur tekanan lainnya yaitu Tonometer aplanasi dari Goldman,
dihubungkan dengan lampu slit. Dianggap sebagai bentuk alat ukur TIO
yang paling akurat.Pemberian pewarna fluoresen dan anestesi topikal
diperlukan sebelum tonometer aplanasi. Peningkatan TIO merupakan
tanda kardinal pada glaukoma.
3) Lampu-Slit
Lampu-slit adalah instrumen yang biasa dijumpai dikamar periksa
ahli oftalmologi atau di tempat dimana dilakukan evaluasi oftalmik.
Pemerisaan dilakukan dengan cara mengarahkan cahaya berbagai bentuk
dan warna ke permukaan depan mata. Instrumen ini akan memperbesar
kornea, sklera, dan kamera anterior, dan memberikan pandangan oblik ke
dalam trabekulum dengan lensa khusus. Kebanyakan lampu-slit
dilengkapi dengan tonometer applanasi. Untuk pemeriksaan, ruangan
harus gelap dan klien harus kooperatif. Sebelum pemeriksaan perawat
atau teknisi biasanya membantu memberikantetes mata untuk mendilatasi
pupil.
4) Ultrasonografi (USG)
USG dapat digunakan untuk mengukur dimensi, struktur kuler, dan
untuk mengukur kedalaman serta bentuk bola mata. Pada USG,
gelombang dengan frekwensi tinggi diemisi dari sebuah tranduser kecil
seperti probe diletakkan dimata. Setelah mengenai jaringan okuler,
gelombang suara kemudian memantul dan ditangkap oleh transduser
yang sama. Kemudian dikonversi menjadi pola gelombang dan dan
ditampilkan pada osilokop. Prosedur ini tidak menimbulkan nyeri namun
memerlukan anestesi lokal. Setelah dilakukan pengujian sarankan pada
klien agar tidak menggosok matanya. Ada dua tipe primer ultrason yang
digunakan, yaitu A-scan dan B-scan.
a) A-scan-ultrason : untuk membedakan tumor maligna dan benigna,
mengukur mata untuk pemasanga implan lensa okuler dan
memantau adanya glaukoma kongenital
b) B-scan-ultrason : Untuk memndeteksi berbagai struktur dalam mata
yang kurang jelas akibat adanya pendarahan katarak atau opasitas
lain.
5) Angiografi Fluoresen
Untuk mengevaluasi pembuluh darah oftalmik. Pewarna kontras
disuntikkan ke vena perifer. dan diambil foto serial fundus. Uji ini
membantu menentukan luasnya kelainan pembuluh darah retina, seperti
yang berhubungan dengan diabetes dan hipertensi, papiledema, dan
sumbatan arteri retina sentralis.
6) Prosedur Pencitraan
Kadang-kadang kita perlu melihat mata terhadap hubungan dengan
tengkorak atau jaringan lunak lainnya. Karena mata terletak di dalaam
rongga intracranial, maka abnormalitas tengkorak dapat memengaruhi
bola mata dan struktur oftalmik. Fraktur blowout orbita dapat menjebak
otot atau saraf ekstraokuker sehingga membatasi gerakan bola mata yang
terkena. Sinar-x tengkorak dapat mengidentifikasi abnormalitas cranium.
MRI (computerized tomografi) dapat digunakan untuk mengidentifikasi
pertumbuhan dan anatomi intraokuler dan ekstraokuler.
7) Hitung Sel Endotel
Alat fotografi yang dihubungkan ke lampu slit dan menghasilkan
bayangan dengan resolusi tinggi terhadap detil morfologi sel endotel:
ukuran, bentuk, destansi, dan batas sel. Merupakan uji praoperatif yang
sangat penting untuk mengidentifikasi kerusakan endotel, yang akan
meningkatkan resiko komplikai pascaoperasi.
8) Refraksi dan Akomodasi
Defek minor dan ketidak segarisan mata dapat ter;ihat hampir ke
semua orang. Koreksi refraksi biasanya tidak diperlukan defek seperti ini.
Namun bila terpaksa dilakukan koreksi reflaksi, tujuannya adalah untuk
menghilangkan gejala seperti pandangan kabur, nyeri kepala atau
keletihan mata, dan tidak untuk meningkatkan kesehatan mata itu sendiri.
Beberpa tipe pembedaha reflaksi kornea tersedia untuk mengoreksi
myopia, hyperopia, dan astigmatisma. Prosedur tersebut dapat
mengurangi pemakaian kacamata atau mengurangi kekuatan presskripsi
yang diperlukan untuk mengoreksi pengelihatan.
Kesalahan refleksi dan penanganannya bisa dipahami dengan baik bila
dihubungkan dengan akomodasi. Akomodasi terjadi bila otot silier
berkontraksi, mengakibatkan relaksasi zonula, dan meningkatkan
kelengkungan lensa. Hal ini menyebabkan peningkatan refraksi
(akomodasi), kekuatan mata (pembelokan cahaya), untuk memusatkan
fokus mata pada benda dekat. Ketika otot siler berelaksasi, kekuatan otot
mata berada pada kekuatan rendah yang paling mungkin dicapai, seperti
tampak pada paranalis badan silier (sikloplegia).
e. Kulit
Pemeriksaan Penunjang pada kulit menurut (Smeltzer S. C., 2013), yaitu:
1) Biopsi Kulit
Biops kulit yang bertujuuan untuk mendapatkan jaringan bagi
pemeriksa mikroskopik dilakukan lewat eksesi dengan scalpel atau
penusukan dengan alat khusus (skin punch) yang akan mengambil sedikit
bagian tengah jaringan. Biposi dilakukan terhadap nodul kulit yang
asalnya tidak jelas untuk menyingkirkan kemungkinan malignitas dan
terhadap plak dengan bentuk serta warna yang tak lazim; biopsi kulit
dilakukan untuk memastikan diagnosis yang tepat pada pembentukan
lepuh dan kulit lainnya.
2) Imunofluoresensi (IF)
Untuk mengidentifikasi lokasi suatu reaksi imun, pemeriksaan IF
mengkombinasikan antigen atau antibody dengan zat warna fluorokrom
(antibody dapat dibuat berpedar dengan meningkatnya pada zat warna).
Tes IF pada kulit (direct IF test) merpakan teknik pemeriksaan untuk
mendeteksi autoantibodi terhadap bagian-bagian kulit. Indirect IF test
mendeteksi antibody yang spesifik dalam serum pasien.
3) Patch Test
Pacth test yang dilakukan untuk mengenali substansi yang
menimbulkan alergi pada pasien, meliputi aplikasi alergi yang dicurigai
pada kulit normal dibawah plester khusus (occlusive patches).jika terjadi
dermatitis, gejala kemerahan, tonjolan halus atau gatal-gatal dianggap
sebagai reaksi positif lemah. Blister yang halus, papula dan gatal-gatal
yang hebat menunjukkan reaksi positif sedang, sementara blister (bullae),
nyeri serta ulserasi menunjukkan reaksi positif kuat.
4) Pengerokan Kulit
Sempel jaringan dikerok dari lokasi jamuryang dicurigai. Pengerokan
ini dilakukan dengan mata pisaua skapel yang sudha dibasahi dengan
minyak sehingga jaringan kulit yang dikerok melekat pada mata pisau
tersebut. Bahan hasil kerokan dipindahkan ke slide kaca, tutup dengan
kaca objek dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop.
5) Pemeriksaan Apus Tzanck
Tes ini dilakukan untuk memeriksa sel-sel dari kulit yang mengalami
pelepuhan, seperti herpes zoster, varisela, herpes simpleks dan semua
bentuk pemfigus. Secret dari lesi yang dicurigai dioleskan pada slide kaca,
diwarnai dan diperiksa.
6) Pemeriksaan Cahaya Wood
Tes ini bergantung pada lampu khusus untu memproduksi cahaya
ultraviolet gelombang panjang (black light) yang akan menghasilkan sinar
perpendar berwarna ungu gelap yang khas. Warna sinar perpedar ini
terlihat paling jelas pada kamar gelap dan digunakan untuk membedakan
lesi epidermis dengan lesi dermis dan lesi hipopigmentasi serta
hiperpigmentasi dengan kulit yang normal. Kepada pasien harus dijelaskan
bahwwa cahaya tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan kulit ataupun
mata.
7) Pembuatan Foto Klinis
Foto klinis dibuat memperlihatkan sifat serta luasnya kelainan kulit,
dan digunakan untuk menentukan progresivitas atau perbaikan setelah
dilakukan terapi.
Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan bakteriologi dilakukan pada penyakit infeksi kulit karena
bakteri
2) Pemeriksaan histopatologi untuk menegakkan diagnosis.
C. Penatalaksanaan farmakologi
a. Mata atau penglihatan
Obat Mata : tetes mata, salap mata, pencuci mata dan beberapa bentuk
pemakaian yang khusus yang ditentukan untuk digunakan pada mata utuh
atau terluka digunakan untuk menghasilkan efek diagnostik, terapetik lokal,
merealisasikan kerja farmakologis. Agen farmakologis oftalmik :
Obat midriatikum
Obat miotikum
Obat anti radang mata
Obat antiseptik dan antiinfeksi
Obat anti glukoma
obat osmotic
anti kologenertik midriatik
anestesi topical
lubrikan
1) Obat Midriatikum
2) Obat Miotikum
a) Obat miotikum adalah obat yang menyebabkan miosis (konstriksi
dari pupil mata).
b) Bekerja dengan cara membuka sistem saluran di dalam mata, dimana
sistem saluran tidak efektif karena kontraksi atau kejang pada otot di
dalam mata yang dikenal dengan otot siliari.
c) Contoh penggunaan : Pengobatan glaukoma bertujuan untuk
mengurangi tekanan di dalam mata dan mencegah kerusakan lebih
lanjut pada penglihatan.
d) Contoh obat :
Betaxolol (penghambat beta adregenik)
Pilokarpin (reseptor agonis muskarinik).
c) Berikut jenis zat aktif yang ada dalam obat antiseptik dan antiinfeksi
mata:
Sulfacetamid Na, Ciprofloxacin HCl, Tobramycin,
Chloramphenicol dan kombinasinya, Levofloxacin, Dibekacin
Sulfat, Fusidic acid, Gentamycin Sulfat, Oxytetracycline dan
urunannya, Kombinasi Neomycin Sulfat dan antibiotik lainnya,
Ofloxacin ,Acyclovir.
` Penumpukan serumen
2) Obat oral
No Golongan Nama obat Keterangan
B. Saran
Saran penulis yaitu agar perawat dapat menerapkan pengkajian pada
sistem sensori persepsi secara baik dan benar serta marilah kita belajar dengan
sungguh-sungguh agar kita dapat menjadi perawat yang professional.
DAFTAR PUSTAKA
Hetharia, Rospa, Sri, Mulyani. (2011). Asuhan Keperawatan Telinga Hidung Tenggorokan.
Jakarta: CV.Trans Info Media.
Muttaqin, Arif. (2011). Pengkajian Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinik. Jakarta:
Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Edisi 8. Jakarta: EGC.