Anda di halaman 1dari 8

8

Menurut WHO (2014) pneumonia adalah bentuk infeksi pernapasan

akut yang mempengaruhi paru-paru, dimana alveoli paru-paru terisi dengan

cairan sehingga membuat asupan oksigen terbatas untuk bernafas.

2. Anatomi fisiologi

Gambar 2.1
Struktur sistem respirasi
Sumber gambar : (Nurarif & Kusuma, 2016)

a. Anatomi

Struktur tubuh yang berperan dalam sistem pernapasan yaitu :

1) Lubang hidung

Saluran Nares Anterior adalah saluran-saluran di dalam lubang

hidung. Saluran-saluran tersebut bermuara ke dalam bagian yang

dikenal sebagai vestibulum (rongga) hidung. Vestibulum ini dilapisi


9

epitalium bergaris yang bersambung dengan kulit. Lapisan nares

anterior memuat sejumlah kelenjar sebaseus yang ditutupi dengan bulu

besar. Kelenjar-kelenjar tersebut bermuara kedalam rongga hidung

(Syaifuddin, 2013).

2) Rongga Hidung

Rongga hidung dilapisis selaput lender yang sangat kaya akan

pembuluh darah, bersambung dengan lapisan faring dan selaput

lender.Semua sinus yang mempunyai lubang masuk kedalam rongga

hidung. Daerah pernapasan dilapisi epitalium silinder dan sel epitel

berambut yang mengandung sel lender. Sekresi sel tersebut membuat

permukaan nares basah dan berlendir. Di atas septum nasalis dan

konka, selaput lender ini paling tebal. Tiga tulang kerang (konka) yang

diselaputi epitalium pernapasan, yang monjorok dari dinding lateral

hidung kedalam rongga,sangat memperbesar permukaan selaput lendir

tersebut.

Sewaktu udara melalui hidung udara disaring oleh bulu-bulu

yang terdapat di dalam vestibulum. Karena kontak dengan permukaan

lender yang dilaluinya, udara menjadi hangat, dan karena penguapan

air dari permukaan selaput lender, udara menjadi lembap (Syaifuddin,

2013).

3) Faring (tekak)
10

Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak

sampai persambungannya dengan esofpagus pada ketinggian hidung

rawan krikoid. Maka letaknya di belakang hidung (nasofaring), di

belakang mulut (orofaring) dan di belakang laring.

4) Laring (tenggorokan)

Terletak di depan bagian terendah faring yang memisahkannya

dari kolumna, berjalan dari faring sampai ketinggian vertebra

servikalis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya.

Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama

oleh ligament dan membran, yang terbesar diantaranya ialah tulang

rawan tiroid dan disebelah depannya terdapat benjolan subkutaneus

yang dikenal sebagai jakun, yaitu sebelah depan leher. Laring terdiri

atas dua lempeng yang bersambungan di garis tengah. Tepi atas

terdapat lekukan berupa v, tulang rawan krikoid terletak dibawah

tiroid, bentuknya seperti cincin mohor disebelah belakang (ini adalah

tulang rawan satu-satunya yang berbentuk lingkaran lengkap). Tulang

rawan lainnya adalah kedua tulang rawan arytenoid yang menjulang di

sebelah belakang krikoid, kanan dan kiri tulang rawan kuneiform

kornikulata yang sangat kecil (Syaifuddin, 2013).

5) Trakea (batang tenggorokan)

Trakea atau batang tenggorokan kira-kira 9 cm. Trakea berjalan

dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebratorakalis kelima dan


11

tempat ini bercabang menjadi dua bronkus (bronki). Trakea tersusun

atas 16 – 20 lingkaran tak lengkap berupa cincin tulang rawan yang di

ikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran

disebelah belakang trakea, selain itu juga memuat beberapa jaringan

otot. Trakea dilapisi selaput lender yang terdiri atas epitalium bersilia

dan sel. Silia ini bergerak menuju ke atas kearah laring, maka dengan

gerakan ini debu dan butir-butir halus lainnya yang larut masuk

bersama dengan pernapasan dapat dikeluarkan (Syaifuddin, 2013).

6) Bronkus (cabang tenggorokan)

Bronkus merupakan lanjutan dari trakea ada dua buah yang

terdapat pada ketinggian vertebratorakalis IV dan V mempunyai

struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama

bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah

tampak paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar

daripada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang

bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri

dari 9-12 cincin dan mempunyai 2 cabang bronkus bercabang-cabang,

cabang yang paling kecil disebut bronkiolus. Pada bronkioli terdapat

gelembung paru/gelembung alveoli (Syaifuddin, 2013).

7) Paru-paru
12

Paru-paru ada dua dan merupakan alat pernafasan utama. Paru-

paru mengisi rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan

ditengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya

dan struktur lainnya yang terletak didalam mediasternum. Paru-paru

adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) diatas

dan mucul sedikit lebih tinggi daripada klavikula di dalam dasar leher.

Pangkal paru-paru duduk diatas rongga toraks, diatas diafragma. Paru-

paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh iga-iga, permukaan

dalam yang memuat tampuk paru-paru, sisi belakang yang menyentuh

tulang belakang, dan sisi depan yang menutupi sebagian sisi depan

jantung (Syaifuddin, 2013).

b. Fisiologi

Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan

karbondioksida. Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernafasan

eksterna, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu

bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan

dapat berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler pulmonaris.

Hanya satu lapisan membran, yaitu membrane alveoli kapiler,

yang memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini

dan diambil oleh hemoglobin sel darah merah dan di bawa ke jantung.

Dari sini dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah

meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada


13

tingkat ini hemoglobin 95% jenuh oksigen, didalam paru-paru CO2, salah

satu hasil buangan metabolisme, menembus membrane alveolar kapiler

dari kapiler kapiler darah ke alveoli, dan setelah melalui pipa bronkioli

dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut.

Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner atas

pernafasan eksterna :

1) Ventilasi pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara

dalam alveoli dengan udara luar

2) Arus darah melalui paru-paru

3) Distribusi arus udara dan anus darah sedemikian sehingga dalam

jumlah tepat dapat mencapai semua bagian tubuh

4) Difusi gas yang menembus membrane pemisah alveoli dan kapiler.

CO2 lebih mudah berdifusi daripada O2.

Semua proses ini telah sedemikian rupa sehingga darah yang

meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada

waktu gerak badan, lebih banyak darah datang di paru-paru membawa

terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2, jumlah CO2 itu tidak dapat

dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini

merangsang pusat pernafasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan

dan dalamnya pernafasan. Penambahan ventilasi ini mengeluarkan CO2

dan mengambil lebih banyak O2 (Syaifuddin, 2013).


14

1. Etiologi

Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet dan sering disebabkan oleh

streptococcus pneumonia, melalui slang infuse oleh stapilococcus aureus

sedangkan pada pemakaian ventilator oleh P. Aeruginosa dan enterobacter.

Masa kini terjadi karena perubahan keadaan pasien seperti kekebalan tubuh

dan penyakit kronis, polusi lingkungan, penggunaan antibiotic yang tidak

tepat. Setelah masuk keparu-paru organisme bermultiplikasi dan jika telah

berhasil mengalahkan mekanisme pertahanan paru, terjadi pneumonia. Selain

diatas penyebab terjadinya pneumonia sesuai penggolongannya yaitu:

a. Streptokoccus aureus, hemophilus influinzae, mycobacterium tuberkolusis,

bacillus friedlander.

b. Virus: Respiratory syncytial virus, adeno virus, v.sitomegalitik, v.

influenza.

c. Mycoplasma pneumonia.

d. Jamur: Histoplasma capsulatum, cryptococcus neuroformans, blastomyces

dermatitides, coccidodies immitis, aspergilus species, candida albicans.

e. Aspirasi: Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion,

benda asing.

f. Pneumonia Hipostatik

g. Sindrom Loeffler

h. Non mikroorganisme :

1) Bahan kimia.
15

2) Paparan fisik seperti suhu dan radiasi

3) Merokok.

4) Debu, bau-bauan, dan polusi lingkungan

(Nurarif & Kusuma, 2016).

2. Faktor Resiko

Menurut (Maryunani, 2010) faktor resiko untuk pneumonia telah

diidentifikasikan secara rinci, yaitu faktor yang meningkatkan terjadinya

morbiditas pneumonia dan faktor yang meningkatkan terjadinya kematian

(mortalitas) pada pneumonia. Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor resiko

terjadinya pneumonia yaitu faktor lingkungan, faktor individu, serta faktor

perilaku.

a. Faktor Lingkungan

1) Pencemaran udara dalam rumah asap rokok dan asap hasil pembakaran

bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak

mekanisme pertahanan paru. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang

ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan

kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih

dimungkinkan karena bayi dan 10 anak balita lebih lama berada

dirumah bersama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan

lebih tinggi. Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA

dan polusi udara, diantaranya ada peningkatan resiko pneumonia anak.

Anda mungkin juga menyukai