Anda di halaman 1dari 7

KRITISISME

Filasafat yang di kenal dengan kritisisme adalah filsafat yang di introdusir


oleh Immanuel Kant. Filsafat ini memulai pelajarannya dengan menyelidiki batas-
batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Oleh karena itu,
kritisisme sangat berbeda dengan corak filsafat modern sebelumnya yang
mempercayai kemampuan rasio secara mutlak.
Kant mengadakan penelitian yang kritis terhadap rasio murni dan
memugar sifat objektivitas dunia ilmu pengetahuan dengan menghindarkan diri
dari sifat sepihak rasionalisme dan sifat sepihak empirisme. Gagasan ini muncul
karena pertanyaan mendasar dalam dirinya, yaitu Apa yang dapat saya ketahui?
Apa yang harus saya lakukan? Dan Apa yang boleh saya harapkan?.
Filsafat Kant disebut sebagai filsafat kritis, karena pemikirannya
mengkritik pandangan empirisme dan rasionalisme sebagai dua pandangan yang
bertentangan dalam filsafat, terutama sejak renaisans dan pencerahan. Kant
kemudian menyatakan bahwa kedua pandangan ini berat sebelah. Kant berusaha
menganalisis syarat-syarat serta batas-batas kemampuan rasional manusia serta
dimensinya yang murni teoritis dan praktis-etis dengan menggunakan rasio itu
sendiri. Titik tolak analisis kant bertolak dari analisis terhadap kegiatan akal-budi,
lalu mencoba memahami kemampuan serta batas-batas akal budi itu. Analisi itu
bersifat kritis dan bukan psikologi dengan mencari daya/potensi yang berperan
dalam proses ilmiah. Analisisnya lebih bersifat kritis logis yang meneliti
hubungan antar unsur-unsur isi pengertian satu sama lain.
Ciri-ciri Kritisime dapat dapat di simpulkan dalam tiga hal, yaitu sebagai
berikut :
a. Menganggap objek pengenalan itu berpusat pada subjek dan bukan pada
objek
b. Menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk mengetahui
realitas atau hakikat sesuatu, rasio hanyalah mampu menjangkau gejalanya
atau fenomenanya saja.
c. Menjelaskan bahwa pengenalan manusia atas sesuatu itu diperoleh atas
perpaduan antara peranan unsur anaximenes priori yang berasal dari rasio
serta berupa ruang dan waktu dan peranan aposteriori yang berasal dari
pengalaman yang berupa materi.
1. Riwayat Hidup Immanuel Kant
Immanuel Kant lahir di Konigserg, Prusia Timur, Jerman. Pikiran-pikiran
dan tulisan-tulisannya yang sangat penting dan membawa revolusi yang jauh
jangkauannya dalam filsafat modern. Ia terpengaruh oleh lahiran Piettisme dari
ibunya, tetapi ia hidup dalam zaman SCEPTISM serta membaca karangan-
karangan Voltaire dan Hume. Akibat dari itu semua ialah bahwa ia mempunyai
problema : what can we know? (apa yang dapat kita ketahui?) what is nature and
what are the limits of human knowledge? (apakah alam ini dan apakah batas-batas
pengetahuan manusia itu?) sebagian besar hidupnya telah ia pergunakan untuk
mempelajari logical process of thought (proses penalaran logis), the external
world (dunia eksternal) dan the reality of things (realitas segala yang wujud).
Kehidupannya sebagai filsuf dibagi dalam dua periode :
Zaman pra-kritis dan zaman kritis. Pada zaman pra-kritis ia menganut
pendirian rasionalis yang dilancarkan oleh wolff dkk. Tetapi, karena terpengaruh
oleh Hume, berangsur-angsur kant meninggalkan rasionalisme. Ia sendiri
mengatakan bahwa Hume itulah yang membangunkannya dari tidur dogmatisnya.
Pada zaman kritisnya, kant merubah wajah filsafatinya secara radikal. Ia
menanamkan filsafatnya sekaligus mempertanggungkannya dengan dogmatisme.
Karyanya yang terkenal dan menampakkan kritisismenya, ialah kritik der
reinen vernunft reason dan Critique of Pure Reason yang membicarakan tentang
reason dan knowing process yang ditulisnya selama lima belas tahun. Buku ini
amat terkenal di dunia filsafat. Dalam literatur bahasa indonesia biasanya disebut
“kritik atas rasio praktis”. Buku kedua adalah Kritik der Practischen
Vernunft (1781) atau biasa disebut Critique of Practical Reason alias Kritik atas
rasio praktis yang menjelaskan filsafat moralnya. Ketiga, buku Kritik der
Arteilskraft (1790) atau Critique of judgement alias kritik atas daya
pertimbangan.
2. Tujuan Filsafat Immanuel Kant
Melalui Filsafatnya kant bermaksud memugar sifat objektivitas dunia ilmu
pengetahuan. Agar supaya maksud itu terlaksana, orang harus menghindarkan diri
dari sifat sepihak rasionalisme dan sifat sepihak empirisme. Rasionalisme mengira
telah memperoleh pengetahuan dari pengalaman saja. Ternyata bahwa empirisme,
sekalipun dimulai dengan ajaran yang murni tentang pengalaman, tetap melalui
idealisme subjektif bermuara pada suatu skeptisisme yang radikal. Nah, kant
bermaksud mengadakan penelitian yang kritis terhadap rasio murni.
Menurut Hume, ada jurang yang lebar antara kebenaran-kebenaran rasio
murni dengan realita dalam dirinya sendiri. Menurut kant, syarat dasar bagi segala
ilmu pengetahuan adalah :
Bersifat umum dan mutlak, dan Memberi pengetahuan yang baru.
Menurut kant, Hume lah yang menjadikan dia bangun dari tidurnya
dalam dogmatism, walaupun semulanya kant dipengaruhi rasionalisme Leibniz
dan wolff, kemudian juga dipengaruhi empirisme Hume, sedang Rousseaun juga
menampakkan pengaruhnya.
3. Macam-macam Kritik Menurut Immanuel Kant
a. Kritik Atas Rasio Murni
Dalam kritik ini, atara lain kant menjelaskan bahwa ciri pengetahuan
adalah bersifat umum, mutlak dan memberi pengertian baru. Untuk itu ia terlebih
dulu membedakan adanya tiga macam putusan, yaitu:
Putusan analitis apriori; dimana predikat tidak menambah sesuatu yang baru pada
subjek, karena sudah termuat di dalamnya (msialnya, setiap benda menempati
ruang).
Putusan sintesis aposteriori, misalnya pernyataan “meja itu bagus” di sini predikat
dihubungkan dengan subjek berdasarkan pengalaman indrawi, karena dinyatakan
setelah (=post, bhs latin) mempunyai pengalaman dengan aneka ragam meja yang
pernah diketahui.
Putusan sintesis apriori; disini dipakai sebagai suatu sumber pengetahuan yang
kendati bersifat sintetis, namun bersifat apriori juga.
manusia mempunyai tiga tingkatan pengetahuan, yaitu:
Taraf indra
Pendirian tentang pengenalan inderawi ini mempunyai implikasi yang
penting. Memang ada suatu realitas, terlepas dari subjek, Kant berkata: memang
ada das ding an sich (benda dalam dirinya; the thing itself). Tetapi das ding an
sich selalu tinggal suatu X yang tidak dikenal. Kita hanya mengenal gejala-gejala
(Erscheinungen), yang selalu merupakan sintesa antara hal-hal yang datang dari
luar dengan bentuk ruang dan waktu.
Taraf akal budi
Kant membedakan akal budi Vesrtand dengan Vernunft. Tugas akal budi
ialah menciptakan orde antara data-data inderawi. Dengan lain perkataan, akal
budi menciptakan putusan-putusan. Pengenalan akal budi juga merupakan sintesa
antara bentuk dengan materi. Materi adalah data-data inderawi dan bentuk adalah
apriori, yang terdapat pada akal budi. Bentuk apriori ini dinamakan Kant dengan
istilah “Kategori”. Akal budi memiliki struktur sedemikian rupa, sehingga
terpaksa saya mesti memikirkan data-data inderawi sebagai subtansi atau menurut
ikatan sebab akibat atau menurut kategori lainnya. Dengan demikian, Kant sudah
menjelaskan Shahihnya ilmu pengetahuan alam. Sekarang kita mengerti juga
bahwa Kant betul-betul mengadakan suatu revolusi Kopernikan.
Taraf Rasio
Tugas rasio ialah menarik kesimpulan dari keputusan-keputusan. Dengan
kata lain, rasio mengadakan argumentasi-argumentasi. Seperti akal budi
menggabungkan data-data inderawi dengan mengadakan putusan-putusan. Kant
memperlihatkan bahwa rasio membentuk argumentasi-argumentasi itu dipimpin
oleh tiga ide : jiwa, dunia, dan Allah. Karena kategori akal budi hanya berlaku
untuk pengalaman, kategori-kategori itu tidak dapat diterapkan pada ide-ide.
Tetapi justru itulah yang di usahakan oleh metafisika. Uraian yang panjang lebar
dikemukakan oleh kant untuk memperlihatkan kepada kita bahwa bukti-bukti
untuk adanya Allah yang diberikan dalam filsafat bersifat kontradiktoris.
Walaupun Kant sangat menagumi empirisme Hume, empirisme yang
bersifat radikal dan yang konsekuen, ia tidak dapat menyetujui skeptisime yang
dianut Hume dengan kesimpulannya bahwa dalam ilmu pengetahuan, kita tidak
mampu mencapai kepastian. Pada waktu Kant hidup, sudah jelas bahwa ilmu
pengetahuandirumuskan Newton memperoleh sukses. Hukum-hukum ilmu
pengetahuan berlaku selalu dan dimana-mana. Misalnya air mendidih pada 100 C
selalu begitu dan begitu dan begitulah dimana-mana. Yang menjadi soal adalah,
bagaimana hal itu mungkin terjadi? Syarat-syarat manakah yang harus terpenuhi
untuk menjadikan ilmu pengetahuan alam dapat menghasilkan pengetahuan yang
begitu mutlak dan perlu pasti? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, kant
mengadakan suatu revolusi filsafat. Ia berkata bahwa ia mau mengusahakan suatu
“Revolusi Kopernikan”, berarti suatu revolusi yang dapat dibandingkan dengan
perubahan revolusioner yang dijadikan Copernicus dalam bidang astronomi.
Dahulu para filsuf telah mencoba memahami pengenalan dengan
mengandaikan bahwa si subjek mengarahkan diri kepada objek. Kant mengerti
pengenalan dengan berpangkal dari anggapan bahwa objek mengarahkan diri
kepada subjek. Sebagaimana Copernicus menetapkan bahwa bumi berputar
sekitar matahari dan bukan sebaliknya, demikian pun kant memperlihatkan bahwa
pengenalan berpusat pada subjek bukan objek.
Mula-mula sains itu dibuktikan absolute bila dasarnya a priori; ia berhasil
disini. Kemudian ia membatasi keabsolutan sains tersebut dengan mengatakan
bawa sains itu naïf. Sains hanya mengetahui penampakan obyek. Bila sains maju
selangkah lagi, ia akan terjerumus ke dalam antinomy. Jadi sains dapat dipegang,
tetapi sebatas penampakan obyek. Dengan demikian, sains telah diselamatkan.
Argumennya adalah bahwa sains dan akal tidak mampu menembus noumena,
tidak mampu juga menembus obyek-obyek keyakinan. Obyek-obyek ini, yaitu
obyek keyakinan, temasuk noumena yang lain, hanya diketahui dengan kala
praktis. Jadi agama telah di selamatkan.
Adapun Inti dari isi buku yang berjudul Kritik atas Rasio Murni adalah sebagai
berikut:
a. Kritik atas akal murni menghasilkan sketisisme yang beralasan
b. Tuhan yang sesungguhnya adalah kemerdekaan dalam pengabdian pada yang
di cita-citakan. Akal praktis adalah berkuasa dan lebih tinggi dari pada akal
teoritis.
c. Agama dalam ikatan akal terdiri dari moralitas. Kristianitas adalah moralitas
yang abadi
d. Kritik Atas Rasio Praktis
Rasio praktis adalah rasio yang mengatakan apa yang harus kita lakukan,
atau dengan kata lain, rasio yang memberi perintah kepada kehendak kita. Kant
memperlihatkan bahwa rasio praktis memberi perintah yang mutlak yang
disebutnya sebagai imperatif kategori.
Kant beranggapan bahwa ada tiga hal yang harus disadari sebaik-baiknya
bahwa ketiga hal itu dibuktikan, hanya dituntut. Itulah sebabnya Kant
menyebutnya ketiga postulat dari rasio praktis. Ketga postulat dimaksud itu ialah:
1. Kebebasan kehendak
2. Inmoralitas jiwa, dan
3. Adanya Allah
Yang tidak dapat ditemui atas dasar rasio teoritis harus diandaikan atas
dasar rasio praktis. Akan tetapi tentang kebebasan kehendak, immoralitas jiwa,
dan adanya Allah, kita semua tidak mempunyai pengetahuan teoritas. Menerima
ketiga postulat tersebut dinamakan Kant sebagai Glaube alias kepercayaan.
Dengan demikian, Kant berusaha untuk memperteguh keyakinannya atas Yesus
Kristus dengan penemuan filsafatnya.
Serupa dengan filsuf islam seperti ibn Rusyd yang berupaya menjadikan
filsafat sebagai alat penguat keimanan sebagaimana yang tampak dalam kitabnya
Fasl al-maqa’l fi masyarakat bayn al-hikmat wa al-shari’at min al-ittisal.
e. Kritik Atas Daya Pertimbangan
Kritik atas daya pertimbangan, dimaksudkan oleh Kant adalah mengerti
persesuaian kedua kawasan itu. Hal itu terjadi dengan menggunakan konsep
finalitas (tujuan). Finalitas bisa bersifat subjektif dan objektif. Kalau finalitas
bersifat subjektif, manusia mengarahkan objek pada diri manusia sendiri. Inilah
yang terjadi dalam pengalaman estetis (kesenian). Dengan finalitas yang bersifat
objektif dimaksudkan keselarasan satu sama lain dari benda-benda alam.
Finalitas dalam alam itu diselidiki dalam bagian kedua, yaitu Der Theologischen
Unteilskraft.
Adapun Inti dari Critique of Judgment (Kritik atas pertimbangan) adalah sebagai
berikut:
a. Kritik atas pertimbangan menghubungkan diantara kehendak dan pemahaman.
b. Kehendak cernderung menuju yang baik, kebenaran adalah objek dari
pemahaman.
c. Pertimbangan yang terlibat terletak diantara yang benar dan yang baik
d. Estetika adalah cirinya tidak teoritis maupun praktis, ini adalah gejala yang
ada pada dasar subjektif.
e. Teologi adalah teori tentang fenomena, ini adalah bertujuan: (a) subjektif
(menciptakan kesenangan dan keselarasan) dan (b) objektif (menciptakan yang
cocok melalui akibat-akibat dari pengalaman).
Kritisisme Immanuel Kant sebenarya telah memadukan dua pendekatan
alam pencarian keberadaan sesuatu yang juga tentang kebenaran substanstial dari
sesuatu itu. Kant seolah-olah mempertegas bahwa rasio tidak mutlak dapat
menemukan kebenaran, karena rasio tidak membuktikan, demikian pula
pengalaman, tidak dapat dijadikan tolok ukur, karena tidak semua pengalaman
benar-benar nyata dan rasional, sebagaimana mimpi yang nyata tetapi “tidak real”,
yang demikian sukar untuk dinyatakan sebagai kebenaran.
Dengan pemahaman tersebut, rasionalisme dan empirisme harusnya
bergabung agar melahirkan suatu paradigma baru bahwa kebenaran empiris harus
rasional, sebagaimana kebenaran rasional harus empiris. Jika demikian,
kemungkinan lahir aliran baru yakni rasionalisme empiris.

Anda mungkin juga menyukai