BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
vegetatif dengan cara membentuk spora tak berflagel (aplanospora) dan generatif
dengan cara gametangiogami dari dua hifa yang kompatibel atau konjugasi dengan
menghasilkan zigospora. Cirinya adalah hifa bercabang banyak tidak dan bersekat
saat masih muda, namun bersekat setelah menjadi tua (Wipradnyadewi, 2010).
munculnya titik-titik air yang dapat diamati pada permukaan dalam plastik
pembungkus tempe. Awalnya, kedelai pada tempe akan seperti berselimut kapas
yang berwarna putih, tetapi dengan adanya penambahan masa inkubasi akan mulai
muncul warna hitam pada permukaan tempe yang di inkubasi. Perubahan warna
pada tempe ini akan menunjukkan adanya reaksi kimia pada proses inkubasi.
2.2.1. Perubahan Protein
Protein merupakan monomer-monomer asam amino yang dihubungkan
satu sama lain dengan ikatan peptida. Selain itu, protein juga dapat diartikan sebagai
polimer dari senyawa organik kompleks dengan berat molekul tinggi. Protein
mengandung molekul karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Protein berperan
sangat penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus.
Protein dalam tubuh memiliki fungsi sebagai sumber energi, menjaga imun tubuh,
alat transportasi nutrisi, pembentukan enzim dan hormone, serta penyeimbang pH.
Proses pencucian, perendaman, dehulling, dan pemasakan mempengaruhi
hilangnya kandungan protein pada biji kedelai. Kedelai mengandung protein yang
cukup tinggi, namun setelah perendaman kandungan proteinnya akan mengalami
penurunan. Perubahan pada protein dan asam amino paling besar terjadi pada
proses fermentasi. Adanya enzim proteolitik menyebabkan terjadinya degradasi
protein kedelai menjadi asam amino, sehingga nitrogen terlarut meningkat.
Degradasi pada protein ini juga yang menyebabkan peningkatan nilai pH tempe
yang baik berkisar antara 6,3-6,5. Aktivitas protease terdeteksi setelah fermentasi
12 jam ketika pertumbuhan kapang masih relatif sedikit. Hanya 5% dari proses
hidrolisis protein yang digunakan sebagai sumber karbon dan energi. Sisanya
terakumulasi dalam bentuk peptida dan asam amino. Selama proses fermentasi,
peningkatan pH secara bertahap terjadi karena penurunan protein (Rahman, 1992)
2.2.2. Perubahan Karbohidrat
Karbohidrat adalah karbohidrat merupakan senyawa yang terbentuk dari
molekul karbon, hidrogen dan oksigen. Selain itu, karbohidrat juga diartikan
sebagai polihidroksi aldehida atau keton dan juga senyawa yang menghasilkan
senyawa ini bila dihidrolisa. Polihidroksi aldehida adalah struktur karbohidrat yang
tersusun dari banyak gugus hidroksi dan gugus karbonilnya barada di ujung rantai,
11
Dua kelompok vitamin yang terdapat pada tempe, yaitu vitamin larut air
dan vitamin larut lemak. Vitamin larut air adalah vitamin B kompleks, sedangkan
vitamin larut lemak adalah vitamin A, D, E, dan K. Tempe merupakan sumber
vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe antara
lain vitamin B1, B2, asam pantotenat, asam nikotinat, vitamin B6, dan B12.
Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani dan tidak dijumpai
pada makanan nabati, namun tempe mengandung vitamin B12 sehingga tempe
menjadi satu-satunya sumber vitamin yang potensial dari bahan pangan nabati.
Kenaikan kadar vitamin B12 paling mencolok pada pembuatan tempe.
Kadar vitamin B12 dalam tempe telah dapat mencukupi kebutuhan vitamin B12
seseorang dalam satu hari. Adanya vitamin B12 pada tempe membuat vegetarian
tidak perlu merasa khawatir akan kekurangan vitamin B12, sepanjang melibatkan
tempe dalam menu hariannya. Vitamin B12 pada tempe dihasilkan oleh bakteri
yang ikut serta dalam proses fermentasi, seperti pada saat proses perendaman dan
pengupasan kulit, sehingga terjadi peningkatan vitamin B12 pada tempe. Tempe
mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup. Jumlah mineral
besi, tembaga, dan seng. Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan
menguraikan asam fitat menjadi fosfor dan inositol. Akibat dari terurainya asam
fitat ini, mineral-mineral tertentu seperti besi, kalsium, magnesium, dan zink
menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan oleh tubuh (Sine dan Endang, 2018).
sekeliling yang tepat bagi bahan pangan yang akan dikemas dan membutuhkan
perhatian yang lebih besar secara nyata. Pengemasan akan berperan sangat penting
dalam mempertahankan bahan tersebut dalam keadaan bersih dan hygienic.
Sebelum kemasan plastik diperkenalkan didunia yaitu sekitar tahun 1900,
banyak jenis kemasan yang digunakan diantaranya adalah kemasan kertas seperti
bond, glassine, parchment, dan juga kertas logam. Kisaran tahun 1920, selofan dan
allumunium foil mulai di perkenalkan. Setelah perang dunia kedua usai, berbagai
jenis bahan kemasan plastik lemak mulai bermunculan. Beberapa jenis plastik yang
telah diproduksi dan sering digunakan saat ini adalah polietilena, polipropilena,
poliester, dan juga nilon. Saat ini, kemasan plastik telah mampu merebut pangsa
pasar kemasan dunia, yang awalnya ditempati oleh kemasan kaleng dan gelas.
Kemasan plastik memiliki kelebihan yaitu kuat, ringan, tidak karatan serta dapat
diberi warna, sedangkan kelemahannya adalah molekul kecil yang terkandung
dalam plastik yang dapat melakukan migrasi bahan makanan yang dikemas.
Kemasan plastik merupakan kemasan modern dan kemasan ini lebih
sering dipilih dan digunakan oleh produsen makanan sebagai wadah karena lebih
praktis dan tidak merepotkan. Kelemahan dari kemasan ini adalah bekas dari
kemasan plastik akan menjadi limbah anorganik yang sulit dibusukkan. Kantong
plastik juga dapat digunakan untuk membungkus tempe, namun bersifat kedap
udara maka permukaan plastik harus dilubangi agar supaya aerasi dapat terjadi.
2.5. Limbah Industri Tempe
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu
tidak dikehendaki lingkungan. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari
bahan kimia senyawa organik dan senyawa anorganik. Kehadiran limbah dapat
berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga
perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang
ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah yang ada.
Limbah cair yang berasal dari proses pembuatan tempe apabila tidak
dikelola dengan baik dan hanya langsung dibuang diperairan akan sangat
mengganggu lingkungan disekitarnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan terciumnya
bau busuk yang menyengat disekitar lokasi pabrik pembuatan tempe. Industri tempe
11
merupakan industri kecil yang banyak tersebar di kota besar dan kecil. Tempe
merupakan makanan yang digemari oleh banyak orang dan memiliki kandungan
gizi yang cukup timggi. Akibat dari industri tempe, maka limbah hasil proses
pengolahan tempe banyak membawa dampak terhadap lingkungan. Jenis limbah
yang dihasilkan oleh industri tempe adalah jenis limbah padat (kering dan basah)
serta limbah cair. Besarnya beban pencemaran yang ditimbulkan dari limbah hasil
pengolahan tempe ini dapat menyebabkan gangguan lingkungan yang cukup serius.
Limbah padat kering terdiri atas kotoran yang tercampur dalam kedelai,
misalnya kerikil, kulit, batang kedelai, atau kedelai yang rusak. Limbah padat basah
berupa kulit kedelai yang telah mengalami proses perebusan dan perendaman, serta
limbah cair berupa air bekas pencucian, perendaman, dan perebusan kedelai.
Limbah padat basah dan cair berbau asam dan menyengat (Kusmawati dkk, 2013).
Terdapat tiga alternatif dalam penanganan limbah, yakni penetralan,
pemanfaatan, dan penyaringan. Pemanfaatan limbah merupakan salah satu cara
mengatasi masalah pencemaran lingkungan. Rebusan kedelai dari sisa limbah cair
industri tempe belum dimanfaatkan secara optimal oleh para pengusaha pembuatan
panganan yang terbuat dari kedelai tersebut. Menurut Rahmah (2011) bahwa besar
kandungan unsur hara yang terdapat dalam limbah cair tempe adalah N sebesar
164,9 ppm, P sebesar 15,66 ppm, K sebesar 625 ppm dan pH sebesar 3,9. Hara
tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal oleh tanaman kangkung, melon dan
cabai. Kandungan limbah cair industri tempe juga dapat dimanfaatkan sebagai
pupuk organik oleh para petani untuk mengoptimalkan produksi dari jagung.
Limbah padatan dari tempe juga dapat diolah menjadi medium bagi
pertumbuhan mikroba, karena kaya akan β-karoten. Medium pertumbuhan pada
mikroba ini menggunakan ekstrak dari limbah padat tempe, dengan konsentrasi
tidak terlalu tinggi agar kestabilan pH terjaga. Limbah cair dari kegiatan pembuatan
tempe ini dapat dimanfaatkan oleh peternak sebagai minuman untuk ternak dan
pupuk cair untuk tanaman Alternatif dari penetralan limbah tempe ini dapat
dilakukan dengan cara penguraian anaerob dan sistem biofilter anaerob-aerob.
Proses biologis anaerob-aerob merupakan proses dari penguraian anaerob, diikuti
dengan proses pengolahan tingkat lanjut dengan sistem biofilter anaerob-aerob.
11
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional. 2009. SNI 3144:2009 Tempe Kedele. BSN: Jakarta.
Koswara. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Bharata.
Kusmawati, A., dkk. 2013. Modifikasi Pengolahan Limbah Cair Tahu di CV secra
Anaerobik. Jurnal Jurnal Kimia dan Terapan. 5(3) :60-63.
Rahman, A. 1992. Teknologi Fermentasi. Jakarta: Arcan.
Sine, S., dan Endang, S. 2018. Perubahan Kadar Vitamin dan Mineral pada
Fermentasi Tempe Gude. Jurnal Saintek Lahan Kering. 1(1): 1-3.
Wipradnyadewi, P., A. 2010. Isolasi dan Identifikasi Rhizopus oligosporus pada
Beberapa Inokolum Tempe. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. 3(5): 10-13.