Anda di halaman 1dari 16

PENGUAT RASA

MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Narkotika, Bahan Terlarang, dan
Psikotropika

Yang dibina oleh Ibu Novida Pratiwi, S.Si., M.Sc


dan Bapak Muhammad Fajar Marsuki, S.Pd., M.Sc.

Oleh :
Kelompok 3
Melisa 160351606433
Nurhadi Muhlisin 160351606471
Qurrotul A’yunina 160351606460
Rani Anggun Anggraini 1603516064?
Yuanita Kartika Sari 160351606463
Offering A

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PRODI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
Maret 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas semua limpahan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Narkotika, Bahan Terlarang, dan
Psikotropika. Adapun maksud dan tujuan kami untuk menyusun makalah ini,
yaitu dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Narkotika, Bahan Terlarang, dan
Psikotropika yang diberikan oleh Dosen mata kuliah Ibu Novida Pratiwi, S.Si.,
M.Sc dan Bapak Muhammad Fajar Marsuki, S.Pd., M.Sc.
Di dalam makalah yang kami susun berisi tentang pengertian penguat rasa
dan hukum yang menyangkut penggunaan penguat rasa, penguat rasa yang boleh
digunakan di masyarakat dan penguat rasa yang tidak boleh digunakan di
masyarakat, Contoh penguat rasa yang tidak boleh digunakan di masyarakat
berdasarkan berita atau kasus yang ada, tindakan penyalagunaan penguat rasa dan
langkah bijak penggunaan zat aditif.
Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan yang ditemukan
dalam makalah ini. Oleh sebab itu, kami mengharapkan masukan-masukan dan
kritik yang membangun sebagai bahan evaluasi guna memperbaiki makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini membawa manfaat bagi kita khususnya, serta
masyarakat pada umumnya untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang
Narkotika, Bahan Terlarang, dan Psikotropika.

Malang, 26 Maret 2019

Penyusun

i
Daftar Isi

Kata Pengantar ................................................................................................ii


Daftar Isi .........................................................................................................iii
Bab 1 Isi
1.1 Pengertian penguat rasa dan hukum yang menyangkut penggunaan
penguat rasa ..............................................................................................1
1.2 Penguat rasa yang boleh digunakan di masyarakat dan penguat rasa yang
tidak boleh digunakan di masyarakat ........................................... ..............3
1.3 Fakta/contoh penguat rasa yang tidak boleh digunakan di masyarakat 7
1.4 Tindakan penyalagunaan penguat rasa ................................................8
1.5 Langkah bijak penggunaan zat aditif ............................................... ....8
Bab 2 Penutup
2.1 Rangkuman ........................................................................................ 10
Daftar Pustaka ............................................................................................... 12

ii
Bab I
ISI
1.1 Pengertian penguat rasa dan hukum yang menyangkut penggunaan penguat
rasa

Penguat Rasa adalah bahan tambahan pangan untuk memperkuat atau


memodifikasi rasa dan/atau aroma yang telah ada dalam bahan pangan tanpa
memberikan rasa dan/atau aroma baru (Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
2012). Terdapat banyak jenis penguat rasa, tetapi hanya beberapa saja yang sering
digunakan dan sering ditemui dalam kehidupan sehari – hari. Penggunaan penguat
rasa pada makanan sudah sering ditemui atau dilakukan dalam kehidupan sehari –
hari. Dibalik fungsi yang diberikan, perlu diketahui efek yang ditimbulkan oleh
penguat rasa yang digunakan tanpa batas dan tanpa pengawasan juga akan
berdampak buruk pada kesehatan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan
dan penegakan hukum secara tegas terhadap penyalahgunaan bahan tambahan
pangan jenis penguat rasa.
Pengawasan dalam penggunaan bahan tambahan pangan jenis penguat rasa
sebenarnya sudah di atur dalam UU Tentang Pangan tahun 1996. Pengawasan
yang dilakukan berupa ketentuan – ketentuan dan peraturan yang harus ditaati
dalam penggunaan bahan pangan tambahan, dan pada UU no 033 Tahun 2012
juga sudah dimasukkan terkait ketentuan dalam penggunaan bahan tambahan
pangan jenis penguat rasa.
Dalam UU no 033 Tahun 2012 dijelaskan, bahwa penggunaan dari bahan
tambahan pangan jenis penguat rasa memiliki ambang batas yang disepakati
bersama oleh dunia internasional yaitu Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB)
atau Good Manufacturing Practice. Peraturan tentang batasan dalam penggunaan
bahan tambahan pangan ini bertujuan agar mendapatkan efek guna yang sesuai
dan tidak berlebihan karen dapat menimbulkan efek samping yang buruk bagi
kesehatan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2012).
Pelanggaran terhadap penggunaan bahan tambahan pangan yang tidak
sesuai dengan undang – undang dan peraturan yang sudah disepakati akan
dikenakan sanksi yang dapat berupa :

1
Pelanggaran pada pasal 55 UU no 7 Tahun 1996 tentang pangan yang meliputi :
Barangsiapa dengan sengaja :
a. Menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan,
pengangkutan dan atau peredaran pangan dalam keadaan yang tidak
memenuhi persyaratan sanitasi, sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.
b. Menggunakan bahan yagn dilarang digunakan sebagai bahan tambahan
pangan atau menggunakan bahan tambahan pangan secara melampaui
ambang batas maksimal yang ditetapkan, sebagaimana dimaksud dalam
pasal 10 ayat (1) ;
c. Menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan pangan
dan atau bahan apa pun yang dapat melepaskan cemaran yang merugikan
atau membahayakan kesehatan manusia, sebagaimana dimaksud dalam
pasal 16 ayat (1) ;
d. Mengedarkan pangan yang dilarang untuk diedarkan, sebagaimana
dimaksud dalam pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d atau huruf e ;
e. Memperdagangkan pangan yang tidak memenuhi standar mutu yang
diwajibkan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 huruf a ;
f. Memperdagangkan pangan yang mutunya berbeda atau tidak sama dengan
mutu pangan yang dijanjikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 huruf
g. Memperdagangkan pangan yang tidak memenuhi persyaratan sertifikasi
mutu pangan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 huruf c ;
h. Mengganti, melabel kembali atau menukar tanggal, bulan dan tahun
kadaluwarsa pangan yang diedarkan, sebagaimana dimaksud dalam pasal
32;
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling
banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pelanggaran pada pasal 56 UU no 7 Tahun 1996 tentang pangan yang meliputi :


Barangsiapa karena kelalaiannya :
a. Menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan,
pengangkutan dan atau peredaran pangan dalam keadaan yang tidak
memenuhi persyaratan sanitasi, sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ;

2
b. Menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan
pangan atau menggunakan bahan tambahan pangan secara melampaui
ambang batas maksimal yang ditetapkan, sebagaimana dimaksud dalam
pasal 10 ayat (1) ;
c. Menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan pangan
dan atau bahan apapun yang dapat melepaskan cemaran yang merugikan
atau membahayakan kesehatan manusia, sebagaimana dimaksud dalam
pasal 16 ayat (1) ;
d. Mengedarkan pangan yang dilarang untuk diedarkan, sebagaimana
dimaksud dalam pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e ;

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling
banyak RP 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah). Dan pada pasal 57 di
atur tentang penambahan sanksi apabila pelanggaran pada pasal 55 dan 56. Sanksi
ditambah seperempat apabila menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia
atau ditambah sepertiga apabila menimbulkan kematian (BPOM, 1996)

1.2 Penguat rasa yang boleh digunakan di masyarakat dan penguat rasa yang
tidak boleh digunakan di masyarakat

Berdasarkan Peraturan kepala badan pengawas obat dan makanan


republik Indonesia Nomor 23 tahun 2013 Tentang Batas Maksimum
Penggunaan Bahan tambahan pangan penguat rasa bab III Jenis dan Batas
Maksimum BTP Penguat Rasa Pasal 3, jenis BTP penguat rasa yang
diizinkan digunakan dalam pangan terdiri atas:
1. Asam L-glutamat dan garamnya (L-Glutamic acid and its salts);
2. Asam guanilat dan garamnya (Guanylic acid and its salts);
3. Asam inosinat dan garamnya (Inosinic acid and its salts); dan
4. Garam-garam dari 5’-ribonukleotida (Salts of 5’-ribonucleotides)
(Slamet, 2013)
Pada lampiran I Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012
Tentang Bahan Tambahan Pangan, jenis BTP yang diizinkan dalam
penggolongan penguat rasa (Flavour enhancer) yaitu sebagai berikut:

3
No. Jenis BTP Penguat Rasa (Flavour Enhancer) INS
1. Asam L-glutamat dan garamnya (L-Glutamic acid and its
salts):
Asam L-glutamat (L-Glutamic acid) 620
Mononatrium L-glutamate (Monosodium L-glutamate) 621
Monokalium L-glutamate (Monopotassium L-glutamate) 622
Kalsium di-L-glutamat (Calsium di-L-glutamate) 623
2. Asam guanilat dan garamnya (Guanylic acid and its salts):
Asam 5’-guanilat (5’-Guanylic acid) 626
Dinatrium 5’-guanilat (Disodium 5’- guanylate) 627
Dikalium 5’-guanilat (Dipotassium 5’- guanylate) 628
Kalsium 5’-guanilat (Calcium 5’- guanylate) 629
3. Asam inosinat dan garamnya (Inosinic acid and its salts):
Asam 5’- inosinat (5’-Inosinic acid) 630
Dinatrium 5’- inosinat (Disodium 5’- inosinate) 631
Dikalium 5’-inosinat (Dipotassium 5’- inosinate) 632
Kalsium 5’- inosinat (Calcium 5’- inosinate) 633
4. Garam-garam dari 5’- ribonukleotida (Salts of 5’ –
ribonucleotides):
Kalsium 5’- ribonukleotida (Calcium 5’- ribonucleotides) 634
Dinatrium 5’- ribonukleotida (Disodium 5’- 635
ribonucleotides)

(Mboi, 2012)
Selain terdapat penguat rasa yang diperbolehkan, ada pula bahan yang
dilarang sebagai BTP untuk penguat rasa seperti, Dulkamara (Dulcamara),
Kokain (Cocaine), Nitrobenzen (Nitrobenzene), Sinamil antranilat (Cinnamyl
anthranilate), Dihidrosafrol (Dihydrosafrole), Biji tonka (Tonka bean),
Minyak kalamus (Calamus oil), Minyak tansi (Tansy oil), dan Minyak
sasafras (Sasafras oil). Hal ini sesuai dengan yang tercantum pada Lampiran
II Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 Tentang Bahan
Tambahan Pangan.

4
(Mboi, 2012)
Bahan-bahan yang dilarang untuk digunakan sebagai BTP
dikarenakan dapat memberikan efek atau bahaya tertentu pada tubuh ketika
kita mengkonsumsinya.
1. Dulkamara (Dulcamara), dapat menghasilkan efek samping berupa
tukak lambung. Pada kondisi keracunan dengan kadar dosis yang tinggi
dapat menyebabkan penurunan tekanan darah, demam, halusinasi dan
dapat mengakibatkan koma.
2. Kokain (Cocaine), penggunaan kokain ini dapat menyebabkan
ketergantungan psikologis yang kuat. keracunan pada dosis yang tinggi
dapat menyebabkan euphoria dan agitasi. Ketika dosis yang digunakan
lebih besar akan menyebabkan hipertermia, mual, muntah, sakit perut,
sakit dada, takikardi, aritmia ventricular, hipertensi, gelisah luar biasa,
halusinasi, midriasi, dapat disertai depresi SSP dengan kondisi
pernapasan yang tidak beraturan, konvulsi, koma, gangguan jantung,
pingsan dan mati.
3. Nitrobenzen (Nitrobenzene), dapat mengganggu kerja ginjal karena organ
yang menjadi sasaran dari nitrobenzen ini yaitu ginjal. Dapat
menyebabkan ginjal mengeras dan membesar. Timbulnya gejala necrotic
yang ditandai dengan sakit kepala, vertigo, mual dan pingsan. Dapat
menyebabkan kematian.
4. Sinamil antranilat (Cinnamyl anthranilate),dapat menyebabkan tumor
paru-paru, ginjal dan pankreas.
5. Dihidrosafrol (Dihydrosafrole), jika terkena kulit dapat mengiritasi kulit
serta dapat mengiritasi mata.
6. Biji tonka (Tonka bean), dapat menghambat atau menghentikan
pembekuan darah dan berfungsi sebagai antikoagulan. Dapat
menggannggu sintesis vitamin K.
7. Minyak kalamus (Calamus oil),dapat menyebabkan kanker hati.
8. Minyak tansi (Tansy oil),dapat menyebankan kejang, munyah, radang
lambung, kulit merah, kram, hilang kesadaran, dafas sesak, pendarahan
usus dan hepatitis.

5
9. Minyak sasafras (Sasafras oil), dapat menyebabkan kanker hati, dapat
mempercepat denyut jantung, halusinasi, paratisis dan bersifat
kersinogenik.
(smallCrab, 2019)
Terdapat penguat rasa yang sering digunakan sebagai bahan tambahan
pangan (BTP) seperti MSG atau monosodium glutamat. MSG merupakan
salah satu asam amino non esensial asam glutamat yang berfungsi sebagai
penguat dan penyedap rasa pada makanan. MSG yang ditambahakan pada
makanan akan menimbulkan efek rasa yang kuat dimana rasa ini disebabkan
oleh adanya glutamat yang memberikan rasa umami atau sering disebut
dengan rasa lezat/enak.
Dalam mengkonsumsi MSG, banyak glutamat yang masuk kedalam
tubuh. Glutamat didalam tubuh berperan sebagai neurotransmitter. Dalam hal
ini, glutamat sangat berperan dalam proses komunikasi antar neuron pada
otak. Oleh karena itu, ketika jumlah glutamat yang melimpah di dalam otak
terutama di celah sinaps (celah antar sel saraf) dapat menyebabkan
eksitotoksik bagi otak dan mampu merusak neuron. Konsumsi glutamat pada
dosis tinggu mampu menyebabkan perubahan pada seluruh bagian dari otak.
(Razali, n.d.)

6
1.3 Fakta/contoh penguat rasa yang tidak boleh digunakan di masyarakat

KBRN, Palangkaraya : Istilah Chinese Restaurant Syndrome atau CRS berasal


dari kejadian ketika seorang dokter di Amerika mengalami mual, pusing, dan
muntah-muntah sehabis menyantap masakan di restoran Cina. Disinyalir sindrom
ini terjadi lantaran makanan China mengandung banyak MSG. Laporan mengenai
Chinese Restaurant Syndrome ini kemudian dimuat pada New England Journal of
Medicine pada tahun 1968.
Ahli Gizi di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Doris Sylvanus Palangka Raya,
Herniwati menjelaskan bahwa Chinese Restaurant Syndrome merupakan gejala
alergi akibat terlalu banyak mengkonsumsi MSG.
“Umumnya penyakit ini terjadi pada mereka yang memiliki sensitivitas tinggi
pada MSG. Adapun gejala yang dialami ialah pusing, mual, alergi, leher kaku,
sesak napas, mulut terasa kering, tangan kebas, hingga ruam pada kulit”, tuturnya.
Lebih lanjut Herniwati mengatakan, pengobatan bagi penyakit ini biasanya
tergantung pada gejala yang ditimbulkan. Jika gejala yang ditimbulkan hanya

7
berupa alergi mungkin dapat diobati dengan obat anti alergi, tetapi jika penderita
mengalami gejala yang membahayakan dirinya seperti sesak napas, maka harus
segera dibawa ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat. Bijak dalam
konsumsi dan penggunaan MSG juga diperlukan untuk mencegah dampak buruk
MSG bagi tubuh. (NATA)

1.4 Tindakan penyalagunaan penguat rasa


MSG (Monosodium glutamate) merupakan salah satu contoh zat aditif
penguat rasa. MSG ini pernah ditemukan dalam keadaan dicampur dengan
minuman keras alkohol, dan mengakibatkan kematian bagi orang yang
mengonsumsinya. Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI
No.722/Menkes/Per/88 tentang bahan tambahan pangan, penyedap rasa dan aroma
dan penguat rasa didefinisikan sebagai bahan tambahan pangan yang dapat
memberikan, menambah dan mempertegas rasa dan aroma, bahan penyedap ini
terdiri dari MSG. enggunaan MSG yang berlebihan dapat menimbulkan leher dan
dada panas, sesak napas, dan pusing. Gejala akibat mengonsumsi MSG yang
berlebihan disebut chinese-restaurant syndrome. Selain itu, MSG bersifat
karsinogenik dan mengakibatkan kanker hati. Zat MSG yang dicampur dengan
alkohol akan melewati hepar untuk disaring, sehingga mengonsumsi kedua zat
tersebut dapat menimbulkan kerusakan pada hepar. Kerusakan karena zat toksik
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis zat kimia, dosis yang diberikan,
dan lamanya paparan zat tersebut seperti akut, subkronik atau kronik. (Hidayati,
2013)

1.5 Langkah Bijak Penggunaan Zat Aditif (Penguat Rasa)


Saat ini penggunaan MSG sudah terdapat pada hampir semua makanan
dan cukup berlebihan, dan takarannya bukan lagi menggunakan takaran sendok
teh, tetapi menggunakan sendok makan. Secara takaran farmasi satu sendok teh
setara dengan 15 gram MSG dan kadar natrium/sodium 15 gram setara dengan 5
gram garam dapur. Data dari Departemen Industri menyatakan bahwa konsumsi
MSG tiap tahun di Indonesia meningkat 10,3%. Dampak penggunaan MSG yang
berlebihan akan menimbulkan gangguan kesehatan antara lain gangguan pada

8
lambung, mual, muntah, reaksi alergi, hipertensi, diabetes, kanker, asma, dan
penurunan kecerdasan. (Junita, Hamid, & Indani, 2018)
Banyak dampak yang ditimbulkan jika mengonsumsi MSG secara berlebihan.
Untuk meminimalisir penggunaan MSG, dapat mengonsumsi jajanan yang sehat
dan tidak sering mengonsumsi snack yang diproduksi pabrik yang diduga banyak
mengandung vetsin (MSG). Jika ingin menggunakan atau menambahkan MSG
tetap boleh, tetapi harus sesuai takaran yang dianjurkan. Aturan mengonsumsi
MSG yang aman yaitu 120 mg/kg BB/hari (untuk orang dewasa). Contohnya jika
mempunyai berat badan 50 kg, konsumsi MSG yang dianjurkan tidak lebih dari 6
gram atau setara dengan 2 sendok teh (0,2-0,8% dari volume makanan). Untuk
anak-anak konsumsi MSG yang dianjurkan tidak lebih dari 2 gram sehari.
(Sujarwo, 2016)

9
BAB III
PENUTUP

2.1 Rangkuman Materi


 Penguat Rasa adalah bahan tambahan pangan untuk memperkuat atau
memodifikasi rasa dan/atau aroma yang telah ada dalam bahan
pangan tanpa memberikan rasa dan/atau aroma baru (Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, 2012)
 Pengawasan dalam penggunaan bahan tambahan pangan jenis penguat
rasa dilakukan berupa ketentuan – ketentuan dan peraturan yang harus
ditaati dalam penggunaan bahan pangan tambahan, dan pada UU no
033 Tahun 2012 juga sudah dimasukkan terkait ketentuan dalam
penggunaan bahan tambahan pangan jenis penguat rasa.
 Jenis BTP yang diizinkan dalam penggolongan penguat rasa (Flavour
enhancer) yaitu sebagai berikut:
- Asam L-glutamat dan garamnya (L-Glutamic acid and its salts)

- Asam guanilat dan garamnya (Guanylic acid and its salts)


- Asam inosinat dan garamnya (Inosinic acid and its salts)
- Garam-garam dari 5’- ribonukleotida (Salts of 5’ ribonucleotides)
Bahan yang dilarang sebagai BTP untuk penguat rasa seperti,
Dulkamara (Dulcamara), Kokain (Cocaine), Nitrobenzen
(Nitrobenzene), Sinamil antranilat (Cinnamyl anthranilate),
Dihidrosafrol (Dihydrosafrole), Biji tonka (Tonka bean), Minyak
kalamus (Calamus oil), Minyak tansi (Tansy oil), dan Minyak sasafras
(Sasafras oil)
 Penggunaan bahan tambahan pangan olahan indusri mikro kecil menengah
belum distandarisasi oleh BPOM yang menyebabkan makanan dan
minuman yang tidak layak konsumsi menyebar dipasaran. Bahan
tambahan pangan (BTP) merupakan bahan atau campuran yang bukan
bahan baku pangan secara alami Bahan tambahan pangan (BTP) adalah
bahan atau campuran bahan yang bukan bagian dari bahan baku pangan
secara alami, melainkan ditambahkan ke dalam pangan untuk

10
memengaruhi sifat atau bentuknya. Misalnya, bahan pewarna, pengawet,
penyedap rasa, anti gumpal, pemanis, pemucat, dan pengental.
 MSG (Monosodium glutamate) merupakan salah satu contoh zat aditif
penguat rasa. MSG ini pernah ditemukan dalam keadaan dicampur dengan
minuman keras alkohol, dan mengakibatkan kematian bagi orang yang
mengonsumsinya.
 Untuk meminimalisir penggunaan MSG, dapat mengonsumsi jajanan yang
sehat dan tidak sering mengonsumsi snack yang diproduksi pabrik yang
diduga banyak mengandung vetsin (MSG). Jika ingin menggunakan atau
menambahkan MSG tetap boleh, tetapi harus sesuai takaran yang
dianjurkan. Aturan mengonsumsi MSG yang aman yaitu 120 mg/kg
BB/hari (untuk orang dewasa).

11
Daftar Pustaka
BPOM. (2005). Peraturan Badan pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia. Badan Pengawas Obat Dan Makanan, 53, 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Intan Junita, Yuli Heirina Hamid, I. (2018). Tingkat pengetahuan ibu rumah
tangga tentang penggunaan monosodium glutamate (msg) dalam mengolah
makanan (di gampong jeulingke kecamatan syiah kuala banda aceh), 3, 26–
35.
Nurul Hidayati. (2013). Pengaruh pemberian oplosan monosodium glutamate
(msg) dan etanol 10% dosis bertingkat terhadap gradasi kerusakan hepar
tikus wistar, 84, 487–492. Retrieved from
http://ir.obihiro.ac.jp/dspace/handle/10322/3933
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
033 TAHUN 2012.
Rezania Razali. (n.d.). Monosodium Glutamat (MSG) dan Efek
Neurotoksisitasnya Pada Sistem Saraf Pusat, 159–168.

12

Anda mungkin juga menyukai