PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan masyarakat adalah salah satu aspek yang sangat penting bagi penilaian keberhasilan
pembangunan, karena kesehatan masyarakat berkaitan dengan dengan harapan hidup dan indeks
pembangunan manusia. Oleh karena itu pemerintah memiliki kewajiban untuk memantau dan bertindak
nyata untuk mewujudkan kesehatan masyarakat yang baik. Dalam rangka merencanakan kesehatan
masyarakat maka dibutuhkan data kondisi eksisting masyarakat yang tepat, dengan cara
melaksanakan studi EHRA.
Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan (Environmental Health Risk Assessment = EHRA)
adalah sebuah studi partisipatif untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higienitas serta perilaku-
perilaku masyarakat pada skala rumah tangga di Kota Bekasi. Data yang dihasilkan dapat
dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat kota sampai dengan
tingkat kelurahan. Data yang dikumpulkan dari studi EHRA akan digunakan Pokja Sanitasi Kota Bekasi
sebagai salah satu bahan dasar untuk menyusun updating (Pemutakhiran) Buku Putih Sanitasi,
penetapan Area Berisiko Sanitasi dan Strategi Sanitasi Kota (SSK).
Studi EHRA dipandang perlu dilakukan oleh Kota untuk : (a) Pembangunan sanitasi
membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat; (b) Data terkait dengan sanitasi dan higyene
cukup terbatas dan data sanitasi juga pada umumnya tidak bisa dipecah sampai tingkat kelurahan serta
data tidak terpusat di satu kantor/dinas/instansi (SKPD) melainkan berada di banyak
kantor/dinas/instansi (SKPD) terkait; (c) Isu sanitasi dan higiene masih dipandang kurang
penting/strategis sebagaimana terlihat dalam prioritas daftar usulan melalui Musrenbang (Musyawarah
Rencana Pembangunan); (d) Terbatasnya kesempatan untuk melakukan kegiatan dialog antara
masyarakat dan pihak pengambil kebijakan/keputusan; (e) Kegiatan studi EHRA secara tidak langsung
memberikan ”amunisi” bagi stakeholders dan masyarakat di kelurahan untuk melakukan kegiatan
advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama anggota
masyarakat atau stakeholders kelurahan/desa; (f) Kegiatan EHRA adalah suatu studi yang
menghasilkan data yang representatif di tingkat kota dan kecamatan dan dapat dijadikan panduan
dasar di tingkat kelurahan.
Kota Bekasi pertama kalinya melaksanakan studi EHRA yaitu pada tahun 2010 dalam rangka
pembuatan Buku Putih Sanitasi, Strategi Sanitasi Kota dan Memorandum Program Sektor Sanitasi
(2011). Pada tahun 2015 ini Studi EHRA dilaksanakan oleh Pokja Sanitasi Kota Bekasi dalam rangka
update (pemutakhiran) data terhadap kondisi sanitasi terkini existing yang ada di Kota Bekasi juga
dalam rangka pemutakhiran dokumen Buku Putih Sanitasi, penetapan Area Berisiko dan Pemutakhiran
Strategi Sanitasi Kota (SSK). Pelaksanaan studi EHRA melibatkan kelompok perempuan sebagai
1
responden. Perempuan atau kaum ibu dipilih sebagai responden karena mereka adalah kelompok
warga yang paling memahami kondisi lingkungan di sekitar rumahnya. Untuk pengumpulan data EHRA
Pokja Sanitasi Kota Bekasi bermitra/ bekerjasama dengan kader-kader Posyandu/ PKK di tingkat
kelurahan, PNPM, Pegawai Kelurahan, serta mahasiswa.
Dokumen ini adalah Laporan kegiatan EHRA di Kota Bekasi yang kegiatan survey/ pengumpulan
datanya dilakukan pada bulan April tahun 2015. Penyusunan laporan didampingi oleh Fasilitator Kota
Bekasi (CF) yang disediakan oleh Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)
dengan melibatkan berbagai pihak, khususnya Pokja Sanitasi Kota Bekasi sebagai pelaksana utama
kegiatan, yang menangani koordinasi dan supervisi lapangan, proses data entry dan analisis data.
Pelaksanaan Studi EHRA Kota Bekasi dilaksanakan di 12 Kecamatan, 56 Kelurahan, serta 996 RW
dengan total Responden 6720 orang. Wawancara dilaksanakan sejak tanggal 4 April sampai dengan
30 April 2015. Dilanjutkan input data pada bulan Mei, analisa data pada bulan Juni dan pembuatan
laporan pada bulan Juli 2015.
1. Tujuan :
Studi EHRA bertujuan untuk mengumpulkan data primer, yaitu untuk mengetahui :
a. Memperoleh gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat yang berisiko
terhadap kesehatan lingkungan.
b. Memperoleh informasi dasar yang valid dalam penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan.
c. Sebagai bahan penyusunan dokumen pemutakhiran Buku Putih Sanitasi dan StrategiSanitasi
Kota (SSK) serta Memorandum Program Sanitasi Kota Bekasi 2015.
d. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi
2. Manfaat :
Hasil dari studi EHRA adalah sebagai dasar perencanaan pembangunan Kota Bekasi khususnya
pada sektor perencanaan sanitasi.
2
C. Waktu Pelaksanaan Studi EHRA
Studi EHRA di Kota Bekasi dilaksanakan pada tahun 2015 yang dimulai pada bulan maret
sampai dengan bulan Juli tahun 2015, dengan tahapan pelaksanaan yaitu sebagai berikut :
a. Rekrutment Tenaga enumerator dan Koordinator.
b. Pelatihan enumerator, Koordinator dan tenaga inputing data.
c. Penentuan Jumlah Responden.
d. Pelaksanaan wawancara Responden.
e. Input Data.
f. Analisa Data.
g. Pembuatan Laporan.
3
BAB II
METODELOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA
EHRA adalah studi yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua)
teknik pengumpulan data, yaitu : (1) wawancara (interview) dan (2) pengamatan (observation).
Pewawancara (Interviewer) dan Pelaku pengamatan (Observer) dalam studi EHRA adalah Enumerator
yang merupakan Kader Posyandu, BKM/LPM, dan Mahasiswa. Sementara Tim Sekretariat EHRA
Bappeda Kota Bekasi bertugas menjadi Supervisor sekaligus Koordinator selama pelaksanaan survey.
Sebelum turun ke lapangan, para koordinator dan enumerator diwajibkan mengikuti pelatihan terlebih
dahulu. Materi pelatihan mencakup dasar-dasar wawancara dan pengamatan; pemahaman tentang
instrumen EHRA; latar belakang konseptual dan praktis tentang indikator-indikator; uji coba lapangan;
dan diskusi perbaikan instrumen. Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah RT (Rukun
Tetangga).
Unit sampling dipilih secara random (acak) di semua RW (Rukun Warga) dalam setiap
Desa/Kelurahan yang menjadi area survey. Jumlah sampel responden per Kelurahan sebanyak 120
responden. Responden adalah Ibu atau anak perempuan yang sudah menikah, dan berumur antara 18
s/d 65 tahun. Pedoman wawancara dan pengamatan dibuat terstruktur dan dirancang untuk dapat
diselesaikan dalam waktu sekitar 30-45 menit. Untuk mengikuti standar etika, informed consent wajib
dibacakan oleh enumerator sehingga responden memahami betul hak-haknya dan memutuskan
keikutsertaan secara sukarela dan sadar. Pekerjaan entri data dikoordinir oleh BAPPEDA Kota Bekasi
selaku koordinator Pokja Sanitasi. Sebelum melakukan entri data, tim data entri terlebih dahulu
mengikuti pelatihan singkat data entry EHRA. Selama pelatihan itu, tim data entri dikenalkan pada
struktur kuesioner dan perangkat Laporan Studi EHRA Kota BekasiTahun 2015. Perangkat lunak yang
digunakan serta langkah-langkah untuk uji konsistensi yakni program EPI Info dan SPSS. Untuk quality
control, tim spot check mendatangi 5% rumah yang telah disurvei. Tim spot check secara individual
melakukan wawancara singkat dengan kuesioner yang telah disediakan dan kemudian menyimpulkan
apakah wawancara benar-benar terjadi dengan standar yang ditentukan. Quality control juga dilakukan
di tahap data entri. Hasil entri data dilakukan recheck kembali oleh tim Pokja Sanitasi. Kegiatan Studi
EHRA memerlukan keterlibatan berbagai pihak dan tidak hanya bisa dilaksanakan oleh Pokja Kota
saja. Agar pelaksanaannya efektif, Pokja Sanitasi Kota mengorganisir pelaksanaan secara
keseluruhannya.
4
A. Penentuan Kebijakan Sampel oleh Pokja Sanitasi Kota Bekasi
Pokja Sanitasi Kota Bekasi mengambil kebijakan seluruh kelurahan (56 Kelurahan) dijadikan
sebagai area study (Total Sampling). Studi EHRA pada tahun 2015 ini ditetapkan jumlah sampel per
kelurahan adalah sebanyak 120 sampel. Dengan jumlah rumah tangga target studi adalah sebanyak
120 rumah tangga per kelurahan.
Kota Bekasi menetapkan seluruh kelurahan sebagai area studi, sehingga tidak melakukan
clustering (stratifikasi) area studi.
Kota Bekasi menetapkan seluruh kelurahan sebagai area studi, yaitu sebanyak 56 kelurahan dari
12 kecamatan yang ada. Adapun nama-nama kelurahan tersebut adalah sebagai berikut :
Jati Raden
5
Pondok Melati Jati Murni Bekasi Selatan Jaka Mulya
Kayuringin Jaya
Jati Kramat
Cikiwul Medansatria
Bantargebang Pejuang
Teluk Pucung
Marga Mulya
6
D. Penentuan RT (Rukun Tetangga) dan Responden di Area Studi.
Penentuan RW (Rukun Warga) yang diambil sebagai area studi adalah seluruh RW yang ada di
Kota Bekasi. Penentuan RT (Rukun Tetangga) dilakukan oleh Koordinator merangkap Supervisor dari
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Unit sampling primer (PSU = Primary Sampling Unit)
dalam studi EHRA adalah RT. Karena itu, data RT per RW per Kelurahan dikumpulkan terlebih dahulu
dari Kelurahan sebelum memilih RT. Pokja Sanitasi Kota Bekasi memiliki cara yang sedikit berbeda,
tetapi tetap sesuai prosedur. Berdasarkan kebijakan Pokja Sanitasi Kota dan anggaran yang ditetapkan
(tersedia), maka dalam 1 Kelurahan ditetapkan sebanyak 120 orang responden, mengingat keinginan
dari Pokja agar hasil studi ini lebih akurat dengan banyaknya sampel yang dipilih. Untuk menentukan
RT terpilih dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
e. Membuat kertas kocokan dan memberi nomor urut sejumlah angka interval yang diperoleh.
Dan dimasukkan kedalam gelas.
f. Menentukan RT pertama dengan cara mengambil secara acak kertas kocokan yang berisi
nomor urut RT berdasar interval.
g. Menentukan RT selanjutnya dengan cara angka pertama ditambah angka interval.
h. Mencatat RT target studi hasil penentuan dengan cara random ini ke tabel.
7
Sedangkan penentuan responden dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Mengurutkan nomor rumah/KK pada RT terpilih.
b. Menentukan Angka Interval (AI). Untuk menentukan AI, perlu diketahui jumlah total rumah
dan jumlah responden yang akan diambil.
1) Jumlah total rumah RT terpilih: X.
2) Jumlah responden yang akan diambil : Y
3) Maka angka interval (AI) = jumlah total rumah RT terpilih dibagi Jumlah Responden yang
akan diambil.
c. Membuat kertas kocokan dan memberi nomor urut sejumlah angka interval yang diperoleh
dan dimasukkan kedalam gelas.
d. Menentukan responden pertama dengan cara mengambil secara acak kertas kocokan yang
berisi nomor urut responden berdasar interval.
e. Menentukan responden selanjutnya dengan cara angka pertama ditambah angka interval.
f. Mencatat responden hasil penentuan dengan cara random ini ke dalam tabel.
Dalam kondisi dilapangan, jika RT ataupun Kepala Keluarga tidak bersedia diwawancara maka
responden dapat berubah tetapi masih didalam batas wilayah studi yang bersangkutan.
8
E. Karakteristik Enumerator dan Supervisor serta Wilayah Tugasnya.
Dalam kegiatan survey EHRA ini, Pokja Sanitasi Kota Bekasi dengan mempertimbangkan
kemampuan akademis, kemampuan tekhnis dan penguasaan wilayah maka oleh karena itu menunjuk
112 orang terdiri dari kader posyandu, BKM/LPM, pegawai kelurahan dan mahasiswa sebagai
enumerator dan petugas dari Bappeda sebanyak 12 orang sebagai Koordinator merangkap supervisor.
Tata cara pemilihan enumerator dan supervisor dalam studi EHRA adalah sebagai berikut:
ENUMERATOR SUPERVISOR
PELATIHAN
INTERVIEW
DAN
OBSERVASI
9
Penentuan kader Posyandu, BKM/LPM, Pegawai Kelurahan dan Mahasiswa didahului dengan
wawancara yang dilakukan oleh salah satu Pokja Sanitasi yang ditentukan, enumerator terpilih
mempertimbangkan kesediaan melakukan pengamatan dan wawancara serta mempertimbangkan
pengetahuan akan wilayah yang menjadi sampling. Koordinator yang merangkap sebagai supervisor
diambil dari pegawai Tenaga Kerja Kontrak (TKK) yang bekerja di Bappeda Kota Bekasi, pengambilan
koordinator dari pegawai TKK Bappeda berdasarkan kemudahan dalam berkoordinasi dengan tim
Pokja Sanitasi. Penentuan koordinator melalui proses wawancara, sehingga didapatlah 12 orang
koordinator yang merangkap tugas sebagai supervisor dan juga petugas entry data.
10
BAB III
HASIL STUDI EHRA
Ruang lingkup studi EHRA Kota Bekasi Tahun 2015 mencakup informasi responden,
pengelolaan sampah rumah tangga, pembuangan air limbah dan tinja, drainase lingkungan,
pengelolaan air minum, perilaku higiene dan sanitasi, kejadian penyakit diare dan Indeks Risko
Sanitasi.
A. Informasi Responden
Informasi responden pada pelaksanaan studi EHRA memerlukan bantuan enumerator untuk
melakukan wawancara dan pengamatan langsung ke rumah responden. Persyaratan responden antara
lain istri atau anak perempuan yang sudah menikah dengan usia antara 18-60 tahun. Dalam melakukan
pemilihan sampel, apabila dalam rumah bersangkutan terdapat 2 (dua) kepala keluarga, maka yang
diwawancarai hanya 1 (satu) kepala keluarga dan diutamakan keluarga yang mempunyai balita.
Apabila keluarga tersebut tidak mempunyai balita, maka yang diwawancarai adalah keluarga yang lebih
lama tinggal di rumah tersebut. Informasi responden dapat dilihat pada grafik 3.1.
2%
98%
Dari 6.720 Responden yang diambil sebagai sampel study EHRA ini, didapatkan sebanyak
98% responden berstatus istri dari kepala keluarga dan 2% anak perempuan yang sudah menikah dari
Kepala Keluarga.
11
Responden diambil berumur 18-60 tahun dengan asumsi usia produktif kelompok umur
responden dapat dilihat pada grafik 3.2
PROSENTASE RESPONDEN
BERDASARKAN KELOMPOK UMUR
1% 4% <20 Tahun
9%
31%
21-25 Tahun
16%
18% 26-30 Tahun
21%
31-35 Tahun
36-40 Tahun
41-45 Tahun
Berdasarkan Grafik 3.2 didapatkan hasil bahwa umur responden dalam study ini terendah
sebesar 1 % berumur < 20 tahun, sebesar 4% berumur 21-25 Tahun, 9% berumur 26-30 Tahun, 16 %
berumur 31-35, 21% berumur 36-40 Tahun, 18% berumur 41-45 Tahun, dan paling tertinggi sebesar
31% berumur lebih dari 45 tahun.
Sanitasi berkaitan dengan rumah tinggal, oleh karena itu rumah tinggal menjadi salah satu objek
penelitian study EHRA, berdasarkan status rumah tinggal maka dapat dilihat pada grafik 3.3.
12
Tingkat pendidikan juga sangat berpengaruh pada perilaku sanitasi masyarakat dan kemampuan
dalam menjawab pertanyaan dalam penelitian. Oleh karena itu tingkat tingkat pendidikan diperhatikan
dan dijadikan objek penelitian. Tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada grafik 3.4
Responden
Berdasarkan Tingkat Pendidikan
14% 7% Tidak sekolah formal
6%
SD
21%
SMP
33% 19% SMA
SMK / Kejuruan
Universitas/Akademi
Berdasarkan Grafik 3.4 didapatkan hasil bahwa tingkat pendidikan tertinggi responden adalah
SMA dengan persentase sebanyak 33%, lulus SD sebesar 21%, tidak sekolah formal sebesar 7%, dan
jumlah persentase terendah berdasarkan tingkat pendidikan sebesar 6% ada pada pendidikan
SMK/Kejuruan.
Kepemilikan SKTM/ Jamkesda adalah indikasi tingkat perekonomian masyarakat oleh karena itu
kepemilikan SKTM/ jamkesda dijadikan objek penelitian. Distribusi kepemilikan SKTM dan Jamkesda
dapat dilihat pada grafik 3.5
Kepemilikan Kartu
100
Persentase
80
60
40
20
0
SKTM Jamkesda
Ya 16.7 21.4
Tidak 83.3 78.6
Dari 6.720 Responden dalam study ini dihasilkan sebanyak 16,7% Responden memiliki SKTM,
sementara sebanyak 83.3% tidak memiliki SKTM. Begitupula dengan Jamkesda didapatkan hasil,
13
sebanyak 21.4 % responden memiliki Jamkesda dan sebanyak 78.6% responden tidak memiliki
Jamkesda.
Salah satu aspek yang berkaitan dengan perilaku sanitasi adalah kepemilikan anak/ balita.
Distribusi responden yang memiliki anak dapat dilihat dari grafik 3.6
6%
94%
Dari grafik 3.6 didapatkan hasil bahwa sebanyak 94% responden memiliki anak, sedangkan
sebesar 6% responden tidak memiliki anak.
Kota dianggap bersih dilihat dari bagaimana rumah tangga yang tinggal didaerah tersebut
mengelola limbah rumah tangganya. Definisi sampah, sebagaimana yang tertulis dalam Undang-
Undang No. 18 Tahun 2008, adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat. Yang termasuk jenis sampah adalah sampah rumah tangga (tidak termasuk tinja),
sampah sejenis sampah rumah tangga yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri,
kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum dan fasilitas lainnya serta sampah spesifik. Yang
dimaksud dengan sampah spesifik adalah sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun
dan limbah bahan berbahaya dan beracun, sampah yang timbul akibat bencana, puing bongkaran
bangunan, sampah yang secara teknologi belum dapat diolah dan sampah yang timbul secara tidak
periodik.
Pengelolaan sampah menurut UU No. 18 Tahun 2008 merupakan kegiatan yang sistematis,
menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah yang
14
ditujukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan
sampah sebagai sumber daya. Pengurangan sampah dapat dilakukan melalui pembatasan timbulan
sampah (reduce), pemanfaatan kembali sampah (reuse) dan pendauran ulang sampah (recycle).
Kegiatan penanganan sampah meliputi : 1) pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan
pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah dan sifat sampah, 2) pengumpulan dalam bentuk
pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau
tempat pengolahan sampah terpadu, 3) pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber
atau dari tempat penampungan sampah sementara menuju ke tempat pemrosesan akhir, 4)
pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah, 5) pemrosesan
akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media
lingkungan secara aman. Sementara untuk pengelolaan sampah spesifik menjadi tanggung jawab
Pemerintah yang diatur dengan PeraturanPemerintah.
Dalam undang-undang pengelolaan sampah juga disebutkan larangan bagi setiap orang untuk
memasukkan sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengimpor sampah,
mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan beracun, mengelola sampah yang menyebabkan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan, membuang sampah tidak pada tempat yang telah
ditentukan dan disediakan, melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat
pemrosesan akhir serta membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan
sampah.
Terkait dengan pengelolaan sampah di Kota Bekasi berdasarkan hasil studi EHRA ini dapat
diketahui bahwa pengelolaan persampahan belum dirasakan baik oleh masyarakat. Hal ini dapat
terlihat dari masih banyaknya jawaban-jawaban yang menyatakan bahwa kondisi sampah menyumbat
drainase, bau, banyak nyamuk, tempat hidup tikus, banyak lalat, berserakan dan lain-lain. Secara lebih
detail dapat dilihat dalam grafik 3.7.
15
Grafik 3. 7 Distribusi Kondisi Sampah Rumah Tangga
Lainnya, sebutkan 85
15
Ada anak-anak yang bermain di sekitarnya 86.3
13.7
Menyumbat saluran drainase 93.7
6.3
Bau busuk yang menggangu 96.5
3.5
Banyak kucing dan anjingmendatangi… 88.4 YA
11.6
Banyak nyamuk 56.2 Tidak
43.8
Banyak tikus berkeliaran 64.7
35.3
Banyak lalat di sekitar tumpukan sampah 81.4
18.6
80.4
19.6
0 20 40 60 80 100 120
Sumber: Survey Study EHRA, 2015.
Meskipun distribusi kondisi sampah di rumah tangga yang masih tercermin belum baik, namun
dalam penanganannya sebagian besar masyarakat sudah mengumpulkan sampahnya dan
ditempatkan di TPS untuk selanjutnya dibuang ke TPA sebagaimana grafik 3.8. Namun perludi
perhatikan kembali terkait dengan masih banyaknya masyarakat yang melakukan pembakaran
sampah. Hal ini sangat berbahaya bagi lingkungan sehingga harus segera dievaluasi dan ditangani
agar menghilangkan praktek pembakaran sampah di masyarakat.
Dari grafik 3.8 dapat dilihat bahwa dari 6.720 responden yang didata, sebanyak 65.4%
responden memilih mengelola sampahnya dengan dikumpulkan dan dibuang ke TPS. Selanjutnya dari
16
TPS dibuang ke TPA. Untuk TPA yang dimiliki oleh Kota Bekasi terdapat 1 (satu) buah yaitu TPA
Sumur batu yang berlokasi di Jl. Pangkalan II, Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang
Bekasi.
Dalam Undang-Undang 18 Tahun 2008 terjadi perubahan paradigm pengolahan sampah yang
sangat mencolok yaitu pemilahan sampah sejak dari sumbernya. Berdasarkan hasil EHRA
tergambarkan bahwa mayoritas responden belum melakukan pemilahan sampah sedini mungkin
sebagaimana grafik 3.9
Distribusi Pemilahan
Sampah Rumah Tangga
15%
Ya
85%
Tidak
Pada aspek pemilahan sampah skala RT Sebanyak 85% responden tidak melakukan pemilahan
sampah terlebih dahulu sebelum dibuang ke tempat sampah, hanya 15% responden yang melakukan
pemilahan sampah terlebih dahulu, kondisi ini sangat mempengaruhi tumpukan sampah yang ada di
TPA Sumur Batu yang merupakan TPS milik kota Bekasi.
17
adalah sampah plastik sebesar 23% yang biasanya dikelola melalui sistem bank sampah, kemudian
diikuti dengan sampah organic/basah sebesar 21% yang biasanya dikelola dengan sistem komposting.
Pengangkutan sampah dilakukan oleh dinas kebersihan Kota Bekasi. Frekuensi pengangkutan
sampah berpengaruh pada timbulan sampah dilingkungan pemukiman. Frekuensi pengangkutan
tersebut dapat dilihat pada grafik 3.11 dan 3.12
2%
Frekuensi Pengangkutan Sampah
Tiap hari
3% 1% 1% 1%
Beberapa kali dalam seminggu
16%
15% Sekali dalam seminggu
Beberapa kali dalam sebulan
Sekali dalam sebulan
61%
Tidak pernah
Lainnya
Tidak tahu
Sumber: Survey Study EHRA, 2015.
Dari grafik 3.11 dapat terlihat frekuensi pengangkutan sampah sebesar 61% dilakukan beberapa
kali dalam satu minggu, sedangkan pengangkutan sampah yang dilakukan tiap hari hanya 16% dari
responden.
Grafik 3.12 Ketepatan Waktu dalam Pengangkutan Sampah
Ketepatan Waktu
dalam Pengangkutan Sampah
Tepat waktu Sering terlambat Tidak tahu
2%
22%
76%
18
Sebanyak 76 % dari responden menjawab bahwa pelaksanaan pengangkutan sampah diwilayah
mereka dilaksanakan secara tepat waktu, sementara 22 % dari responden merasa pengangkutan
sampah sering terlambat.
Pengolahan sampah berkaitan dengan cost yang harus dikeluarkan untuk membiayainya.
Kesadaran masyarakat yang masih kurang dalam keikutsertaannya membiayai pengelolaan sampah
menjadikan pengelolaan sampah mengalami ketimpangan. Keikutsertaan pembiayaan masyarakat
dalam membiayai retribusi terlihat pada grafik 3.13.
2%
98%
Responden dalam studi ini menjawab sebanyak 98 % mengeluarkan uang untuk membayar
pengangkutan sampah, hanya 2 % yang menjawab tidak membayar pengangkutan sampah.
19
Dari grafik 3.14 dapat dilihat bahwa sebesar 84 % responden menjawab pemungut uang sampah
berasal dari RT, selanjutnya sebanyak 13% responden menjawab pemungutan uang sampah berasal
dari perusahaan swasta, dan 2 % responden menjawab uang sampah dipungut oleh pihak kelurahan
Distribusi Biaya
Pengangkutan Sampah
4%
5%
5% 19% <10.000
10.000-20.000
20%
20.100-30.000
30.100-40.000
47%
40.100-50.000
>50.000
Biaya pemungutan uang sampah sebanyak 47% menjawab membayar Rp.10.000-20.000 setiap
bulannya, hanya 4 % responden yang membayar uang sampah di angka rupiah Rp.40.100-50.000.
Dari hasil study persampahan yang dilakukan maka dapat digambarkan area beresiko
persampahan seperti table 3.1.
NO KELURAHAN
Tidak Tidak Tepat Tepat Tidak
Tidak Ya Memadai Diolah
Memadai Waktu Waktu Diolah
% % % % % % % %
1 Jatibening Baru 63.0 37.0 100.0 .0 100.0 .0 98.3 1.7
20
Frekuensi
Pengelolaan Ketepatan Waktu Pengelolaan
Pengangkutan
Sampah Pengangkutan Sampah Sampah Setempat
Sampah
NO KELURAHAN
Tidak Tidak Tepat Tepat Tidak
Tidak Ya Memadai Diolah
Memadai Waktu Waktu Diolah
% % % % % % % %
6 Jatiasih 35.8 64.2 .0 100.0 100.0 .0 80.8 19.2
8 Sepanjang Jaya 17.5 82.5 87.5 12.5 6.2 93.8 93.3 6.7
21
Frekuensi
Pengelolaan Ketepatan Waktu Pengelolaan
Pengangkutan
Sampah Pengangkutan Sampah Sampah Setempat
Sampah
NO KELURAHAN
Tidak Tidak Tepat Tepat Tidak
Tidak Ya Memadai Diolah
Memadai Waktu Waktu Diolah
% % % % % % % %
40 Jatimelati 25.0 75.0 .0 .0 .0 .0 88.3 11.7
41 Jatirasa 19.2 80.8 .0 .0 .0 .0 93.3 6.7
42 Duren Jaya 13.3 86.7 .0 .0 .0 .0 99.2 .8
43 Medan Satria 8.3 91.7 .0 100.0 20.0 80.0 79.2 20.8
44 Margajaya 21.8 78.2 .0 100.0 .0 100.0 81.7 18.3
45 Jatimekar 26.7 73.3 .0 .0 .0 .0 75.8 24.2
46 Bintara Jaya 10.0 90.0 .0 100.0 .0 100.0 92.5 7.5
Bojong
47 5.8 94.2 .0 .0 .0 .0 95.8 4.2
Rawalumbu
48 Marga Mulya 44.2 55.8 .0 100.0 .0 100.0 56.9 43.1
49 Harapan Mulya .0 100.0 .0 .0 .0 .0 99.2 .8
50 Kranji 1.7 98.3 .0 100.0 .0 100.0 95.0 5.0
51 Margahayu 4.2 95.8 .0 .0 .0 .0 90.8 9.2
52 Pengasinan 5.8 94.2 .0 100.0 .0 100.0 88.3 11.7
53 Mustikasari 49.2 50.8 .0 .0 .0 .0 40.0 60.0
54 Aren Jaya 16.7 83.3 7.4 92.6 3.7 96.3 59.2 40.8
55 Kalibaru 1.7 98.3 .0 .0 .0 .0 70.8 29.2
56 Harapan Jaya .0 100.0 .0 .0 .0 .0 25.9 74.1
Dari table diatas diketahui 4 (empat) kelurahan yang memiliki risiko persampahan berdasarkan
studi EHRA adalah kelurahan Jatibening Baru, Ciketing Udik, Sumur Batu dan Jatibening.
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun
domestik (rumah tangga). Aktifitas masyarakat dipermukiman, akan menghasilkan berbagai jenis
limbah domestik. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas
domestik lainnya (grey water).
22
1. Perilaku Buang Air Besar (BAB)
Dari Grafik 3.16 diketahui bahwa responden dalam studi EHRA di tahun 2015 ini sebanyak
96.7 % Buang air Besar di Jamban milik pribadi, 3.6% pada MCK/WC Umum, 0.9% di WC
“helicopter”, 0.2% di sungai, sebanyak 0.1% di parit/di kebun, dan 0.3% pada lubang galian.
3%
97%
23
3. Jenis Closet yang Digunakan
Kloset yang digunakan oleh responden, sebanayak 82 % menggunakan kloset jongkok
leher angsa, 15.8 % kloset duduk leher angsa, 0.7 % cemplung, dan 0.2 % plengsengan.
82
15.8
0.2 0.7 1.3
Kloset Kloset Plengsengan Cemplung Tidak punya
jongkok duduk leher kloset
leher angsa angsa
Tempat Penyaluran
Buangan Akhir Tinja
Series1
Lainnya, sebutkan 0
Tidak tahu 3.2
Kebun/tanah lapang 0
Kolam/sawah 1.5
Sungai /danau/pantai/laut 1
Langsung ke saluran drainase 0.6
Cubluk/Lubang tanah 5.1
Pipa sewer (sambungan rumah air…1.3
Tangki septik 87.2
24
5. Lamanya Tangki Septic Dibangun
Sebanyak 49 % responden sudah membangun tangki saptik pada jamban pribadinya
lebih dari sepuluh tahun yang lalu, dan 3 % responden yang membangun tangki septic 0-12
bulan yang lalu.
25%
49%
Waktu Terakhir
Septik Tank Di Kuras
0 – 12 bulan yang lalu 1 – 5 tahun yang lalu
Lebih dari 5 – 10 tahun yang lalu Lebih dari 10 tahun yang lalu
Tidak pernah D.10 Tidak tahu
12% 9%
18%
49%
8%
4%
25
Grafik 3. 22 Pelaku Pengurasan Tangki
Dari grafik 3.22 didapatkan hasil bahwa responden menjawab sebesar 76.8 % pelaku
pengurasan tangki adalah layanan sedot tinja atau truk sedot tinja, 20.7 persen tidak tahu, 1.8 %
membayar tukang, 0.6 % dikosongkan sendiri dan 0.2 % bersih karena banjir
5% 6%
35%
YA, sangat sering
YA, kadang-kadang
54% TIDAK, tidak biasa
Tidak tahu
26
8. Perilaku Ibu Membuang Tinja Anak
Dari responden yang diambil dalam studi EHRA ini didapatkan sebanyak 44.5 %
responden menjawab membuang tinja anak ke wc/jamban, sedangkan sebanyak 50.5 %
menjawab tidak tahu.
Ke tempat sampah
Ke
44.5% kebun/pekarangan/jalan
50.5% Ke
sungai/selokan/got/pantai/
laut
Lainnya
Tidak tahu
2%
0.8% 1.7% 0.5%
Pencemaran Karena
Tangki Septik Suspek Pencemaran Karena
Pembuangan Isi
Aman SPAL
Tangki Septik
KELURAHAN
Tidak Ya Ya Tidak Ya Tidak
% % % % % %
27
Pencemaran Karena
Tangki Septik Suspek Pencemaran Karena
Pembuangan Isi
Aman SPAL
Tangki Septik
KELURAHAN
Tidak Ya Ya Tidak Ya Tidak
% % % % % %
28
Pencemaran Karena
Tangki Septik Suspek Pencemaran Karena
Pembuangan Isi
Aman SPAL
Tangki Septik
KELURAHAN
Tidak Ya Ya Tidak Ya Tidak
% % % % % %
Ciketing Udik 79.2 20.8 82.4 17.6 62.5 37.5
Jatisampurna 21.7 78.3 12.5 87.5 80.0 20.0
Jatimurni 61.7 61.7 50.0 50.0 92.5 7.5
Sepanjang Jaya 39.2 60.8 63.6 36.4 57.5 42.5
Jatirangga 62.5 37.5 49.2 50.8 96.7 3.3
Kali Abang Tengah 17.5 82.5 8.1 91.9 95.0 5.0
Jatiwaringin 85.8 14.2 74.1 25.9 97.5 2.5
Jatiranggon 69.2 30.8 70.0 30.0 88.3 11.7
Bantargebang 52.5 47.5 61.5 38.5 83.3 16.7
Bojong Menteng 10.0 90.0 10.3 89.7 98.3 1.7
Sumur Batu 4.2 95.8 33.3 66.7 77.5 22.5
Kota Bekasi merupakan daerah rawan banjir, sampai dengan awal tahun 2015 memiliki 49 titik
rawan banjir, salah satu penyebabnya adalah kondisi topografi Kota Bekasi yang relatif datar menjadi
masalah bagi pengembangan drainase dengan timbulnya daerah-daerah genangan pada saat musim
hujan, selain itu adalah luasan yang terbangun sudah lebih besar dari yang belum terbangun sehingga
resapan air berkurang sementara infrastruktur penanggulangannya masih sedikit.
29
Grafik 3.25 Presentase Kepemilikan SPAL
16%
84%
120
100
80
60
40
20
0
Ke Ke Salura Luban Pipa Pipa Tidak
sungai, jalan, n Salura g salura IPAL tahu
kanal, halam terbuk n galian n Sanim
empan an, a tertutu pembu as
g, kebun p angan
seloka kotora
n n
Westafel 35.4 1.1 17.2 15.1 3.2 4.8 0.3 1
Tempat Cuci Pakaian 51.5 1.9 22.4 19.5 3.7 3.8 0.3 0.9
Kamar Mandi 52 1.2 22.3 20 4.4 4 0.3 0.9
Dapur 52.5 1.5 22 19.5 3.8 3.9 0.3 0.9
30
Grafik 3. 27 Rumah Tangga Yang Pernah Mengalami Banjir
12%
Sekali dalam setahun
12%
44%
56%
31
4. Presentase Rumah Tangga yang Mengalami Banjir Masuk Rumah
Seperti grafik 3.29 dan 3.30 rumah tangga yang mengalami banjir dan masuk kedalam
rumah sebesar 44 % dengan ketinggian air sebanyak 46 % setinggi tumit. Pada grafik 3.31
sebanyak 22% responden menjawab air selalu menggenangi kamar mandi, lamanya surut saat
banjir antara 1-3 jam, lokasi genangan sebanyak 61 % responden menjawab di
halaman/pekarangan rumah seperti tergambar dalam grafik 3.30.
Grafik 3.30 Rumah Tangga yang Grafik 3.29 Ketinggian Air Saat
Mengalami Banjir Masuk Rumah Banjir
Rumah Tangga yang Mengalami Ketinggian Air Saat Banjir
Banjir Masuk Rumah
Setumit orang dewasa
Ya Tidak 16% Setengah lutut orang
1% 3%
dewasa
Selutut orang dewasa
46%
5%
44% Sepinggang orang dewasa
Tidak tahu
21% Tidak pernah
33%
Selalu
22%
Kadang-kadang
24%
32
6. Presentase Lamanya Surut Saat Banjir
Waktu banjir juga mempengaruhi kesehatan masyarakat dan lingkungan, lama waktu
banjir berpengaruh pada lamanya paparan pencemaran ke lingkungan, semakin lama banjir surut
maka kemungkinan terjadinya penyakit semakin besar. Dari hasil survey didapat 35% responden
menjawab banjir surut antara 1-3 jam, 15% menjawab kurang dari 1 jam, 14% menjawab
setengah hari, 12% menjawab setengah hari, 10% menjawab lebih dari satu hari dan sisanya
menjawab tidak tahu (grafik. 3.32).
33
8. Presentase Akibat Tidak Memiliki SPAL Rumah Tangga
Dari hasil pengamatan saat survey studi EHRA didapatkan bahwa sebanyak 10%
responden diketahui sebanyak 10% halaman tergenang akibat tidak memiliki SPAL, sementar
90% responden tidak ada genangan.
TIDAK
90%
90%
YA
TIDAK
Tidak dapat dipakai: saluran kering
Tidak ada saluran
34
10. Presentase Pencemaran Karena SPAL
Berdasarkan Indeks Risiko Sanitasi didapatkan hasil sebanyak 57% kondisi lingkungan
aman dari pencemaran SPAL dan sebanyak 43% tidak aman akibat pencemaran SPAL.
tidak
43%
ya
57%
8 Jatikramat .8 99.2
35
Adanya Genangan Air
NO KELURAHAN Ya Tidak
% %
18 Kota Baru 20.0 80.0
19 Jatisari 9.2 90.8
20 Jatiraden 31.7 68.3
21 Jatirasa 45.0 55.0
22 Jatibening Baru 15.0 85.0
23 Bojong Rawalumbu 30.0 70.0
24 Teluk Pucung 10.0 90.0
25 Jatiasih 10.8 89.2
26 Medan Satria 37.5 62.5
27 Jatibening 44.2 55.8
28 Pengasinan 45.8 54.2
29 Jaticempaka 62.5 37.5
30 Pekayon Jaya 42.5 57.5
31 Harapan Baru 62.5 37.5
32 Kranji 35.0 65.0
33 Cimuning 55.0 45.0
34 Jakasetia 70.8 29.2
35 Perwira 32.5 67.5
36 Jatirahayu 12.5 87.5
37 Kayuringin Jaya 58.3 41.7
38 Harapan Mulya 35.8 64.2
39 Bintara Jaya 42.5 57.5
40 Jakamulya 38.3 61.7
41 Jakasampurna 49.2 50.8
42 Margajaya 30.0 70.0
43 Jatiluhur 45.8 54.2
44 Jatimelati 37.5 62.5
45 Bekasi Jaya 20.0 80.0
46 Ciketing Udik 43.3 56.7
47 Jatisampurna 79.2 20.8
48 Jatimurni 45.0 55.0
49 Sepanjang Jaya 6.7 93.3
50 Jatirangga 19.2 80.8
51 Kali Abang Tengah 80.8 19.2
52 Jatiwaringin 4.5 95.5
53 Jatiranggon 52.8 47.2
54 Bantargebang 38.3 61.7
55 Bojong Menteng 86.7 13.3
56 Sumur Batu 39.8 60.2
36
E. Pengelolaan Air Minum Rumah tangga
100.00%
80.00%
Persentase
60.00%
40.00%
20.00%
0.00%
sum sum
hidr sum Mat Mat Air
boto Lede kran ur ur Air
isi an ur a air a air dari
l ng umu gali gali dari
ulan umu pom terli tdk huja wad Lain
kem dari m- terli tdk sung
g m- pa ndu terli n uk/d nya
asan PDA PDA ndu terli ai
PDA tang ngi ndu anau
M M ngi ndu
M an ngi
ng
Minum Ya 6.70% 19.00 7.50%1.50%2.20% 68.20 2.00%0.20%0.40%0.20%0.00%0.00%0.00%0.50%
Minum Tidak 93.30 81.00 92.50 98.50 97.80 31.80 98.00 99.80 99.60 99.80 100.0 100.0 100.0 99.50
Masak Ya 1.40%2.30%9.70%1.90%2.90% 82.70 2.20%0.20%0.40%0.20%0.00%0.00%0.00%0.10%
Masak Tidak 98.60 97.70 90.30 98.10 97.10 17.30 97.80 99.80 99.60 99.80 100.0 100.0 100.0 99.90
Mencuci Ya 0.30%0.10%0.50%0.20%0.30% 16.30 0.20%0.10%0.00% 0% 0.00%0.00%0.00%0.00%
Mencuci Tidak 99.70 99.90 99.50 99.80 99.70 83.70 99.80 99.90 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
Gosok Gigi Ya 1.70%2.30% 1.80%3.00% 81.60 2.20%0.30%0.40%0.30%0.10%0.00%0.00%0.20%
Gosok Gigi Tidak 98.30 97.70 98.20 97.00 18.40 97.80 99.70 99.60 99.70 99.90 100.0 100.0 99.80
37
1.2 Masak
Untuk masak bersumber dari botol kemasan 1.4%, isi ulang 2.3%, ledeng dari PDAM
sebanyak 9.7%, Hidran Umum-PDAM sebanyak 1.9%, Kran Umum-PDAM sebanyak 2.9%,
Sumur pompa tangan/listrik/mesin sebanyak 82.7%, sumur gali terlindungi sebesar 2.2%,
sumur gali tidak terlindungi 0.2%, Mata air terlindungi 0.4%, mata air tidak terlindungi 0.2%,
air hujan, air dari sungai, dan air waduk sebesar 0%, serta lainnya 0.1%.
50
40
30
20
10
0
dari dari dari dari
dari dari dari
air sumur sumur sumur kran
sumur hidran penjual Tidak
ledeng gali yg bor/po bor/po umum Lainnya
gali yg umum/k air ada
PDAM terlindu mpa mpa Proyek
tidak ran um kelilin
ngi tangan mesin HI
13.3 2.5 0.8 1.5 81.9 2.6 2.1 4 4.9 0.7
38
Dari hasil pengamatan studi EHRA didapatkan hasil, bahwa responden dalam memasak, minum,
gosok gigi dan mencuci pakaian menggunakan air sebesar 13.3% dari air ledeng PDAM, dari sumur
gali yang terlindungi 2.5%, dari sumur gali yang tidak terlindungi sebesar 0.8%, dari sumur bor/pompa
tangan 1.5%, dari sumur bor/pompa mesin sebesar 81.9%, dari hidran umum 2.6%, dari kran proyek
hidran 2.1 %, dari penjual keliling 4%, serta lainnya sebesar 0.7%.
Dari grafik 3.39 tergambar bahwa sebanyak 80.4 % responden tidak pernah mengalami
kesulitan air, 13% menjawab beberapa jam saja, dan 4% menjawab satu sampai beberapa hari.
1. Tidak pernah
Kesulitan Air
2. Beberapa jam saja
3. Satu sampai beberapa hari 4. Seminggu
5. Lebih dari satu minggu 8. Tidak tahu
4% 1%
1%1%
13%
80%
15.2%
84.8%
39
4. Jarak Sumur ke Tempat Penampungan/Pembuangan Tinja
Jarak sumur ke tempat penampungan/pembuangan tinja sebanyak 48% menjawab lebih
dari 10 meter, 34 % menjawab kurang dari 10 meter dan 18 % menjawab tidak tahu.
Tidak tahu0%
18%
< 10 m
34%
≥ 10 m
48%
Grafik 3.42 Menangani Air Sebelum Digunakan untuk Minum dan Masak
25.10%
74.90%
Ya Tidak
40
6. Tekhnik Pengolahan Air Sebelum Digunakan untuk Minum dan Masak
Dari grafik 3.43, grafik 3.44, dan grafik 3.45 dilihat sebanyak 92.3 % responden mengolah
air dengan direbus sebelum digunakan untuk minum. Adapun tempat penyimpanan air yang
sering digunakan berupa ketel/teko/ceret. Dari tempat penyimpanan responden sebanyak 56.8%
menggunakan gayung.
Direbus 92.3%
0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0% 70.0% 80.0% 90.0%100.0%
Grafik 3.44 Tempat Penyimpanan Air yang Telah Tabel 3.45 Teknik Mengambil Air Dari Tempat
Diolah
Penyimpanan
APAKAH IBU MENYIMPAN AIR YANG Bagaimana Ibu mengambil air untuk
SUDAH DIOLAH DI TEMPAT YANG AMAN ? minum dan untuk masak, dari
Tidak Tidak
Lainnya,
Ya, dalam tahu, disimpan tempat penyimpan air ?
sebutkan:
botol 0.30% , 7.20% Tidak
…......., Lainnya,
galon, 1.10% Ya, dalam Dengan tahu,
5.50%
10.10% panci menggun 0.90%
terbuka , akan Langsung
Ya, dalam 1.30% gelas, dari
botol/ter
14.80% dispenser
mos, Ya, dalam
, 21.90%
21.60% panci
yang Dengan
Ya, dalam
mempuny menggun
teko/kete
ai tutup , akan
l/ceret,
21.70% gayung,
36.70%
56.80%
41
Tabel 3.4 Area Berisiko Sumber Air Berdasarkan Survey EHRA
Penggunaan
Sumber Air Terlindungi Sumber Air Kelangkaan Air
Terlindungi
NO KELURAHAN Tidak Ya Ya Tidak Ya Tidak
% % % % % %
1 Harapan Jaya 92.9 7.1 76.8 23.2 .0 100.0
42
Penggunaan
Sumber Air Terlindungi Sumber Air Kelangkaan Air
Terlindungi
NO KELURAHAN Tidak Ya Ya Tidak Ya Tidak
43
Grafik 3.45 Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) di Lima Waktu Penting
Ya
17%
Tidak
83%
100.00%
80.00%
60.00%
96.50%
40.00% 78.70% 75%
69.90%
20.00% 38.20% 40%
32%
0.00% 1.50% 1.20%
44
3. Lokasi Tempat Cuci Tangan
Dari grafik 3.48 tergambar bahwa sebanyak 74.10% responden mencuci tangan di kamar
mandi, kemudian sebanyak 48.8% responden mencuci tangan di tempat cuci piring.
45
5. Presentase Penduduk yang Melakukan Buang Air Besar Sembarangan (BABS)
Dari gambar 3.50 dapat terlihat sebanyak 88% responden menjawab tidak buang air besar
sembarangan dan 12 % menjawab masih buang air besar sembarangan.
Perilaku BABS Ya
12%
Tidak
88%
46
Tabel 3.5 Area Berisiko Perilaku Higiene dan Sanitasi
Apakah Lantai dan Apakah Jamban Apakah Terlihat Ada Pencemaran pada Wadah
CTPS di Lima Waktu Keber-fungsian
Dinding Jamban Bebas Bebas dari Kecoa Sabun di dalam atau di Penyimpanan dan Penanganan Perilaku BABS
Penting Peng-gelontor
dari Tinja? dan Lalat? dekat Jamban? Air
KELURAHAN
Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak YA Ya Tidak Ya Tidak
Tercemar Tercemar BABS BABS
% % % % % % % % % % % % % %
Bojong Menteng 100.0 .0 92.5 7.5 10.8 89.2 79.2 20.8 3.3 96.7 5.8 94.2 85.0 15.0
Medan Satria 100.0 .0 33.3 66.7 35.8 64.2 25.0 75.0 10.0 90.0 31.7 68.3 55.0 45.0
Jakamulya 94.2 5.8 29.2 70.8 50.0 50.0 10.0 90.0 15.0 85.0 10.0 90.0 75.0 25.0
Kali Abang Tengah 93.3 6.7 58.3 41.7 59.2 40.8 12.5 87.5 10.8 89.2 4.2 95.8 45.0 55.0
Jatirasa 78.3 21.7 30.0 70.0 50.0 50.0 7.5 92.5 30.0 70.0 6.7 93.3 75.0 25.0
Cimuning 100.0 .0 9.2 90.8 5.0 95.0 .0 100.0 75.0 92.5 .8 99.2 80.0 20.0
Kota Baru 100.0 .0 44.2 55.8 45.8 54.2 5.8 94.2 1.7 98.3 5.8 94.2 65.8 34.2
Bekasi Jaya 97.5 2.5 51.7 48.3 10.8 89.2 40.0 60.0 4.2 95.8 20.8 79.2 30.8 69.2
Kayuringin Jaya 90.8 9.2 35.8 64.2 25.0 75.0 12.5 87.5 40.0 60.0 5.8 94.2 43.3 56.7
Pejuang 95.8 4.2 7.5 92.5 67.5 32.5 8.3 91.7 21.7 78.3 2.5 97.5 45.8 54.2
Perwira 96.7 3.3 4.2 95.8 23.3 76.7 .0 100.0 45.0 55.0 33.3 66.7 45.8 54.2
Harapan Baru 100.0 .0 7.5 92.5 10.0 90.0 .0 100.0 15.8 84.2 38.3 61.7 65.8 34.2
Sumur Batu 90.2 9.8 20.3 79.7 18.0 82.0 8.3 91.7 7.5 92.5 8.3 91.7 80.5 19.5
Pedurenan 95.0 5.0 20.0 80.0 18.3 81.7 1.7 98.3 7.5 92.5 35.0 65.0 54.2 45.8
Duren Jaya 100.0 .0 14.2 85.8 15.0 85.0 3.3 96.7 9.2 90.8 41.7 58.3 40.8 59.2
Jatimakmur 85.8 14.2 21.7 78.3 45.0 55.0 5.0 95.0 1.7 98.3 1.7 98.3 59.2 40.8
Kalibaru 81.7 18.3 10.0 90.0 40.8 59.2 10.8 89.2 12.5 87.5 9.2 90.8 50.0 50.0
Bintara 70.8 29.2 55.8 44.2 53.3 46.7 4.2 95.8 .8 99.2 .0 100.0 30.0 70.0
47
Apakah Lantai dan Apakah Jamban Apakah Terlihat Ada Pencemaran pada Wadah
CTPS di Lima Waktu Keber-fungsian
Dinding Jamban Bebas Bebas dari Kecoa Sabun di dalam atau di Penyimpanan dan Penanganan Perilaku BABS
Penting Peng-gelontor
dari Tinja? dan Lalat? dekat Jamban? Air
KELURAHAN
Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak YA Ya Tidak Ya Tidak
Tercemar Tercemar BABS BABS
% % % % % % % % % % % % % %
Jatibening Baru 45.8 54.2 30.8 69.2 28.3 71.7 11.7 88.3 17.5 82.5 10.8 89.2 65.8 34.2
Bintara Jaya 75.0 25.0 22.5 77.5 19.2 80.8 6.7 93.3 2.5 97.5 12.5 87.5 71.7 28.3
Jatisampurna 85.8 14.2 6.7 93.3 7.5 92.5 .0 100.0 2.5 97.5 44.2 55.8 61.7 38.3
Jatiwaringin 90.2 9.8 9.8 90.2 3.6 96.4 .9 99.1 .9 99.1 .9 99.1 100.0 .0
Jakasampurna 39.2 60.8 23.3 76.7 40.8 59.2 5.8 94.2 6.7 93.3 10.8 89.2 78.3 25.0
Margahayu 78.3 21.7 20.0 80.0 35.0 65.0 2.5 97.5 10.0 90.0 33.3 66.7 17.5 82.5
Jatiranggon 99.2 .8 17.1 82.9 9.8 90.2 4.9 95.1 3.3 96.7 5.7 94.3 54.5 45.5
Jakasetia 86.7 13.3 10.0 90.0 23.3 76.7 2.5 97.5 6.7 93.3 4.2 95.8 60.8 39.2
Jatirahayu 88.3 11.7 5.0 95.0 37.5 62.5 .0 100.0 2.5 97.5 10.8 89.2 50.0 50.0
Mustikasari 79.2 20.8 31.7 68.3 51.7 48.3 3.3 96.7 1.7 98.3 8.3 91.7 17.5 82.5
Bantargebang 95.0 5.0 2.5 97.5 2.5 97.5 5.8 94.2 1.7 98.3 3.3 96.7 82.5 17.5
Margajaya 69.2 30.8 9.2 90.8 40.0 60.0 3.3 96.7 .8 99.2 2.5 97.5 66.7 33.3
Harapan Jaya 98.3 1.7 5.0 95.0 35.0 65.0 11.7 88.3 6.7 93.3 9.2 90.8 24.2 75.8
Harapan Mulya 95.0 5.0 5.8 94.2 14.2 85.8 2.5 97.5 10.8 89.2 6.7 93.3 55.0 45.0
Kranji 75.8 24.2 17.5 82.5 12.5 87.5 2.5 97.5 4.2 95.8 20.8 79.2 55.0 45.0
Bojong Rawalumbu 95.0 5.0 17.5 82.5 25.0 75.0 5.0 95.0 5.8 94.2 22.5 77.5 16.7 83.3
Jatimurni 70.8 29.2 4.2 95.8 29.2 70.8 7.5 92.5 25.0 75.0 4.2 95.8 40.8 59.2
Jaticempaka 85.0 15.0 10.0 90.0 7.5 92.5 3.3 96.7 5.8 94.2 3.3 96.7 65.8 34.2
Jati Karya 97.5 2.5 9.2 90.8 5.8 94.2 5.0 95.0 13.3 86.7 7.5 92.5 35.8 64.2
Jatimekar 95.8 4.2 10.8 89.2 16.7 83.3 11.7 88.3 9.2 90.8 1.7 98.3 21.7 78.3
48
Apakah Lantai dan Apakah Jamban Apakah Terlihat Ada Pencemaran pada Wadah
CTPS di Lima Waktu Keber-fungsian
Dinding Jamban Bebas Bebas dari Kecoa Sabun di dalam atau di Penyimpanan dan Penanganan Perilaku BABS
Penting Peng-gelontor
dari Tinja? dan Lalat? dekat Jamban? Air
KELURAHAN
Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak YA Ya Tidak Ya Tidak
Tercemar Tercemar BABS BABS
% % % % % % % % % % % % % %
Jatiraden 96.7 3.3 5.8 94.2 6.7 93.3 11.7 88.3 7.5 92.5 3.3 96.7 34.2 65.8
Jatiluhur 100.0 .0 .8 99.2 8.3 91.7 1.7 98.3 14.2 85.8 3.3 96.7 35.0 65.0
Jatisari 73.3 26.7 3.3 96.7 7.5 92.5 2.5 97.5 .8 99.2 56.7 43.3 17.5 82.5
Jatikramat 46.7 53.3 27.5 72.5 28.3 71.7 .8 99.2 2.5 97.5 .8 99.2 55.0 45.0
Cikiwul 79.2 20.8 5.0 95.0 18.3 81.7 4.2 95.8 7.5 92.5 15.0 85.0 23.3 76.7
Ciketing Udik 93.3 6.7 5.0 95.0 3.3 96.7 .0 100.0 4.2 95.8 9.2 90.8 35.0 65.0
Jatiwarna 77.5 22.5 .8 99.2 .0 100.0 1.7 98.3 4.2 95.8 .0 100.0 64.2 35.8
Jatimelati 99.2 .8 2.5 97.5 1.7 98.3 .0 100.0 .0 100.0 1.7 98.3 43.3 56.7
Pengasinan 98.3 1.7 11.7 88.3 3.3 96.7 .0 100.0 .0 100.0 4.2 95.8 26.7 73.3
Jatiasih 75.8 24.2 3.3 96.7 9.2 90.8 2.5 97.5 21.7 78.3 11.7 88.3 12.5 87.5
Jatirangga 82.5 17.5 7.5 92.5 1.7 98.3 .0 100.0 10.0 90.0 .8 99.2 33.3 66.7
Jatibening 72.5 27.5 7.5 92.5 5.0 95.0 2.5 97.5 9.2 90.8 4.2 95.8 33.3 66.7
Marga Mulya 79.2 20.8 3.3 96.7 27.5 72.5 .8 99.2 .0 100.0 2.5 97.5 10.0 90.0
Sepanjang Jaya 71.7 28.3 10.0 90.0 .0 100.0 .0 100.0 .0 100.0 .8 99.2 37.5 62.5
Aren Jaya 93.3 6.7 1.7 98.3 7.5 92.5 1.7 98.3 .8 99.2 1.7 98.3 11.7 88.3
Pekayon Jaya 8.3 91.7 3.3 96.7 35.8 64.2 .8 99.2 .0 100.0 5.0 95.0 56.7 43.3
Teluk Pucung 77.5 22.5 .8 99.2 .8 99.2 1.7 98.3 1.7 98.3 .0 100.0 25.8 74.2
Mustikajaya 1.7 98.3 1.7 98.3 .8 99.2 .0 100.0 .8 99.2 5.8 94.2 36.7 63.3
49
G. Kejadian Penyakit Diare
Dari grafik 3.51 dan 3.52 didapatkan gambaran bahwa 81.7% responden menjawab tidak
pernah ada anggota keluarga yang mengalami diare dalam waktu akhir-akhir ini, ada 8.5%
responden menjawab mengalami diare dalam kurun waktu lebih dari 6 bulan, ada 2.8%
mengalami diare dalam kurun waktu 6 bulan terakhir. Presentase tertinggi kejadian diare ada
pada perempuan dewasa sebanyak 33 %, laki-laki dewasa 22%, dan balita sebanyak 18%.
50
40
30
20
10
0
Lebih
1 1 3 6
dari 6 Tidak
Hari ini Kemari minggu bulan bulan bulan
bulan pernah
n terakhir terakhir terakhir terakhir
lalu
Series1 0.5 0.6 1.4 2.1 2.4 2.8 8.5 81.7
Anak
remaja
laki-laki
Orang 12%
dewasa laki- Anak remaja
laki perempuan
22% 7%
50
H. Indeks Risiko Sanitasi
Risiko Sanitasi dapat didefinisikan sebagai penurunan kualitas hidup, kesehatan, dan lingkungan akibat rendahnya akses terhadap layanan sektor sanitasi dan perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS). Indeks Risiko Sanitasi (IRS) merupakan ukuran atau tingkatan risiko sanitasi dihitung berdasarkan lima aspek sanitasi seperti sumber air
bersih, air limbah domestik, persampahan, genangan air dan perilaku hidup bersih dan sehat yang didapatkan dari hasil survey EHRA di Kota Bekasi tahun 2015.
250 47
59
44
37 45 37 42
200 49 36
5 53
40 41 48 51 37
49
18 33 30 33 41 35
59 43 27 41 36 40 53 47 58
43 36 36
33 81 42 46 87
150 48 37 10 29 43 33 38
32 1 32 4 40 36 76 15 38 29 35 40 36 38 49
44
43 48
5 45 5 46 71 43 46 38 79 45 28 30
11 45 16 49 74 30 38
90 10 43 20 33 32 58 38 32 32 26 27 29 44 63 20 63 42 55 51 13 26 20 7 49 53
100 55 30 33 6 11
36 38 31 38 26 25 19 42 50 40
28 24 36
86 50 25 41 2 54 20 9 10 11 50 43 24 43 36 39 27 18 5
6 25 37
28 23 32 53 75 66 38 31 29 55 22
25 41 61 76 6 64 43 28 68 22 28 25 61 32
50 38 69 26 39 57 53 47
37
58 43
55 58 60 64 35 49
34 49 32
39 33 38
37 39 37 39 24 24 34
47
40 49 53 29 43 47 40
44 56 24 21 45 18 35 28 17 39 22
43 51 42 33 33 35 29 44 43 30 19 42 35 31 29 38 23 23 28 17 23 25 27 23 34 25 42 19 25 28 22
26 20 23 23 25 33 31 21 20 16 16 20 14 19 26 20 31 18
10 25 21 25
- 9 7 2 8
KALIABANG…
BOJONG…
BOJONG…
PENGASINAN
JATIKRAMAT
BANTAR GEBANG
CIMUNING
PEJUANG
JATIRAHAYU
SUMUR BATU
KOTA BARU
JATIMAKMUR
JATIRANGGA
KAYURINGIN JAYA
JAKASAMPURNA
JATIKARYA
JATISAMPURNA
JATIWARNA
CIKETING UDIK
MUSTIKAJAYA
AREN JAYA
DUREN JAYA
MARGAJAYA
HARAPAN JAYA
JATIMURNI
JATIRASA
JATIMEKAR
BEKASI JAYA
JAKASETIA
PEKAYON JAYA
JAKAMULYA
BINTARA JAYA
KRANJI
BINTARA
HARAPAN MULYA
MARGA MULYA
JATIMELATI
JATISARI
CIKIWUL
MUSTIKASARI
JATIWARINGIN
JATIRANGGON
JATIASIH
JATIRADEN
PEDURENAN
JATIBENING
JATIBENING BARU
HARAPAN BARU
TELUK PUCUNG
MARGAHAYU
KALIBARU
JATICEMPAKA
SEPANJANG JAYA
JATILUHUR
MEDAN SATRIA
PERWIRA
1. SUMBER AIR 2. AIR LIMBAH DOMESTIK. 3. PERSAMPAHAN. 4. GENANGAN AIR. 5. PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT.
51
Dari hasil perhitungan analisis maka langkah selanjutnya dari analisis survey EHRA adalah
menentukan kategori daerah berisiko sanitasi dengan membagi tingkat risiko sanitasi dalam 4 kategori,
yaitu: kurang berisiko yang ditandai dengan 1. tidak beresiko warna hijau, 2. risiko sedang warna biru,
3. risiko tinggi warna kuning, dan 4. risiko sangat tinggi warna merah. Cara pengkategorian daerah
berisiko di peroleh dengan cara mencari interval nilai risiko yaitu Total Indeks Risiko maksimal dikurangi
total indeks Risiko minimal dibagi 4 kategori didapat interval 46. Batas kategori area berisiko dapat
dilihat pada table 3 :
Setelah penentuan skor dan interval untuk tiap kategori area berisiko maka didapatkan 3 (tiga)
kelurahan dengan tingkat Risiko sangat tinggi yaitu Kelurahan Ciketing Udik, Kelurahan Perwira dan
Kelurahan Harapan Baru, 20 Kelurahan dengan tingkat Risiko tinggi, 23 kelurahan dengan tingkat
Risiko sedang dan 10 Kelurahan dengan tingkat Risiko rendah atau kurang berisiko. Berikut table hasil
skoring berdasarkan studi EHRA.
52
No Kelurahan Nilai IRS Kategori IRS
8 SUMUR BATU 223 Risiko Tinggi
9 CIMUNING 217 Risiko Tinggi
10 MUSTIKAJAYA 188 Risiko Tinggi
11 DUREN JAYA 193 Risiko Tinggi
12 BEKASI JAYA 199 Risiko Tinggi
13 PENGASINAN 206 Risiko Tinggi
14 SEPANJANG JAYA 216 Risiko Tinggi
15 MARGAJAYA 229 Risiko Tinggi
16 JAKASETIA 198 Risiko Tinggi
17 PEKAYON JAYA 189 Risiko Tinggi
18 KAYURINGIN JAYA 207 Risiko Tinggi
19 JAKAMULYA 205 Risiko Tinggi
20 KRANJI 188 Risiko Tinggi
21 BINTARA JAYA 187 Risiko Tinggi
22 BINTARA 191 Risiko Tinggi
23 PEJUANG 214 Risiko Tinggi
24 MARGA MULYA 186 Risiko Sedang
25 KALIABANG TENGAH 186 Risiko Sedang
26 JATIMAKMUR 172 Risiko Sedang
27 JATICEMPAKA 169 Risiko Sedang
28 JATIRADEN 151 Risiko Sedang
29 JATIRANGGA 165 Risiko Sedang
30 JATISAMPURNA 156 Risiko Sedang
31 JATIRAHAYU 177 Risiko Sedang
32 JATIMURNI 176 Risiko Sedang
33 JATIASIH 167 Risiko Sedang
34 JATIRASA 186 Risiko Sedang
35 JATILUHUR 144 Risiko Sedang
36 JATIKRAMAT 158 Risiko Sedang
37 BANTAR GEBANG 178 Risiko Sedang
38 MUSTIKASARI 159 Risiko Sedang
39 AREN JAYA 180 Risiko Sedang
40 BOJONG RAWALUMBU 182 Risiko Sedang
41 BOJONG MENTENG 154 Risiko Sedang
53
No Kelurahan Nilai IRS Kategori IRS
42 JAKASAMPURNA 174 Risiko Sedang
43 KOTA BARU 169 Risiko Sedang
44 MEDAN SATRIA 175 Risiko Sedang
45 HARAPAN MULYA 146 Risiko Sedang
46 TELUK PUCUNG 164 Risiko Sedang
47 JATIKARYA 95 Kurang Berisiko
48 JATIWARNA 132 Kurang Berisiko
49 JATIMELATI 99 Kurang Berisiko
50 JATISARI 132 Kurang Berisiko
51 CIKIWUL 117 Kurang Berisiko
52 PEDURENAN 114 Kurang Berisiko
53 MARGAHAYU 121 Kurang Berisiko
54 HARAPAN JAYA 136 Kurang Berisiko
55 KALIBARU 137 Kurang Berisiko
56 JATI MEKAR 125 Kurang Berisiko
Sumber: Hasil Study EHRA, 2015
54
Hasil Analisa Indeks Risiko Sanitasi adalah sebagai berikut:
a. Kelurahan dengan risiko sangat tinggi adalah kelurahan Ciketing Udik, Perwira dan
Harapan Baru dengan nilai IRS 278, 242, 273.
b. Kelurahan dengan risiko tinggi adalah kelurahan Jatiwaringin, Jatibening, Jatibening Baru,
Jatiranggon, Sumur Batu, Cimuning, Mustikajaya, Duren Jaya, Bekasi Jaya, Pengasinan,
Sepanjang Jaya, Margajaya, Jakasetia, Pekayon Jaya, Kayuringin Jaya, Jakamulya,
Kranji, Bintara Jaya, Bintara, Pejuang, Tengah dengan nilai IRS berturut-turut yaitu 229,
222, 216, 190, 223, 217, 188, 193, 199, 206, 216, 229, 198, 189, 207, 205, 188, 187, 191,
214.
c. Kelurahan dengan risiko sedang adalah Kelurahan Jatimakmur, Jaticempaka, Jatirangga,
Jatisampurna, Jatirahayu, Jatimurni, Jatiasih, Jatirasa, Jatiluhur, Jatikramat, Bantar
Gebang, Mustikasari.
d. Aren Jaya, Bojong Rawalumbu, Bojong Menteng, Jakasampurna, Kota Baru, Medan
Satria, Harapan Mulya, Teluk Pucung,Margamulya, dan Kaliabang dengan nilai IRS
berturut-turut 172, 169, 151, 165, 156,177,176, 167, 186, 144, 158,178, 159,180,182, 154,
174, 169, 175, 146, 164, 186,186.
e. Kelurahan yang kurang berisiko yaitu Kelurahan Jatikarya, Jatiwarna, Jatimelati, Jatisari,
Cikiwul, Pedurenan, Margahayu, Harapan Jaya, Kalibaru dan Jatimekar, dengan nilai IRS
berturut-turut 95,132,99,132,117,114,121,136,137,125.
55
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Fasilitas Sanitasi
a) Air Bersih
Sumber air bersih masyarakat Kota Bekasi dari Sumur Pompa Tangan/Listrik untuk masak
sebanyak 68% dan untuk minum sebanyak 44%. Dengan daerah yang paling berisiko
terhadap air bersih adalah Kelurahan Jatibening.
b) Air Limbah dan Tinja
Persentase jumlah keluarga yang memiliki jamban pribadi sebanyak 97% serta masih ada
sebagian masyarakat yang membuang tinjanya di kebun, sungai, selokan, lubang galian,
danlainnya. Sebagian masyarakat, meskipun telah memiliki sarana jamban tetapi masih
ada kondisi yang kurang memadai dari pembuangan tinjanya, yaitu tidak memiliki tangki
septik, tinjanya di buang ke sungai/selokan. Dan area berisiko air limbah domestik
berdasarkan hasil studi EHRA diantaranya adalah Kelurahan Jatiwaringin.
c) Drainase/ SPAL
Sebanyak 84% rumah tangga memiliki saluran pembuangan air limbah. Sebagian besar
air limbah baik dari dapur, kamar mandi, tempat cuci pakaian, maupun dari wastafel
dibuang ke sungai/empang/selokan/kanal sekitar 35-53%. Akibat tidakmemiliki SPAL,
terjadi genangan yang dialami oleh 10% responden. Sedangkan area berisiko genangan
air berdasarkan hasil studi EHRA yaitu Kelurahan Harapan Baru.
56
d) Persampahan
Sebagian besar masyarakat Kota Bekasi (65.4%) pengelolaan sampah rumah tangganya
adalah dengan dikumpulkan dan dibuang ke TPS. Frekuensi pengangkutan sampah ke
TPS dilakukan dalam beberapa kali dalam seminggu. Upaya pemilahan sampah baru
dilakukan oleh 15% responden. Dan yang merupakan area berisiko persampahan menurut
studi EHRA adalah kelurahan Jatibening Baru.
B. Hambatan/Kendala
1. Keterbatasan anggaran sehingga pelatihan enumerator kurang optimal dan tidak menghadirkan
fasilitator PPSP.
2. Waktu pelaksanaan bersamaan dengan pembuatan updating SSK sehingga kurang fokus antara
dokumen EHRA dan SSK, informasi yang diberikan oleh Pusat pun mendadak serta kurang
jelas.
3. Pelatihan entry data dilakukan secara singkat.
4. Pada saat kunjungan/survey ke rumah calon responden, enumerator juga mengalami kesulitan
untuk bertemu dan wawancara dengan calon responden, beberapa memang tidak bersedia
diwawancarai.
5. Perumahan yang cukup mewah susah untuk dilakukan survey, karena pengamanannya cukup
ketat, bahkan pihak RW kurang membantu dalam pelaksanaan survey ini.
57
C. Saran
1. Agar pelaksanaan studi EHRA selanjutnya dapat terencana dengan matang, baik itu masalah
anggaran maupun pelaksanaan di lapangan sehingga jika akan dilaksanakan kembali studi
EHRA dapat terlaksana dengan baik pada seluruh tahapannya, termasuk pelatihan enumerator,
pelatihan supervisor, pelatian petugas entry data, pelatihan analisis data dan pembuatan laporan
studi EHRA, dan lainnya yang terkait.
2. Hasil study EHRA ini agar dijadikan sebagai acuan dalam pembangunan di Kota Bekasi,
khususnya terkait bidang sanitasi.
3. Sudi EHRA harus dilakukan secara berkesinambungan dan bertahap mengingat dinamika laju
pertumbuhan penduduk dan perkembangan wilayah kota yang selalu dinamis.
4. Tersusunnya peraturan daerah yang mengatur penanganan/pengelolaan sanitasi di Kota Bekasi.
5. Hasil studi EHRA dengan Indeks Risiko Sanitasi sangat tinggi perlu ditindak lanjuti dengan
desain program/kegiatan untuk penanganannya.
58