Anda di halaman 1dari 13

MANAJEMEN KEPERAWATAN

KONSEP TEORITIS PRAKTEK KEPERAWATAN


BERBASIS BUKTI

Dosen Pembimbing :
Ayu Dewi Nastiti, M.Kep, Ns

Oleh :
Kelompok 3
AFRILIA EKA S (16.047)
EDOARDO L.A.C (16.057)
JUMROTUL MUSTAQIMAH (16.067)
MAYA KHOLIDAH (16.070)
MUJAYANA (16.073)
SELA DWI S (16.083)
SITI SOFIYAH (16.085)

AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH


KOTA PASURUAN
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Manajemen
Keperawatan dengan judul “KONSEP TEORITIS PRAKTEK KEPERAWATAN
BERBASIS BUKTI”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih

Penulis

13 Oktober 2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Praktek keperawatan berbasis bukti merupakan bagian yang diharapkan dari


standar keperawatan. Praktek berbasis bukti adalah dasar dari standar keperawatan
yang dikembangkan. Dengan demikian, praktik keperawatan berbasis bukti adalah
proses pengambilan keputusan klinis yang terintegrasi ke dalam proses
keperawatan. Dalam menentukan praktek keperawatan berbasis bukti didahului
dengan sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan adalah proses penyusunan
rencana yang digunakan untuk mengatasi masalah kesehatan di suatu wilayah
tertentu. Suatu perencanaan kegiatan perlu dilakukan setelah suatu organisasi
melakukan analisis situasi, menetapkan prioritas masalah, merumuskan masalah,
mencari penyebab masalah dengan salah satunya memakai metode fishbone, baru
setelah itu melakukan plan of action. Planning of Action (POA) atau disebut juga
Rencana Usulan Kegiatan (RUK) merupakan sebuah proses yang ditempuh untuk
mencapai sasaran kegiatan. Dalam Evidence Based Practice (EBP) atau praktek
keperawatan berbasis bukti juga terdapat model- model yang dapat dijadikan
acuan, seperti yang akan dibahas pada makalah kami yang berjudul “KONSEP
TEORITIS PRAKTEK KEPERAWATAN BERBASIS BUKTI”.

2.1 Rumusan Masalah

Bagaimana konsep teoritis praktek keperawatan berbasis bukti?

3.1 Tujuan Penulisan


Untuk mengetahui konsep teoritis praktek keperawatan berbasis bukti

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Teoritis Praktek Keperawatan Berbasis Bukti (Evidence Based


Practice)

2.1.1 Konsep POA (Plan Of Action)

Perencanaan adalah menetapkan hal-hal yang akan datang dan tidak akan
dilakukan pada menit, jam atau waktu yang akan datang. Perencanaan merupakan
jembatan antara dimana kita sekarang dengan dimana kita saat yang akan datang.
Perencanaan merupakan proses intelektual yang didasarkan pada fakta dan
informasi, bukan emosi dan harapan (Douglas, 1992; Gillies, 1994).

Perencanaan adalah proses penyusunan rencana yang digunakan untuk


mengatasi masalah kesehatan di suatu wilayah tertentu. Suatu perencanaan
kegiatan perlu dilakukan setelah suatu organisasi melakukan analisis situasi,
menetapkan prioritas masalah, merumuskan masalah, mencari penyebab masalah
dengan salah satunya memakai metode fishbone, baru setelah itu melakukan plan
of action.

Planning of Action (POA) atau disebut juga Rencana Usulan Kegiatan


(RUK) merupakan sebuah proses yang ditempuh untuk mencapai sasaran
kegiatan. Rencana kegiatan dapat memiliki beberapa bentuk, antara lain:

1. Rangkaian sasaran yang lebih spesifik dengan jangka waktu lebih pendek

2. Rangkaian kegiatan yang saling terkait akibat dipilihnya alternatif pemecahan


masalah

3. Rencana kegiatan yang memiliki jangka waktu spesifik, kebutuhan sumber


daya yang spesifik, dan akuntabilitas untuk setiap tahapannya.

Menurut Supriyanto dan Nyoman (2007), Perlu beberapa hal yang


dipertimbangkan sebelum menyusun Plan of Action (POA), yaitu dengan
memperhatikan kemampuan sumber daya organisasi atau komponen masukan
(input), seperti: Informasi, Organisasi atau mekanisme, Teknologi atau cara, dan
Sumber Daya Manusia (SDM).

1. Tujuan planning of action : mengidentifikasi apa saja yang harus dilakukan

2. Menguji dan membuktikan bahwa :

a. Sasaran dapat tercapai sesuai dengan waktu yang telah dijadualkan

b. Adanya kemampuan untuk mencapai sasaran

c. Sumber daya yang dibutuhkan dapat diperoleh

d. Semua informasi yang diperlukan untuk mencapai sasaran dapat diperoleh

e. Adanya beberapa alternatif yang harus diperhatikan

3. Berperan sebagai media komunikasi

a. Hal ini menjadi lebih penting apabila berbagai unit dalam organisasi
memiliki peran yang berbeda dalam pencapaian

b. Dapat memotivasi pihak yang berkepentingan dalam pencapaian sasaran.

2.1.2 Kriteria Planning of Action (POA) yang Baik

Dalam penerapannya, Plan of Action (POA) harus baik dan efektif agar
kegiatan program yang direncanakan dapat dijalankan sesuai dengan tujuan.
Berikut ini beberapa kriteria Plan of Action (POA) dikatakan baik, antara lain:

1. Spesific (Spesifik)

Rencana kegiatan harus spesifik dan berkaitan dengan keadaan yang ingin
dirubah. Rencana kegiatan perlu penjelasan secara pasti berapa Sumber Daya
Manusia (SDM) yang dibutuhkan, siapa saja mereka, bagaimana dan kapan
mengkomunikasikannya.

2. Measurable (Terukur)
Rencana kegiatan harus dapat menunjukkan apa yang sesungguhnya telah
dicapai.

3. Attainable/achievable (dapat dicapai)

Rencana kegiatan harus dapat dicapai dengan biaya yang masuk akal. Ini
berarti bahwa rencana tersebut harus sederhana tetapi efektif, tidak harus
membutuhkan anggaran yang besar. Selain itu teknik dan metode yang digunakan
juga harus yang sesuai untuk bisa dilakukan.

4. Relevant (sesuai)

Rencana kegiatan harus sesuai dan bisa diterapkan di suatu organisasi atau di
suatu wilayah yang ingin di intervensi. Harus sesuai dengan pegawai atau
masyarakat di wilayah tersebut.

5. Timely (sesuai waktu)

Rencana kegiatan harus merupakan sesuatu yang dibutuhkan sekarang atau


sesuatu yang segera dibutuhkan. Jadi waktu yang sesuai sangat diperlukan dalam
rencana kegiatan agar kegiatan dapat berjalan efektif.

2.1.3 Langkah Planning of Action (POA)

1. Mengidentifikasi masalah dengan pernyataan masalah (Diagram 6 kata:


What, Who, When, Where, Why, How), sebagai berikut:

a. Masalah apa yang terjadi?

b. Dimana masalah tersebut terjadi?

c. Kapan masalah tersebut terjadi?

d. Siapa yang mengalami masalah tersebut?

e. Mengapa msalah tersebut terjadi?

f. Bagaimana cara mengatasi masalah tersebut?

2. Setelah masalah diidentifikasi, tentukan solusi apa yang bisa dilakukan.


3. Menyusun Rencana Usulan Kegiatan (RUK).

Menurut Supriyanto dan Nyoman (2007), beberapa hal yang perlu


diperhatikan dalam menyusun Plan of Action atau Rencana Usulan Kegiatan
(RUK), antara lain:

1. Pembahasan Ulang Masalah

Setelah menentukan masalah dan melakukan analisis penyebab masalah,


dapat dilihat keadaan atau situasi yang ada saat ini dan mencoba menggambarkan
keadaan tersebut nantinya sesuai dengan yang diharapkan.

2. Perumusan Tujuan Umum

Dengan melihat situasi yang ada saat ini dengan gambaran situasi yang
diharapkan nantinya dan juga atas dasar tujan umum pembangunan kesehatan,
maka dapat dirumuskan tujuan umum program atau kegiatan yang akan
dilaksanakan. Tujuan umum adalah suatu pernyataan yang bersifat umum dan luas
yang menggambarkan hasil akhir (outcome atau dampak) yang diharapkan.

3. Perumusan Tujuan Khusus

Tujuan khusus merupakan pernyataan yang bersifat spesifik, dapat diukur


(kuantitatif) dengan batas waktu pencapaian untuk mencapai tujuan umum.
Bentuk pernyataan dalam tujuan khusus sifatnya positif, merupakan keadaan yang
diinginkan. Penentuan indikator tujuan khusus program dapat menggunakan
kriteria SMARTS (Smart, Measurable, Attainable, Realistic, Time-bound,
Sustainable)

4. Penentuan Kriteria Keberhasilan

Penentuan kriteria keberhasilan atau biasa disebut indikator keberhasilan dari


suatu rencana kegiatan, perlu dilakukan agar organisasi tahu seberapa jauh
program atau kegiatan yang direncanakan tersebut berhasil atau tercapai. Pada
program kegiatan yang diusulkan harus mengandung unsur 5W+1H, yaitu:
a. Who : Siapa yang harus bertanggung jawab untuk melaksanakan rencana
kegiatan?

b. What : Pelayanan atau spesifik kegiatan yang akan dilaksanakan

c. How Much : Berapa banyak jumlah pelayanan atau kegiatan yang


spesifik?

d. Whom : Siapa target sasaran atau populasi apa yang terkena program?

e. Where : Dimana lokasi atau daerah dimana aktivitas atau program


dilaksanakan?

f. When : Kapan waktu pelaksanaan kegiatan atau program?

Rencana Usulan Kegiatan (RUK) disusun dalam bentuk matriks (Gantt


Chart) yang berisikan rincian kegiatan, tujuan, sasaran, target, waktu, besaran
kegiatan (volume), dan hasil yang diharapkan.

5. Langkah keempat, Bersama-sama dengan pihak yang berkepentingan menguji


dan melakukan validasi rencana kegiatan untuk mendapatkan kesepakatan
dan dukungan. (Yuan,2016)

2.2 Konsep Evidence Based Practice

Evidence Based Practice (EBP) adalah proses penggunaan bukti-bukti


terbaik yang jelas, tegas dan berkesinambungan guna pembuatan keputusan klinik
dalam merawat individu pasien. Dalam penerapan EBP harus memenuhi tiga
kriteria yaitu berdasar bukti empiris, sesuai keinginan pasien, dan adanya keahlian
dari praktisi.
1) Model Evidence Based Practice

a. Model Stetler

Model Stetler dikembangkan pertama kali tahun 1976 kemudian diperbaiki tahun
1994 dan revisi terakhir 2001. Model ini terdiri dari 5 tahapan dalam menerapkan
Evidence Base Practice Nursing.

- Tahap persiapan.

Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah atau isu yang muncul, kemudian
menvalidasi masalah dengan bukti atau landasan alasan yang kuat.

- Tahap validasi.

Tahap ini dimulai dengan mengkritisi bukti atau jurnal yang ada (baik bukti
empiris, non empiris, sistematik review), kemudian diidentifikasi level setiap
bukti menggunakan table “level of evidence”. Tahapan bisa berhenti di sini
apabila tidak ada bukti atau bukti yang ada tidak mendukung.

- Tahap evaluasi perbandingan/ pengambilan keputusan.

Pada tahap ini dilakukan sintesis temuan yang ada dan pengambilan bukti yang
bisa dipakai. Pada tahap ini bisa muncul keputusan untuk melakukan penelitian
sendiri apabila bukti yang ada tidak bisa dipakai.

- Tahap translasi atau aplikasi.

Tahap ini memutuskan pada level apa kita akan melakukan penelitian (individu,
kelompok,organisasi). Membuat proposal untuk penelitian, menentukan strategi
untuk melakukan diseminasi formal dan memulai melakukan pilot projek.

- Tahap evaluasi.

Tahap evaluasi bisa dikerjakan secara formal maupun non formal, terdiri atas
evaluasi formatif dan sumatif, yang di dalamnya termasuk evaluasi biaya.
b. Model IOWA

Model IOWA diawali dengan adanya trigger atau masalah. Trigger bisa berupa
knowledge focus atau problem focus. Jika masalah yang ada menjadi prioritas
organisasi, maka baru dibentuklah tim. Tim terdiri atas dokter, perawat dan tenaga
kesehatan lain yang tertarik dan paham dalam penelitian. Langkah berikutnya
adalah minsintesis bukti-bukti yang ada.Apabila bukti yang kuat sudah diperoleh,
maka segera dilakukan uji coba dan hasilnya harus dievaluasi dan
didiseminasikan.

c. Model konseptual Rosswurm & Larrabee

Model ini disebut juga dengan model Evidence Based Practice Change yang
terdiri dari 6 langkah yaitu :

Tahap 1 :mengkaji kebutuhan untuk perubahan praktis

Tahap 2 : tentukkan evidence terbaik

Tahap 3 : kritikal analisis evidence

Tahap 4 : design perubahan dalam praktek

Tahap 5 : implementasi dan evaluasi perunbahan

Tahap 6 : integrasikan dan maintain perubahan dalam praktek

Model ini menjelaskan bahwa penerapan Evidence Based Nursing ke lahan paktek
harus memperhatikan latar belakang teori yang ada, kevalidan dan kereliabilitasan
metode yang digunakan, serta penggunaan nomenklatur yang standar.
2) Pentingnya Evidence Based Practice

Mengapa EBP penting untuk praktik keperawatan :

a. Memberikan hasil asuhan keperawatan yang lebih baik kepada pasien

b. Memberikan kontribusi perkembangan ilmu keperawatan

c. Menjadikan standar praktik saat ini dan relevan

d. Meningkatkan kepercayaan diri dalam mengambil keputusan

e. Mendukung kebijakan dan rosedur saat ini dan termasuk menjadi penelitian
terbaru

f. Integrasi EBP dan praktik asuhan keperawatan sangat penting untuk


meningkatkan kualitas perawatan pada pasien.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Praktek berbasis bukti adalah dasar dari standar keperawatan yang


dikembangkan. Dengan demikian, praktik keperawatan berbasis bukti adalah
proses pengambilan keputusan klinis yang terintegrasi ke dalam proses
keperawatan. Dalam menentukan praktek keperawatan berbasis bukti didahului
dengan sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan adalah proses penyusunan
rencana yang digunakan untuk mengatasi masalah kesehatan di suatu wilayah
tertentu. Suatu perencanaan kegiatan perlu dilakukan setelah suatu organisasi
melakukan analisis situasi, menetapkan prioritas masalah, merumuskan masalah,
mencari penyebab masalah dengan salah satunya memakai metode fishbone, baru
setelah itu melakukan plan of action. Planning of Action (POA) atau disebut juga
Rencana Usulan Kegiatan (RUK) merupakan sebuah proses yang ditempuh untuk
mencapai sasaran kegiatan.

3.2 Saran

Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa ataupun masyarakat


agar dapat meningkatkan praktek keperawatan berbasis bukti serta
menerapkannya.
DAFTAR PUSTAKA

Ayun, Q., 2014. Peran Komite Keperawatan dalam Pengawasan Mutu dan Audit
Keperawatan. SlideShare, p.24. Available at:
http://www.slideshare.net/ayunannaim/audit-mutu [Accessed January 12, 2017].

Nasution, M., 2004. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management),


Jakarta: Ghalia Indonesia. Available at:
http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-total-quality-management-
tqm.html.

Suryadi, T., 2009. Pengertian dan Pelaksanaan Penjaminan Mutu Pelayanan


Kesehatan. Scribd. Available at:
https://www.scribd.com/doc/17381263/Pengertian-Dan-Pelaksanaan-Mutu-
Pelayanan-Kesehatan [Accessed January 12, 2017].

Tjiptono, F. & Anastasia, D., 2003. Total Quality Management Edisi Kedu.,
Yogyakarta: Andi Offset. Available at:
http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-total-quality-management-
tqm.html.

Utami, P., 2012. Hubungan Antara Kepemimpinan Transformasional Kepala


Ruang Dengan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Memberikan Asuhan
Keperawatan Di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Semarang. UNIMUS. Available
at: http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jtptunimus-gdl-
pujiutamin-6602.

Yuan, H., 2016. Planning Of Action (POA) & Implementasi Manajemen


Keperawatan. Scribd. Available at:
https://id.scribd.com/document/330652316/Makalah-Plan-of-Action-Manajemen
[Accessed January 13, 2017].

Anda mungkin juga menyukai