DISUSUN OLEH :
NAZMUL AWWALIAH
NIM : 1.13.060
SEMARANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan Penulisan
4. Manfaat Penulisan
Ilmu gizi adalah ilmu dan seni yang berkaitan dengan seluk beluk makanan
dalam hubungannya dengan kesehatan tubuh manusia. Menurut Kamus
Gizi Indonesia yang dikeluarkan oleh persatuaan Ahli Gizi Indonesia
(PERSAGI), 2009 ilmu gizi adalah ilmu pengetahuan yang membahas sifat-
sifat gizi yang terkandung dalam makanan, pengaturan metabolismenya
serta akibat yang timbul bila terdapat kekurangan atau kekurangan zat gizi.
2. Fungsi makanan
5. Definisi Alergi
BAB II
PEMBAHASAN
² Penyebab Analfilaksis
Reaksi analfilaksis disebabkan memakan makanan atau terkena secara
sistemik obat-obatan yang peka atau substansi lainya. Substansi-substansi
ini termasuk serum (biasanya serum kuda), vaksin, ekstrak allergen, enzim,
hormon, penicilin dan antibiotik lain, sulfonamides, anastesis lokal, salisilat,
polisakarida, kimia diagnostik (seperti penculup kontras radiografis),
makanan (legum, kacang-kacangan, beri, seafood, dan albumin telur), dan
aditif makanan mengandung sulfit, venom serangga,(lebah madu, ngengat,
hornet, yellow jackets, semut api, nyamuk, dan laba-laba) dan kadang-
kadang, kista hidatid. Reaksi analfilaksis memerlukan sensitasi
sebelumnya atau terkena substansi tertentu yang menyebabkan reaksi
alergi (antigen). Yang menghasilkan produksi antibodi imunoglobulin E
tertentu oleh sel plasma. Produksi antibodi ini terjadi dalam limfnodus dan
diperkuat dengan pertolongan sel-sel T. Antibodi ini kemudian bersatu
dengan reseptor membran dalam sel-sel mast (ditemukan diseluruh
jaringan terkait). Bila terjadi pengulangan, antigen bersatu dengan antibodi
imunoglobulin E dan reseptornya, menyebabkan serangkain reaksi selular
yang mencetuskan degranulasi. Pelepasan mediator kimiawi yang kuat dari
penyimpangan sel sel mast. Imunoglobulin G atau M memasuki reaksi
yang mengaktifkan pelepasan fraksi komplemen. Pada saat bersamaan,
dua kimia mediator lainnya (bradykinin dan leukotrienes) mendorong
lumpuhnya sel-sel darah dengan kontraksi yang dirangsang sekelompok
otot halus dan dengan permeabilitas sel-sel darah yang meningkat.
Sebaliknya, permeabilitas yang meningkat menurunkan resistensi periferal
dan kebocoran plasma dari sirkulasi menuju jaringan ekstravaskuler yang
menurunkan volume darah, menyebabkan rendah tekanan darah, syok dan
gagal jantung.
2. Patogenesis Alergi
A. Inisiasi Sensitivitas
Sel penyaji antigen (antigen presenting cell, APC), yaitu makrofag atau sel
dendritik yang mempunyai ekspresi molekul MHC klas II atau antigen Ia
pada membran selnya. Presentasi antigen kepada sel T, khususnya CD4.
Sensitasi oleh antigen atau allergen dari makanan akan menginduksi
produksi IgE. Aktivasi kompleks imun atau respon imun lambat diperantarai
sel T (Lee et al.,1988). Sensitasi antigen dengan dosis rendah akan
memacu produksi IgE, sedangkan dosis tinggi justru menyebabkan
toleransi. Sintesis IgE dikontrol oleh aktivitas sel Th, khususnya dari fenotip
Th2, dan dipengaruhi oleh adanya keseimbangan antara sinyal dari
interleukin -4 (IL-4) dan interferon (IFN-)(Romagnani, 1992; Holt, 1994). Sel
T ini mengontrol sintesis IgE in vitro oleh sel limfosit B sama seperti pada
sistem murin. Manusia murin (mencit) in vitro menunjukkan bahwa sitokin
tersebut dapat pula dihasilkan oleh sel fagosit monomuklear, IFN-γ oleh sel
natural killer (NK) dan oleh sel T CD8+ (MHC class I-restricted) akan
menghambat sintesis IgE (down regulation) melalui aktivitas sel Th1.
Sebaliknya, kadar IFN-γ rendah disertai adanya sinyal IL-4 memacu
produksi IgE (up regulation) via aktivitas sel Th2. Pada rodensia (tikus),
kondisi khusus yang menentukan sintesis Ab ke arah isotipe IgE adalah
faktor inang (host) yakni genetic dan umur binatang, faktor lain yang
berkaitan dengan antigen ialah dosis, rute pemberian dan penggunaan
ajuvan (adjuvants). Tikus galur Hooded-Lieter dalam status normal memiliki
kadar IgE yang tinggi misalnya Sprague-Dawley (low responder). Stimulasi
IgE pada rodensia ini umumnya terjadi bila sensitasi antigenic diberikan
lewat jalur parental, intravenous, intraperitoneal, intradermal atau subkutan.
Limfosit B menghasilkan IgE setelah mengalami stimulasi oleh antigen
luminal. Produksi IgE lokal dimukosa usus mungkin saja terjadi, tetapi
jumlahnya sedikit, karena sel B + IgE disitu jumlahnya 2 % dari sel-sel
penghasil Ig total, sekali diproduksi molekul IgE yang bersirkulasi akan
melekat pada reseptor membran pada mastosit atau basofil.
Reaksi makanan timbul karena antibody reaginik, yakni IgE dan atau IgG4
(manusia) yang menempel pada membran mastosit terpapar ulang dengan
antigen (Ag). Mastosit atau sel mast (SM) adalah granulosit yang sangat
heterogen. Heterogenitas SM dijumpai tidak saja inter-spesies, tetapi juga
intra-spesies (McKay & Bienenstock, 1994). Pada manusia SM terdapat
pada lamina propia dan lapisan sub-mukosa. SM paling banyak dijumpai
pada lamina propia halus (densitas:11.000mmᵌ). SM dapat diaktifkan via
IgE-ikatan bersifat tidak bergantung ab (ab-independent).
Gejala klinis alergi makanan yang paling dikenal adalah gangguan pada
kulit, diikuti saluran pencernaan, dan hanya sebagian kecil yang
mengetahui bahwa alergi makanan dapat menimbulkan gejala pada
saluran pernafasan. Kejadian alergi makanan atau reaksi yang merugikan
terhadap makanan disebabkan karena perubahan lingkungan, perubahan
gaya hidup, perubahan pola makan, dan perubahan proses produksi dan
pengawetan makanan.
Bahan makanan lain yang sering menimbulkan alergi adalah: telur, susu,
ikan, kerang, kacang-kacangan, gandum, cokelat, ragi, tomat dan jeruk.
Seseorang dapat menjadi alergi makanan, terdiri dari faktor-faktor yang
menyebabkan timbulnya alergi makanan, terdiri dari faktor generik (orang
tuanya atopi, anaknya dengan HLA,BB), imaturitas usus (perlindungan
mekanik, kimiawi, asam lambung enzim dan imunologik) dan pajanan
alergen yang merangsang timbulnya IgE spesifik. Gejala yang tampak
kelihatannya sangat tergantung pada organ sasaran yang kena; seperti
saluran cerna (gatal bibir, mulut, sembab oada tenggorok, muntah, nyeri
perut, kembung, mencret, perdarahan usus. Cow milk protein enterophaty,
infantile colitis, inflammatory bowel disease, gagal tumbuh, animea difisiensi
besi, saluran nafas (rinitis, asma, batuk kronik berulang). Kulit (urtikaria,
sembab quincke, dermatitis atopik, dan seboroik), kardiovaskuler
(anafilaktik yang diinduksi makanan, dan yang diinduksi latihan yang
bergantung pada makanan), Tension-Fatigue Syndrome, susunan saraf pusat
(hiperaktivitas dan migraine).
Pengolahan penderita lebih banyak ditekankan agar orangtua anak
mengetahui adanya makanan pengganti sehingga anak tidak mengalami
kekurangan gizi. Oleh karena alergi makanan tidak bisa disembuhkan,
maka tujuan memberikan diit pada penderita alergi makanan agar :
Teknik Pelaksanan:
1) Diit eliminasi:
Macam-macam diit eliminasi: Diit bebas Serelia, Diit bebas Serelia Bebas
Buah, Diit bebes zat Pewarna dan Pengawet.
Yang dihindari pada diit ini sama dengan diit bebas serelia diatas, buah
dan aroma.
2. Diit Provokasi:
Bila diit eliminasi tidak berhasil menemukan penyebab alergi. Maka diit
provokasi yang diberikan. Diit ini kemungkinan menyebabkan alergi yang
lebih tinggi seperti ikan, udang, telur, dan susu. Bahan makanan tersebut
diberikan 2-4 hari; bila timbul gejala alergi, maka makanan tersebutlah
penyebabnya.
Cara diit eliminasi pada alergi makanan yang lain menurut Pranata, seperti
pada bagan yang dijelaskan berikut ini:
1. Eliminasi bahan makanan yang dicurigai melalui anamnesis dan uji klinik.
2. Eliminasi bahan makanan yang sering menimbulkan alergi, yakni BSTIK
(buah,susu sapi, telur dan ayam, ikan dan udang/kepiting/kerang/cumi-cumi
serta kacang-kacangan.
3. Diit minimal satu terdiri dari bahan makanan yang hipoalergik: beras, sapi,
tahu/tempe, wortel/bayam/kentang dan bawang, kelapa/ minyak goreng,
bumbu gula/garam/kecap dan pala.
4. Diit minimal dua: diit yang berlainan dengan diit mininal satu.
5. Diit eliminasi berlangsung 3 minggu.
6. Provokasi: satu bahan makanan setiap hari selama 1 minggu.
Bila alergen telah ditemukan hindari sebaik mungkin, bila diit tidak dapat
dilaksanakan beri pengobatan simtomatis seperti pada penyakit alergi
lainnya; dan usahakan mencari makanan pengganti untuk makanan yang
telah disingkirkan.
bit Bayam,bit
avokad avokad
Lain-lain:
Umur Makanan
Gandum
Buah jeruk
7. Terapi
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Alergi makanan banyajk terjadi pada anak-anak terutama tahun-tahun
pertama kehidupan hanya sebagian kecil pada orang dewasa. Proses
imunologis dan non-imunologis bekerja sendiri maupun bersama-sama
untuk menangani antigen makanan yang masuk kedalam usus halus.
Manifestasi pada kulit dapat terjadi melalui mekanisme yang dihantarkan
maupun yang tidak dihantarkan oleh IgE, terutama urtikaria dan dermatitis
atopik. Diagnosa alergi makanan dapat ditegakkan berdasarkan evaluasi
riwayat medis, pemeriksaan klinis, tes kulit, studi laboratorium, diet
eliminasi dan tantangan makanan oral. Penatalaksanaan utama alergi
makanan adalah dengan menghindari makanan penyebab.
Saran :
1. Diharapkan bagi petugas kesehatan untuk dapat terus meningkatkan
pendidikan kesehatan berupa penyuluhan kepada masyarakat dengan
tujuan meningkatkan pengetahuan khususnya mengenai alergi.
2. Bagi masyarakat khususnya penderita alergi dapat dengan rutin dan
rajin mengikuti terapi pengobatan yang dilaksanakan oleh petugas
kesehatan dengan harapan dapat segera menanggulangi alergi yang
terjadi
DAFTAR PUSTAKA