Kelas : D3-5B
P23131016033
Etika bisnis adalah suatu pengetahuan tentang tata cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis
yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal (Muslich, 2004:9). Etika
bisnis merupakan aturan tidak tertulis mengenai cara menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan
hukum yang berlaku dan tidak tergantung pada kedudukan individu atau-pun perusahaan di
masyarakat.
Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih
tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita
temukan wilayah abu-abu yang tidak diatur oleh ketentuan hukum (Bertens, 2000).
Etika bisnis terkait dengan masalah penilaian terhadap kegiatan dan perilaku bisnis yang mengacu
pada kebenaran atau kejujuran berusaha (Sumarni, 1998:21). Etika bisnis merupakan pengetahuan
pedagang tentang tata cara pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan
moralitas melalui penciptaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan
memperoleh keuntungan melalui transaksi.
Etika bisnis menjadi standar nilai yang menjadi pedoman atau acuan manajer dan segenap karyawan
dalam pengambilan keputusan dan mengoperasikan bisnis yang etik. Etika bisnis dalam lingkupnya
tidak hanya menyangkut perilaku dan organisasi perusahaan secara internal melainkan juga
menyangkut perilaku bisnis secara eksternal. Etika bisnis berfungsi untuk menggugah masyarakat
untuk bertindak menuntut para pelaku bisnis untuk berbisnis secara baik demi terjaminnya hak dan
kepentingan masyarakat tersebut.
Dalam etika bisnis, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain pengendalian diri,
pengembangan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang
sehat, menerapkan konsep pembangunan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri,
menciptakan persaingan yang sehat dan menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan.
Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu
perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan
menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Biasanya
dimulai dari perencanaan strategis, organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung
oleh budaya perusahaan yang handal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan
konsekuen (Muslich, 1998).
Aspek dan Sudut Pandang Etika Bisnis
Menurut Bertens (2000) terdapat tiga aspek dan sudut pandang pokok dari bisnis, yaitu:
Sudut pandang ekonomi, bisnis adalah kegiatan ekonomis, maksudnya adalah adanya interaksi
produsen/perusahaan dengan pekerja, produsen dengan produsen dalam sebuah organisasi.
Kegiatan antar manusia ini adalah bertujuan untuk mencari untung oleh karena itu menjadi kegiatan
ekonomis. Pencarian keuntungan dalam bisnis tidak bersifat sepihak, tetapi dilakukan melalui
interaksi yang melibatkan berbagai pihak.
Sudut pandang etika, dalam bisnis berorientasi pada profit adalah sangat wajar, akan tetapi jangan
keuntungan yang diperoleh tersebut justru merugikan pihak lain. Maksudnya adalah, semua yang
kita lakukan harus menghormati kepentingan dan hak orang lain.
Sudut pandang hukum, bisa dipastikan bahwa kegiatan bisnis juga terikat dengan Hukum Dagang
atau Hukum Bisnis, yang merupakan cabang penting dari ilmu hukum modern. Dalam praktik hukum
banyak masalah timbul dalam hubungan bisnis pada taraf nasional maupun internasional. Seperti
etika, hukum juga merupakan sudut pandang normatif, karena menetapkan apa yang harus
dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
Etika bisnis memiliki prinsip-prinsip yang bertujuan memberikan acuan cara yang harus ditempuh
oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya. Menurut Sonny Keraf (1998), terdapat lima prinsip
yang dijadikan titik tolak pedoman perilaku dalam menjalankan praktik bisnis, yaitu (Agoes &
Ardana, 2009:127-128):
a. Prinsip Otonomi
Prinsip otonomi menunjukkan sikap kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab. Orang yang
mandiri berarti orang yang dapat mengambil suatu keputusan dan melaksanakan tindakan
berdasarkan kemampuan sendiri sesuai dengan apa yang diyakininya, bebas dari tekanan, hasutan,
dan ketergantungan kepada pihak lain.
b. Prinsip Kejujuran
Prinsip kejujuran menanamkan sikap bahwa apa yang dipikirkan adalah apa yang dikatakan, dan apa
yang dikatakan adalah yang dikerjakan. Prinsip ini juga menyiratkan kepatuhan dalam melaksanakan
berbagai komitmen, kontrak, dan perjanjian yang telah disepakati.
c. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan menanamkan sikap untuk memperlakukan semua pihak secara adil, yaitu suatu
sikap yang tidak membeda-bedakan dari berbagai aspek baik dari aspek ekonomi, hukum, maupun
aspek lainnya.
Prinsip saling menguntungkan menanamkan kesadaran bahwa dalam berbisnis perlu ditanamkan
prinsip win-win solution, artinya dalam setiap keputusan dan tindakan bisnis harus diusahakan agar
semua pihak merasa diuntungkan.
e. Prinsip Integritas Moral
Prinsip integritas moral adalah prinsip untuk tidak merugikan orang lain dalam segala keputusan dan
tindakan bisnis yang diambil. Prinsip ini dilandasi oleh kesadaran bahwa setiap orang harus
dihormati harkat dan martabatnya.
Perilaku Etis penting diperlukan untuk sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis. Oleh karena itu,
bisnis seringkali menetapkan pilihan strategis berdasarkan nilai dimana pilihan tersebut didasarkan
atas keuntungan dan kelangsungan hidup perusahaan. Manfaat etika bisnis dalam kelangsungan
perusahaan adalah sebagai berikut (Muslich, 2004:60-61):
Tugas utama etika bisnis dipusatkan pada upaya mencari cara untuk menyelaraskan kepentingan
strategis suatu bisnis dengan tuntunan moralitas.
Etika bisnis bertugas melakukan perubahan kesadaran masyarakat tentang bisnis dengan
memberikan suatu pemahaman yaitu bisnis tidak dapat dipisahkan dari etika.
Daftar Pustaka
Muslich, Mohammad. 2004. Manajemen Keuangan Modern, Analisis Perencanaan dan Kebijakan.
Cetakan Pertama. Jakarta: Bumi Aksara.
Agoes, Cenik & Ardana. 2009. Etika Bisnis dan Profesi. Jakarta: Salemba Empat.
Pengertian Bisnis
Menurut Mc Naughton, pengertian bisnis adalah pertukaran barang-barang, uang ataupun jasa
untuk keuntungan mutual.
Menurut Haney bisnis dapat didefinisikan sebagai aktivitas manusia yang dihubungkan dengan
produksi ataupun memperoleh kekayaan melalui pembelian dan penjualan barang.
Peterson dan Plowman menjelaskan bahwa bisnis merupakan serangkaian kegiatan yang
berhubungan dengan penjualan ataupun pembelian barang dan jasa yang secara konsisten berulang.
Menurutnya, penjualan jasa ataupun barang yang hanya terjadi satu kali saja bukan merupakan
pengertian dari bisnis
Hukum Bisnis adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan hukum, baik yang tertulis maupun tidak
tertulis, yang mengatur hak dan kewajiban yang timbul dari suatu perjanjian-perjanjian maupun
perikatan-perikatan yang terjadi dalam praktek bisnis.
Sebagai sumber informasi yang berguna bagi praktisi bisnis, untuk memahami hak dan kewajibannya
dalam praktek bisnis, agar terwujud watak dan perilaku aktivitas di bidang bisnis yang berkeadilan,
wajar, dan dinamis (yang dijamin oleh kepastian hukum)
Aspek kontrak (perjanjian) yang menjadi sumber hukum utama dimana masing-masing pihak tunduk
pada perjanjian yang telah disepakati bersama.
Aspek kebebasan membuat perjanjian dimana para pihak bebas membuat dan menentukan isi dari
perjanjian yang disepakati bersama
Kontrak bisnis
jual-beli
bentuk-bentuk perusahaan
perusahaan go public dan pasar modal
penanaman modal asing
kepailitan dan likuidasi
merger
akuisisi
konsolidasi dan pemisahan perusahaan
perkreditan dan pembiayaan
jaminan hutang
surat berharga
perburuhan
hak atas kekayaan intelektual
anti monopoli
perlindungan konsumen
keagenan dan distribusi
asuransi
perpajakan
penyelesaian sengketa bisnis
bisnis internasional
hukum pengangkutan
Perjanjian atau kontrak, yaitu kesepakatan yang dibuat oleh para pihak dalam transaksi bisnis. Ada
juga pendapat yang menyatakan bahwa perjanjian atau kontrak berlaku sebagai Undang-Undang
terhadap para pihak yang membuatnya.
Traktat, yaitu ketentuan dalam hubungan dan hukum internasional, baik berupa kesepakatan antara
para pemimpin negara di dunia, peraturan dalam hukum internasional, pedoman yang dibuat oleh
lembaga-lembaga dunia, dan lain sebagainya yang diberlakukan di Indonesia.
Yurisprudensi, yaitu keputusan hukum yang biasanya menjadi pedoman dalam merumuskan atau
menjadi pertimbangan dalam penyusunan peraturan atau keputusan hukum berikutnya.
Kebiasaan-kebiasaan dalam bisnis, yaitu kebiasaan yang dilakukan oleh pelaku bisnis pada
umumnya.
Doktrin, yaitu pendapat pakar atau ahli hukum yang berkaitan dengan hukum bisnis. Doktrin biasa
pula disebut dengan pendapat para sarjana hukum.
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum agama, dan hukum
adat.
Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana berbasis pada hukum Eropa,
khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan
dengan sebutan Hindia-Belanda (Nederlandsch-Indie).
Hukum agama karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum
atau syariat Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan, dan warisan.
Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang diserap dalam perundang-undangan
atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan
budaya-budaya yang ada di wilayah nusantara.
Dengan mengelola bisnis secara terus menerus akan menimbulkan suatu bisnis yang taat akan
adanya hukum yang telah berlaku di masyarakat baik yang tidak tertulis maupun yang tertulis.
Hukum merupakan salah satu perangkat yang di gunakan oleh suatu negara untuk mengatur suatu
perilaku perorangan atau badan usaha yang melanggar dan dapat menyelesaikan suatu perkara yang
timbul di dalam bisnis tersebut.
Dengan adanya aspek hukum yang di terapkan dalam bisnis maka akan lebih memudahkan suatu
bisnis untuk menjalankan suatu proses dan kegiatan yang telah berlangsung sehari-hari. Karena bagi
para pihak yang telah terlibat dalam perusahaan akan perpijak atau berpatokan terhadap ketentuan
yang sudah di sahkan secara tertulis maupun secara tidak tertulis. Dengan adanya hukum yang selalu
berdampingan dengan hukum, maka tidak ada unsur menyimpang di dalam bisnis tersebut jika
sebelumnya telah di terapkan aspek hukum yang telah di terapkan sejak dulu dalam dunia bisnis.
Pemerintah di dalam mengatur dunia bisnis, contoh di dalam bisnis waralaba pemerintah
mengeluarkan beberapa peraturan pemerintahan PP RI no 16 tahun 1997 tentang bisnis waralaba.
PP No 16 tahun 1997 tentang waralaba ini telah di cabut dan telah di ganti dengan PP No 42 tahun
2007 tentang waralaba, dan ada beberapa ketentuan yang sangat mendukung aspek hukum dalam
format bisnis waralaba ialah :
1. Keputusan mentri perindustrian dan perdagangan RI no. 259 / MPP / KEP / 7 / 1997 ketentuan
tata cara pendaftaran usaha waralaba.
2. Keputusan mentri perindustrian dan perdagangan RI No.31 / M-DAG / PER / 8 / 2008 tentang
penyelenggaraan waralaba.