Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH ILMU TEKNOLOGI PANGAN

Mengolah Mengawetkan Pangan dengan Cara Pengasapan

Disusun oleh :

Danya Renata Fitriaully

Firyal Yasmin

Nadia Anas Tasya

KELOMPOK 9

D3/3B

Dosen Pembimbing

Meilinasari,SKM.,M.Kes

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA II

JURUSAN DIPLOMA III GIZI


Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan
jasmani dan rohani sehingga bisa menyelesaikan makalah ilmu teknologi pangan
dengan baik. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut
serta dalam pembuatan makalah ini.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah guna memenuhi tugas mata kuliah ilmu
teknologi pangan.
Kami berharap apa yang ditulis dalam makalah ini bisa menambah pengetahuan
pembaca. Selain itu, kami sadar bahwa dalam menyusun makalah ini masih
banyak yang harus diperbaiki maka dari itu saran dan kritik yang sifatnya
membangun sangat kami harapkan agar kedepannya lebih baik lagi.

Jakarta, 8 September 2017

Penulis

Daftar Isi
Kata Pengantar..............................................................................................................................................i

Daftar Isi......................................................................................................................................................ii

Bab I. Pendahuluan......................................................................................................................................1

Bab II. Pembahasan.....................................................................................................................................1


i
Mengenal Pengasapan Ikan.....................................................................................................................1

A. Dasar – dasar Pengasapan...........................................................................................................2

B. Dari Pengasapan Dingin Hingga Pengasapan Likuid.....................................................................6

C. Masalah Karsinogenik..................................................................................................................9

Peralatan Untuk Pengasapan.................................................................................................................10

A. Alat Pengasap............................................................................................................................10

B. Meja Pengolahan.......................................................................................................................14

C. Peti Insulasi, Freezer, dan Cold Storage......................................................................................15

D. Mesin Penghancur Es.................................................................................................................15

E. Bak Pencucian dan Perendaman................................................................................................16

F. Peralatan dan Fasilitas Lain........................................................................................................16

Teknik Pengasapan Ikan.........................................................................................................................17

A. Kesegaran Ikan dan Penanganannya..........................................................................................17

C. Proses Pengasapan....................................................................................................................18

D. Penyimpanan.............................................................................................................................19

Pengasapan beberapa produk perikanan..............................................................................................20

A. Pengasapan Bandeng.................................................................................................................20

B. Pengasapan Cumi-cumi Bumbu.................................................................................................22

C. Pengolahan Ikan Kayu ( Katsu-bushi )........................................................................................24

Mutu, Sanitasi Dan Higienis ikan asap...................................................................................................28

A. Kriteria mutu sensoris ikan asap................................................................................................28

B. Sanitasi dan higeana..................................................................................................................28

Daftar Pustaka...........................................................................................................................................29

ii
iii
Bab I. Pendahuluan
Pengeringan dan pengasapan adalah metode umum yang biasa dipakai dalam
pengawetan bahan pangan. Di dalam proses pengeringan dan pengasapan, kebanyakan
kandungan kebasahan dari bahan dikeluarkan / dihilangkan dengan memberikan panas, untuk
menghindarkan aktivitas dan kemungkinan hidupnya mikroorganisme.

Pengasapan biasanya dilakukan dengan menggunakan kayu keras dan atau bahan lain yang
mengandung selulosa dan lignin seperti misalnya bubuk gergajian kayu jati, sekam, sabut
kelapa, tongkol jagung dan lain - lain. Bahan-bahan sumber asap tersebut mengandung banyak
pengawet kimia yaitu formaldehida, asetaldehida, asam format, asam asetat, asam butiran,
fenol, kresol, alkohol, keton dan sebagainya. Zat - zat tadi merupakan penghambat
pertumbuhan bakteri. (Soeharto, 1991)

Bab II. Pembahasan


Mengenal Pengasapan Ikan

Ikan asap sudah sudah dikenal sejak zaman dahulu, dan terjadi tanpa disengaja. Ketika
itu, umumnya orang mengawetkan daging dan ikan dengan cara dikeringkan di bawah terik
matahari. Namun, pada musim hujan dan musim dingin, orang mengeringkannya dengan
bantuan api sehingga pengaruh asap pun tidak dapat dihindarkan. Ada pula versi lain mengenai
proses terjadinya ikan asap. Pada zaman batu orang mempersiapkan makanannya, termasuk
ikan, masih dengan cara yang sangat sederhana, yaitu dengan dibakar atau dipanggang di atas
api sebelum disantap. Tentu saja pengaruh asap juga tidak dapat dihindarkan. Akibat
pengolahan menurut kedua versi itu, makanan pun menjadi bercita rasa asap dan warnanya
kecokelatan atau kehitaman. Ternyata, aroma asap itu sedap. Tekstur ikan yang diasap menjadi
lebih bagus dan ikan lebih awet. Bahkan daging ikan pun menjadi masak dan siap disantap.
Sejak itulah pengolahan makanan dengan pengasapan mulai berkembang. Meskipun begitu,
teknis pengasapan mulai berkembang. Meskipun begitu, teknis pengasapannya tidak banyak
berubah. (Wibowo, 1996)

1
Ikan Asap. Pengasapan akan menghasilkan
ikan yang beraroma dan bercita rasa asap,
warna ikan pun menjadi kecoklatan atau
kehitaman

Ada beberapa cara pengasapan, yaitu pengasapan dingin, pengasapan panas, dan
pengasapan langsung atau tidak langsung. Jenis ikan yang diasap pun beraneka ragam, mulai
dari ikan bandeng hingga ikan salmon. Di Jepang berkembang pengasapan ikan yang dipadukan
dengan proses fermentasi. Hasilnya, ikan menjadi keras bagai fosil kayu dan produk ini dipakai
sebagai penyedap masakan. Di Jepang, produk ini disebut katsuo-bushi dan di Indonesia dikenal
sebagai ikan kayu. Pada Perang Dunia II, penggunaan produk ikan asap makin populer. Jika
semula pengasapan ikan dimaksudkan sebagai usaha pengawetan maka pada masa itu
pengasapan berkembang sebagai usaha pengolahan sehingga rasa, aroma, maupun dan
teksturnya pun menjadi tujuan. Pada kurun waktu itu berkembang pula cara pengasapan lain,
yaitu pengasapan elektrik dan pengasapan likuid. Kedua cara terakhir ini praktis belum dikenal
di Indonesia.

A. Dasar – dasar Pengasapan

Pada dasarnya, ada dua tujuan utama dalam pengasapan ikan. Tujuan pertama untuk
mendapatkan daya awet yang dihasilkan asap, sedangkan bau, rasa, dan testur bukan tujuan
utama. Tujuan kedua yaitu untuk memberikan aroma yang khas tanpa peduli kemampuan daya
awetnya.

2
Pengasapan Ikan.

Pengaturan suhu, kelembapan, julah


asap, dan kecepatan aliran asap
sangat penting agar diperoleh mutu
produk yang tinggi

1. Mekanisme Pengasapan

Kalau dilihat dari prosesnya, pengasapan merupakan suatu cara pengolahan atau pengawetan
dengan memanfaatkan kombinasi perlakuan pengeringan dan pemberian senyawa kimia alami
dari hasil pembakaran bahan bakar alami. Dari pembakaran biasanya digunakan kaya agar
terbentuk senyawa - senyawa asap dalam bentuk uap dan butiran-butiran tar serta dihasilkan
panas. Senyawa asap tersebut, terutama yang dalam bentuk uap, menempel pada ikan dan
terlarut dalam lapisan air yang ada di permukaan tubuh ikan. Akibatnya, terbentuk aroma dan
rasa yang khas pada produk dan warnanya menjadi keemasan atau kecokelatan. Sementara itu,
panas yang dihasilkan dari pembakaran kayu menyebabkan terjadinya proses pengeringan.
Selain akibat panas, proses pengeringan rerjadi karena adanya proses penarikan air dari jaringan
tubuh ikan oleh penyerapan berbagai senyawa kimia yang berasal dari asap.

2. Faktor yang mempengaruhi pengasapan

Ada banyak faktor yang mempengaruhi proses pengasapan, di antaranya suhu pengasapan.
Pada awal pengasapan, ikan masih basah dan permukaan tubuhnya diselimuti lapisan air. Dalam
keadaan ini asap akan mudah menempel dan terlarut pada Iapisan air pada permukaan tubuh
ikan. Agar penempelan dan pelarutan asap berjalan efektif, suhu awal pengasapan sebaiknya
rendah. Jika pengasapan langsung dilakukan pada suhu tinggi, lapisan air pada permukaan
tubuh ikan akan cepat menguap dan daging ikan cepat matang. Kondisi ini akan menghambat
3
proses penempelan asap sehingga pembentukan warna dan aroma asap kurang baik. Setelah
warna dan aroma terbentuk dengan baik, suhu pengasapan dapat dinaikkan untuk membantu
proses pengeringan dan pematangan ikan. Faktor lain yang mempengaruhi pengasapan adalah
kelembapan udara. Kisaran kelembapan udara (Rh) yang ideal untuk pengasapan adalah 60-70%
jika suhunya sekitar 29°C. Jika Rh lebih tinggi dari 70%, proses pengeringan berjalan lambat
karena panas dari hasil pembakaran masih belum mampu mengurangi kelembapan. Sebaliknya,
jika Rh kurang dari 60%, permukaan ikan akan terlalu cepat mengering sehingga proses
pengeringan menjadi terhambat.

Selain itu, jenis kayu akan menentukan mutu asap yang dihasilkan dan pada gilirannya
menentukan mutu ikan asap. Serutan kayu dan serbuk gergaji dari jenis kayu keras cocok untuk
pengasapan dingin, sedangkan batang atau potongan kayu dari jenis kayu keras cocok untuk
pengasapan panas. Jenis-jenis kayu yang banyak mengandung resin atau damar kurang baik
untuk pengasapan karena menghasilkan rasa pahit pada ikan.

JumIah asap, ketebalan asap, dan kecepatan aliran asap di dalam alat pengasap juga sangat
menentukan. Faktor ini akan mempengaruhi banyaknya asap yang kontak dan menempel pada
ikan. Faktor lain yang berpengaruh adalah mutu ikan yang akan diasap. Perlakuan sebelum
pengasapan, biasanya dengan penggaraman, juga ikut menentukan pengasapan.

3. Bahan bakar dan pembakaran

Bahan bakar yang Iazim digunakan dalam pengasapan adalah kayu yang pada dasarnya
tersusun atas banyak komponen kimia seperti lignin, selulosa, hemiselulosa, dan sebagainya.
Sebagian dari komponen tersebut, yaitu komponen organik kompleks seperti selulosa, Iignin,
pentosan, tannin, protein, resin, dan terpena dapat terbakar, sedangkan sebagian komponen
lainnya tidak dapat terbakar dan kemudian menjadi abu dan air.

Jika kayu dibakar dan suhu naik dari 100°C menjadi 150°C akan terjadi penguapan air besar-
besaran dan hanya 2% senyawa volatil yang menguap. Dalam proses ini dapat dihasilkan
komponen volatil (gas dan komponen organik lainnya) sebanyak 80 – 87% dari berat kayu. Kalau
suhu naik menjadi 200°C, kayu yang terbakar akan menghasilkan arang dan komponen volatil
sebesar 25% dari berat kayu.

Pada pemanasan selanjutnya terjadi pirolisis dan senyawa volatil yang dilepaskan meningkat
cepat. Ketika suhu mencapai 28°C, selulosa menjadi cokelat tetapi strukturnya tetap. Pada suhu
yang lebih tinggi, selulosa terhidrolisis menjadi sakarosa sederhana kemudian arang glukosa
menghasilkan oksimetil furfural yang tidak stabil dan pecah menjadi asam format serta asam
levulinat yang membantu asap untuk membentuk warna. Komponen lignin (bagian dinding sel
kayu yang lebih tahan panas) menghasilkan metil alkohol. Pirolisis lignin menghasilkan tar, metil

4
ester pirogalol dan homolognya, serta dihidro fenol ester. Tar dari lignin ini diketahui
mengandung guaiakol, vinilguaiakol, kresol, ortokresol, katekol, fenol, eugenol, dan substansi
Iain. Komponen lain dalam kayu, yaitu hemiselulosa yang terdiri atas pentosan dan heksosan
akan terhidrolisis dan menghasilkan sakarosa, pentosan, dan heksosan. Pada suhu yang Iebih
tinggi lagi, 295°C, api pun menyala membakar kayu.

Jika pembakaran tidak sempurna, asap yang mengandung bahan organik bereaksi dengan ikan
dan menghasilkan aroma asap. Sebaliknya, jika pembakaran berjalan terlalu intensif, komponen
organik kayu terurai menghasilkan CO² dan H²0, sedangkan asap yang sangat penting pada
pengasapan tidak terbentuk. Proses pembakaran itu sendiri dipengaruhi struktur bahan bakar,
ketebalan kayu, ketebalan lapisan abu, dan sebagainya.

Agar pembakaran terjadi sempurna maka harus tersedia cukup udara dan suhu cukup tinggi.
Agar udara dapat melewati kayu, sebaiknya kayu yang digunakan berukuran kecil. Sebaliknya,
jika ingin asap banyak, dapat dipakai serbuk gergaji (sergaji). Ketika sergaji dibakar, jumlah udara
yang kontak dengan sergaji terhambat sehingga sergaji terbakar perlahan dan tidak sempurna
dan dihasilkan banyak asap. Makin Iama pasokan udara untuk pembakaran makin terhambat
abu yang terbentuk sehingga pembakaran lambat dan banyak terbentuk asap.

4. Asap sebagai pengawet, pembentuk warna, rasa, dan aroma

Jenis kayu yang baik untuk pengasapan adalah kayu yang lambat terbakar, banyak mengandung
senyawa-senyawa mudah terbakar seperti selulosa, hemiselulosa, lignin dan menghasilkan
asam. Biasanya, kayu yang memiliki sifat seperti itu adalah jenis kayu keras, sedangkan kayu
yang banyak bergetah terutama yang berdamar seperti cemara termasuk tidak baik karena
dapat menimbulkan rasa kurang enak. Jenis dan kondisi kayu juga menentukan jumlah asap
yang dihasilkan.

Faktor lain yang menentukan mutu ikan asap adalah jumlah asap yang menempel pada ikan.
Hal ini dipengaruhi oleh ketebalan asap, kecepatan pergerakan asap, kelembapan udara, dan
kelembapan permukaan ikan. Makin tebal asap, makin banyak asap yang menempel. Jika asap
cepat terbuang, kesempatan asap menempel pada ikan pun terbatas dan jumlah asap yang
menempel relatif sedikit. Di sisi lain, kelembapan udara yang tinggi akan menyebabkan
terbentuknya aerosol (campuran asap dan uap air) yang makin banyak dan berat sehingga lebih
mudah kontak dengan ikan. Penempelan asap itu akan dipercepat jika permukaan ikan makin
Iembap. Makin banyak asap yang menempel, makin banyak pula komponen asap yang bersifat
bakteristatis dan bakterisidal, terutama formaldehid, asam asetat, dan fenol.

Asap memiliki sifat sebagai pengawet. Fenol yang dikandung nya memiliki sifat bakteristatis
yang tinggi sehingga menyebabkan bakteri tidak berkembang biak; fungisidal sehingga jamur

5
tidak tumbuh; antioksidan sehingga cukup berperan mencegah oksidasi pada ikan. Formaldehid
di dalamnya juga bersifat fungisidal. Komponen asap lain seperti alkohol dan asam-asam organic
juga memiliki sifat bakterisidal meskipun sangat kecil. Ketiga komponen asap ini, ditambah
komponen asap lain dan proses pemanasan, berperan sebagai pengawet.

Pewarnaan, rasa, dan aroma ikan asap tergantung pada komponen yang dihasilkan pembakaran.
Hal ini berarti juga tergantung pada jenis kayu yang digunakan. Senyawa asam organik dalam
asap akan memberikan warna. Fenol dan formaldehid membentuk lapisan damar sehingga
produk menjadi mengkilap. Namun, fenollah senyawa utama pembentuk aroma asap.

B. Dari Pengasapan Dingin Hingga Pengasapan Likuid


Pada dasarnya ada dua pengasapan. yaitu pengasapan panas dan pengasapan dingin,
tergantung jumlah panas yang digunakan. Selain itu, berkembang pula cara pengasapan yang
tergolong baru, yaitu pengasapan elektrik dan pengasapan likuid.

1. Pengasapan dingin

Pengasapan dingin merupakan cara pengasapan yang dilakukan pada suhu rendah,
yaitu pada suhu ruangan dan tidak lebih tinggi dari suhu 33°C (sekitar 15-33°C).
Waktu pengasapannya sangat lama, dapat mencapai 4-6 minggu. Penggunaan suhu
rendah ini memang dimaksudkan agar daging ikan tidak menjadi masak atau protein
di dalamnya tidak terkoagulasi. Akibatnya, ikan asap yang dihasilkan masih tergolong
setengah masak. Oleh karena itu, sebelum ikan asap disantap masih perlu kembali
diolah kembali menjadi produk siap santap.

Pengasapan dingin umumnya dilakukan di Negara-negara Eropa dan Amerika Utara


yang memiliki suhu harian rendah, terutama pada musim dingin dan sulit dilakukan
(terutama pengendalian suhunya) di Negara-negara tropis seperti Indonesia yang
memiliki suhu harian tinggi (25-35°C). Karena itulah, produk pengasapan dari Eropa
dan Amerika masih banyak yang tergolong setengah masak karena diproses dengan
pengasapan dingin sehingga perlu diolah kembali sebelum disantap. Di Indonesia,
pengasapan dingin biasanya dilakukan pada suhu pengasapan 35-45°C. Dilihat dari
suhunya, cara ini sebenarnya termasuk pengasapan panas tetapi dilakukan pada
suhu rendah.

2. Pengasapan panas

Pengasapan panas banyak dipraktekkan di Negara-negara Eropa dan negara tropis


seperti Indonesia dengan suhu pengasapan cukup tinggi yaitu 80-90°C. Bahkan ada
yang suhunya mencapai 120°C, misalnya pengasapan teripang. Karena suhunya

6
tinggi, waktu pengasapan pun lebih pendek, yaitu 3-8 jam dan bahkan ada yang
hanya 2 jam. Dengan suhu yang tinggi ini, daging ikan menjadi masak dan tidak perlu
diolah dulu sebelum disantap.

Dengan suhu pengasapan tingg,. enzim-enzim pada ikan yang menjadi penyebab
awal busuknya ikan menjadi inaktif dan kerusakan pun untuk sementara dapat
dihambat. Proses pengawetan ini juga dibantu dengan adanya asap. Namun
demikian, untuk pengasapan panas ini terdapat kisaran suhu pengasapan yang luas,
yaitu 30-90°C. Apabila suhu pengasapan 30-50°C maka disebut dengan pengasapan
panas pada suhu rendah dan jika suhunya 50-90°C maka disebut pengasapan panas
pada suhu tinggi. Setelah Pengasapan pendek selama 3-8 jam, biasanya pengasapan
dilanjutkan hingga 2-3 hari dengan suhu lebih rendah untuk mendapatkan produk
yang lebih baik.

Di Indonesia dan negara tropis lain, pengasapan panas dilakukan pada suhu 40-
100°C. Pengasapan panas yang dilakukan pada suhu rendah (35-45°C) sering disebut
pengasapan dingin. ltu pun tidak mudah untuk mengendalikan suhunya. Akan Iebih
mudah jika dilakukan dengan pengasapan tidak langsung, yaitu dengan tungku yang
ditempatkan terpisah dari ruang pengasapan. Asap dari tungku dialirkan ke ruang
pengasap sehingga panas yang masuk ruang pengasap dibatasi. Selain
memungkinkan pengasapan dengan suhu rendah, cara ini cukup menguntungkan
karena kontaminasi kotoran dari tungku dapat dikurangi.

3. Pengasapan elektrik

Teknologi pengasapan semakin berkembang. Di Rusia, tahun 1957 dikembangkan


cara pengasapan menggunakan listrik tegangan tinggi hingga 40.000 volt. Hal ini
serupa dengan yang dikembangkan Toriyama di Jepang dengan tegangan listrik
10.000-20.000 volt. Di Rusia, cara ini dipraktekkan secara komersial di Kiev
Fishpacking Plant memakai alat pengasap setinggi 16 m, seluas 15 m². Di Jepang cara
ini dipraktekkan di Otaru, Hokaido.

Ikan diasap dengan asap dari pembakaran sergaji yang dilewatkan medan listrik
tegangan tinggi. Ikan pun mengalami tahap pengeringan untuk mempersiapkan
permukaan ikan menerima partikel asap, IaIu tahap pengasapan, dan tahap
pematangan. Pada ruang pengasap dipasang kayu melintang di bagian atas dan dililiti
kabel listrik. Ikan digantung dengan kawat pada kayu berkabel listrik tersebut. Setiap
dua ekor ikan digunakan sebagai elektroda, satu dihubungkan dengan kabel
bermuatan listrik positif dan yang lain dengan negatif. Kabel lalu dihubungkan

7
dengan listrik arus searah atau bolak-balik tegangan tinggi sehingga timbul medan
listrik.

Pada lantai ruang pengasap, sergaji dibakar. Asap naik melewati medan listrik
sehingga menjadi bermuatan listrik negatif atau positif. Asap bermuatan listrik positif
bergerak ke ikan yang digunakan sebagai elektroda negatif. Asap yang bermuatan
negatif bergerak ke ikan yang digunakan sebagai elektroda positif. Akibatnya, asap
menempel pada permukaan tubuh ikan. Dengan cara ini penguapan air pada daging
ikan tidak secepat pengasapan biasa sehingga setelah pengasapan diperlukan
pengeringan. Meski begitu, pengasapan berjalan lebih cepat (1/8 dari waktu
pengasapan biasa), rendemen lebih tinggi, lebih higienis, mutu produk lebih bagus,
dan memungkinkan untuk dilakukan proses secara kontinyu, tetapi rasa dan
flavornya agak lain.

Gambar Skema pengasapan elektrik


dengan arus listrik tegangan tinggi.

4. Pengasapan Likuid

Salah satu cara pengasapan yang termasuk tidak banyak dikenal di Indonesia yaitu
pengasapan likuid yang termasuk cepat. Caranya, ikan dicelupkan ke dalam larutan
asap. Di Jepang bahkan digunakan larutan asap sintetis dengan cara mencampur
berbagai komponen yang diperoleh dari asap. Asap likuid pada dasarnya merupakan
asam cukanya (vinegar) kayu yang diperoleh dari destilasi kering terhadap kayu. Pada
destilasi kering tersebut, vinegar kayu dipisahkan dari tar dan hasilnya diencerkan
dengan air lalu ditambahkan garam dapur secukupnya. Kemudian ikan direndam di
dalam larutan asap tersebut selama beberapa jam.
Faktor penting yang perlu diperhatikan pada pengasapan likuid adalah konsentrasi
dan suhu larutan asap serta waktu perendaman. Setelah itu ikan dikeringkan di
tempat teduh.

8
C. Masalah Karsinogenik

Dalam empat dasawarsa terakhir, perbincangan terhadap asap sebagai agen penyebab kanker
(karsinogen) dan perubahan gen (mutagen) makin marak. Asap tidak hanya asap rokok, tetapi
juga asap pada daging dan ikan yang dipanggang, dibakar, atau diasap dicurigai sebagai agen
kanker yang berbahaya. Ada tiga kelompok senyawa utama yang dituduh sebagai penyebab
kanker, yaitu kelompok senyawa pilicydic aromatic hydrocarbon (PAH), N-nitroso compound
(NNC), dan heterocylic aromatic amine (HAA). Senyawa PAH biasanya ditemukan pada ikan
asap, NNC pada daging asap, dan HAA pada ikan dan daging bakar atau panggang.

Ternyata pada ikan segar pun ditemukan PAH. Benzopyrene (senyawa PAH yang dijadikan
indikator karsinogenik) pada udang dan kepiting mencapai 0,5 ng, sedangkan pada lobster 0,8-
7.9 ng untuk setiap gram daging. PAH pada ikan olahan makin tinggi, misalnya pada ikan kaleng
mencapai 2,6 ng/g daging. Akan tetapi, ikan vertebrata ternyata mampu mencerna PAH dan
membuangnya dalam bentuk senyawa larut air.

Pada ikan asap, jumlah dan jenis PAH lebih tinggi, bervariasi antara 0,7-60 ng/g daging
tergantung jenis kayu, suhu, cara pengasapan, jenis dan preparasi ikan. Sekitar 24-30 jenis PAH
dan 40 jenis senyawa tak dikenal dapat dideteksi pada ikan asap.
Pada suhu tinggi, PAH berasal dari lignin dan selulosa. Akan tetapi, jika suhu pembakaran dapat
dipertahankan di bawah 400°C (lignin) dan 200°C (selulosa), pembentukan PAH dapat dicegah.
Karena itu, PAH pada ikan asap hasil pengasapan panas lebih tinggi daripada ikan asap hasil
pengasapan dingin. Kandungan benzopyene pada ikan asap hasil pengasapan elektrik yang
dijalankan pada suhu 275-300°C sekitar 0,7-1,7 ng/g, sedangkan hasil pengasapan panas dan
dingin 4,15-60 ng/g. Akan tetapi, kalau pengasapan dilakukan dengan baik dan terkendali,
kandungan benzopyene biasanya sekitar 0,64-4,5 ng/g.

Benzopyrene ternyata juga ditemukan pada ikan segar dan makanan lain yang sering dikonsumsi
seperti roti, biskuit, kopi, minyak kedelai, dan sate yang justru lebih tinggi kandungan
benzopyrenenya. Untungnya, untuk dapat bersifat karsinogenik, diperlukan aktifasi metabolis.
Vitamin A dan antioksidan seperti BHA dan BHT, misalnya, diketahui mampu menghambat
kemampuan karsinogenik PAH. Dari penelitian - penelitian yang dilakukan, ikan asap juga
makanan asap lain bukanlah agen karsinogenik yang membahayakan manusia yang
mengonsumsinya.

Peralatan Untuk Pengasapan


Berbagai peralatan yang digunakan dalam industri pengasapan ikan antara lain alat pengasap,
meja pengolahan, peti insulasi, freezer, dan cold storage, mesin penghancur es, bak pencucian
dan perendaman dalam larutan garam, serta perlatan dan fasilitas lainnya.

9
A. Alat Pengasap
1. Alat pengasap semi konvensional

Alat pengasap ini berupa bangunan mirip rumah dengan kerangka kayu atau besi yang
terdiri dari dua bagian yaitu bagian tungku yang terletak di bagian bawah dan tempat
pengasapan di bagian atas. Dinding dan bagian atas alat pengisap dibiarkan terbuka dan
dibuat bersusun tiga, sedangkan dinding tungku ditutup seng dan dipasang pintu untuk
mengurangi asap dan panas terbuang. Di atas tungku ditempatkan pelat baja berlubang
– lubang untuk meratakan panas / asap. Sistem pemasangan yang digunakan adalah
bongkar pasang agar mudah dipindahkan. Alat pengisap seperti ini boros karena banyak
panas dan asap yang terbuang.

Ukuran ruang pengasap dapat diatur sesuai dengan jumlah dan ukuran ikan yang diasap
serta cara penempatannya. Jika ikan disusun pada rak dengan posisi mendatar, jarak
antar rak cukup 10-15 cm. Namun, jika ikan disusun dengan cara digantung, jarak antar
ikan diatur tidak saling bertindihan. Yang penting, jarak antara lapisan ikan paling bawah
tungku cukup sehingga api tidak menyentuh ikan langsung.

2. Alat pengasap model kabinet atau rumah pengasap

Konstruksi pengasap model kabinet ini mirip bentuk rumah sehingga sering disebut
rumah pengasap. Seperti pada pengasap konvensional, pengasap kabinet ini terdiri atas
dua bagian, yaitu bagian bawah untuk tungku dan bagian atas untuk ruang pengasapan.
Konstruksinya dapat berupa kerangka besi siku, dinding, dan atap dari pelat besi tipis.

10
Dapat juga menggunakan kerangka kayu atau menggunakan dinding bata yang
permanen.

Bagian tungku dan ruang pengasap dipasang pintu dan pada atap dipasang penutup
yang dapat diatur bukaannya. Di sekeliling tungku diberi lubang – lubang untuk ventilasi
yang dapat ditutup. Ventilasi serupa juga dipasang pada ruang pengasap. Setiap alat
pengasap konvensional, ruang pengasap dapat diatur ukurannya sesuai dengan ikan yang
diasap dan cara penempatannya. Jika ikan disusun horizontal pada rak, jarak antar rak
cukup 10-15 cm. Namun, jika ikan digantung, jarak antar ikan perlu diatur sehingga tidak
saling bertindihan. Yang penting, jarak antara lapisan ikan paling bawah degan tungku
cukup sehingga api tidak menyentuh ikan langsung.

3. Alat Pengasap Model Drum

Alat ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian bawah untuk tungku dan bagian atas untuk
ruang pengasapan. Dibuat dari drum bekas ukuran 200 liter. Tentu saja kapasitasnya
cukup kecil sehingga cocok untuk pengasapan berskala kecil saja.

11
Alat Pengasap Model Drum. Sangat
sederhana dan mudah dioperasikan,
tetapi kapasitasnya kecil.

Dasar drum dibuat lubang – lubang untuk pemasukan udara segar dan untuk sarana
pengabuan abu, sedangkan di bagian atas dipasang pipa sebagai cerobong. Antara
tungku dan ruang pengasapan dipasang pembatas dari pelat baja berlubang – lubang.
Pada ruang pengsap dibuat bersusun dengan ukuran tergantung ukuran ikan dan cara
penyusunan ikan. Biasanya, jarak antara pembatas berlubang dengan lapisan ikan
terbawah diatur sekitar 10-15 cm.

4. Alat Pengasap dengan Penggerak Motor Listrik

Alat pengasap ini, mungkin belum banyak digunakan, bentuknya seperti bangunan
rumah atau kamar biasa yang seluruhnya digunakan sebagai ruang pengasap. Dinding
dibuat dari batu bata permanen atau kayu atau bahan lain, sedangkan atapnya dari seng
atau asbes gelombang. Di bagian belakang bangunan dipasang tungku dengan model
bermacam-macam. Dapat dibuat dari drum bekas ukuran 200 liter atau dengan tungku
batu bata.

Salah satu model rak penggantung


ikan yang digerakkan motor listrik.
Pengasapan dengan cara ini dapat
merata

12
Bagian depan bangunan dipasang pintu lebar sehingga jika dibuka seluruh bagian dalam
ruang pengasap tampak. Di dalam ruang pengasap ini dipasang rak-rak yang dapat
diputar (dipasang motor Iistrik) dan dapat ditarik ke luar (dipasang roda di bagian
bawahnya) untuk menempatkan ikan. Rak ini dibuat dari kerangka besi berbentuk kotak
dengan bagian tengah dipasang sumbu dari pipa besi.

Sumbu ini kemudian dihubungkan dengan motor listrik sehingga rak dapat diputar agar
pengasapan lebih merata. Pada rak kerangka besi dipasang kait untuk menggantungkan
ikan yang akan diasap. Ikan yang akan diasap digantungkan pada penggantung berupa
besi panjang yang berpengait yang kemudian digantungkan pada rak yang dapat diputar
Dengan desain seperti ini, alat pengasap dapat dirancang berukuran besar sehingga
kapasitasnya dapat diatur sesuai dengan skala usaha. Selain itu, produk yang dihasilkan
lebih baik karena pengasapan berjalan merata dan efisien.

5. Pengasap tidak langsung

Alat pengasap yang telah diungkapkan semuanya dengan model pengasapan langsung,
yaitu tungku ditempatkan langsung di bagian bawah alat pengasap sehingga asap dan
panas langsung masuk ke dalam ruang pengasap. Untuk pengasapan dingin model
seperti ini kurang sesuai karena suhu pengasapan biasanya tinggi.

Model alat pengasap lain adalah dengan menempatkan tungku terpisah dari ruang
pengasap. Asap dari tungku dialirkan masuk ke dalam ruang pengasap melalui pipa.
Dengan cara ini masuknya panas dari tungku ke dalam ruang pengasap lebih mudah
diatur sehingga pengaturan suhunya pun lebih mudah dilakukan. Di sisi lain, asap yang
masuk ruang pengasap dapat diatur tebal. Dengan kondisi seperti ini, alat pengasap
model tidak langsung cocok untuk pengasapan dingin atau pengasapan yang
memerlukan suhu tidak tinggi atau yang memerlukan jumlah asap tebal.

13
B. Meja Pengolahan
Peralatan lain yang diperlukan untuk pengasapan ikan adalah meja pengolahan untuk
penanganan dan preparasi ikan segar. Selain itu juga diperlukan meja pengolahan untuk
sortasi ikan asap yang dihasilkan dan meja pengemasan. Permukaan meja untuk
penanganan dan preparasi yang kontak langsung dengan ikan segar dan air dilapisi bahan
tahan air, tidak mudah berkarat, tidak berbahaya bagi bahan yang diolah, kuat dan tidak
mudah tergores benda tajam. Bahan ini misalnya terbuat dari pelat alumunium atau
stainless steel atau bahan lain.

14
Selain itu, meja perlu dirancang agak spesifik sesuai sifat dan tuntutan proses untuk ikan, di
antaranya permukaan meja dibuat miring ke arah tengah dan ke arah salah satu ujung meja.
Dengan demikian, air dan kotoran dengan mudah dapat meluncur ke Iuar meja. Di bawah
ujung meja ditempatkan wadah atau keranjang plastik untuk menampung kotoran atau
limbah padat. Untuk meja sortasi ikan asap dan meja pengemasan cukup dilapisi formika
atau meja permanen dari semen yang ditutup keramik atau bahan plastik marmer atau
melamin.

C. Peti Insulasi, Freezer, dan Cold Storage


Selain peralatan tersebut di atas, diperlukan juga wadah dan fasilitas untuk menyimpan ikan
yang dies, yaitu peti dingin atau peri berinsulasi atau cold box. Peti ini dipakai untuk
menampung ikan segar yang didinginkan suhunya dengan es agar proses kemunduran mutu
terhambat dan ikan tetap segar. Syaratnya, peti ini harus mampu mempertahankan suhu
tetap rendah, kuat, tahan lama, kedap air, dan mudah dibersihkan. Salah satu model peti
dingin yang bagus adalah cold box yang banyak dijual di toko dengan berbagai merek dan
berbagai ukuran.

Selain cold box buatan pabrik, dapat juga digunakan peti dingin buatan sendiri. Untuk itu
kontruksi peti harus kuat, tahan air, dan menggunakan insulator yang mempunyai daya
insulasi tinggi. Untuk insuIator dapat digunakan sterofom atau poliuretan. Kemudian peti
dilapisi pelat alumunium tebal (0,6-0,7 mm), seng BWG 30 atau fiber glass dengan ketebalan
0.8 mm.

Fasilitas pendingin lain yang ideal adalah alat pembeku (freezer) dan alat atau ruang
penyimpan beku (cold storage). Untuk usaha pengasapan ikan berkapasitas besar, fasilitas
pendinginan ini perlu dipertimbangkan meskipun dengan demikian investasi yang harus
ditanamkan makin tinggi.

D. Mesin Penghancur Es
Alat lain yang diperlukan adalah penghancur es. Penghancur es yang paling sederhana
adalah bak dari ban bekas dan pemukul. Akan tetapi, kalau es yang dibutuhkan banyak dan
sering, alat ini tidak praktis dan tidak ekonomis. Mesin penghancur es dengan motor listrik
tentu Iebih sesuai. Mesin penghancur es berupa silinder yang bermata runcing di
permukaannya. Silinder ini ditempatkan di dekat pelat baja beralur. Jika silinder ini diputar
(digerakkan motor listrik) dan es dimasukkan maka es akan tergilas oleh silinder dan pelat
baja beralur sehingga hancur. Hancuran es yang ke luar dari alat ditampung.

15
E. Bak Pencucian dan Perendaman
Peralatan lain yang diperlukan untuk pengasapan ikan adalah wadah untuk pencucian,
perendaman ikan dalam larutan garam, dan sebagainya. Bak atau wadah tersebut dapat
berupa ember plastik bak plastik, bak fiber glass, atau bahkan bak semen yang dikeramik.
Untuk keperluan tersebut bak dari fiber glass cukup baik, awet, dan praktis.

F. Peralatan dan Fasilitas Lain


Peralatan lain yang diperlukan di antaranya adalah timbang besar dan kecil, kereta dorong,
ember dan keranjang plastik, pisau stainless steel untuk penyiangan ikan, pisau serut atau
penyerut dan sebagainya. Sebaiknya perlu dihindari penggunaan peralatan yang mudah
berkarat. Peralatan bantu dari plastik atau yang dilapis stainless steel sangat dianjurkan.

Pisau serut (kiri) maupun penyerut (kanan) sangat berguna dalam proses pembuatan ikan kayu

Peralatan Iain yang tidak kalah pentingnya adalah perlengkapan kerja, perlengkapan
keamanan kerja, dan sebagainya. Perlengkapan tersebut di antaranya adalah sarung tangan,
afron, penutup kepala, masker mulut, pakaian kerja, sepatu karet, peralatan pembersih,
pemadam kebakaran, obat-obatan, dan sebagainya.

16
Teknik Pengasapan Ikan

A. Kesegaran Ikan dan Penanganannya


1. Kesegaran Ikan
Ikan yang segar tampak cemerlang dan mengkilap sesuai jenisnya. Lendir di tubuh tidak
ada, sisik tidak mudah lepas,perut utuh dan lubang anus tertutup, matanya cembung
cerah dan jernih, insangnya merah tidak berlendir, dagingnya jika ditekan cepat pulih.
Ikan berbau segar atau sedikit agak amis.

2. Penanganan dan penyimpanan ikan segar


Setelah ditangkap ikan disemprot air bersih lalu disortasi menurut jenisnya. Setelah
bersih ikan segera didinginkan dengan cara di-es di dalam peti berinsulasi.

B. Preparasi Ikan

1. Pencucian dan penyiangan


Sebelum diasap, ikan dicuci dulu untuk menghilangkan kotoran, sisik-sisik yang lepas dan
lendirnya. Kemudian ikan disiangi dengan cara membelah bagian perut sampai dekat
anus. Kalua ikan berukuran cukup besar, sebaiknya ikan dibelah membentuk kupu-kupu
diambil dagingnya saja atau dibentuk sesuai dengan yang keinginan.

2. Penggaraman
Perendaman dalam larutan garam atau penggaraman mempunyai fungsi diantaranya,
membantu memudahkan pencucian dan penghilangan lender, memberikan cita rasa
produk yang lebih lezat, membantu pengawetan, membantu pengeringan dan
menyebabkan tekstur daging ikan menjadi lebih padat.

Perendaman dalam larutan dilakukan dengan merendam ikan di dalam larutan garam
10-15% dari berat ikan. Setelah digarami, ikan dicuci bersih kembali untuk
membersihkan kotoran yang ada dan mengurangi deposit garam pada permukaan
tubuh ikan , selanjutnya ikan ditiriskan sambil dilakukan pengeringan wawal untuk
mengurangi kandungan air awal.

17
C. Proses Pengasapan

1. Bahan bakar
Bahan yang digunakan antara lain serbuk gergaji, serutan kayu, tempurung serabut
kelapa dan sebagainya asalkan berasal dair jenis kayu keras yang tidak banyak
mengandung resin atau getah atau damar.

Kayu yang banyak getah akan menyebabkan cita rasa ikan asap menjadi tidak enak, getir,
pahit dan mutu rendah. Agar asapnya banyak, hendaknya bahan bakar tidak terlalu
kering dan berukuran kecil. Sebaiknya gunakan kayu yang bersih, tidak berjamur, tidak
terkena bahan pengawet.

2. Penggantungan dan penyusunan ikan


Ikan yang sudah tiris disusun di dalam alat pengasap. Cara penyusunan ikan ini, misalnya
mendatar diatas rak, akan menentukan ikan asap yang dihasilkan. Cara penyusunan lain
yang lebih baik adalah ikan digantung. Misalnya menggunakan kait yang digantungkan
pada rak-rak di dalam ruang.

Ikan digantung pada kait dengan cara menusukkan kait ke mata ikan atau ke pangkal
kepala. Cara lain adalah ikan diikat dengan tali lalu digantungkan pada kait, dengan cara
penggantungan ini pengasapan dapat merata ke seluruh permukaan tubuh ikan,
termasuk bagian dalamnya.

3. Pengasapan
Pengasapan dapat dilakukan dengan pengasapan dingin atau pengasapan panas. Di
Indonesia dan negara tropis lainnya pengasapan dingin dilakukan pada suhu 35-50ºC.
Pengendaliannya cukup sulit, pengasapan dingin dengan cara pengasapan tidak langsung
mungkin lebih cocok yaitu tungku ditempatkan terpisah dari ruang pengasap sehingga
panas yang masuk ke dalam ruang pengasapan dapat dikurangi.

Cara yang lazim dilakukan adalah pengasapan panas, yaitu pada suhu 40-100ºC, bahkan
ada yang mencapai 120ºC. Pengasapan panas ini pada dasarnya teridir dari tiga tahapan.
Tahap pertama merupakan tahap pengeringan awal yang berlangsung sedikit di atas
suhu ruang. Tahap kedua merupakan tahap pematangan pertama, sedangkan tahap
ketiga merupakan pematangan akhir.

Perlu diperhatikan bahwa sebaiknya tidak mengasap ikan secara langsung pada suhu
tinggi sebab daging ikan akan cepat matang, tetapi teksturnya masih lunak. Akibatnya
pengeringan berjalan lambat dan ikan mudah patah.

18
a. Pada tahap pertama diusahakan suhu pengasapan cukup rendah sekitar 30-35ºC dna
hanya untuk menguapkan sebagian air pada permukaan ikan. Asapnya dibuat tebal
dna ventilasi udara masuk 50-75% sehingga asap dapat menyebar ke suluruh bagian
ikan. Berlangsung cukup dlama 30-60 menit tergantung jenis ikan, ukuran,
kandungan lemak dan produk yang diinginkan.

b. Pada tahap kedua, perlahan suhu dinaikkan menjadi 50ºC dan bukaan ventilasi udara
masuk dikurangi sampai sekitar 25% saja. Setelah 30-45 menit jumlah asap dikurangi
sampai cukup tipis dan mengalir lancar dari ruang pengasap. Ikan perlu dibalik atau
diputar agar asap dan kematangan ikan merata.

c. Pada tahap ketiga, suhu dinaikkan perlahan menjadi 80ºC dan bukaan ventilasi
dikurangi setelah asap mengalir lancar ke luar ruangan pengasapan. Tahap ini
dilakukan sampai ikan cukup matang.

Lama waktu pengasapan ditentukan oleh jenis ikan, ukuran ikan dan kandungan lemak
serta produk yang diinginkan. Untuk ikan-ikan yang berukuran besar biasanya
memerlukan waktu 30-60 menit lebih lama dari ikan berukuran kecil.

D. Penyimpanan
Tingkat keawetan ikan asap sangat ditentukan oleh jumlah garam dan asap yang ada,
tingkat kekeringan dan suhu penyimpanan.
Ikan asap berlemak yang disimpan pada suhu 3ºC masih tetap baik kondisinya disimpan
dalam 6 hari. Ikan asap berdaging putih (ikan berlemak rendah) dapat tahan dalam 8
hari.

Dengan suhu penyimpanan makin tinggi, daya awet ikan asap semakin turun. Pada
penyimpanan suhu 10ºC daya awet ikan asap hanya 2-4 hari untuk ikan berlemak dan 4-
5 hari untuk ikan berlemak rendah.

Ikan asap dapat disimpan beku (-30ºC) dan tahan hingga 6 bulan tetapi jika disimpan
beku tekstur ikan asap berlemak tinggi akan menjadi lembek setelah dilelehkan. Maka
suhu ideal untuk penyimpanan ikan asap sekitar -2º sampai 0ºC.

Pengasapan beberapa produk perikanan

Ada banyak jenis ikan yang biasa diasap,mulai dari ikan air tawar hingga ikan air laut, mulai
bandeng hingga tongkol atau cakalang atau bahkan tuna. Prinsip dasar pengolahannya tidak
19
jauh berbeda meskipun beberapa komoditas ikan asap memerlukan cara pengasapan dan
pengolahan yang khas. Berikut ini disajikan beberapa pengasapan ikan

A. Pengasapan Bandeng
Untuk konsumsi manusia –dikonsumsi segar- biasanya digunakan bandeng berukuran lebih
besar, size 4 atau yang lebih besar. Demikian pula, bandeng yang diolah menjadi pindang,
presto, atau bandeng asap. Salah satu cara pengolahan bandeng yang cukup populer adalah
pengasapan. Cara dan peralatan yang digunakan sederhana, sama seperti mengasap ikan
pada umumnya.

1. Persyaratan dan Penanganan Bandeng Segar


Syarat bandeng yang akan diasap harus bermutu prima dan sebaiknya berukuran besar,
yaitu di atas size 5 atau lebuh besar. Bandeng yang masih segar tampak cemerlang,
mengkilap keperakan, bersih, mata cerah, putih, dan jernih, insang merah tidak berlendir
atau sedikit berlendir, daging pejal, lentur, dan jika ditekan cepat pulih. Baunya segar
atau sedikit agak amis.
Sebelum diasap, bandeng dicuci untuk menghilangkan lumpur dan kotoran lain. Setelah
itu, bandeng disiangi dengan cara membelah perutnya sampai dekat anus ataua dibelah
sampai membentuk kupu-kupu. Isi perut, lapisan hitam yang menempel pada dinding
dalam perut, dan insang dibuang. Jika diperlukan, kepala dapat dipotong dan bandeng
dicuci sampai bersih.
Sementara itu siapkan larutan garam 20-25%. Sebaiknya digunakan garam bersih dan
kemurniannya tinggi. Garam dilarutkan dalam air bersih dan diaduk sampai larut.
Larutan garam ini diendapkan paling tidak selama enak jam agar semua kotoran yang
berat dapat mengendap, sedangkan kotoran ringan mengapung di permukaan. Bagian
yang bersih diambil dan disaring dengan kain saring. Bandeng lalu direndam dalam
larutan garam sekitar 30 menit sambil dibersihkan sisa-sisa darah dan lendir yang ada.
Kemudian bandeng diangkat dan disiram air untuk menghilangkan kotoran pada
permukaan ikan dan mengurangi deposit kristal garam.

2. Penggantungan bandeng dalam ruang pengasap


Setelah direndam, bandeng segera disusun dengan cara digantung pada batang-batang
besi pengasap lalu ditiriskan agar kilapnya terbentuk dengan baik. Jika ikan tidak segera
digantung dan ditiriskan makan proses pembentukan kilap terlanjur mulai berlangsung

20
dalam keadaan ikan tertumpuk. Akibatnya, proses pengeringan awal tidak berjalan
denganbaik dan menyebabkan ikan kurang mengkilap.
3. Proses pengasapan
Alat pengasap disiapkan dan bandeng yang sudah digantnung disusun di dalam ruang
pengasap. Kemudian bahan bakar dinyalakan dengan arah. Sebaiknya tidak
mennyalakan api dengan minyak atau bensin karena dapat mempengaruhi bau. Setelah
api dan asap terbentuk, pintu ruang pengasap ditutup rapat.
Pengasapan dilakukan dalam 3 tahap.
a. Tahap pertama, bandeng diasap dengan asap tebal dan suhu diatur sekitar 30-35◦ C
selam 30-60 menit. Ventilasi pada tungku dibuka cukup lebar, sampai 50-75%.
b. Tahap kedua, suhu dinaikkan perlahan samapi mencapai 55-60◦ C. Pengasapan tahap
kedua ini dilakukan selama 2-4 jam.
c. Tahap ketiga, api diperbesar sehingga asap menjadi tipis dan suhunya diatur 75-
80◦C. Pengasapan tahap ketiga ini dilakukan selama 2 jam. Biasanya, setelah 5-7 jam
pengasapan ini berlangsung, bandeng menjadi berbau asap agak tajam, warna
cokelat mengkilap, cukup kering, tekstur pejal, dan daging pun sudah matang.

4. Pengemasan dan penyimpanan


Setelah selesai diasap, bandeng diangkat dari pengasap lalu ditempatkan dan dibiarkan
di dalam ruangan bersih sampai suhu bandeng sama dengan suhu ruang. Setelah itu,
bandeng disortasi berdasarkan ukuran dan mutu, kemudian dikemas dan dipak.
Jika disimpan pada suhu ruang, bandeng asap tahan hingga 2-3 hari atau lebih lama
tanpa perubahan yang berarti, sedangkan pada ruang dingin ( 10◦ C ) sampai 7 hari pun
bandeng asap masih cukup bagus. Kerusakan yang timbul berupa lendir di permukaan
tubuh bandeng dan biasanya diikuti oleh tumbuhnya jamur.
Diagram alir pengasapan bandeng

21
B. Pengasapan Cumi-cumi Bumbu
Seperti pengasapan ikan yang lain, syarat utama dalam pengasapan cumi-cumi adalah
bahan mentah segar yang bermutu prima, tidak rusak fisik, dan sebaiknya berukuran cukup
besar.
1. Penyiapan bahan mentah
Agar tidak cepat rusak, cumi dapat disimpan dalam es dengan perbandingan 1:1 sampai
1:3 dalam peti berinsulasi atau cold box. Setelah siap diasap, cumi dibersihkan dan
disiangi. Kepala, isi perut, kantong tinta-pembuangan kantong tinta perlu hati-hati-
tulang belakang, dan sirip-sirip cumi dihilangka. Kemudian cui dicuci bersih dan
dikelupas kulitnya.
Untuk mempermudah pengelupasan kulit, cumi direndam selama 10-20 menit dalam air
hangat 40-50◦C sambil diaduk perlahan. Kulit cumi dengan sendirinya akan hancur akibat
aktivitas enzimatis yang dipercepat oleh suhu tersebut. Setelah kulit terkelupas, cumi
dicuci kembali dan direbus pada suhu 80-90◦C untuk memantapkan struktur daging
cumi. Perebusan tidak perlu terlalu lama, cukup 2-3 menit saja, lalu cumi diangkat dan
ditiriskan.
Cumi rebus dibumbui dengan bumbu yang sudah disiapkan lebih dulu, yaitu garam 5-6%
dan gula 20-25% dari berat/cumi yang akan diasap. Jenis dan jumlah bumbu dapat
disesuaikan dengan permintaan, tetapi sebaiknya dihindari penggunaan vetsin. Cumi
disusun diwadah kedap air lapis demi lapis berselang-seling antara cumi dan bumbu.

22
Setelah dibumbui, dari daging cumi biasanya keluar cairan yang menyebabkan cumi
terangkat ke permukaan. Agar cumi tetap dapat terendam bumbu, di bagian atas tutup
wadah diberi pemberat.

2. Proses Pengasapan
Setelah bumbu meresap. Cumi diangkat dan segera ditiriskan dengan cara digantungkan
di dalam ruang pengasap. Seperti pada pengasapan bandeng, pengasapan cumi juga
dilakukan dalam tiga tahap.
a. Pada tahap pertama, cumi diasap dengan suhu rendah (35◦C) dengan asap tebal
selama 30-60 menit.
b. Tahap kedua, suhu dinaikkan perlahan sampai 50-60◦C dan cumi diasap dengan agak
tebal.
c. Tahap ketiga, setahap demi setahap suhu dinaikkan sampai suhu akhir 70-80◦C.
Penaikan suhu ini dengan sendirinya akan mengurangi jumlah asap yang dihasilkan
sehingga pengasapan berjalan dengan asap tipis. Total lama pengasapan diperkirakan
sekitar 9 jam terhitung sejak pengasapan dimulai.
Setelah pengasapan selesai, cumi dipotong atau diiris melintang setebal 1-2 cm
membentuk cinci. Cincin cumi asap ini lalu dibumbui lagi dengan bumbu yang sama
( garam 2,5-3% dan gula 10% dari berat awal cumi) kemudian ditambahkan air sekitar
1,5% dari berat cumi awal. Cumi dan bumbu lalu diaduk merata. Setelah itu cumi asap
yang telah dimbumbi ini dikeringkan atau dipanaskan di aras api agar bumbu kering
dan melekat. Selanjutnya cumi dikemas.

23
C. Pengolahan Ikan Kayu ( Katsu-bushi )
Salah satu produk ikan asap yang sangat istimewa, terutama di Jepang adalah ikan kayu.
Produk ini sebenarnya merupakan ikan asap yang diolah secara khusus dari jenis ikan
yang khusus pula, yaitu cakalang atau jenis tuna tertentu seperti tuna pantai dan bonito.
Pengolahan ikan kayu ini mungkin termasuk cara pengolahan yang membutuhkan waktu
paling lama.
Apabila katsuo-bushi dibuat dari cakalang kecil – kurang dari 2,25 kg – disebut kame
bushi, sedangkan bila diolah dari cakalang besar- lebih dari 2,25 kg – disebut hon-bushi.
Hon-bushi sendiri ada bermacam-macam. Hon-bushi dari loin bagian punggung disebut
male-bushi,sedangkan hon-bushi dari loin perut disebut female-bushi.

1. Bahan baku dan penyiapan bahan


Ikan yang diolah menjadi ikan kayu dipersyaratkan benar-benar segar,tidak rusak fisik,
dan mengandung kadar lemak tidak lebih dari 3%. Jika persediaan ikan cukup banyak
sehingga perlu disimpan dullu, ikan dapat disimpang dengan cara di es atau dibekukan.

24
Ikan yang akan diasap disiangi dan dipotong kepalanya lalu dinding perut dibelah hingga
anus, isi perut dibuang dan daging di fillet membentuk loin memanjang, sedangkan
tulangnya dibuang. Cakalang kecil (kurang dari 2,25 kg ) difilet menjadi 2 loin, dan
cakalan besar ( lebih dari 2,25 kg ) menjadi 4 loin. Kalau ikannya cukup kecil tidak perlu
dibuat fillet, tetapi tulangnya dibuang. Kemudian fillet dicuci bersih.

2. Perebusan
Loin-loin tadi diatur di atas rak-rak perebusan yang dirancang khusus untuk perebusan
sekaligus untuk pengasapan. Loin diletakkan dengan cara khusus, tergantung loinnya.
Loin untuk hon-bushi diletakkan dengan bagian daging menghadap ke bawah,
sedangkan loin untuk kame-bushi diletakkan dengan bagian kulit menghadap ke bawah.
Loin yang sudah disusun di rak lalu direbus dengan air tawar selama 60-80 menit ( ikan
besar ) atau 40-50 menit ( ikan kecil ) dan suhu perebusan diatur 80-85◦C. Hal ini
dilakukan jika ikan benar-benar segar. Apabila ikan mulai kurang segar, suhu perebusan
sedikit lebih tinggi, yaitu 90-95◦C. Suhu perebusan dipertahankan agar tidak lebih dari
suhu ini karena dapat menyebabkan daging retak dan menghasilkan produk yang kurang
baik.

3. Pembuangan tulang kecil


Selesai perebusan, rak perebus diangkat lalu didinginkan pada suhu ruang. Sambil
didinginkan,tulang-tulang kecil pada loin diambil dengan pinset dan loin dicuci hati-hati
untuk menghilangkan lemak di permukaan daging. Untuk loin yang akan dibuat kame-
bushi dan female-bushi, sekitar 2/3 bagian kulit mulai dari arah kepala dihilangkan dan
1/3 bagian sisanya di bagian ekor dibiarkan. Dengan penghilangan kulit ini, loin tidak
melengkung.

4. Pengasapan I dan penambalan


Setelah bersih dan dingin, loin diasap selama 30 menit - 40 menit dengan bagian daging
menghadap ke bawah dan suhu diatur sekitar 85◦C. Kemudian ikan dibalik dan diasap
lagi selama 30-40 menit. Pengasapan dihentikan jika loin sudah cukup kuning atau
cokelat kekuningan dan bau asap cukup tajam.
Sering kali, loin yang diperoleh retak atau pecah akibat oerebusan yang kadang-kadang
terlalu tinggi suhunya. Retak atau pecahnya loin ini tidak diinginkan. Untuk
mengatasinya, loin yang sudah terlanjur pecah atau retak ditambal. Caranya, dibuat
pasta dulu dari daging loin yang sama. Pasta ini ditambalkan ke bagian yang retak/pecah

25
sampai halus dan rata. Agar tambalan cukup kuat, bagian yang ditambal ditutup kertas
keras (kertas minyak) dan dibuka setelah tambalan cukup kuat.

5. Pengasapan II
Setelah tambalan cukup kuat dan kering, pengasapan dilanjutkan selama 1 jam pada
suhu 80-85◦C. Setelah selesai, loin asap didiamkan semalam di ruang terbuka yang
bersih sampai dingin. Setelah dingin-keesokan harinya- loin diasap lagi dengan kondisi
yang sama. Agar hasilnya bermutu tinggi dan rasanya lebih baik, suhu pengasapan
diturunkan sedikit sampai 77-80◦C. Kemudian loin asap didinginkan lagi semalam dan
diasap kembali keesok harinya dengan kondisi yang sama. Demikian seterusnya,
pengasapan diulang-ulang sampai 7-15 kali atau sampai loin menjadi keras seperti kayu.
Untuk kame-bushi, pengasapan ini biasanya diulang sampai 7-8 kali dan hon-bushi
sampai 12-15 kali. Loin asap yang sudah diasap sampai keras ini disebut ara-bushi.

6. Pengeringan dan penyerutan


Ara-bushi, loin asap yang keras seperti kayu, dijemur sampai kering. Terpaan panas
matahari langsung yang terlalu terik sebaiknya dihindari. Ara-bushi dari loin punggung
dikeringkan hingga derajat kekeringan 40%.
Setelah dikeringkan, loin asap kering dimasukkan ke dalam peti kayu dan dibiarkan 3-4
hari teksturnya menjadi lunak kembali. Seluruh permukaan loin lalu diserut atau
diratakan dengan pisau serut maupun penyerut khusus sehingga rapi dan permukaan
halus. Bentuk dan kehalusan permukaan ini sangat penting. Hasilnya sangat ditentukan
oleh keahlian dan keterampilan dalam menyerut.
Setelah rata dan rapi, loin yang sudah halus dijemur lagi sampai kering. Pengeringan dan
penyerutan dapat diulang sampai hasilnya benar-benar kering dan mulus.

7. Penjamuran
Setelah kering benar, loin yang sudah mulus dijamurkan. Caranya, loin dimasukkan ke
dala peti dan diatur berjajar atau bersilangan sampai peti terisi penuh dan ditutup
rapat. Penyusunan loin diusahakan agar sesedikit mungkin udara yang tersisa di dalam
peti. Loin dibiarkan di dalam peti 7-8 hari, suhu diatur sekitar 25-35◦C dan Rh 85-90%.
Selama penyimpanan ini loin ditumbuhi jamur. Jamur yang pertama tumbuh biasanya
Penicillium sp.
Loin tersebut tetap dibiarkan di dalam peti sampai seluruh permukaannya ditumbuhi
jamur merata. Agar jamur merata ke seluruh loin, susunan loin di dalam peti diubah-

26
ubah setiap hari sampai seluruh permukaan loin dipenuhi jamur. Setelah penjamuran
selesai, loin dikering-anginkan sekitar 1 jam di tempat teduh lalu dijemur.
Tahap berikutnya, jamur di permukaan loin dihilangkan dengan cara disikat sampai
bersih. Setelah bersih, loin dijamurkan untuk kedua kalinya dengan cara ditempatkan di
dalam peti kayu lagi, tetapi sebaiknya digunakan peti kayu lain yang tidak digunakan
untuk penjamuran pertama. Pada penjamuran kedua jamur ini jamur akan tumbuh
dengan baik setelah 12-13 hari. Proses penjamuran ini diulang-ulang kembali hingga 3-5
kali. Sesuai dengan tahapan penjamuran tersebut, warna jamur akan berubah dari
berwarna hijau kebiruan menjadi hijau abu-abu sampai abu-abu. Loin yang ditumbuhi
jamur pada tahap ini disebut honkare-kabi.
Jika pada loin ditemukan jenis jamur yang tidak diinginkan, jamur pencemar ini harus
dihilangkan dengan cara sterilisasi. Caranya gampang saja, loin dijemur atau sedikit
dipanggang di atas api. Sebaliknya, jika ternyata dari proses tersebut jamur tidak
tumbuh, inokulasi jamur dari jenis-jenis jamur tertentu perlu dilakukan, yaitu dengan
menyemprotkan suspensi spora jamur dalam akuades steril.
Dengan penjamuran ini akan diperoleh ikan-kayu dengan cita rasa yang khas yang
terutama diperoleh dari hasil penguraian protein dan lemak oleh jamur. Jenis-jenis
jamur yang paling baik untuk digunakan dalam pembuatan ikan kayu adalah Aspergilllus
glaucus, A. Glauces vas. Minimus, A. Gymnodardae, A. Melleus, Penicillium glaucum.
Mutu ikan kayu biasanya ditentukan oleh sifat-sifat sensorisnya, yaitu ukuran,
penampakan, warna, dan kecemerlangan, aroma dan rasa, jamur yang tumbuh, kondisi
penambalan, dan warna air hasil ekstrasi (rebusan) ketika diolah kembali. Kadar
air,lemak, dan adanya kerusakan akibat serangan serangga juga ikut menentukan
mutunya.

Mutu, Sanitasi Dan Higienis ikan asap.

27
A. Kriteria mutu sensoris ikan asap

1. Penampakan :
o Permukaan ikan asap cerah, cemerlang dan mengkilap
o Tidak tampak darah mongering dan sisa isi perut
o Tidak tampak adanya jamur atau lendir
2. Warna :
o Cokelat keemasan, cokelat kekuningan atau agak gelap
o Warna tersebar merata
o Warna kemerahan sekitar tulang dan gelap sekitar perut maka ikan asap bermutu
rendah
3. Bau :
o Bau asap lembut sampai cukup tajam
o Tidak tengik dan busuk
o Tidak bau asam
4. Rasa :
o Enak, lezat, lembut
o Tidak terasa getir atau pahit
5. Tekstur :
o Tekstur kompak, cukup elastik dan tidak keras
o Tidak lembek, rapuh dan lengket
o Kulit ikan tidak mudah terkelupas dari dagingnya

B. Sanitasi dan higeana

1. Saluran pembuangan harus selalu lancar


2. Membatasi kesempatan bagi lalat, serangga lain untuk masuk ke ruang pengolahan
3. Sisa-sisa ikan seperti duri,kepala,isi perut dan sisik ditempatkan dalam wadah tertutup
dan dibuang setiap hari
4. Tangki garam atau perendaman ikan dikosongkan jika tidak digunakan dan dibersihkan
dengan desinfektan yang cocok
5. Alat pengasap dibersihkan secara periodik, termasuk tar yang menempel pada ruang
pengasap

28
Daftar Pustaka
Soeharto, I., 1991. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: PT. MELTON PUTRA.

Wibowo, S., 1996. Industri Pengasapan Ikan. Jakarta: PT. Penebar Swadaya.

29

Anda mungkin juga menyukai