Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN AKTIVITAS (MOBILISASI)

A. Mobilisasi dan Imobilisasi


1. Mobilisasi
Menurut Kosier, (1989) kebutuhan aktivitas (mobilisasi) adalah
suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan kegiatan dengan bebas
(Kusyati. dkk, 2013).
Kebutuhan aktivitas (mobilisasi) merupakan kemampuan
seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk
meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya
penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi. Mobilisasi menyebabkan
perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali
fungsi gastrointestinal normal. Kemampuan aktivitas (mobilisasi)
seseorang itu tidak terlepas dari keadekuatan sistem persarafan dan
musculoskeletal. Aktivitas sendiri sebagai suatu energi atau keadaan
bergerak dimana manusia memerlukan hal tersebut agar dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya (Asmadi, 2008).
Latihan merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk
meningkatkan atau memelihara kebugaran tubuh (Ansari, 2011).
2. Imobilisasi
Didefinisikan dalam NANDA (2016) sebagai suatu keadaan
keterbatasan fisik atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan
terarah.
Potter dan Perry (2009) mendefinisikan imobilisasi atau
imobilitas merupakan keadaan seseorang yang tidak dapat secara bebas
bergerak, mengigat kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas).
B. Jenis Mobilisasi dan Imobilisasi
Berdasarkan jenisnya, menurut Hidayat (2008) mobilisasi terbagi atas dua
jenis, yaitu:
1. Mobilisasi penuh
Mobilisasi penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan tidak jelas dan mampu bergerak secara bebas tanpa
adanya gangguan pada bagian tubuh.
2. Mobilisasi sebagian
Mobilisasi sebagian adalah ketidakmampuan sesorang untuk bergerak
secara bebas dan aktif karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik
dan sensorik pada area tubuhnya. Mobilisasi sebagian terbagi atas dua
jenis, yaitu:
a. Mobilisasi sebagian temporer merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang tidak menetap. Hal tersebut
dinamakan sebagian batasan yang bersifat reversible pada system
muskuloskeletal, contohnya: adanya dislokasi pada sendi dan tulang.
b. Mobilisasi sebagian permanen merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap, contohnya:
terjadi kelumpuhan karena stroke, lumpuh karena cedera tulang
belakang, poliomyelitis karena terganggunya system saraf motorik
dan sensorik.
Jenis latihan atau rentang gerak dalam mobilisasi:
1. Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
2. Rentang gerak aktif hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot
serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya
berbaring pasien menggerakkan kakinya.
3. Rentang gerak fungsional berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi
dengan melakukan aktifitas yang diperlukan.
Menurut Potter dan Perry (2009) imobilisasi terbagi atas empat jenis, yaitu:
1. Imobilisasi fisik
Merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan.
2. Imobilisasi intelektual
Merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir.
3. Imobilisasi emosional
Merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara
emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan
diri.
4. Imobilisasi sosial
merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya, sehingga dapat
mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
C. Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi dan Imobilisasi
1. Faktor yang mempengaruhi mobilisasi
Menurut Hidayat (2008) mobilisasi seseorang dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya gaya hidup (perubahan gaya hidup dapat
mempengaruhi kemampuan aktivitas seseorang karena berdampak pada
perilaku kebiasaan sehari-hari), proses penyakit/cidera (proses penyakit
dapat mempengaruhi kemampuan aktivitas karena dapat mempengaruhi
fungsi sistem tubuh), kebudayaan (kemampuan melakukan aktivitas
dapat juga dipengaruhi kebudayaan, contohnya orang yang memiliki
budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan aktivitas yang kuat,
sebaliknya ada orang yang mengalami gangguan aktivitas (sakit) karena
budaya dan adat dilarang beraktivitas), tingkat energi (energi dibutuhkan
untuk melakukan aktivitas) dan usia/status perkembangan (kemampuan
atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan perkembangan usia.
Intolerensi aktivitas/ penurunan kekuatan dan stamina, depresi).
2. Faktor yang mempengaruhi imobilisasi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2003) faktor-faktor yang
mempengaruhi kurangnya pergerakan atau imobilisasi adalah sebagai
berikut:
a. Gangguan muskuloskeletal
Gangguan pada muskuloskletal biasanya dipengaruhi oleh beberapa
keadaan tertentu yang menggangu pergerakan tubuh seseorang
misalnya: osteoporosis, atrofi, kontraktur, kekakuan sendi dan sakit
sendi.
b. Gangguan kardiovaskuler
Beberapa kasus kardiovaskuler yang dapat berpengaruh terhadap
mobilitas fisik seseorang antara lain postural hipotensi, vasodilatasi,
peningkatan valsalva manuver.
c. Ganguan pernapasan
Beberapa keadaan gangguan respirasi yang dapat berpengaruh
terhadap mobilitas seseorang antara lain penurunan gerak
pernapasan, bertambahnya sekresi paru, atelektasis, hipostatis
pneumonia.
d. Penyakit saraf adanya stroke, penyakit parkinson, paralisis dan
gangguan saraf tapi juga menimbulkan gangguan pergerakan dan
mengakibatkan imobilisasi.
D. Efek Imobilisasi
Menurut Hidayat (2008) ada beberapa masalah yang dapat ditimbulkan akibat
imobilisasi, yaitu:
1. Sistem integumen
Immobilisasi yang lama dapat menyebabkan kerusakan integritas kulit,
seperti abrasi dan dekubitus. Hal tersebut disebabkan oleh karena pada
imobilisasi terjadi gesekan, tekanan, jaringan bergeser satu dengan yang
lain, dan penurunan sirkulasi darah pada area yang tertekan, sehingga
terjadi ischemia pada jeringan yang tertekan. Kondisi yang ada dapat
diperburuk lagi dengan adanya infeksi, trauma, kegemukan, berkeringat,
dan nutrisi yang buruk.
2. Sistem kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler juga dipengaruhi oleh imobilisasi. Ada tiga
perubahan utama yaitu hipotensi, ortostatik, peningkatan beban kerja
jantung, dan pembentukan thrombus.
3. Sistem respirasi
Immobilisasi menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan.
Akibat immobilitas, kadar haemoglobin menurun, ekspansi paru
menurun, dan terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses
metabolisme terganggu. Terjadinya penurunan kadar haemoglobin dapat
menyebabkan penurunan aliran oksigen dari alveoli ke jaringan, sehingga
mengakibatkan anemia. Penurunan ekspansi paru dapat terjadi karena
tekanan yang meningkat oleh permukaan paru.
4. Sistem perkemihan
Immobilisasi menyebabkan perubahan pada eliminasi urine. Dalam
kondisi normal urine mengalir dari pelvis renal masuk ke ureter lalu ke
bladder yang disebabkan adanya gaya gravitasi. Namun pada posisi
terlentang, ginjal dan ureter berada pada posisi yang sama sehingga urine
tidak dapat melewati ureter dengan baik (urine menjadi statis). Akibatnya
urin banyak tersimpan dalam pelvis renal. Kondisi ini berpotensi tinggi
untuk menyebabkan terjadinya infeksi saluran kemih.
5. Sistem muskuloskeletal
Immobilisasi menyebabkan penurunan massa otot (atrofi otot) sebagai
akibat dari kecepatan metabolisme yang turun dan kurangnya aktivitas
sehingga mengakibatkan berkurangnya kekuatan otot sampai akhirnya
memburuknya koordinasi pergerakan. Immobilisasi juga dapat
menyebabkan perubahan metabolik pada sistem muskuloskletal sehingga
terjadi hiperkalsemia dan hiperkalsiuria yang kemudain menyebabkan
osteoporosis. Selain terjadi atrofi otot, immobilisasi juga dapat
menyebabkan pemendekan serat otot.
6. Sistem neurosensoris
Dampak terhadap sistem neurosensoris tampak nyata pada pasien
immobilisasi yang dipasang gips akibat fraktur. Pemasangan gips pada
ekstremitas dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan menimbulkan
gangguan syaraf pada bagian distal dari gips. Hal tersebut menyebabkan
pasien tidak dapat menggerakkan bagian anggota tubuh yang distal dari
gips, mengeluh terjadi sensasi yang berlebihan atau berkurang, dan
timbul rasa nyeri yang hebat.
7. Perubahan perilaku
Perubahan prilaku sebagai akibat immobilitas, antara lain timbulnya rasa
bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus
tidur, menurunnya koping mekanisme dan menurunnya perhatian serta
kemampuan terhadap pemeliharaan kebersihan diri.
Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Menurut hidayat (2008), pengkajian pada kebutuhan mobilisasi meliputi:
1. Pengkajian riwayat pasien saat ini, meliputi: alasan pasien yang
menyebabkan terjadinya keluhan/gangguan, tingkat mobilitas dan
imobolitas, daerah terganggunya mobilitas dan imobilitas dan lama
terjadinya gangguan mobilitas.
2. Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan mobilitas seperti adanya riwayat penyakit system
neurologis (cerebro vaskuler, trauma kepala, peningkatan tekanan
intracranial, cedera medulla spinalis, dan lain-lain), riwayat penyakit
sistem kardiovaskuler (infark miokard, gagal jantung kongestif), riwayat
penyakit musculoskeletal (osteoporosis, fraktur, arthritis), riwayat
penyakit system pernafasan (penyakit paru obstruktif menahun,
pneumonia, dan lain-lain), riwayat pemakaian obat-obatan seperti
sedative, hiponotik, depressan system saraf pusat, laksatif, dan lain-lain.
3. Pengkajian terhadap kemampuan mobilitas meliputi kemampuan untuk
miring, duduk, berdiri, bangun dan berpindah secara mandiri.
Batasan Karakteristik
Menurut NANDA (2016), batasan karakteristik hambatan mobilitas di
tempat tidur secara objektif dapat dilihat adanya hambatan kemampuan
bergerak antara posisi duduk lama dan telentang, hambatan kemampuan
bergerak antara posisi telentang dan duduk, hambatan kemampuan bergerak
antara posisi telungkup dan telentang, hambatan kemampuan bergerak untuk
reposisi dirinya sendiri di tempat tidur, hambatan kemampuan untuk miring
kanan dan kiri.
Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk
menilai kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun dan
berpindah tanpa bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah
sebagai berikut:
Tabel 1
Tingkat Aktivitas
Tingkat
aktivitas/ Kategori
mobilitas
Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh/mandiri
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat atau peralatan
Tingkat 2 Memerlukan bantuan dan pengawasan orang lain
Memerlukan bantuan dan pengawasan orang lain dan
Tingkat 3
peralatan atau alat
Semua tergantung dan tidak dapat melakukan atau
Tingkat 4
berpartisipasi dalam perawatan.
Sumber: Potter dan Perry (2009)
Pengkajian mobilisasi pasien berfokus pada rentang gerak, gaya
berjalan, latihan dan toleransi aktivitas serta kesejajaran tubuh. Rentang gerak
merupakan jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada
salah satu dari tiga potongan tubuh: sagittal, frontal, dan transversal tubuh.
Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM) dilakukan pada daerah
seperti kepala (leher spinal servikal), bahu, siku, lengan, jari-tangan, ibu jari,
pergelangan tangan, pinggul, dan kaki (lutut, telapak kaki, jari kaki).
Tabel 2
Pengkajian Rentang Gerak
Derajat
Gerak sendi rentang
normal (°)
Leher
Fleksi: menggerakan dagu menempel ke dada 45
Ekstensi: mengembalikan kepala ke posisi tegak 45
Hiperekstensi: menekuk kepala kebelakang sejauh mungkin 10
Fleksi lateral: memiringkan kepala sejauh mungkin kearah 40-45
bahu
Rotasi: memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan 180
sirkuler
Bahu
Fleksi: menaikkan lengan dari posisi disamping tubuh ke 180
depan ke posisi di atas kepala
Ekstensi: mengembalikan lengan keposisi disamping tubuh 180
Hiperekstensi: mengembalikan lengan hingga kebelakang 45-60
tubuh, siku tetap lurus
Abduksi: gerakan lengan ke lateral dari posisi samping ke 180
atas kepala, telapak tangan menghadap keposisi yang paling
jauh
Adduksi: menurunkan lengan ke samping dan menyilang 320
tubuh sejauh mungkin
Siku
Fleksi: angkat lengan bawah kea rah depan dan kearah atas
menuju bahu 150
Ekstensi: meluruskan siku dengan menurunkan lengan
Pergelangan Tangan
Fleksi: tekuk jari-jari tangan kea rah bagian dalam lengan 80-90
bawah
Ekstensi: luruskan pergelangan tangan dari posisi fleksi 80-90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan kea rah belakang sejauh 70-90
mungkin.
Abduksi: tekuk pergelangan tangan ke sisi ibu jari ketika 0-20
telapak tangan menghadap ke atas
Adduksi: tekuk pergelangan tangan kearah kelingking, 30-50
telapak tangan menghadap keatas
Tangan dan Jari
Fleksi: buat kepalan tangan 90
Ekstensi: luruskan jari 90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan kebelakang sejauh 30
mungkin
Abduksi: kembangkan jari tangan 20
Adduksi: rapatkan jari-jari tangan dari posisi adduksi 20
Pinggul
Fleksi: menggerakan tungkai ke depan dan keatas 90-120
Ekstensi: menggerakan kembali kesamping tungkai yang 90-120
lain
Hiperekstensi: menggerakan tungkai ke belakang tubuh 30-50
Abduksi: menggerakan tungkai ke samping menjauhi tubuh 30-50
Adduksi: menggerakan tungkai kembali ke posisi medial dan 30-50
melebihi jika mungkin
Lutut
Fleksi: menggerakkan tumit kearah belakang paha 120-130
Ekstensi: mengembalikan tungkai ke lantai 120-130
Mata Kaki
Dorsofleksi: menggerakan kaki sehingga jari-jari kaki 20-30
menekuk keatas
Plantarfleksi: menggerakan kaki sehingga jari-jari kaki 45-50
menekuk ke bawah
Jari-jari Kaki
Fleksi: melengkungkan jari-jari ke bawah 30-60
Ekstensi: meluruskan jari-jari kaki 30-60
Abduksi: mereggangkan jari-jari kaki satu dengan yang lain ≤15
Adduksi: merapatkan kembali bersama-sama ≤15
Sumber: Potter dan Perry (2009)
Pengkajian terhadap intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan
perubahan pada sistem pernafasan anatara lain, suara nafas, cek analisa gas
darah, gerakan dinding thoraks, adanya mucus, adanaya nyeri saat respirasi.
Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan perubahan system
kardiovaskuler seperti nadi, tekanan darah, gangguan sirkulasi perifer, adanya
thrombus serta perubahan tanda-tanda vital selama melakukan aktivitas dan
perubahan posisi. Pengkajian terhadap kekuatan otot, untuk menentukan
derajat kekuatan otot sebagai berikut:
Tabel 3
Derajat Kekuatan Otot
Presentase
Skala Kekuatan Karakteristik
Normal (%)
0 0 Paralisis sempurna
Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat
1 10
dipalpasi atau dilihat
Gerakan otot penuh melawan gravitasi,
2 25
dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
Gerakan penuh yang normal melawan
4 75
gravitasi dan melawan tahanan minimal
Gerakan penuh yang normal melawan
5 100
gravitasi dan melawan tahanan maksimal
Sumber: Potter dan Perry (2009)
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan adanya gangguan
mobilitas dan imobilitas antara lain, perubahan perilaku, meningkatnya
emosi, perubahan dalam koping mekanisme dan lain-lain. Data dasar
pengkajian pasien dengan gangguan mobilisasi antara lain: aktivitas/istirahat,
sirkulasi, neurosensori, nyeri/kenyamanan, gangguan pergerakan dan
pemeriksaan fisik.
B. Diagnosa Keperawatan
Mengacu pada NANDA (2016), masalah yang dapat muncul pada masalah
kebutuhan dasar aktivitas (mobilisasi)/istirahat adalah:
1. Hambatan mobilitas di tempat tidur berhubungan dengan nyeri.
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan imobilisasi.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik.
C. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa 1
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
Domain 4 : Aktivitas/istirahat
Kelas 2 : Aktivitas/olahraga
NOC:
a. Pergerakan (0208)
b. Koordinasi pergerakan (0212)
c. Pergerakan sendi: lutut (0217)
d. Pergerakan sendi: pergelangan kaki (0213)
Dengan dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
adanya posisi tubuh berinisiatif sendiri dan adanya koordinasi pergerakan
dengan indikator:
a. (021205) Kontrol gerakan (4)
b. (021209) Gerakan kearah yang diinginkan (4)
c. (021701) Ekstensi 0 derajat (4)
d. (021702) Fleksi 130 derajat (4)
e. (021301) Dorsal fleksi 20 derajat (4)
f. (021302) Plantar fleksi 45 derajat (4)
g. (021303) Inversi 30 derajat (4)
h. (021304) Eversi 20 derajat (4)
i. (021305) Rotasi (4)
NIC:
a. Observasi tanda-tanda vital.
b. Observasi tingkat mobilitas klien secara terus-menerus.
c. Kaji kekuatan otot dan mobilitas sendi (rentang pergerakan).
d. Berikan terapi latihan mobilitas (pergerakan) sendi lutut dan
pergelangan kaki.
e. Jelaskan pada pasien atau keluarga manfaat dan tujuan melakukan
latihan sendi yang teratur sesuai kadar nyeri yang bisa ditoleransi.
f. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik dalam mengembangkan dan
menerapkan sebuah program latihan.
2. Diagnosa 2
Gangguan pola tidur berhubungan dengan imobilisasi.
Domain 4 : Aktivitas/istirahat
Kelas 1 : Tidur/istirahat
NOC:
a. Tidur (0004)
Dengan dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
pola tidur klien tidak terganggu dengan indikator:
a. (000403) Pola tidur (5)
b. (000402) Jam tidur yang diobservasi (5)
c. (000408) Perasaan segar setelah tidur (5)
d. (000410) Mudah bangun pada saat yang tepat (5)
NIC:
a. Monitor pola tidur klien, jam tidur dan catat hubungan faktor-faktor
fisik.
b. Berikan terapi musik sebagai pengantar tidur.
c. Ajarkan terapi relaksasi sebelum tidur.
d. Jelaskan kepada keluarga pentingnya manajemen lingkungan;
kenyamanan.
e. Jelaskan kepada klien dan keluarga pentingnya tidur yang adekuat
selama sakit.
f. Diskusikan dengan dokter atau petugas lainnya tentang perlunya
meninjau kembali program pengobatan jika berpengaruh pada pola
tidur.
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan dan Aplikasi Kebutuhan Dasar


Klien. Jakarta: Salemba Medika
Ed. Herdman T.H and Komitsuru S. (2016). Nanda International Nursing
Diagnosis, Definition and Clasification 2015-2017. Jakarta: EGC
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2008). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi
Konsep dan Proses Keperawatan Buku 1. Jakarta: Salemba Medika
Kusyati Eni, dkk. (2013). Keterampilan & Prosedur Laboratorium Keperawatan
Dasar. Edisi 2. Jakarta: EGC
Potter & Perry. (2009). Buku Ajar Fundamental Keperawatn Konsep, Proses dan
Praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC
Tarwoto & Wartonah. (2003). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai