Anda di halaman 1dari 6

DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH 13.04.

02
A. RUMAH SAKIT TK. IV 13.07.01 WIRABUANA

SURAT KEPUTUSAN KEPALA RUMAH SAKIT TK. IV 13.07.01 WIRABUANA


NOMOR : SKEP / / /
TENTANG

KEBIJAKAN PELAYANAN SEDASI


DI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT WIRABUANAN PALU

Menimbang : a. bahwa agar pelayanan sedasi dapat terlaksana dengan baik,


perlu adanya kebijakan Direktur Rumah Sakit sebagai landasan
bagi penyelenggaraan pelayanan sedasi di Rumah sakit ;
b. bahwa sehubungan dengan yang dimaksud pada huruf a di atas,
maka perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur Rumah Sakit
;
Mengingat : 1. Udang-Undang Republik Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintah Daerah ;
2. Udang-Undang Republik Nomor 29 Tahun 2007 Tentang
Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai
Ibukota Negara Kesatuan Replubik Indonesia;
3. Udang-Undang Republik Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit;
4. Peraturan Pemerintah Replubik Indonesia nomor 65 Tahun 2005
Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimal;
5. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran;
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
7. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/ Menkes/Per/III/2008 tentang
Rekam Medis;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/ Menkes/Per/III/2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 519/ Menkes/Per/III/2011 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi
Intensif di Rumah Sakit;
11. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 779/Menkes/SK/VIII/2008
tentang Standar Pelayanan Anestesiologi dan Reanimasi di Rumah
Sakit;

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEBIJAKAN PELAYANAN SEDASI DI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT TK.


IV 13.07.01 WIRABUANA
Pertama : Keputusan Kepala Rumah Sakit Tk. IV 13.07.01 Wirabuana tentang
Pelayanan Sedasi di Rumah Sakit.
Kedua : Pelayanan anestesi Rumah Sakit sebagaimana tercantum dalam
lampiran I keputusan ini yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan.
Ketiga : Kriteria pemulihan sebagaimana tercantum dalam lampiran II keputusan
ini yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan.

Keempat : Agar Seluruh Staf Rumah Sakit yang memberikan Pelayanan Sedasi
kepada pasien untuk mengetahui dan melaksanakan ketentuan ini.

Kelima : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Palu,
Pada tanggal

Kepala Rumah Sakit


Tk. IV 13.07.01 Wirabuana

dr. Dudy Kusmartono Sp.B


Mayor Ckm NRP 11010016080375
Lampiran
Keputusan Kepala Rumah Sakit Wirabuana
Nomor :
Tanggal :

KEBIJAKAN PELAYANAN SEDASI


RUMAH SAKIT TK. IV 13.07.01 WIRABUANA

1. Sedasi adalah pemberian obat untuk seorang individu, dalam pengaturan apapun,
untuk tujuan apapun, oleh rute untuk menginduksi kehilangan sebagian atau seluruh
sensasi untuk tujuan melakukan prosedur operasi atau lainnya.
2. Analgesia adalah eliminasi atau pengurangan rasa sakit.
3. Sedasi ringan (Anxiolysis) keadaan terinduksi dimana pasien masih merespon
normal terhadap perintah verbal, meskipun fungsi kognitif dan koordinasi dapat
terganggu. Fungsi ventilasi dan kardiovaskuler tidak terganggu. Pasien tetap sadar
pada stimulus lingkungan tanpa adanya gangguan orientasi orang dan tempat, atau
minimal. Fungsi motorik kasar mungkin sedikit berkurang.
4. Sedasi sedang adalah turunnya kesadaran seseorang oleh pengaruh obat-obatan
dimana pasien masih dapat merespon instruksi verbal ataupun dengan rangsangan
taktil ringan. Tidak dibutuhkan intervensi dalam menjaga jalan napas paten, dan
pernapasan spontan pasien tetap mencukupi. Mungkin terdapat gangguan respons
ventilasi ringan, namun fungsi kardiovaskular biasanya tetap baik. Diperlukan
pengawasan terhadap respons ventilasi dan fungsi kardiovaskuler. Terdapat
gangguan orientasi yang cukup bermakna terhadap lingkungan, dengan gangguan
fungsi motorik kasar ringan hingga sedang.
5. Sedasi dalam adalah turunnya kesadaran seseorang oleh pengaruh obat-obatan
dimana pasien tidak mudah untuk dibangunkan tetapi dapat merespon rangsangan
berulang ataupun rangsangan nyeri fisik yang bermakna. Dapat terjadi gangguan
respons ventilasi sedang. Dibutuhkan intervensi dalam menjaga jalan napas paten
dan pernapasan spontan pasien. Monitoring fungsi pernapasan dan kardiovaskular
harus dilakukan. Terdapat potensi terjadinya penurunan refleks protektif jalan napas
parsial atau komplit, dan fungsi kardiovaskular dapat tertekan. Terdapat gangguan
fungsi motorik kasar sedang disertai hilangnya tonus otot.
6. Hanya dokter yang mendapat privilege untuk melakukan sedasi dalam yang boleh
memberikan dan/ atau menginstruksikan pemberian sedasi dalam.
7. Asisten sedasi adalah perawat yang sudah mendapatkan sertifikasi pelatihan sedasi.
Perawat dapat menjadi asisten sedasi di semua unit di Rumah Sakit .
8. Adapun tujuan dari kebijakan sedasi di Rumah sakit adalah untuk :
a. Memberikan panduan dalam pelayanan anestesi dan sedasi yang menjamin
keselamatan pasien dengan meminimalisasi risiko yang ada.
b. Memastikan adanya suatu proses yang konsisten sehingga sedasi yang dilakukan
dalam suatu pemberian tindakan medis berjalan dengan aman dan efektif.
c. Menetapkan suatu prosedur instruksi, pelaksanaan, dan pemantauan sedasi di
seluruh zrumah sakit.
d. Menjamin kualitas pemberian pelayanan sedasi melalui penetapan kualifikasi
sumber daya manusia yang dapat melakukan pemberian pelayanan sedasi.
9. Perencanaan Pelayanan sedasi di Rumah Sakit membedakan antara populasi
dewasa dan anak.
a. Perencanaan sedasi pada Dewasa
1) Pemberian anestesi lokal kepada pasien dapat diberikan oleh dokter umum,
dokter spesialis, dokter gigi umum dan dokter gigi spesialis yang telah
bersertifikasi.
2) Apabila terdapat pemberian anestesi lokal yang disertai penambahan obat
sedasi, maka pemberiannya harus diberikan dan didampingi oleh Dokter
Spesialis Anestesi. Contoh: untuk poliklinik gigi, injeksi anestesi lokal dapat
dilakukan oleh dokter gigi, namun apabila terdapat penambahan pemberian
obat sedasi yang memberikan efek depresi susunan syaraf pusat, maka dokter
gigi tersebut harus didampingi oleh dokter spesialis anestesi.
Lokasi pemberian sedasi :
 Sedasi Ringan bisa dilakukan diseluruh ruang perawatan, UGD, poliklinik,
poliklinik gigi, ruang tindakan khusus serta persiapan pencitraan diagnostik,
seperti MRI yang dilakukan oleh dokter DPJP.
 Sedasi Sedang dapat dilakukan di ruang tindakan khusus, seperti di UGD,
VK, poliklinik tertentu. Tindakan sedasi sedang tersebut hanya dapat
dilakukan oleh dokter anestesi.
 Sedasi Dalam dapat dilakukan pada ruangan HCU, kamar operasi dan harus
dilakukan oleh Dokter Spesialis Anestesi. Yang menentukan ASA adalah
dokter yang akan melakukan sedasi.
3) Dokter umum di UGD dan Unit intensif yang memiliki kompetensi diberi
kewenangan untuk melakukan sedasi ringan, sedang dan dalam untuk kondisi
life saving.
b. Perencanaan sedasi pada Anak
1) Sedasi pada anak di Rumah Sakit harus dilakukan oleh dokter spesialis
anestesi.
2) Tata laksana pasien secara spesifik ditentukan oleh jenis sedasi yang
dilakukan, dosis obat sedasi, keadaan medis pasien tersebut (diagnosis,
beratnya penyakit), tingkat kedalaman sedasi, dan prosedur yang akan
dilakukan.
3) Karakteristik masing-masing anak (temperamen, keadaan psikologis,
pengalaman sedasi sebelumnya, klasifikasi ASA, dll) penting dalam
menentukan tingkat kedalaman sedasi yang diinginkan dan obat sedasi yang
akan digunakan.
4) Pasien anak berisiko tinggi yang sedasinya harus dilakukan oleh dokter
anestesi, meliputi:
 Anak berusia kurang dari 2 bulan.
 Anak dengan risiko tinggi aspirasi pada keadaan tanpa sedasi.
 Anak yang tidak mampu mempertahankan patensi jalan napas tanpa
sedasi (kecuali anak yang sedang dalam ventilator).
 Anak dengan masalah/ penyakit sistemik (ASA 3 atau lebih).
 Anak dengan gangguan kardiovaskular atau respirasi.
 Anak dengan gangguan status mental yang membuat penilaian kesadaran,
nyeri, dan respons terhadap obat yang diberikan menjadi sulit.
 Anak pernah mengalami efek samping pada sedasi sebelumnya.
 Anak akan diberikan obat anestesi seperti propofol, etomidat, atau
thiopental, yang dapat membuat anak masuk dalam tahap anestesi.
 Anak sensitif atau alergi terhadap obat sedasi.
10. Pemantauan pasien berkesinambungan selama periode sedasi menggunakan
monitor serta semua kejadian, intervensi dan respon pasien, didokumentasikan
sesuai tingkat sedasi yang dicatat pada catatan anestesi/sedasi, check list pre, intra,
dan post, serta form Observasi pasien.
11. Sebelum melakukan tindakan sedasi, dokter anestesi harus memberikan penjelasan
mengenai tindakan yang akan dilakukan pada pasien dan atau keluarga mengenai
pemilihan tindakan sedasi yang akan dilakukan, resiko, efek samping, kelebihan
dan kelemahan dari tindakan sedasi yang akan digunakan, penggunaan darah,
produk atau komponen darah serta kemungkinan yang akan terjadi pada saat
pemberian sedasi. Pasien/keluarga pasien/penanggung jawab pasien
menandatangani persetujuan khusus (spesial concent) menggunakan formulir
Persetujuan Tindakan Sedasi.

12. Sebelum melakukan tindakan sedasi dilakukan assesmen pra sedasi , antara lain
anamnesis tentang kondisi pasien dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, serta klasifikasi ASA yang didokumentasikan pada lembar
konsultasi di rekam medis pasien.

Pada saat intra sedasi , pasien dengan sedasi ringan, monitoring dilakukan minimal
setiap 15 menit, meliputi monitoring frekuensi jantung dan pernafasan serta tekanan
darah.Sedangkan pada sedasi sedang dan dalam, monitoring dilakukan minimal
setiap 5 menit, mencakup frekuensi jantung dan pernafasan, saturasi oksigen,
tekanan darah, EKG monitor, dan didokumentasikan pada lembar catatan
anestesi/sedasi.
Pada saat Post sedasi, lanjutkan mengobservasi dan memonitor pasien sesuai
tingkat sedasi minimal setiap 15 menit untuk sedasi ringan, dan minimal 5 menit
untuk sedasi sedang dan dalam.
Setelah pasien dipindahkan ke ruang pemulihan, dilakukan pengawasan pasca
sedasi oleh dokter anestesi/asisten sedasi dengan memonitor nadi, pernafasan,
tekanan darah, saturasi O2 dan fungsi kardiovaskuler melalui monitoring irama
jantung (EKG monitor). Monitoring dilakukan setiap 15 menit pada ruang pemulihan
dan pasien tidak boleh ditinggalkan tanpa dijaga, hal tersebut dicatat pada catatan
anestesi/sedasi. Gunakan sistem Aldrette Score dan Steward Score untuk
menentukan apakah pasien sudah boleh pindah ke ruangan, atau sesuai instruksi
dokter anestesi. Total Aldrette score untuk respirasi, saturasi O2, kesadaran,
sirkulasi dan aktivitas yang dianggap sebagai kriteria boleh pindah ruangan adalah
≥ 8 (dewasa). Steward score pada pasien anak meliputi kesadaran, respirasi dan
aktivitas motorik yang dianggap sebagai kriteria boleh pindah ruangan adalah ≥ 5
(anak)
13. Dokter yang bertanggungjawab atas pelayanan sedasi dan perawat
anestesi/perawat terlatih (tim pelayanan sedasi) harus memenuhi kualifikasi
sekurang-kurangnya mengerti :
a. Teknik berbagai modus sedasi.
b. Melakukan monitoring yang tepat.
c. Respon bila terjadi komplikasi.
d. Dapat menggunakan zat-zat reversal obat sedasi.
e. Dapat melakukan bantuan hidup.
14. Pada kondisi khusus seperti pasien dengan gangguan paru menahun atau operasi pada
daerah paru, torakotomi, haus ditambahkan dengan pemantauan End Tidal CO2.
Peralatan resusitasi dan pemantauan pasien harus telah tersedia ditempat dan selama
perpindahan pasien apabila diperlukan. Pastikan trolley emergensi dan defibrilator tersedia
atau berada pada lokasi yang sedekat mungkin dengan area sedasi.
Pada ruangan yang melakukan tindakan sedasi harus memiliki peralatan monitoring pasien
seperti bedside monitor yang memonitor tekanan darah, nadi, pernafasan, saturasi O2.
Serta adanya trolley emergensi, defibrilator, Ambu bag, Laringoskop, Oksigen, Suction dan
peralatan yang lain termasuk alkes.
15. Pengkajian sebelum dilakukan pembiusan : Dokter Spesialis Anestesi wajib melakukan pre
op visit, dalam 24 jam terakhir sebelum dilakukan pemberian sedasi sedang dalam, kecuali
pada operasi cito.
16. Lakukan anamnesis pasien yang mencakup identitas pasien serta identifikasi risiko yang
mungkin timbul akibat pemberian sedasi, seperti

a. Usia pasien
b. Alergi obat
c. Riwayat penyakit beberapa bulan terakhir dan yang bermakna
d. Kelainan kongenital bila ada
e. Riwayat perawatan di rumah sakit, operasi, sedasi/ anestesi sebelumnya
f. Masalah dengan sedasi/ anestesi sebelumnya
g. Obat-obat yang diminum saat ini (termasuk penggunaan obat pengencer darah,
penggunaan opioid dan obat sedasi selama 24 jam terakhir)
h. Waktu makan per oral terakhir

Lakukan pemeriksaan pasien yang mencakup:


a. Berat badan dalam kilogram
b. Penilaian risiko gangguan jalan napas
c. Status pernapasan dan kardiovaskular, termasuk auskultasi jantung dan paru serta
semua temuan fisik lainnya yang bermakna seperti mulut kecil, gemuk, leher pendek,
bibir sumbing, kelainan temporo mandibulari joint.
d. Status ASA
e. Pemeriksaan neurologis singkat dan penentuan tingkat perkembangan termasuk tingkat
kesadaran/ awareness
f. Frekuensi jantung, tekanan darah, frekuensi pernapasan, saturasi oksigen, dan suhu
g. Pengkajian nyeri
h. Tingkat sedasi pada pasien saat ini
17. Petugas yang berkompeten melakukan monitoring (pemantauan) dan mencatat keadaan
pasien. Lakukan pemantauan berkesinambungan selama periode sedasi dengan
menggunakan monitor serta dokumentasikan keadaan pasien sesuai tingkat sedasi.
18. Lanjutkan mengobservasi dan memonitor pasien sesuai tingkat sedasi (setiap 15 menit
untuk sedasi ringan, setiap 5 menit untuk sedasi sedang dan dalam) dan dokumentasikan
dalam rekam medis.
19. Penandaan lokasi tindakan (surgical marking) bila memungkinkan, terutama untuk tindkaan
yang melibatkan kanan/kiri, struktur multiple (misalnya jari tangan atau kaki) atau bertingkat
(misalnya tulang belakang). Gigi tidak memerlukan marking.
20. Melakukan TIME OUT sebagai verifikasi akhir tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien,
sebelum tindakan operasi dilakukan

Kepala Rumah Sakit Tk. IV 13.07.01


Wirabuana

dr. Dudy Kusmartono Sp.B


Mayor Ckm NRP 11010016080375

Anda mungkin juga menyukai