Anda di halaman 1dari 18

Tema Kesedihan Dalam Puisi Al-Kuuliiraa Karya Nazik Al-Malaika

Nurfitri dan Fauzan Muslim

Program Studi Sastra Arab, FIB, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia

Email: nurfitri@ui.ac.id

Abstrak

Nazik al-Malaika merupakan seorang penyair berkebangsaan Irak yang cukup terkenal. Ia menjadi salah
satu tokoh pelopor puisi bebas Arab karena inovasi barunya dalam dunia puisi yang tidak terikat dengan pola
puisi gaya lama. Pada tahun 1947, Mesir mengalami wabah penyakit Kolera yang menewaskan hingga mencapai
ribuan nyawa setiap harinya selama tiga bulan. Kemudian Nazik al-Malaika membuat sebuah puisi yang berjudul
“al-Kuuliiraa”. Puisi ini menggambarkan peristiwa dan mengungkapkan rasa kesedihan yang mendalam atas
penyebaran penyakit kolera. Puisi tersebut menjadi puisi bergaya bebas pertama dalam kesusastraan Arab.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode desktriptif analisis dengan pendekatan objektif.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa puisi ini didominasi oleh tema kesedihan sehingga dapat dikategorikan
kedalam puisi al-ritsa. Tema kesedihan yang terungkap dalam puisi ini adalah kesedihan terhadap kematian yang
disebabkan oleh penyakit kolera.

Sad Theme Poem al-Kuuliiraa by Nazik al-Malaika


Abstract
Nazik al-Malaika is an popular poet from Iraq. She became one of the Arab free poet pioneer in the
world because her poetry is not bounded by the pattern of old-style poetry. In 1947, Egypt experienced a cholera
outbreak that killed thousands of lives every day for three months. Then Nazik al-Malaika makes a poem entitled
"al-Kuuliiraa". This poem depicts events and expresses deep sorrow over the spread of cholera. The poem
became the first free-style poetry in Arabic literature. This research used a method of descriptive analysis
method with an objective approach. This study focused on structural analysis of poetry form and inner structure
of the poetry. The units of analysis include theme verification by expounding component of sad theme, searching
of sad element for determining types of sad as what have been described in the poem of al-Kuuliiraa. This
research concludes that the poem is dominated by the theme of grief that can be categorized into poetry al-Ritsa.
The theme of grief revealed in this poem is sadness of death caused by cholera.

Keywords: Cholera Poem, Sad theme, Nazik al-Malaika

Pendahuluan
Nazik al-Malaika, wanita kelahiran 23 Agustus 1923 ini merupakan anak dari ayah
seorang guru bahasa Arab dan editor ensiklopedia, sedangkan ibunya adalah seorang penulis
artikel dan puisi di koran-koran Irak dengan nama samaran Um Nizar al-Malaika. Ibunya
yang mendorong Nazik untuk membuat puisi sejak umur 7 tahun. Suaminya bernama Abdul
Hadi al-Mahbuba seorang pendiri Universitas Basra di Irak. Nazik al-Malaika adalah seorang
penulis yang berasal dari Irak yang dipandang sebagai pembaharu dunia puisi Arab dan
menjadi penyair modern. Ia menjadi terkenal karena puisinya menjadi pembuka sejarah baru
yang bersajak bebas atau disebut dengan puisi modern.

Tema kesedihan..., Nurfitri, FIB, 2014


Pendidikan yang ditempuh Nazik yaitu ia mengikuti ujian masuk “Profisiensi” dari
Universitas Cambridge. Setelah lulus ujian tersebut Nazik pergi ke Amerika untuk belajar
ilmu Kritik Sastra.1 Nazik belajar selama satu tahun setelah mendapat beasiswa dari Yayasan
Rokcfeller seleksi untuk kuliah kritik sastra di Universitas Princeton, New Jersey.2
Puisi karya Nazik al-Malaika didominasi liriknya yang elegi. Elegi adalah sajak lirik
yang berisi kesedihan dan ratapan kematian seseorang (biasanya orang yang dicintai atau
dikagumi penyair) atau kematian beberapa orang. (Sumardjo. 1991:27). Puisi karya Nazik
juga banyak yang bertema tentang kematian, kesedihan, kekecewaan, putus asa, melankolis,
ratapan, keheningan malam dan rasa duka yang mendalam (Ali Adeeb dalam The New York
Times Book Review, 75:48-49).
Nazik lebih banyak menulis tentang dirinya sendiri karena ia sadar dengan kondisi
psikologisnya. Ia mencoba menunjukkan rasa kegundahan, depresi dan dukacita yang
dialaminya sehingga sangat mempengaruhi karya-karya puisinya. Beberapa sumber
mengatakan Nazik menderita depresi yang begitu dalam. Puisi-puisi kesedihan yang
mendalam penyair ini dimulai ketika ibundanya meninggal.3 Tahun 1953 setelah kematian
ibunya, al-Malaika ingat bahwa ia menangis siang dan malam, sampai kesedihan menjadi
suatu penyakit yang menimpa dirinya.4 Apapun yang ia tulis, di sana selalu ada perasaan
kesedihan (Haywood. 1971: 185). Oleh karena itu, puisi-puisinya dipengaruhi oleh sifat asli
penyairnya yang melankolis dan pesimis.
Nazik juga menerbitkan beberapa puisi, diantaranya : “Shaẓaya wa Ramaad” ( ‫شظاَا‬
‫ الغهاص‬/ “Sparks and Ashes”) tahun 1949. “Qaraarat al-Mawja” (‫ قغاعج الوىجح‬/ “Bottom of the
Wave”) pada tahun 1957. “Syajaratu al-Qamar” (‫ شجغج القوغ‬/ “Tree of the Moon”) pada tahun
1968. "Wa yugayyiru al-waanahu al-bahr” (‫ وَغُغ ألىاًه الثذغ‬/ And the Sea Change His Color”)
pada tahun 1970.5 Karya-karya Nazik telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa seperti
Inggris, Perancis, dan Spanyol.6
Karya sastranya yang mengungkapkan rasa depresi yang dialaminya itu banyak
mendapatkan perhatian dan juga digunakan sebagai bahan studi akademik dan seminar di
berbagai universitas menjadi alasan penulis memilih puisi karya Nazik al-Malaika. Selain itu,

1
http://www.kirjasto.sci.fi , diakses pada hari Kamis, 27 Maret 2014 pukul 12.10
2
http://www.kirjasto.sci.fi , diakses pada hari Kamis, 27 Maret 2014 pukul 12.10
3
www.geocities.ws/elmbsm272/nazikessaystory.html diakses pada tanggal 27 Maret 2014 pukul 13.25
4
http://news.usti.net/home/news/cn/?/world.mideast/2/wed/bj/Aobit-al-malaika.RW1I_HuL.html , diakses pada
tanggal 28 Maret 2014 pukul 14.20
5
http://www.aljadid.com/content/nazik-al-malaika-1923-2007-iraqi-woman’s-journey-changes-map-arabic-
poetry Vols. 13/14, nos. 58/59 (2007/2008) by Al Jadid
6
Altoma, Prof. Salih J. 1997. Nazik Al-Mala’ika Poetry and Its Critical Reception in The West. Arab Studies
Quarterly. Indiana University.

Tema kesedihan..., Nurfitri, FIB, 2014


Nazik al-Malaika juga merupakan sastrawati pada permulaan tahun 40-an M yang berani
merevolusi karya sastra (Boullata, 2007: 28).
Pada 1947 Mesir terserang wabah epidemi kolera.7 Dari radio warga mendengar kabar
tentang orang-orang yang mati akibat penyakit kolera. Jumlah korbannya telah mencapai tiga
ratus jiwa setiap harinya. Penyakit kolera adalah penyakit infeksi saluran usus yang bersifat
akut yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholera. (Adam. 1992: 32). Kemudian Nazik
membuat puisi untuk mengekspresikan tragedi kolera yang telah membunuh ratusan orang
setiap harinya itu. Pada hari Jumat 27 Oktober 1947, ia mendengar jumlah orang yang
meninggal telah mencapai seribu orang setiap harinya.8 Puisi yang dibuatnya itu berjudul al-
Kuuliiraa.
Puisi yang dibuat oleh Nazik al-Malaika ini menceritakan dukacita atau ratapan
manusia atas penderitaan yang dialami oleh korban kolera di Mesir. Beberapa hal peristiwa
yang digambarkan seolah begitu menderita dan membuat korbannya merasa begitu tersiksa.
Mereka menjerit, merintih dan menangis kesakitan karena mereka akan menghadapi
kematian. Begitu banyak korban yang meninggal, begitu pilu keluarga yang ditinggalkan.
Penyakit ini begitu menyiksa, mereka sudah tidak memiliki harapan lagi untuk sembuh.
Mereka hanya bisa pasrah atas apa yang akan terjadi selanjutnya.
Sepengetahuan penulis penelitian yang mendalam terhadap karya puisi al-Kuuliiraa
Nazik al-Malaika belum banyak ditemukan. Penulis memilih puisi `al-Kuuliiraa karena puisi
tersebut merupakan puisi Arab modern pertama yang bersajak bebas (Pierce. 1990: 194 ).
Susunan larik, isi, gaya bahasa dan pemilihan katanya lebih bebas dari puisi Arab klasik
sehingga puisi ini dikategorikan sebagai puisi bebas.
Puisi al-Kuuliiraa ini menjadi salah satu pelopor puisi bebas yang ditulis oleh Nazik
al-Malaika. Puisi karya Nazik al-Malaika telah memberikan kontribusi inovasi puisi Arab
dilihat dari orientasi dan struktur yang digunakan oleh Nazik al Malaika.9 Puisi al-Kuuliiraa
yang diterbitkan pada 1367 H (1947 M) juga menjadi perlopor pertama yang
memperkenalkan puisi bebas (Kamil, 2009:18). Keberhasilannya dalam berpuisi yang
berbeda pada zamannya ini membuat Nazik al-Malaika menjadi salah satu penulis wanita
yang banyak dibicarakan dalam dunia sastra. Alasan penulis mengambil tema ini karena

7
Mesir pernah terjangkit penyakit kolera pada tahun 1863, 1865, 1865, 1883, 1895, 1896, 1902, 1947. Sir Aly
Tewfik Shousha, Pasha, M.D. 1948. Cholera Epidemic in Egypt (1947). Cairo: Under-Secretary of State,
Ministry of Public Health.
8
http://www.onefineart.com/en/artists/nazik_al_malaika/ diakses pada tanggal 27 Maret 2014 pukul 13.30
9
http://english.al-akhbar.com/node/6819 , diakses pada tanggal 28 Maret 2014 pukul 14.10

Tema kesedihan..., Nurfitri, FIB, 2014


penelitian mengenai puisi tema kesedihan masih jarang ditemui sehingga penulis tertarik
untuk membahasnya.
Tema kesedihan dalam dunia kesusastraan Arab merupakan salah satu jenis tema Al-
riṡa. Al-riṡa adalah jenis puisi duka cita yang digunakan untuk mengingat jasa seorang yang
sudah meninggal dunia (Wargadinata, 2008: 97). Puisi Al-riṡa sudah ada sejak masa Jahiliyah
dengan penyair terkenalnya yaitu al-Khansa. Khansa pernah menulis puisi riṡa yang
menceritakan tentang perasaan kehilangan dua orang saudaranya yang bernama Shakhr dan
Muawiyah. Ia menangisi saudaranya itu sampai ia buta (Wargadinata, 2008:140). Al-Khansa
merupakan salah satu penyair wanita Jahiliyah yang karya puisi dan prosanya didominasi
dengan tema kesedihan dan rasa duka cita.
Selain tema puisinya tentang kesedihan, puisi Nazik juga terdapat keunikan. Puisinya
yang bebas namun ia masih menggunakan bahr. Menurut Kamil (2009) jenis puisi Nazik al-
Malaika menggunakan satu taf’ilah (kaki sajak) berdasarkan jenis bahr tertentu yang
memiliki hanya satu taf’ilah, yaitu bahr kamil, ramal, hazaj, rajaz, mutaqarib, khafif, dan
wafir (Kamil, 2009: 17). Namun setelah penulis analisis, puisi al-Kuuliiraa (‫ )الكىلُغا‬ini tidak
terdapat bahr yang dimaksud. Oleh karena itu, puisi al-Kuuliiraa merupakan puisi modern
karena puisi tersebut tidak terikat dengan mantra gaya lama atau aruḍ (wazan/bahr). Puisi al-
Kuuliiraa ini juga tidak dalam bentuk qafiyah (dua baris sejajar) tetapi tersusun ke bawah.
Puisi al-Kuuliiraa yang diterbitkan pada 1367 H (1947 M) juga menjadi perlopor
pertama yang memperkenalkan puisi bebas (Kamil, 2009:18). Puisi karya Nazik al-Malaika
telah memberikan kontribusi inovasi puisi Arab dilihat dari orientasi dan struktur yang
digunakan oleh Nazik al Malaika.10 Puisi yang menceritakan sebuah peristiwa wabah penyakit
yang terjadi di wilayah Afrika ini menjadi daya tarik penulis untuk membahasnya lebih
mendalam.
Bahasan yang akan diuraikan dalam jurnal ilmiah ini yaitu yang pertama akan
memaparkan bentuk puisi al-Kuuliiraa karya Nazik al-Malaika dengan menggunakan teori
analisis struktural yang fokus pada analisa struktur fisik dan batin puisi.

Metode Penelitian
Dalam menganalisis puisi Nazik al-Malaika yaitu puisi berjudul al-Kuuliiraa, metode
yang digunakan penulis adalah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis, yaitu
suatu metode dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta kemudian dilanjutkan dengan analisis

10
http://english.al-akhbar.com/node/6819 , diakses pada tanggal 28 Maret 2014 pukul 14.10

Tema kesedihan..., Nurfitri, FIB, 2014


(Ratna, 2004: 53). Penulis juga menggunakan pendekatan secara objektif yang menekankan
karya sastra sebagai struktur yang sedikit banyaknya bersifat otonom (A. Teeuw, 1984: 154).
Penulis menggunakan pendekatan objektif yang memfokuskan pada karya sastra dengan
menggunakan analisis struktur fisik dan batin puisi karya Nazik al-Malaika.
Selain itu, analisis objektif juga biasa disebut dengan analisis struktural yang
digunakan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, sedetil dan sedalam
mungkin keterkaitan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan
makna menyeluruh. Analisis ini digunakan karena puisi terdiri dari struktur fisik dan batin
yang saling berkaitan.
Penelitian puisi al-Kuuliiraa ini pembahasan dibatasi pada analisa struktur fisik dan
batin puisi. Unsur-unsur fisik puisi yang akan dibahas ialah tipografi, imaji, bunyi, dan bahasa
figuratif. Sementara unsur-unsur batin puisi meliputi tema, perasaan, suasana, dan amanat
yang terkandung dalam puisi tersebut. Selain itu, penulis juga menganalisis pencarian tema
kesedihan dan pencarian unsur tema kesedihan untuk menentukan jenis kesedihan seperti apa
yang diungkapkan dalam puisi tersebut.
Dalam penelitian ini, proses pemerolehan data diperoleh melalui data kepustakaan.
Penulis memanfaatkan berbagai macam pustaka dengan langkah pengumpulan bahan,
pengolahan data, dan analisa data. Penulis memperoleh sumber-sumber data tertulis yang
berkaitan dengan topik dari buku, skripsi, jurnal, laporan hasil penelitian terdahulu, dan
internet. Korpus data yang penulis gunakan, yaitu puisi al-Kuuliiraa (‫ )الكىلُغا‬karya Nazik al-
Malaika yang diperoleh dari website www.adab.com. Website ini merupakan kumpulan puisi-
puisi Arab.

Pembahasan

Teks Puisi al-Kuuliiraa


Berikut merupakan puisi yang berjudul Al-Kuuliiraa ‫ الكىلُغا‬dan terjemahannya.
Bait 1
1. ‫سكي اللُل‬
//sakanu al-layl//
“Malam tenang”

2. ْ ًَّ‫أصغ إلً و ْقغ صضي األ‬


‫اخ‬
//asgi ilaa waq’i sadaa al-annaat//
“Dengarlah tanda rintihan yang menggema”

Tema kesedihan..., Nurfitri, FIB, 2014


3. ْ ‫ ػلً األ ْهى‬,‫ ذذْ د الص ْود‬,‫فٍ ػ ْوق الظ ْلوح‬
‫اخ‬
//fii ‘umqi al-ẓulmati, tahta al-ṣamti, ‘alaa al-amwaati//
“Di kegelapan yang kelam, dalam keheningan, terdapat kematian”

4. ‫ضطغب‬ ْ ‫ ذ‬,‫صغساخ ذ ْؼلى‬


//ṣarakhaatun ta’luu, taḍṭaribu//
“Jeritan meninggi, menyakitkan”

5. ‫ َ ْلرهة‬,‫دؼى َرضفق‬
//ḥazanun yatadaffaqu, yaltahibu//
“Sedih mengalir, meradang”

6. ْ ‫َرؼثَّغ ف ُْه صضي اِه‬


‫اخ‬
//yata’aṡaru fiihi ṣada al-aahaat//
“Di sana ada gejolak rintih yang bersautan”

7. ْ ُ‫فٍ كل فؤا ٍص غل‬


‫اى‬
//fii kulli fu`aadin gulyaan//
“Di setiap hati yang mendidih”

8. ‫فٍ الك ْىر الساكي أدْ ؼاى‬


//fii al-kuukh al-saakani aḥzaanu//
“Dalam gubuk sunyi bersemayam kesedihan”

9. ْ ‫صغر فٍ الظلو‬
‫اخ‬ ْ ‫اى ع ْوح ذ‬
ٍ ‫فٍ كل هك‬
//fii kulli makaanin ruuhun taṣrakhu fii al-ẓulumaat//
“Di setiap kegelapan ada ruh yang menjerit”

10. ‫خ‬ْ ‫اى َ ْثكٍ صى‬


ٍ ‫فٍ كل هك‬
//fii kulli makaanin yabkii ṣaut//
”Di mana-mana terdengar suara tangisan”

ْ ‫هظا ها قضْ ه َّؼقه الو‬


11. ‫ىخ‬
//hażaa maa qad mazzaqahu al-maut//
“Inilah robekan kematian”

ْ ‫الوىخ الوىخ الو‬


12. ‫ىخ‬
//al-maut al-maut al-maut//
“Kematian kematian kematian”

Bait 2

ْ ‫َا د ْؼى الٌُل الصاعر هوا فؼل الو‬


13. ‫ىخ‬
//yaa ḥuzna al-naili al-ṣarakhi mimmaa fa’ala al-maut//
“Duhai duka Nil yang menjerit atas ulah kematian”

14. ‫طلغ الفجْ غ‬


//ṭala’a al-fajru//
“Fajar telah terbit”

Tema kesedihan..., Nurfitri, FIB, 2014


15. ‫صغ إلً و ْقغ سطً الواش ُْ ْي‬
ْ ‫أ‬
//aṣgi ilaa waq’i khuṭaa al-maasyiin//
“Lihatlah jejak terlukis dari para pejalan kaki”

16. ‫ ا ًْظ ْغ ع ْكة الثاك ُْي‬,‫ أص ْز‬,‫فٍ ص ْود الفجْ غ‬


//fii ṣamti al-fajri, aṣikh, unẓur rakba al-baakiin//
“Dalam keheningan fajar, perhatikanlah, lihatlah kafilah para penduka”

17. ‫ ػ ْشغ ْوًا‬,ٍ‫ػشغج أ ْهىاخ‬


//’asyaratu amwaatin, ‘isyruunaa//
“Sepuluh kematian, menjadi dua puluh”
18. ‫ل ذذْ ِ أص ْز للثاكٌُا‬
//laa tuḥṣi aṣikh lil baakiinaa//
“Jangan menghitung lagi orang-orang yang mati, tapi perhatikanlah orang yang
menangis”

19. ‫ا ْسو ْغ صىخ الط ْفل الو ْسك ُْي‬


//isma’ ṣauta al-ṭifli al-miskiin//
“Dengarlah suara tangisan anak yang malang”

20. ‫ ضاع الؼضص‬,ً‫ ه ْىذ‬,ً‫ه ْىذ‬


//mautaa, mautaa, ḍaa’a al-‘adad//
“Mayat , mayat, bilangan yang telah hilang”

21. ‫ ل ْن َثْق غض‬,ً‫ ه ْىذ‬,ً‫ه ْىذ‬


//mautaa, mautaa, lam yabqa gad//
“Mayat, mayat, tidak menyisakan hari esok”

ْ ‫اى جسض َ ٌْضته هذْ ؼ‬


22. ‫وى‬ ٍ ‫فٍ كل هك‬
//fii kulli makaanin jasadun yandubuh maḥzuun//
“Di setiap tempat ada mayat yang diratapi kesedihan”

23. ‫د‬ْ ‫ل لذْ ظح إ ْسل ٍص ل ص ْو‬


//laa laḥẓatu ikhlaadin laa ṣamt//
“Tidak ada jeda yang menghampiri keheningan”

ْ ‫ف الو‬
24. ‫ىخ‬ ْ ‫هظا ها فؼل‬
ُّ ‫د ك‬
//hażaa maa fa’alat kaffu al-maut//
“Inilah yang dilakukan tangan-tangan kematian”

ْ ‫الوىخ الوىخ الو‬


25. ‫ىخ‬
//al-maut al-maut al-maut//
“Kematian kematian kematian”

Bait 3

26. ‫خ‬ْ ‫ذ ْشكى الثشغََّح ذ ْشكى ها َ ْغذكة الو ْى‬


//tasykuu al-basyariyatu tasykuu maa yartakibu al-maut//
“Manusia mengeluh, mengeluh atas apa yang dilakukan kematian”

Tema kesedihan..., Nurfitri, FIB, 2014


27. ‫الكىلُغا‬
//al-Kuuliiraa//
“Kolera”

28. ‫الغػْة هغ األ ْشل ْء‬


ُّ ‫فٍ ك ْهف‬
//fii kahfi al-rra’bi ma’a al-`asylaa`//
“Dalam gua yang menakutkan dan kelumpuhan”

29. ‫فٍ ص ْود األتض القاسٍ د ُْث الوىخ صوا ْء‬


//fii ṣamti al-`abadi al-qaasii ḥaiṡu al-maut dawaa`//
“Dalam keheningan yang abadi yang kejam seolah-olah mati adalah obatnya”

30. ‫ا ْسر ُْقظ صاء الك ْىل ُْغا‬


//istaiqaẓa daa`u al-Kuuliiraa//
“Kolera bangkit”

31. ‫د ْقضا َرضفَّق ه ْىذ ْىعا‬


//ḥaqdaan yatdaffaqu mautuuraa//
“Dengki mengalir deras”

32. ‫ضا ْء‬


َّ ‫هثظ الىاصٌ الوغح الى‬
//habata al-waadii al-mariḥa al-wuḍḍaa`//
“Ia turun ke oase kebahagiaan yang murni”

33. ‫ضطغتا هجْ ٌ ْىًا‬


ْ ‫صغر ه‬
ْ َ
//yaṣrakhu muḍṭarabaan majnuunaan//
“Menjerit kebingungan yang menggila”

34. ‫ل َ ْسوغ ص ْىخ الثاك ٌُْا‬


//laa yusma’u ṣauta al-baakiinaa//
“Ia tak mendengar suara tangisan”

ْ ‫اى سلَّف ه ْشلثه أ‬


35. ‫صضا ْء‬ ٍ ‫فٍ كل هك‬
//fii kulli makaanin khallafa makhlabuhu aṣdaa`//
“Di balik cengkraman pada setiap tempat yang terus menggema”

ْ ‫فٍ ك ْىر الفلَّدح فٍ الث‬


36. ‫ُد‬
//fii kuukhi al-falaaḥati fii al-bait//
“Dalam gubuk petani di dalam rumah”

ْ ‫ل شٍء سىي صغساخ الو‬


37. ‫ىخ‬
//laa syaia siwaa ṣarakhaatu al-maut//
“Tak ada sesuatupun kecuali jeritan kematian”

ْ ‫الوىخ الوىخ الو‬


38. ‫ىخ‬
//al-maut al-maut al-maut//
“Kematian kematian kematian”

Bait 4

Tema kesedihan..., Nurfitri, FIB, 2014


ْ ‫فٍ ش ْشِ الكىل ُْغا القاسٍ َ ٌْرقن الو‬
39. ‫ىخ‬
//fii syakhṣi al-Kuuliiraa al-qaasii yantaqimu al-maut//
“Dalam tubuh penderita Kolera terdapat kematian yang menyiksa”

40. ‫َغ‬
ْ ‫الص ْود هغ‬
//al-ṣamtu mariir//
“Keheningan yang pahit”

ْ ‫ل شٍء سىي عجْ غ الر ْكث‬


41. ‫ُغ‬
//laa syaia siwaa raj’i al-takbiir//
“Tak ada sesuatupun kecuali suara takbir”

ْ ‫در ًَّ دفَّاع الق ْثغ ثىي لن َ ْثق ًص‬


42. ‫ُغ‬
//ḥatta haffaaru al-qabri ṡawa lam yabqa naṣiir//
“Hingga penggali kubur pun mati tidak ada yang menolongnya”

43. ‫الجاهغ هاخ هؤطًه‬


//al-jaami’u maata mu`ażżinuhu//
“Masjid pun kehilangan muadzinnya”

44. ‫الوُد هي سُؤتٌه‬


//al-mayyitu man sayu`abbinuhu//
“Mayat orang yang berduka”

45. ‫ُغ‬
ْ ‫لن َ ْثق سىي ً ْىحٍ وػف‬
//lam yabqa siwaa nauḥun wa zafiir//
“Tak ada yang tersisa kecuali ratapan dan rintihan”

46. ‫الط ْفل تل أم وأب‬


//al-ṭiflu balaa `ummi wa `abi//
“Seorang anak tanpa ibu dan bapak”

47. ‫ة ه ْلرهة‬
ٍ ‫َ ْثكٍ هي ق ْل‬
//yabkii min qalbin multahibi//
“Dia menangis dari hati yang tersiksa”

ْ ‫وغضا ل شكَّ سُ ْلقفه الضاء الشغ‬


48. ‫َغ‬
//wagadaan laa syakka sayalqafuhu al-daa`u al-syarriir//
“Besok pasti akan direnggut oleh penyakit yang menyeramkan”

ْ ‫َا شثخ الهُْضح ها أ ْتق‬


49. ‫ُد‬
//yaa syabaḥa al-haiḍatu maa `abqait//
“Wahai hantu yang tak menyisakan apa-apa”

ْ ‫ل شٍء سىي أدْ ؼاى الو‬


50. ‫ىخ‬
//laa syaia siwaa aḥzaani al-maut//
“Tak ada sesuatupun kecuali kematian yang menyedihkan”

ْ ‫ الو‬,‫ الوىخ‬,‫الوىخ‬
51. ‫ىخ‬
//al-maut al-maut al-maut//

Tema kesedihan..., Nurfitri, FIB, 2014


“Kematian, kematian, kematian”

52. ‫ىخ‬ َّ ٌ‫صغ شؼ ْىع‬


ْ ‫هؼقه ها فؼل الو‬ ْ ‫َا ه‬
//yaa miṣru sya’uurii mazzaqahu maa fa’ala al-maut//
“Wahai Mesir yang telah dikoyak oleh kejamnya kematian”

Analisis Struktur dan Isi Puisi al-Kuuliiraa


Dilihat dari bentuk asli puisinya, puisi ini hanya terdiri atas satu bait saja dengan
posisi berada di tengah. Puisi ini tersusun atas 52 larik yang didalamnya tersusun dari atas ke
bawah. Secara sepintas, bentuk puisi ini terlihat tidak sama panjang dalam setiap lariknya,
namun memiliki unsur keindahan. Ketidakberaturan panjang pendeknya larik bagi penulis
dapat dikatakan bahwa sang penyair ingin menunjukkan adanya dinamika perasaan yang tidak
stabil seakan bergerak naik turun.
Ada yang menarik bagi penulis dalam puisi ini. Dalam puisi ini terdapat penggunaan
kata yang diulang hingga tiga kali dalam satu larik, seperti :
ْ
‫الوىخ‬ ‫الوىخ الوىخ‬
“Kematian kematian kematian”
Pada puisi ini, larik al-maut al-maut al-maut di ulang sebanyak empat kali. Penulis
menafsirkan bahwa larik ini merupakan jeda antar bait. Oleh karena itu, penulis membagi
puisi ini menjadi empat bagian atau empat bait yang dibatasi dengan larik tersebut. Tujuannya
untuk mempermudah penulis dalam proses menganalisis puisi. Jumlah larik puisi setiap
baitnya berbeda, bait pertama 12 larik (larik 1-12), bait kedua 13 larik (larik 13-25), bait
ketiga 13 larik (larik 26-38) dan bait ke empat 14 larik (larik ke 39-52).
Bait pertama terdiri dari 12 larik. Bait ini merupakan pembukaan karena penyair
membuka puisi ini dengan menggambarkan situasi dan kondisi malam yang tenang namun
terasa mencekam. Bait kedua terdiri atas 13 larik. Bait ini menyatakan rasa kesedihan yang
disebabkan oleh penyebaran penyakit kolera. Bait ketiga terdiri atas 13 larik. Bait ini
menunjukkan adanya kebangkitan penyakit kolera karena bait ini mengungkapkan tentang
kematian yang membuat korban kolera menjadi menderita. Bait ke empat terdiri atas 14 larik
sebagai kesimpulan. Bait ini menjelaskan akibat yang dilakukan oleh kematian.
Pada bait pertama ini penyair berada pada suatu malam yang tenang. Kemudian
ketenangan itu berubah menjadi mencekam. Di malam tersebut terdengar banyak suara. Suara
tersebut merupakan suara rintihan yang terdengar merintih dan menjerit kesakitan yang
semakin keras. Suara tersebut saling bersautan seakan orang yang menangis ini semakin
banyak. Suara mereka bersautan karena gejolak emosi yang memuncak.

10

Tema kesedihan..., Nurfitri, FIB, 2014


Pada bait kedua penyair mengungkapkan rasa duka yang dialami oleh Nil. Nil menjadi
interpretasi negara Mesir. Pada pagi hari ketika fajar menyingsing, terlihat jejak-jejak kaki
orang-orang yang berduka. Mereka hanya bisa berduka dan meratapi keadaan. Duka mereka
begitu mendalam karena korban yang berjatuhan semakin hari semakin bertambah. Pada larik
‫ ضاع الؼضص‬,ً‫ ه ْىذ‬,ً‫“ ه ْىذ‬mayat-mayat bilangan yang telah hilang”, penyair menggambarkan
bahwa mayat-mayat yang mati sudah tidak terhitung lagi jumlahnya karena saking banyaknya
yang meninggal. Hari demi hari korban semakin banyak sehingga seakan tidak ada jeda untuk
berhenti sejenak. Inilah gambaran keadaan yang terjadi di Mesir.
Bait ketiga menggambarkan manusia mengeluh atas apa yang sudah terjadi. Wabah
kolera membuat manusia seakan berada di dalam gua yang menyeramkan sehingga mereka
ketakutan dan tidak bisa melakukan apa-apa. Tak ada penyembuhnya, mereka pasti tak lama
akan mati yang tergambar dalam lirik ‫“ فٍ ص ْود األتض القاسٍ د ُْث الوىخ صوا ْء‬dalam keheningan
yang abadi kematian yang kejam seolah-olah mati adalah obatnya”. Inilah kebangkitan kolera.
Kolera menang atas penderitaan yang dialami oleh manusia sehingga membuat manusia
dengki ingin membalas dendam karena kolera telah merenggut kebahagian mereka hingga
membuat mereka kebingungan. Kematian juga tidak peduli dengan suara tangisan dan jeritan
manusia. Inilah yang menjadi sumber suara jeritan yang terdengar yaitu ketika manusia
sedang berhadapan dengan kematian.
Bait keempat melukiskan penyiksaan akibat kolera terhadap penderita kolera yang
kian tersiksa. Kehidupan mereka menjadi monoton terasa tidak nyaman dijalani. Mereka
hanya bisa bertakbir memohon pertolongan kepada Allah. Mereka seakan hidup sendiri,
sudah tidak ada siapa-siapa lagi. Penggali kubur pun tak ada yang membantunya
menguburkan jenazah, azan juga tidak ada yang mengumandangkan. Hal ini telah membuat
manusia berduka. Gambaran tersebut terdapat pada larik ‫ُغ‬ْ ‫“ لن َ ْثق سىي ً ْىحٍ وػف‬tak ada yang
tersisa kecuali ratapan dan rintihan”. Mereka hanya bisa merintih dan meratapi apa yang
sudah terjadi. Anak-anak hanya bisa menangis karena sudah tidak memiliki ayah dan ibu.
Mereka pasrah seakan hari ini adalah hari terakhir mereka hidup dengan penyakit yang
diidapnya. Sungguh menyedihkan menyaksikan kondisi yang terjadi. Kematian seakan ada
dimana-mana. Inilah kenyataan yang sebenarnya terjadi pada Mesir. Negeri mereka rusak dan
hancur lebur yang diakibatkan oleh kolera.
Imaji
Dalam puisi al-Kuuliiraa, penyair banyak menciptakan imaji yang menghidupkan
puisinya. Gambaran imajinatif penyair memberikan penjelasan dan pengaruhnya kepada
pembaca. Ekspresi imaji terdiri dari tiga citraan, yaitu pendengaran atau suara (auditif),

11

Tema kesedihan..., Nurfitri, FIB, 2014


penglihatan (visual), dan gerak (taktil). Dalam puisi ini ditemukan ketiga citraan tersebut. Hal
ini menandakan bahwa penyair ingin pembacanya membayangkan dengan jelas seakan
sedang melihat secara langsung dengan keadaan dan kondisi yang terjadi pada saat itu.
Penyair berhasil menyatakan perasaannya seakan nyata dengan bantuan imajinasi tersebut.
Imaji-imaji tersebut memancing indera penglihatan, pendengaran dan gerak pembacanya
untuk membayangkan peristiwa yang terjadi sehingga tampak jelas kesedihan yang tergambar
dalam puisi al-Kuuliiraa ini.
Pada bait pertama terdiri atas 12 larik. Bait ini didominasi oleh imaji auditif. Penyair
menggunakan imaji auditif dalam mengungkapkan rasa kesedihannya. Hal ini
menggambarkan bahwa penyair ingin membentuk imaji pembacanya untuk mendengar suara
rintihan di suatu malam yang tenang dan gelap. Dengan ditampilkannya kata ‫“ أصغ‬dengarlah”
dalam bentuk fi’il amr seolah penyair mengajak pembacanya untuk mendengar suara dengan
seksama. Suara tersebut semakin kencang dan menjerit kesakitan akibat kolera. Kesedihannya
terus mengalir dan penderitanya semakin geram karena rasa sakit yang diderita semakin
terasa.
Bait kedua didominasi oleh imaji visual yang terdiri dari 13 larik. Penyair
menggunakan imaji visual dalam menggambarkan kejamnya penyakit kolera. Hal ini
menunjukkan bahwa penyair ingin membentuk imaji pembacanya seakan sedang melihat
penyebaran penyakit kolera, sehingga membuat para korbannya merintih dan meratapi akibat
penyakit yang diderita.
Bait ketiga terdiri atas 13 larik. Bait ini didominasi oleh imaji visual. Penyair
mengajak pembaca seolah-olah melihat para korban kolera itu hanya dapat mengeluh dan
pasrah atas penderitaan yang dialami. Kolera merupakan perantara manusia kepada kematian.
Selain itu, ia juga menggambarkan gua-gua yang menyeramkan bersama kelumpuhan yang
bermakna sudah tidak ada lagi harapan karena sudah tidak dapat melakukan apa-apa lagi
selain menerima keadaan yang sebentar lagi akan menghadapi kematian.
Pada bait keempat ini penyair menggunakan imaji visual yang mendominasi. Imaji
visual ini menggambarkan rasa duka yang dialami oleh korban kolera. Hal ini menunjukkan
bahwa penyair ingin membentuk imaji pembacanya seolah-olah sedang melihat apa-apa yang
sudah terjadi akibat penyakit kolera kepada pada korbannya. Penyair mengajak pembacanya
untuk melihat dan merasakan penderitaan korban kolera yang hanya terkapar kesakitan. Rasa
sakit yang dialami seakan seperti kematian yang terus menyiksa dan tidak ada lagi harapan
untuk bisa disembuhkan. Suasana yang mencekam seakan menambah beban sehingga ia
melihat korban kolera tidak dapat menikmati hidupnya lagi seakan pahit dijalani.

12

Tema kesedihan..., Nurfitri, FIB, 2014


Dengan demikian, secara imajinatif penyair telah berhasil dalam menggambarkan dan
mengungkapkan apa-apa yang dialami para korban kolera. Rasa kesakitan, duka, suara
rintihan, ratapan, keluhan, tangisan, jeritan, dengki, digambarkan secara imajinatif. Penyair
juga mengungkapkan perasaan dan emosinya yang mendalam kepada para korban kolera. Ia
juga memaparkan beberapa kilasan yang terjadi akibat kolera di Mesir. Ia mengajak kita
untuk membayangkan gambaran-gambarannya yang cukup jelas, seperti tidak ada lagi suara
takbir, masjid tidak ada muazzinnya, seorang anak tanpa ayah dan ibu, serta Mesir yang
hancur lebur akibat kejamnya kematian. Setiap gambaran ini mengimplisitkan sebuah suasana
dan perasaan yang menyedihkan. Penyair juga seolah mengajak pembacanya agar iba dan
simpati kepada para korban.
Penyair juga cerdas memanfaatkan gambaran kondisi mental dan psikologis para
korban secara mendalam. Ia menggunakan kata metafora seperti ‫( َرضفق‬mengalir) pada larik ke
lima, “Sedih mengalir, meradang”. Ia kiaskan rasa kesedihan itu terus menerus mengalir
bagaikan air yang mengalir. Rasa tersebut membuat korban kolera menjadi geram karena rasa
sakit yang dideritanya seakan terus dirasakan. Ia samakan hati menjadi mendidih seperti air
panas untuk menggambarkan gejolak emosi yang memuncak. Ia serupakan gubuk sunyi
bersemayam kesedihan seakan gubuk memiliki perasaan seperti manusia.
Penyair juga kiaskan kolera bangkit yang seakan penyakit ini memiliki sifat manusia
yang dapat bangkit berdiri dan menang. Ia serupakan dengki mengalir deras seakan-akan
dengki yang mengalir seperti air, padahal dengki merupakan sebuah perasaan marah namun
memberikan kesan luapan emosi yang tak dapat lagi dibendung. Ia juga samakan kolera tak
mendengar suara tangisan. Kolera seakan memiliki sifat manusia yang acuh dan tidak peduli
kepada korbannya. Gambaran-gambaran tersebut terlihat sederhana, tidak dibuat-buat, dan
nampak nyata sehingga pesan dan perasaan yang dirasakan penyair dapat tersampaikan
kepada pembaca.

Bahasa Figuratif
Dalam puisi al-Kuuliiraa ini, penyair menggunakan kata yang sederhana dan mudah
dipahami. Sebagian lagi juga banyak menggunakan kata yang biasa digunakan dalam
kehidupan sehari-hari seperti menangis, sedih, ayah dan ibu, mengeluh dan bingung. Hanya
beberapa kata saja yang membutuhkan penjelasan. Penyair juga berhasil menggambarkan
keadaan yang terjadi di Mesir akibat penyakit kolera sehingga seolah-olah para pembaca
seperti menyaksikan secara nyata. Ia juga berulang kali mengulang kata “kematian”. Hal ini

13

Tema kesedihan..., Nurfitri, FIB, 2014


untuk menunjukkan bahwa puisi ini mengandung emosi kesedihan karena banyaknya orang
yang meninggal.
Ada beberapa bahasa figuratif yang digunakan dalam puisi ini, yaitu menggunakan
majas personifikasi, metafora dan metonimi. Contoh majas personifikasi terdapat pada larik
sebagai berikut : ‫ َلرهة‬,‫“ دؼى َرضفق‬Sedih mengalir, meradang”. Kata mengalir biasa digunakan
untuk air, namun pada larik tersebut kata mengalir disandingkan dengan perasaan sedih. Larik
tersebut memiliki makna emosi kesedihan yang tak dapat dibendung sehingga sedih kian terus
menerus dirasakan.
ْ ‫هكاى عوح ذصغر فٍ الظل‬
Pada larik ‫واخ‬ ٍ ‫“ فٍ كل‬Disetiap kegelapan ada ruh yang menjerit”.
Larik tersebut seolah-olah ruh memiliki sifat manusia yang bisa menjerit. Padahal ruh adalah
sesuatu yang menjadi bagian dari jiwa manusia yang tidak nampak. Selanjutnya ‫د ْقضا َرضفق‬
‫هىذىعا‬
ْ “Dengki mengalir deras”. Kata dengki memiliki makna dengki seakan mengalir seperti
air, padahal dengki merupakan sebuah perasaan marah. Penyair menggunakan kata tersebut
untuk menunjukkan kesan luapan emosi yang tak dapat lagi dibendung.
Majas metafora juga terdapat dalam puisi ini. Seperti pada larik ‫“ فٍ كل فؤا ٍص غلُاى‬Di
setiap hati yang mendidih”. Kata mendidih merupakan kata konotasi yang memiliki makna
gejolak emosi yang sudah memuncak. Penyair menggunakan kata tersebut agar terlihat lebih
mendalam maknanya. ْ
‫الوىخ‬ ‫كف‬
ُّ ْ
‫فؼلد‬ ‫“ هظا ها‬Inilah yang dilakukan oleh tangan-tangan
kematian”. Kata “tangan-tangan kematian” memiliki makna dengan tangannyalah kematian
mencabut nyawa manusia. Selanjutnya larik ‫“ هثظ الىاصٌ الوغح الىضا ْء‬Ia turun ke oase
kebahagiaan yang murni”. Kata “turun” merupakan kata konotasi yang memiliki makna
seakan ia merenggut atau mengambil kebahagiaan manusia. ‫هغَغ‬
ْ ‫“ الصود‬Keheningan yang
pahit”. Kata “pahit” merupakan kata konotasi yang memiliki makna situasi yang mencekam,
ْ
tidak enak dirasakan seolah pahit rasanya. Larik ‫الوىخ‬ َّ ٌ‫“ َا هصغ شؼىع‬Wahai Mesir
‫هؼقه ها فؼل‬
yang telah dikoyak oleh kejamnya kematian”. Kata “dikoyak” merupakan kata konotasi
yang memiliki makna hancur porak-poranda. Mesir telah hancur lebur akibat penyakit
kolera.
Majas simile terdapat pada larik ‫“ فٍ ص ْود األ ْتض القاسٍ د ُْث الوىخ صوا ْء‬Dalam keheningan
yang abadi kematian yang kejam seolah-olah mati adalah obatnya”. Larik tersebut
mengandung majas simile. Kata “seolah-olah” merupakan salah satu kata pembanding yang
membandingkan obat dengan kematian yang kejam. Para korban lebih memilih mati daripada
hidup menderita akibat penyakit kolera, sehingga larik tersebut masuk ke dalam majas simile.
Majas sinekdok terdapat pada larik ke tiga belas yang berbunyi ‫َا د ْؼى الٌُل الصاعر هوا‬
ْ ‫“ فؼل الو‬Duhai duka Nil yang menjerit atas ulah kematian”. Larik tersebut menunjukkan
‫ىخ‬

14

Tema kesedihan..., Nurfitri, FIB, 2014


adanya penyebutan Nil. Nil adalah sungai terpanjang yang berada di Mesir. Nil menjadi
interpretasi dari negara Mesir yang diceritakan puisi al-Kuuliiraa sehingga menjadi kata
sebagian untuk keseluruhan. Nil adalah sebagiannya, dan Mesir adalah keseluruhannya. Oleh
karena itu penulis kategorikan larik ini sebagai majas sinekdoke pars pro toto.

Rima dan Irama


Pada puisi al-Kuuliiraa ini terdapat beberapa permainan bunyi yang muncul. Penyair
menciptakan rima dan irama dengan menggunakan kata-kata yang memiliki nada dalam
mengekspresikan puisinya. Sang penyair membuat akhir lariknya memiliki pola rima dan
irama. Dengan cara tersebut, puisi ini terdapat pola rima bebas abbccddbbeeee. Rima akhir
ْ ًَّ‫ األ‬- ‫األهىاخ‬
terlihat pada sajak seperti kata : ‫اخ‬ ْ ْ
- ‫;اِهاخ‬ ْ
‫الواشُي ;أدؼاى – غلُاى‬ – ‫;صوا ْء – األشل ْء ;الثاكُي‬
‫هغَغ‬
ْ – ‫الركثُغ‬
ْ – ‫ُغ‬ ْ
ْ ‫الوىخ ;ًص‬ ْ
– ‫صىخ‬.
Akhir larik-larik tersebut menjadikan puisi ini memiliki nada yang khas. Contoh rima
akhir berbunyi aan, uut, iin. Bunyi tersebut merupakan permainan bunyi akhir yang sama
(vokal tertutup) yang menghasilkan kakafoni, yaitu kombinasi bunyi yang menimbullkan
irama bunyi yang parau. Bunyi kakafoni pada puisi ini menimbulkan kesan pilu, kacau balau,
pesimis, gelisah, takut, suasana mencekam dan lain-lain.
Pada bait pertama aliterasi didominasi dengan huruf konsonan hambat, yaitu hambat
bilabial ‫ب‬, hambat dental ‫ خ‬dan bunyi nasal ‫ ى‬. Aliterasi ini memberi kesan rasa gelisah
karena situasi yang mencekam mendengar suara-suara jeritan yang sedang menghadap
kematian yang dialami oleh pengidap kolera.
Pada bait kedua akhir sajak didominasi dengan akhir sajak puisi permainan bunyi
didominasi dengan huruf yang menghasilkan efoni yaitu huruf vokal i dan u panjang terbuka
pada kata ‫الواش ُْ ْي‬, ‫الثاك ُْي‬, ‫ػ ْشغ ْوًا‬, ‫ للثاكٌُا‬, ‫ الو ْسك ُْي‬, ‫وى‬
ْ ‫ هذْ ؼ‬sehingga memberikan kesan tangis
tersedu-sedu dan terisak-isak atas kesengsaraan yang dialami penderita kolera.
Pada bait ketiga akhir sajak puisi permainan bunyi didominasi dengan huruf yang
menhasilkan efoni yaitu huruf vokal a panjang terbuka pada huruf ‫ صوا ْء‬,‫ الكىلُغا‬, ‫ ه ْىذ ْىعا‬, ‫ضا ْء‬
َّ ‫ الى‬,
‫ هجْ ٌ ْىًا‬, ‫الثاك ٌُْا‬ sehingga memberikan kesan kesedihan yang mendalam karena tidak kuat
menahan rasa sakit yang diderita seakan tak ada lagi harapan untuk bangkit.
Pada bait keempat akhir sajak puisi permainan bunyi didominasi dengan huruf
konsonan hambat, yaitu hambat bilabial ‫ب‬, hambat dental ‫ خ‬dan bunyi dental alveolar ‫ ع‬yaitu
ْ ‫الو‬, ‫َغ‬
pada huruf ‫ىخ‬ ْ ‫ الر ْكث‬, ‫ُغ‬
ْ ‫ هغ‬, ‫ُغ‬ ْ ‫ ػف‬, ‫ ه ْلرهة‬, ‫َغ‬
ْ ‫ًص‬, ‫ُغ‬ ْ ‫الشغ‬. Asonansi dan kakafoni pada kata-
kata tersebut memberikan kesan penciptaan suasana sudah tidak ada lagi harapan, pasrah dan
pesimis dalam menjalani cobaan hidup setelah kolera menghancurkan segalanya. Cara-cara

15

Tema kesedihan..., Nurfitri, FIB, 2014


tersebut menjadikan puisi ini menjadi lebih hidup. Rima dan iramanya menjadi sempurna dan
menjadi salah satu cara dalam mempengaruhi pembacanya.

Kesimpulan
Setelah melakukan analisis terhadap puisi ‫ الكىلُغا‬karya Nazik al-Malaika melalui
struktur fisik, struktur batin, maka diperoleh jawaban dari permasalahan yang dapat
disimpulkan sebagai berikut.
Puisi yang berjudul ‫ الكىلُغا‬merupakan puisi Arab modern yang terdiri atas satu bait
dengan 52 larik. Struktur bentuk, isi, bahasa figuratif dan pemilihan katanya berpola puisi
Arab bebas. Bentuk susunan lariknya tersusun kebawah yang panjang pendeknya tidak sama
panjang. Hal ini menunjukkan bahwa adanya gejolak emosi yang naik turun yang dirasakan
oleh sang penyair. Penyair berhasil mengungkapkan perasaannya melalui bentuk puisinya
yang tidak teratur.
Imaji yang digunakan dalam puisi ini adalah imaji visual, imaji auditif dan imaji taktil.
Puisi ini didominasi dengan imaji visual sehingga penyair mengajak pembacanya untuk
membayangkan seperti melihat secara langsung peristiwa-peristiwa yang digambarkan dalam
puisi.
Pada motif perasaan penyair memposisikan dirinya sebagai penderita sehingga
perasaan yang dirasakan begitu terasa. Pada motif situasi penyair memposisikan dirinya
sebagai pengamat sehingga situasi yang tergambar seakan terlihat dengan jelas dengan apa
yang disampaikan dalam puisi ini. Motif kematian penyair memposisikan dirinya sebagai
penderita sehingga kematian benar-benar terasa menyakitkan. Ia merasakan penderitaan
orang-orang yang mati, ia juga merasakan penderitaan yang ditinggal mati. Kesedihan orang
yang mati ini menderita karena sekaratnya terasa lama. Namun penyair juga merasakan
kesedihan sebagai orang yang ditinggal.
Dalam puisi ini lariknya secara utuh dapat terlihat bahwa sisi si “aku” lirik didominasi
dengan perasaan kesedihan karena menyaksikan penderitaan yang dialami oleh penderita
kolera seperti yang terdapat pada bait kesatu dan ke dua. Ada beberapa jenis kesedihan yang
muncul dalam puisi ini, yaitu kesedihan yang disebabkan karena penderitaan pengidap kolera,
kesedihan karena melihat banyaknya orang yang meninggal dan kesedihan karena ditinggal
orang yang meninggal.
Amanat yang disampaikan kepada pembaca adalah jangan pernah pesimis dengan
keadaan. Berhubungan dengan judul, kolera merupakan sebuah penyakit yang belum ada obat
penyembuhnya sehingga janganlah kau jauhi orang-orang pengidap kolera. Kolera merupakan

16

Tema kesedihan..., Nurfitri, FIB, 2014


penyakit menular dan dapat mematikan penderitanya sehingga menakutkan bagi orang-orang
yang sehat. Berikan juga rasa peduli, perhatian, simpati, empati dan rasa iba kepada mereka
yang ditinggalkan.
Penelitian ini membuktikan bahwa penyair berhasil mengungkapkan isi hati dan
perasaannya melalui tulisan puisi dengan bentuk yang bebas dan tidak terikat. Ia
memposisikan dirinya sebagai pengamat tetapi juga sebagai penderita. Ia sangat merasakan
penderitaan orang-orang yang mati karena kolera. Ia juga berhasil menarik perhatian pembaca
karena mengangkat tema peristiwa nasional yang faktual dan menggemparkan masyarakat
Mesir yaitu adanya penyebaran penyakit kolera pada tahun 1947. Dengan dibuatnya puisi al-
Kuuliiraa ini, ia telah memberikan kontribusi terhadap rasa cintanya pada dunia kesusastraan
Arab.

Daftar Referensi
A. Teeuw. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Budiman, Kazuko. 2006. Dilema Memahami Tuhan. Depok: ILUNI KWJ Universitas
Indonesia.
Haywood, John A. 1971. Modern Arabic Literature 1800-1970. New York: St. Martin’s
Press.
Kamil, Sukron, M.A. 2009. Teori Kritik Sastra Arab Klasik dan Modern. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Keraf, Gorys. 1988. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.
Lesmana, Maman. 2010. Cinta Dalam Dua Puisi Toeti Heraty. Depok: Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
______________. 2010. Kritik Sastra Arab dan Islam. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya Universitas Indonesia.
Lubis, Mochtar. 1997. Sastra dan Tekniknya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Pradopo, Rahmat Djoko. 1990. Pengkajian Puisi Analisis Strata Norma dan Analisis
Struktural dan Semiotik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Denpasar: Pustaka
Pelajar.
Sumardjo, Jakob & Saini K.M. 1991. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Waluyo, Dr. Herman J. 1991. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.
Wehr, Hans. 1979. Arabic-English Dictionary. Wiesbaden: Harrassowitz.

17

Tema kesedihan..., Nurfitri, FIB, 2014


Wildana Wargadinata dan Laily Fitriani. 2008. Sastra Arab dan Lintas Budaya. Malang:
UIN-Malang Press.
Altoma, Prof. Salih J. 1997. Nazik Al-Mala’ika Poetry and Its Critical Reception in The West.
Arab Studies Quarterly. Indiana University
Shousha, Sir Aly Tewfik, Pasha, M.D. 1948. Cholera Epidemic in Egypt (1947). Cairo:
Under-Secretary of State, Ministry of Public Health.

Web
http://www.adab.com/modules.php?name=Sh3er&doWhat=shqas&qid=459 diakses pada hari
Kamis, 27 Maret 2014 pukul 13.20
http://www.kirjasto.sci.fi , diakses pada hari Kamis, 27 Maret 2014 pukul 12.10
http://news.usti.net/home/news/cn/?/world.mideast/2/wed/bj/Aobit-al-
malaika.RW1I_HuL.html , diakses pada tanggal 28 Maret 2014 pukul 14.20
http://www.nytimes.com/2007/06/27/arts/27malaika.html?_r=0 diakses pada tanggal 29 Maret
2014 pukul 13.30
http://english.al-akhbar.com/node/6819 , diakses pada tanggal 28 Maret 2014 pukul 14.10
www.geocities.ws/elmbsm272/nazikessaystory.html diakses pada tanggal 27 Maret 2014
pukul 13.25
http://www.aljadid.com/content/nazik-al-malaika-1923-2007-iraqi-woman’s-journey-
changes-map-arabic-poetry Vols. 13/14, nos. 58/59 (2007/2008) by Al Jadid.

18

Tema kesedihan..., Nurfitri, FIB, 2014

Anda mungkin juga menyukai