Disusun oleh ;
Widi Alifiana
Kelas : XII IPS 1
SMA MUHAMADIYAH
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul
Pengaruh Broken Home Terhadap Anak dalam rangka memenuhi tugas Individu Mata
Pelajaran Sosiologi. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan atau
petunjuk maupun pedoman bagi yang membaca makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat kekurangan
dan kesalahan. Saran dan kritik yang membangun akan penulis terima dengan hati terbuka
agar dapat meningkatkan kualitas makalah ini.
Demikian yang dapan penulis sampaikan. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
C. Tujuan ................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Broken Home .................................................................................... 3
B. Penyebab Broken Home ..................................................................................... 4
C. Dampak Broken Home Terhadap Perkembangan Anak ..................................... 6
D. Cara Mengatasi Keluarga Yang Broken Home .................................................. 7
E. Solusi Meminimalisir Dampak Negatif Terhadap Remaja Broken Home ......... 8
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga merupakan kesatuan yang terkecil didalam masyarakat tetapi
menempati kedudukan yang primer dan fundamental. Pengertian keluarga disini
berarti nuclear family yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah dan ibu secara ideal
tidak terpisah tetapi bahu-membahu dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai
orang tua dan mampu memenuhi tugas sebagai pendidik, dan setiap eksponen
keluarga melaksanakan fungsinya masing-masing.
Keluarga merupakan tempat pertama anak-anak mendapat pengalaman dini
langsung yang akan digunakan sebagai bekal hidupnya dikemudian hari melalui
latihan fisik, sosial, mental, emosional dan spritual. Seperti juga yang dikatakan oleh
Malinowski (Megawangi, 1999) tentang “principle of legitimacy” sebagai basis
keluarga, struktur sosial (masyarakat) harus diinternalisasikan sejak individu
dilahirkan agar seorang anak mengetahui dan memahami posisi dan kedudukannya,
dengan harapan agar mampu menyesuaikannya dalam masyarakat
kelak setelah ia dewasa. Dengan kata lain, keluarga merupakan agen
terpenting yang berfungsi meneruskan budaya melalui proses sosialisasi antara
individu dengan lingkungan. Oleh karena itu, untuk mewujudkan satu fungsi tertentu
bukan yang bersifat alami saja melainkan juga adanya berbagai faktor atau kekuatan
yang ada di sekitar keluarga, seperti nilai-nilai, norma dan tingkah laku serta faktor-
faktor lain yang ada di masyarakat.
Awal mula terbentuknya suatu keluarga didasari oleh kebutuhan dasar setiap
individu. Rogers (Calvin dan Gardner, 1993) mengatakan setiap manusia memiliki
kebutuhan dasar akan kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan, dan cinta
dari orang lain. Kebutuhan ini disebut need for positive regard, yang terbagi lagi
menjadi 2 yaitu conditional positive regard (bersyarat) dan unconditional positive
regard (tak bersyarat). Rogers menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya
adalah pribadi yang mengalami penghargaan positif tanpa syarat. Kebutuhan inilah
yang diharapkan individu dapat terpenuhi dalam membangun suatu keluarga. Dengan
perkawinan yang harmonis maka kebutuhan kebutuhan tersebut akan terpenuhi.
Karena itulah pada dasarnya setiap pasangan menginginkan perkawinan mereka
berjalan lancar. Namun menurut Laswell dan Lobsenz (1987), perkawinan disebut
1
sebagai hal yang paling sulit “jika mungkin” dinyatakan sebagai usaha sosial.
Mengarah pada seberapa baik kebanyakan orang mempersiapkannya dan seberapa
besar harapan mereka terhadap hal tersebut, gambarannya seringkali tidak terbukti
benar. Pada kenyataannya memang tidak sedikit pasangan suami istri yang ”gagal”
mempertahankan keutuhan rumah tangganya.
Broken home biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang
berantakan akibat orang tua kita tak lagi peduli dengan situasi dan keadaan keluarga
di rumah. Orang tua tidak lagi perhatian terhadap anak-anaknya, baik masalah di
rumah, sekolah, sampai pada perkembangan pergaulan kita di masyarakat. Namun,
broken home bisa juga diartikan dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis dan
tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai, dan sejahtera karena sering
terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkan pertengkaran dan berakhir
pada perceraian dan akan sangat berdampak kepada anak-anaknya khususnya remaja.
Oleh karena itu perlunya pengetahuan tentang broken home. Dan pada makalah ini
penulis akan membahas masalah keluarga broken home serta apa saja yang berkaitan
dengan masalah keluarga broken home.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Broken Home ?
2. Apa saja faktor-faktor penyebab Broken Home ?
3. Apa saja dampak Broken Home terhadap Perkembangan Anak
4. Bagaimana cara mengatasi kelurga yang Broken Home ?
5. Bagaimana cara meminimalisir dampak negatif terhadap Anak broken home
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Broken Home ?
2. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor penyebab Broken Home ?
3. Untuk mengetahui apa saja dampak broken home terhadap Perkembangan Anak
(remaja)
4. Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi keluarga yang broken home ?
5. Untuk mengetahui bagaimana cara meminimalisir dampak negatif terhadap Anak
(remaja) broken home
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
semacam ini kita perlu memberikan perhatian dan pengerahan yang lebih agar mereka
sadar dan mau berprestasi.
4
memberikan kesempatan dialog dan komunikasi dalam arti yang sungguh yaitu
bukan basa basi atau sekedar bicara pada hal-hal yang perlu atau penting saja;
anak-anak tidak mungkin mau mempercayakan masalah-masalahnya dan
membuka diri. Mereka lebih baik berdiam diri saja.
Situasi kebudayaan bisu ini akan mampu mematikan kehidupan itu sendiri
dan pada sisi yang sama dialog mempunyai peranan yang sangat penting.
Kenakalan remaja dapat berakar pada kurangnya dialog dalam masa kanak-kanak
dan masa berikutnya, karena orangtua terlalu menyibukkan diri sedangkan
kebutuhan yang lebih mendasar yaitu cinta kasih diabaikan. Akibatnya anak
menjadi terlantar dalam kesendirian dan kebisuannya. Ternyata perhatian orangtua
dengan memberikan kesenangan materiil belum mampu menyentuh kemanusiaan
anak. Dialog tidak dapat digantikan kedudukannya dengan benda mahal dan
bagus. Menggantikannya berarti melemparkan anak ke dalam sekumpulan benda
mati.
c. Perang dingin dalam keluarga
Dapat dikatakan perang dingin adalah lebih berat dari pada kebudayaan
bisu. Sebab dalam perang dingin selain kurang terciptanya dialog juga disisipi
oleh rasa perselisihan dan kebencian dari masing-masing pihak. Awal perang
dingin dapat disebabkan karena suami mau memenangkan pendapat dan
pendiriannya sendiri, sedangkan istri hanya mempertahankan keinginan dan
kehendaknya sendiri.
d. Orang tua yang kurang memiliki rasa tanggung jawab
Tidak bertanggungjawabnya orang tua salah satunya masalah kesibukan.
Kesibukan adalah satu kata yang telah melekat pada masyarakat modern di kota-
kota. Kesibukannya terfokus pada pencarian materi yaitu harta dan uang.
e. Jauh dari Tuhan
Segala sesuatu keburukan perilaku manusia disebabkan karena dia jauh
dari Tuhan. Sebab Tuhan mengajarkan agar manusia berbuat baik. Jika keluarga
jauh dari Tuhan dan mengutamakan materi dunia semata maka kehancuran dalam
keluarga itu akan terjadi.
f. Adanya Masalah Ekonomi
Adanya Masalah Ekonomi Dalam suatu keluarga mengalami kesulitan
dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Istri banyak menuntut hal-hal diluar
makan dan minum. Padahal dengan penghasilan suami sebagai buruh lepas, hanya
5
dapat memberikan makan dan rumah petak tempat berlindung yang sewanya
terjangkau. Karena suami tidak sanggup memenuhi tuntutan istri dan anak-
anaknya akan kebutuhan-kebutuhan yang disebutkan tadi, maka timbullah
pertengkaran suami-istri yang sering menjurus kearah perceraian.
g. Adanya Masalah Pendidikan
Adanya Masalah Pendidikan Masalah pendidikan sering menjadi penyebab
terjadinya brokenhome. Jika pendidikan agak lumayan pada suami istri maka
wawasan tentang kehidupan keluarga dapat dipahami oleh mereka. Sebaliknya
pada suami istri yang pendidikannya rendah sering tidak dapat memahami lika-
liku keluarga. Karena itu sering salah menyalahkan bila terjadi persoalan di
keluarga. Akibatnya selalu terjadi pertengkaran yang mungkin akan menimbulkan
perceraian. Jika pendidikan agama ada atau lumayan mungkin sekali kelemahan
dibanding pendidikan akan diatasi. Artinya suami istri akan dapat mengekang
nafsu masing-masing sehingga pertengkaran dapat dihindari.
6
D. Cara Mengatasi Kelurga Yang Broken Home
ada beberapa cara ampuh untuk mengatasi situasi seperti itu. Hadapi
semuanya dengan sikap positif. Tidaklah semua yang terjadi itu merupakan hal buruk
meskipun itu sesuatu yang berdampak negatif ke kita. Kita harus mencoba menerima
keadaan dan berusaha tegar. Hal ini akan membantu kita mengatasi masalah tersebut.
1. Berpikir positif
Peristiwa yang kita alami kita lihat dari sisi positifnya. Karena di balik semua
masalah pasti ada hikmah yang dapat kita petik. Jadikan itu semua sebagai proses
pembelajaran bagi kita sebagai remaja menuju tahap kedewasaan. Jauhkan segala
pikiran buruk yang bisa menjerumuskan kita ke jurang kehancuran, seperti
memakai narkoba, minum-minuman keras, malah sampai mencoba untuk bunuh
diri.
2. Jangan terjebak dengan situasi dan kondisi
Yang jelas, kita enggak boleh terjebak dengan situasi dan menghakimi orangtua
atau diri sendiri atas apa yang terjadi serta marah dengan keadaan ini. Alangkah
baiknya apabila kita bisa memulai untuk menerima itu semua dan mencoba
menjadi lebih baik. Keterpurukan bukanlah jalan keluar. Sebaiknya sih kita bisa
tegar dan mencoba bangkit untuk menghadapi cobaan ini. Tetap berusaha itu
kuncinya.
3. Mencoba hal-hal baru
Tidak ada salahnya kita mencoba sesuatu yang baru, asal bersifat positif dan dapat
membentuk karakter positif di dalam diri kita. Contohnya, mencoba hobi baru,
seperti olahraga ekstrem (hiking, rafting, skating atau olahraga alam) yang dapat
membuat kita bisa lebih fresh (segar) dan melupakan hal-hal yang buruk.
4. Cari tempat untuk berbagi
Kita enggak sendirian lho, karena manusia adalah makhluk sosial yang hidup
berdampingan dengan orang lain. Mencari tempat yang tepat untuk berbagi adalah
solusi yang cukup baik buat kita, contohnya teman, sahabat, pacar, atau mungkin
juga saudara. Ya… usahakan tempat kita berbagi itu adalah orang yang dapat
dipercaya dan kita bisa enjoy berkeluh kesah dengan dia.
5. Enggak perlu panic
Kita enggak bisa mengelak apabila itu terjadi pada keluarga kita walaupun kita
tidak menginginkannya. Enggak perlu panik ataupun sampai depresi
menghadapinya. Walaupun berat, kita juga musti bisa menerimanya dengan bijak.
7
Karena siapa sih yang mau hidup di tengah keluarga yang broken home? Pasti
semua anak enggak akan mau mengalaminya.
Beberapa hal di atas dapat dijadikan acuan buat kita karena sebenarnya semua
permasalahan itu ada solusinya.
8
remaja baik sebagai akibat broken home maupun akibat hal lainnya. Peran orang tua
di rumah dan peran sekolah menjadi kunci keberhasilan pencegahan moral remaja
akibat pengaruh pergaulan bebas. Kasih sayang dan perhatian orang tua adalah
langkah pertama. Dalam kondisi dan situasi apapun, orang tua harus selalu
mendampingi anak-anaknya. Pasalnya, sudah banyak korban dari pergaulan bebas
adalah anak yang broken home, mereka mencari pelarian auntuk menghindar dari
kenyataan yang dihadapi.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Broken home bukanlah akhir dari segalanya bagi kehidupan kita. Jalan kita
masih panjang untuk menjalani hidup kita sendiri. Pergunakanlah situasi ini sebagai
sarana dan media pembelajaran guna menuju kedewasaan. Ingat, kita tidak sendiri dan
bukanlah orang yang gagal. Kita masih bisa berbuat banyak serta melakukan hal
positif. Menjadi manusia yang lebih baik belum tentu kita dapatkan apabila ini semua
tidak terjadi. Mungkin saja ini merupakan sebuah jalan baru menuju pematangan
sikap dan pola berpikir kita.
B. Saran
1. Jangan menatap masa lalu, berorientasilah ke masa depan. Masalah perceraian
bukan milik Anda, melainkan milik orang tuan Anda.
2. Tetap berhubungan baik dengan kedua orang tua, meskipun mereka telah
berpisah. Harus tetap menghomati keduanya dengan segala kondisi yang ada,
sekalipun mereka telah gagal dam menjalankan sebuah rumah tangga
3. Harus pandai dan selektif memilih teman atau lingkungan pergaulan. Jangan
terjebak pada hal-hal yang memperburuk kondisi Anda sebagai seorang anak
broken home.
10
DAFTAR PUSTAKA
http://msyafransmts.blogspot.co.id/2014/01/makalah-tentang-broken-home.html
http://cintalia.com/kehidupan/anak-anak/dampak-broken-home-terhadap-anak
https://hellosehat.com/masalah-anak-broken-home/
http://ramutiarabunda.blogspot.co.id/2016/09/kenali-sikap-anak-broken-home.html
https://pendidikanagamausiadini.wordpress.com/2013/03/04/cara-mengatasi-pengaruh-
broken-home-pada-anak/
11