Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Diabetes Melitus (DM) telah menjadi masalah global di Negara

maju maupun berkembang. Berdasarkan data penelitian terakhir WHO (2012),

sampai saat ini terdapat 347 juta penderita diabetes di seluruh dunia, dengan

90% di antaranya mengalami DM tipe 2.1 Berdasarkan data WHO, sekitar 12-

20% penduduk diperkirakan mengidap Diabetes Melitus (DM) dan setiap 10

detik di dunia orang meninggal akibat komplikasi yang ditimbulkan.2

Diperkirakan sekitar 171 juta orang di dunia menderita DM di tahun 2000 dan

akan meningkat menjadi 366 juta di tahun 2030. Indonesia masuk ke dalam 10

besar Negara dengan jumlah DM terbanyak di dunia. Indonesia berada pada

peringkat ke empat pada tahun 2000 dengan jumlah kasus sebesar 8,4 juta

orang dan diprediksi meningkat di tahun 2030 menjadi 21,3 juta orang.

Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan

yang besar. Data dari studi global menunjukkan bahwa jumlah penderita

Diabetes Melitus (DM) pada tahun 2011 telah mencapai 366 juta orang. Jika

tidak ada tindakan yang dilakukan, jumlah ini di perkirakan akan meningkat

menjadi 552 juta pada tahun 2030 (IDF, 2011). Diabetes mellitus telah

menjadi penyebab dari 4,6 juta kematian. Selain itu, pengeluaran biaya

kesehatan untuk Diabetes Melitus telah mencapai 465 miliar USD (IDF,

2011). International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan bahwa

sebanyak 183 juta orang tidak menyadari bahwa mereka mengidap DM.

1
sebesar 80% orang dengan DM tinggal di Negara berpenghasilan rendah dan

menengah, (IDF, 2011). 3

Indonesia menjadi salah satu Negara dengan jumlah penderita

diabetes yang cukup tinggi. Diabetes dan komplikasinya dapat menyebabkan

penurunan kualitas hidup penderita, mengurangi masa produktif penduduk dan

secara tidak langsung membebani Negara dengan penyelenggaraan biaya

kesehatan yang lebih besar. Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter

tertinggi di Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%),

dan Kalimantan Timur (2,3%). Sedangkan prevalensi diabetes yang yang

terdiagnosis dokter atau gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%),

Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara Timur

(3,3%). 4

Menurut data Dinas Kesehatan Kota Makassar, jumlah penderita

DM di kota Makassar yang memeriksakan diri ke puskesmas tahun 2011

adalah 10.927 orang, dan naik di tahun 2012 mencapai 14.067 orang. Jadi

dapat dilihat bahwa setiap tahun angka kejadian DM di kota Makassar ini

semakin meningkat. Puskesmas Kassi-kassi dan Jongaya mengalami

peningkatan kasus DM pada tahun 2012 sampai 2013. Masing-masing sebesar

411 kasus DM di puskesmas Kassi-kassi di tahun 2012 meningkat menjadi

612 kasus pada tahun 2013. Sementara di puskesmas Jongaya mengalami

peningkatan kasus DM dari tahun 2012 sebesar 387 kasus dan pada tahun

2013 menjadi 401 kasus DM. 5

2
Diabetes biasanya berhubungan dengan pola makanan. Makanan

yang di konsumsi oleh seseorang dapat meningkatkan kadar glukosa dalam

darah yang disebut dengan istilah Indeks Glikemik (IG).6 Makanan dengan IG

yang lebih rendah akan menimbulkan rasa kenyang yang lebih besar.

Disamping efek yang ditimbulkan oleh karbohidrat pada rasa kenyang,

terdapat pula pendapat yang mengatakan bahwa makanan dengan IG yang

rendah dapat memicu peningkatan kadar kolesistoklinin yang lebih besar.

Perubahan yang berbeda pada kadar glukosa dan/atau insulin dapat

memberikan efek lebih lanjut pada asupan makanan atau pada peningkatan

berat badan serta obesitas.7

Sebagai upaya untuk mencegah peningkatan prevalensi diabetes

mellitus pengaturan diet menjadi salah satu cara yang efektif untuk mencegah

kenaikan kadar glukosa darah dan menurunkan kadar glukosa, antara lain

dapat dengan mengkonsumsi makanan tinggi serat dan berindeks glikemik

rendah.6

Beras merah merupakn salah satu bahan makanan sumber serat,

meskipun kadarnya kecil, yaitu 0,3 gram per 100 gram bahan. Beras merah

juga mengandung vitamin E, vitamin B dan serat larut dalam air. Manfaat

beras merah untuk mengurangi gejala alergi dan memperbaiki system

metabolisme.8

Beras merah jauh lebih baik dibandingkan dengan beras putih. Jika

dibandingkan dengan beras putih, beras merah mengandung 349% lebih

banyak serat, 203% lebih vitamin E, 185% lebih vitamin B6, dan 219% lebih

3
magnesium. Semua komponen nutrisi tersebut sangat penting bagi kesehatan.

Selain itu, beras merah memiliki indeks glikemik yang rendah, yaitu 55,

dibandingkan dengan beras putih yang memiliki indeks glikemik tinggi

sebesar 70-87.9

Kebijakan pembangunan kesehatan telah diarahkan dan

diprioritaskan pada upaya kesehatan dasar yang lebih menitik beratkan pada

upaya pencegahan dan penyuluhan kesehatan.10 Mengobati sendiri proporsi

penduduk Indonesia yang mengobati sendiri dalam satu bulan terakhir dengan

membeli obat ke toko obat atau ke warung tanpa resep dokter adalah 26,4

persen. Sehingga diupayakan pencegahan yang secara alami (pola hidup

sehat), mengingat prioritas penduduk Indonesia cenderung melakukan

pengobatan sendiri.4

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis penulis ingin menguji

pengaruh pemberian ekstrak beras merah (Oryza nivara) dalam menurunkan

kadar glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarakan uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan

masalah pokok yang hendak diteliti yaitu “Apakah pemberian ekstrak beras

merah (Oryza nivara) dapat menurunkan kadar gula darah mencit yang

diinduksi aloksan?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

4
Mengetahui pengaruh ekstrak beras merah (Oryza nivara) terhadap

penurunan kadar glukosa darah pada mencit.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Menghitung kadar glukosa darah mencit sebelum pemberian

ekstrak beras merah (Oryza nivara)

1.3.2.2 Menghitung kadar glukosa darah mencit setelah pemberian

ekstrak beras merah (Oryza nivara)

1.3.2.3 Membandingkan kadar glukosa darah mencit yang tidak diberi

ekstrak beras merah (Oryza nivara), dengan kadar glukosa darah

mencit yang diberi ekstrak beras merah (Oryza nivara) dengan

dosis yang berbeda.

1.3.2.4 Untuk mengetahui dosis optimal ekstrak beras merah (Oryza

nivara) terhadap penurunan kadar gula darah mencit

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Ilmiah

Memperkaya khasanah pengetahuan mengenai upaya pengontrolan

kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus dan menjadi salah

satu bahan bacaan bagi penulis selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

- Hasil penelitian ini diharapkan dapat memotivasi subjek penelitian

untuk lebih mamahami mengenai upaya pengontrolan kadar glukosa

darah pada penderita diabetes melitus.

5
- Memberikan informasi kepada instansi terkait agar manjadi salah

satu bahan masukan dalam rangka meningkatkan usaha pengontrolan

kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus dengan cara

pengaturan pola hidup yang sehat, terkhusus dalam makanan yang

dikonsumsi.

1.4.3 Manfaat Bagi Peneliti

Dengan penelitian ini maka dapat dijadikan sebagai pengalaman

langsung dalam melakukan penelitian dan dapat menerapkan

pengetahuan yang telah diperoleh selama perkuliahan.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Glukosa Darah

2.1.1. Definisi Glukosa

Kata glukosa diambil dari bahasa Yunani yaitu glukus, yang berarti

‘manis’.11 Glukosa adalah salah satu dari tiga monosakarida sederhana yang

mempunyai rumus molekul C6H12O6 (selain fruktosa dan galaktosa). Glukosa

kadang disebut ‘gula darah’ (karena dijumpai dalam darah), ‘gula anggur’ (karena

dijumpai dalam buah anggur), atau dekstrosa (karena memutar bidang polarisasi

ke kanan). Glukosa digunakan makhluk hidup sebagai sumber energi dan

merupakan substrat metabolik esensial bagi semua mamalia.

2.1.2. Struktur Glukosa

Glukosa atau D-glukosa, memiliki rumus molekul C6H12O6 dan disebut

pula heksosa karena memiliki enam atom karbon. Glukosa mengandung gugus

fungsional aldehida (-CHO) dan disebut aldosa. Monosakarida ini mengandung

banyak gugus fungsional hidroksil (-OH) yang dapat membentuk ikatan hidrogen

dengan air, sehingga membuatnya dapat larut dalam air. Adanya gugus –OH pada

atom karbon dalam molekul juga memberikan rasa manis pada glukosa. Glukosa

terdapat dalam bentuk ‘rantai terbuka’ dan bentuk cincin. Kedua bentuk ini

dengan mudah saling bertukar bentuk. Di dalam larutan, ‘rantai terbuka’ menutup

dan membentuk struktur cincin yang lebih stabil.12

7
Gambar 4. Struktur glukosa bentuk ‘rantai terbuka’ (kiri) dan bentuk cincin (kanan).12

2.1.3. Metabolisme Glukosa

Glukosa didapat langsung dari makanan. Asupan karbohidrat sebagai

sumber energi, masuk ke dalam tubuh dalam berbagai bentuk, seperti

monosakarida, disakarida, polisakarida, dan sebagainya, serta dari sintesis

substrat-substrat lain di beberapa organ seperti hepar.

Metabolisme karbohidrat membutuhkan beragam proses biokimia yang

bertanggung jawab untuk pembentukan, pemecahan, dan konversi korbohidrat

pada makhluk hidup. Sebagian besar sel mamalia mengandalkannya sebagai

suplai dari prekursor glikoprotein, trigliserida, dan glikogen. Glukosa juga sangat

penting untuk pembentukan ATP (Adenosin triphosphate). Sumber utama asupan

karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan. Pencernaan di usus mengubah

karbohidrat menjadi monosakarida, seperti glukosa, fruktosa, atau galaktosa.

Fruktosa dan galaktosa akan ditransport ke hepar dan dikonversi menjadi glukosa.

8
Monosakarida memasuki proses metabolisme melalui fosforilasi, yakni

bereaksi dengan ATP dan kinase untuk menghasilkan derivat fosoforilasi.

Glukosa dapat difosforilasi oleh heksokinase atau glukokinase.

Di dalam tubuh, karbohidrat, terutama glukosa, melalui salah satu dari

beberapa jalur metabolisme :

1) Glukosa dikatabolisasi untuk menghasilkan ATP. Proses ini terjadi di semua

jaringan perifer, terutama otak, otot dan ginjal. Tahap pertama dinamakan

‘glikolisis’ dimana proses metabolisme oksidasi molekul glukosa

menghasilkan ATP dan asam piruvat. Piruvat dari glikolisis akan masuk ke

siklus krebs.

2) Glukosa disimpan sebagai glikogen dalam otot dan hepar. Proses ini

dinamakan ‘glikogenesis’, yang mencegah tekanan osmotik berlebih

terkumpul di dalam sel.

3) ‘Glikogenolisis’, yakni pemecahan glikogen menjadi glukosa, untuk

menyediakan asupan glukosa untuk jaringan yang membutuhkan.

4) ‘Glukoneogenesis’, merupakan sintesis molekul glukosa dari senyawa

organik sederhana. Contohnya konversi asam amino menjadi glukosa dalam

protein seluler.

5) Glukosa dikonversi menjadi asam lemak bebas, dan dalam jaringan adiposa,

asam lemak bebas akan disimpan sebagai trigliserida.13

9
Gambar 5. Metabolisme karbohidrat dalam tubuh.13

2.1.4. Regulasi glukosa darah

Kadar glukosa darah meningkat seiring dengan pencernaan dan

penyerapan glukosa dari makanan. Pada individu sehat dan normal, kadar tersebut

tidak melebihi sekitar 140 mg/dL karena jaringan akan menyerap glukosa dari

darah menyimpannya untuk digunakan kemudian, atau mengoksidasinya untuk

menghasilkan energi. Setelah makanan dicerna dan diserap, kadar glukosa darah

akan menurun karena sel terus-menerus memetabolis glukosa.14

Konsekuensi kekurangan atau kelebihan glukosa yang berbahaya dalam

keadaan normal dapat dihindari karena tubuh mampu mengatur kadar glukosa

darahnya. Kadar glukosa darah akan mendekati rentang puasa normal yaitu 80-

10
100 mg/dL sekitar 2 jam setelah makan. Kadar glukosa darah umumnya

diregulasi oleh dua hormon; insulin dan glukagon. Kedua hormon ini disekresikan

oleh pankreas. insulin bersifat anabolik sedangkan glukagon bersifat katabolik.

Kedua hormon ini memiliki aksi yang berlawanan dan disekresi secukupnya untuk

menjaga konsentrasi glukosa darah tetap berada di rentang normal.

Ketika konsentrasi glukosa terlalu tinggi, insulin disekresikan, sehingga

menurunkan konsentrasi ke rentang normal. Reaksi-reaksi yang diperantai insulin

untuk menurunkan glukosa darah antara lain :

 Menyebabkan ambilan cepat dan penggunaan glukosa oleh sebagian

besar jaringan tubuh

 Meningkatkan penyimpanan glukosa sebagai glikogen, terutama di hati

dan otot

 Glukosa berlebih yang tidak dapat disimpan sebagai glikogen akan

dikonversi sebagai asam lemak dan disimpan dalam jaringan adiposa

 Membantu meningkatkan sintesis protein dari asam-asam amino,

sehingga terjadi ketergantungan yang lebih besar terhadap karbohidrat

sebagai bahan bakar, bukannya asam amino

Sebaliknya, konsentrasi glukosa darah yang rendah akan menstimulasi

sekresi glukagon untuk meningkatkan glukosa darah ke rentang normal. Glukagon

meningkatkan kadar gula darah dengan :

 Memobilisasi glukosa, asam lemak, dan asam amino dari penyimpanan

ke sirkulasi, umumnya melalui pemecahan glikogen (glikogenolisis).

 Pembentukan glukosa dari asam amino (glukoneogenesis).15,16

11
2.1.5. Hiperglikemia

Hiperglikemia mengacu pada peningkatan konsentrasi glukosa dalam

darah. Meskipun glukosa darah umumnya meningkat setelah makan (sekitar 120-

140 mg/dL dalam periode 30 menit sampai 1 jam), kadarnya akan kembali ke

rentang normal sekitar 80-100 mg/dL, 2 jam setelah makan. Ketika berpuasa,

kadar glukosa darah juga akan dipertahankan dalam rentang normal 80-100

mg/dL.

Kegagalan menghasilkan insulin, kurangnya suplai insulin yang

mencukupi, atau ketidaktahanan terhadap efek-efek insulin menyebabkan kelainan

yang disebut ‘Diabetes Melitus’. Pasien diabetes melitus menunjukkan respon

regulasi glukosa darah yang terganggu. Glukosa darah akan meningkat baik

setelah makan maupun selama keadaan berpuasa. 15,16

Ketika seseorang memiliki kadar glukosa darah yang tinggi dalam waktu

lama (seperti penderita diabetes), efek terhadap tubuh akan terlihat. Keluhan akan

muncul pada kulit seperti infeksi bakteri, infeksi jamur, dan gatal-gatal menjadi

sering. Saraf dapat rusak sehingga timbul mati rasa, menusuk-nusuk, kesemutan,

dan sebagainya. Pembuluh darah besar dapat menyempit sehingga menurunkan

aliran darah dan dapat menyebabkan penyakit jantung, stroke, dan hilangnya

sirkulasi. Kerusakan juga dapat terjadi pada pembuluh darah kecil, sehingga dapat

menyebabkan gangguan penglihatan dan penyakit ginjal.

Kadar glukosa darah yang sangat tinggi (diatas 360 mg/dL) dapat

mengancam jiwa jika tidak segera ditangani. Karena glukosa tidak dapat

12
digunakan sebagai sumber energi, tubuh memecah lemak sebagai sumber energi.

Proses ini akan menghasilkan produk sampingan berupa keton ke dalam aliran

darah. Timbunan keton berlebih akan mengganggu keseimbangan asam-basa

tubuh, sehingga menimbulkan keadaan ketoasidosis yang membutuhkan perhatian

medis segera.17

2.2 Diabetes Mellitus

2.2.1 Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA), Diabetes Mellitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau

kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan

kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh,

terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.18

Klasifikasi diabetes melitus dapat dilihat pada tabel19

Tabel 1. Klasifikasi etiologis DM

Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi

insulin absolut.

 Autoimun

 Idiopatik

Tipe 2  Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin

disertai defisiensi insulin relatif sampai yang

dominan defek sekresi insulin disertai resistensi

insulin.

13
Tipe lain  Defek genetik fungsi sel beta

Tipe lain  Defek genetik kerja insulin

 Penyakit eksokrin pancreas

 Endokrinopati

 Karena obat atau zat kimia

 Infeksi

 Sebab imunologi yang jarang

 Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

Diabetes melitus

gestasional.

Diabetes melitus tipe 2 atau “non insulin dependent diabetes mellitus”

(NIDDM) atau “adult onset diabetes” adalah 90-95% dari seluruh jenis diabetes.

WHO memprediksi kenaikan jumlah penderita dari 8,4 juta pada tahun 2002

menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.20 Secara epidemiologik, diabetes

seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai terjadinya diabetes

adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas

dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini.18

Penelitian lain menyatakan bahwa dengan adanya urbanisasi, populasi

diabetes tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat karena terjadi perubahan perilaku

rural-tradisional menjadi urban. Faktor resiko yang berubah secara epidemiologik

diperkirakan adalah : bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih lamanya

obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya aktivitas jasmani, dan

14
hiperinsulinemia. Semua faktor ini berinteraksi dengan beberapa faktor genetik

yang berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2.18

2.2.2 Epidemiologi

Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi

diabetes melitus di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Angka ini menunjukkan

bahwa peningkatan prevalensi diabetes melitus di Indonesia pada tahun 2030

mencapai 154%. Sedangkan, hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada

tahun 2013, untuk diabetes melitus yang berdasarkan wawancara juga terjadi

peningkatan dari 1,1 persen (2007) menjadi 2,1 persen (2013). Prevalensi diabetes

melitus berdasarkan diagnosis dokter dan gejala meningkat sesuai dengan

bertambahnya umur, namun mulai umur ≥65 tahun cenderung menurun.

Prevalensi DM cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikan

tinggi dan dengan kuintil indeks kepemilikan tinggi.

DM terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 2,1 persen. Prevalensi diabetes

yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta

(2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi diabetes

yang terdiagnosis dokter atau gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah

(3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara

Timur 3,3 persen. Prevalensi hipertiroid tertinggi di DI Yogyakarta dan DKI

Jakarta (masing-masing 0,7%), Jawa Timur (0,6%), dan Jawa Barat (0,5%).

15
2.2.3 Patogenesis Diabetes Melitus

2.2.3.1 Diabetes Melitus Tipe 1

Secara umum, DM tipe 1 merupakan penyakit autoimun, dimana terdapat

pengaruh lingkungan (mikroba, bahan kimia, atau pola makan) yang memicu

reaksi autoimun pada individu yang rentan. Penghancuran sel beta pulau

langerhans didominasi mediasi sel (mononuklear; terutama makrofag dan limfosit

T CD8+) dan memiliki hubungan dengan beberapa autoantibodi terhadap

komponen pulau langerhans. Proses autoimun destruksi sel beta dapat

berlangsung selama beberapa tahun sebelum menimbulkan gejala klinik DM

karena berkompetisi dengan proses regenerasi sel beta. 21

Apabila massa sel beta pankreas yang tersisa hanya 10-20%, pankreas tidak

mampu mensekresi insulin yang cukup untuk mengkompensasi dan

mempertahankan kadar glukosa normal. Meski pemberian terapi insulin dosis

rendah dapat membantu pemulihan fungsi sel beta, sekresi insulin sel beta pada

akhirnya akan sepenuhnya gagal sehingga pasien menjadi bergantung pada insulin

(insulin dependent) dan dapat mengalami ketoasidosis diabetik tanpa insulin

eksogen. 21

2.2.3.2 Diabetes Melitus Tipe 2

Terdapat predisposisi genetik yang signifikan untuk patogenesis DM tipe 2,

diperburuk dengan pengaruh beberapa faktor lainnya. Elemen penting yang

merupakan karakteristik patofisiologi DM tipe 2 yaitu; (1) resistensi insulin, (2)

disfungsi sel Beta pankreas, (3) disregulasi produksi glukosa hepatik, (4)

gangguan absorbsi glukosa pada saluran pencernaan, dan (5) obesitas. 21

16
Resistensi insulin disebabkan gangguan penghantaran sinyal intraselular

setelah insulin terikat dengan reseptornya. Gangguan ini menyebabkan penurunan

aktivitas transport glukosa intraseluler. Pada masa preklinik, sel beta pankreas

akan berusaha mengkompensasi keadaan resistensi insulin dengan cara

memproduksi lebih banyak insulin (hiperinsulnemia) untuk mempertahankan

kadar glukosa darah normal. Tapi lama-kelamaan sel beta pankreas akan gagal

mengkompensasi dengan peningkatan resistensi insulin yang progresif dan pada

akhirnya hiperglikemia menjadi manifestasi klinik Diabetes Melitus. 21

Disfungsi sel Beta pankreas meliputi pulsasi disritmik sekresi insulin,

peningkatan rasio proinsulin-insulin (akibat gangguan aktivitas protease),

akumulasi amyloid polipeptida pada pulau langerhans, peningkatan sekresi

glukagon dari sel alpha pankreas, dan glukotoksisitas.

Produksi glukosa hepatik berlebih (25% hingga 50% lebih tinggi dari

normal) dihasilkan dari proses glukoneogenesis yang tidak adekuat, resistensi

insulin hepatik, dan penurunan sekresi insulin dari sel beta yang rusak. Produksi

glukosa hepatik post-prandial secara jelas meningkat. Selain itu, terjadi penurunan

sintesis glikogen dan peningkatan sintesis lemak. 22

Hiperglikemia dengan atau tanpa keterlibatan saraf otonom juga dapat

dikaitkan dengan dismotilitas gaster dan gangguan pada laju dan waktu absorbsi

glukosa pada saluran pencernaan (biasanya meningkat).22

17
2.4 Beras Merah

2.4.1 Klasifikasi Oryza nivara

Klasifikasi beras merah (Oryza nivara) sebagai berikut : 23

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheo-bionta (tumbuhan berpembuluh)

Superdivisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)

Subdivisi : Angiospermae (tumbuhan berbiji tertutup)

Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil))

Subkelas : Commelinidae

Ordo : Poales

Famili : Poaceae (suku rumput-rumputan)

Genus : Oryza

Spesies : Oryza nivara

2.4.2 Morfologi

Beras merah dengan nama latin Oryza nivara dalam family Poaceae

(rumput-rumput) dengan karakteristik :23

1. Akar

System Perakaran serabut (radix adventicia) karena tidak terdapat akar

utama atau akar pokok dan digantikan oleh sejumlah akar yang ukurannya

kurang lebih sama besar dan semuanya keluar dari pangkal batang.

18
2. Batang

Batang berbentuk bulat (teres). Sifat batang beras merah yakni batang

rumput (calmus), yaitu batang yang tidak keras, mempunyai ruas-ruas

yang nyata dan seringkali berongga. Permukaan batang licin (laevis). Arah

tumbuh batang tegak (erectus), yaitu arah tumbuhnya ke atas. Warna

batang hijau namun pada pangkal batang berwarna merah. Semakin ke

ujung berwarna hijau. Pertumbuhan batang dapat mencapai 2 meter.

3. Daun

Daun padi beras merah termasuk daun tidak lengkap, karena hanya

memiliki helaian daun (lamina) dan pelapah daun (vagina) saja. Memiliki

tambahan pada daun yaitu lidah-lidah (lingula), merupakan satu selaput

kecil yang biasanya terdapat pada batas antara pelapah dan helaian daun.

Alat ini berfungsi untuk mencegah masuknya air hujan ke antara pelepah

dan batang.

4. Buah

Padi beras merah termasuk buah sejati tunggal yang kering (siccus) yaitu

buah yang bagian luarnya keras dan mengayu seperti kulit yang kering.

19
2.4.2 Kandungan Beras Merah

Beras merah merupakn salah satu bahan makanan sumber serat, meskipun

kadarnya kecil, yaitu 0,3 gram per 100 gram bahan. Beras merah juga

mengandung vitamin E, vitamin B dan serat larut dalam air. Manfaat beras merah

untuk mengurangi gejala alergi dan memperbaiki system metabolisme.24

Beras merah jauh lebih baik dibandingkan dengan beras putih. Jika

dibandingkan dengan beras putih, beras merah mengandung 349% lebih banyak

serat, 203% lebih vitamin E, 185% lebih vitamin B6, dan 219% lebih magnesium.

Kandungan gula dalam beras merah mencapai 0,6-1,4% yang dominan terdiri dari

sukrosa dan sedikit glukosa dan fruktosa. Kandungan protein dalam beras merah

diperkirakan sebesar 6,7-13,5% dimana kandungan protein ini dipengaruhi oleh

varietas, lingkungan, musim, tanggal penanaman, dan dari fertilisasi nitrogen.

Mineral yang dikandung dari beras merah juga berbeda dengan beras lain hal ini

dipengaruhi oleh jenis tanah yang digunakan untuk menanam bibit padi tersenut.

Pada beberapa penelitian ditemukan kandungan zat besi pada beras merah

mencapau 60%. Total kandungan lemak pada beras merah adalah 1,5-2,5%. Total

20
kalori dalam 100 gram beras merah adalah 360 kkal. Semua komponen nutrisi

tersebut sangat penting bagi kesehatan. Selain itu, beras merah memiliki indeks

glikemik yang rendah, yaitu 55, dibandingkan dengan beras putih yang memiliki

indeks glikemik tinggi sebesar 70-87.26

Karbohidrat dengan IG tinggi ketika dikonsumsi akan dicerna dan diserap

secara cepat sehingga glukosa darah meningkat secara cepat. Sedangkan pangan

dengan IG rendah dicerna dan diserap lebih lambat sehingga dapat mencegah

terjadinya fluktuasi gula darah yang terlalu lebar. Dengan demikian, pangan berIG

rendah relatif aman untuk dikomsumsi. Selain itu, pangan dengan IG rendah juga

membantu mengontrol berat badan.27

Selain itu kandungan serat yang tinggi pada beras merah mampu

memperlambat absorbsi gula ke dalam darah dan meningkatkan sensitivitas dari

hormone insulin.28 Serat juga di dalam usus akan menghambat aktivitas dari

enzim alfa amilase yang berfungsi untuk mencerna pati sehingga kadar gula yang

diabsorbsi jumlahnya lebih sedikit. Kandungan Gamma Amino Butiric Acid

(GABA) yang tinggi di dalam beras merah mampu mennstimulasi sel beta

pancreas untuk menghasilkan insulin berlebih.29

Menurut Chang.T.T and E.A.Bardenas dalam jurnal (Suliarti,dkk.,

2011:43-44) padi beras merah selain mengandung karbohidrat, lemak, protein,

serat, dan mineral, beras merah juga mengandung senyawa flavonoid. Senyawa

flavonoid pada beras merah memiliki kemampuan sebagai antidiabetes, yaitu

dapat menurunkan gula darah dengan meningkatkan sekresi insulin dan mencegah

resistensi insulin.30

21
Flavonoid dapat meregenerasi kerusakan sel beta pankreas. Flavonoid juga

merupakan antioksidan yang dapat menghilangkan, membersihkan, menahan

pembentukan ataupun meniadakan pengaruh radikal bebas. Flavonoid juga telah

banyak diteliti untuk mengeksplorasi peran pentingnya dalam pengobatan

diabetes. Flavonoid telah menunjukkan manfaat terhadap manifestasi diabetes

melitus, baik dengan mencegah absorbsi glukosa atau dengan meningkatkan

toleransi glukosa. Telah dibuktikan bahwa flavonoid dapat berperan sebagai

insulin mimetics, menstimulasi ambilan glukosa di jaringan perifer dan

meregulasi aktivitas dan/atau ekspresi dari enzim-enzim yang teribat dalam jalur

metabolisme karbohidrat .31

Flavonoid memiliki mekanisme dalam penghambatan fosfodiesterase

sehingga kadar cAMP dalam sel β pancreas meninggi. Hal ini akan meransang

sekresi insulin melalui jalur Ca, dimana peningkatan cAMP akan menyebabkan

penutupan kanal K+ ATP dalam membrane plasma sel beta. Keadaan ini

mengakibatkan terjadinya depolarisasi membrane dan membukanya kanal Ca

sehingga ion Ca++ masuk ke dalam sel dan menyebabkan sekresi insulin oleh sel β

pancreas.32

2.5 Aloksan

Aloksan adalah suatu subtract yang secara structural adalah derivate

pirimidin sederhana. Aloksan diperkenalkan sebagai hidrasi aloksan pada larutan

encer. Nama aloksan diperoleh dari penggambungan kata allantoin dan oksalurea

(asam oksalurik). Nama lain dari aloksan adalah 2,4,5,6-tetraoxypirimidin;

22
2,4,5,6-primidinetetron; 1,3-Diazinan-2,4,5,6-tetron (IUPAC) dan asam

Mesoxalylurea 5-oxobarbiturat. Rumus kimia aloksan adalah C4H2N2O4. Aloksan

murni diperolej dari oksidasi asam urat oleh asam nitrat. Aloksan adalah senyawa

kimia tidak stabil dan senyawa hidrofilik. Waktu paruh aloksan pada pH 7,4 dan

suhu 37º C adalah 1,5 menit.33,34

Aloksan dapat menyebabkan Diabetes Melitus tergantung insulin pada

binatang tersebut (aloksan diabetes) dengan karakteristik mirip dengan Diabetes

Melitus tipe 1 pada manusia. Aloksan bersifat toksik selektif terhadap sel beta

pancreas yang memproduksi insulin karena terakumulasinya aloksan secara

khusus melalui transporter glukosa yaitu GLUT2. Aloksan bereaksi dengan

merusak substansi esensial di dalam beta pancreas sehingga menyebabkan

berkurangnya granula-granula pembawa insulin di dalam sel beta pancreas.

Aloksan meningkatkan pelepasan insulin dan protein dari sel beta pancreas tetapi

tidak berpengaruh pada sekresi glucagon. Efek ini spesifik untuk sel beta pancreas

sehingga aloksan dengan konsentrasi tinggi tidak berpengaruh terhadap jaringan

lain. 33,34

23
2.6 Kerangka Teori

Patogenesis DM

Penurunan aktivitas transport


Resistensi insulin
glukosa intraseluler

Diabetes Melitus
Disregulasi
Kenaikan produksi glukosa
glukosa hepatik oleh hati

Disfungsi sel beta


Penurunan sekresi insulin dari
pankreas sel beta

Peningkatan laju
Hiperglikemi post prandial
absorbsi glukosa

Glikemik Indeks
(GI) rendah
Ekstrak beras
merah (Oryza Mengandung
flavonoid
nivara)
Serat yang tinggi

24
2.5. Kerangka Konsep

Kandungan ekstrak beras


merah (Oryza nivara)

- memperlambat Kadar glukosa


ekstrak beras merah
absorbsi glukosa ke darah mencit
(Oryza nivara) dalam darah

- meregenerasi
kerusakan sel beta
pancreas

- menghambat
fosfodiesterase

Keterangan :

: Variabel bebas

: Variabel terikat

2.6 Hipotesis

H0 : Terjadi penurunan kadar gula darah mencit yang diinduksi

aloksan setelah pemberian ekstrak beras merah (Oryza nivara)

H1 : Tidak terjadi penurunan kadar gula darah mencit yang

diinduksi aloksan seteah pemberian ekstrak beras merah (Oryza

nivara)

25
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental laboratorik

dengan rancangan penelitian pre and post test control group design.

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi dan

Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia dengan

waktu yang disesuaikan

3.3 Subjek Penelitian

Mencit Balb/C jantan, sehat dan mempunyai aktivitas normal, tidak kawin,

berumur kira-kira 4-6 minggu dengan berat kira-kira 20-30 gram.

3.3.1 Kriteria Inklusi

1. Mencit bergerak aktif.

2. Secara makroskopis tidak ada kelainan morfologi.

3.3.2 Kriteria Ekslusi

1. Mencit yang mati selama penelitian.

2. Mencit yang kadar glukosa darahnya <200 mg/dl setelah diinduksi

aloksan.

3.4 Teknik Sampling

Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara purposive sampling,

setelah dilakukan induksi aloksan dan pengukuran kadar GDS dan mencit dengan

26
kadar GDS < 200 mg/dl dipisahkan (exclude) kemudian dilanjutkan simple

random sampling untuk membagi subyek menjadi tiga kelompok, yaitu :

a. Kelompok 1 diberi pakan dan minum standar (kontrol).

b. Kelompok 2 diberi diet standar dan diberi ekstrak beras merah

dengan injeksi dosis 1000 mg/mencit setiap hari

c. Kelompok 3 diberi diet standar dan diberi ekstrak beras merah

dengan injeksi dosis 1500 mg/mencit setiap hari.

d. Kelompok 4 diberi diet standar dan diberi ekstrak beras merah

dengan injeksi dosis 4000 mg/mencit setiap hari.

3.5 Besar Sampel

Pengambilan sampel sebanyak 24 ekor dengan purposive random sampling.

Sampel dibagi menjadi 4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor

mencit.

Perhitungan besar sampel tiap kelompok menggunakan rumus Federer.

(n-1) (t-1) ≥ 15

(n-1) (4-1) ≥ 15

3n-3 ≥ 15

3n ≥ 18

n≥6

n = besar sampel tiap kelompok

t = jumlah kelompok

Jadi, 4 kelompok sampel masing-masing membutuhkan 6 ekor mencit, maka

dibutuhkan sampel sebanyak 24 ekor mencit.

27
3.6 Hewan Uji Induksi Aloksan

Mencit Balb/C diadaptasikan selama 1 minggu untuk menginduksi

peningkatan glukosa darah. Mencit dipuasakan 12-24 jam kemudian diinjeksi

aloksan dengan dosis 120 mg/kgBB secara i.p. Hanya mencit dengan kadar

glukosa ≥200 mg/d yang digunakan dalam penelitian ini.

3.7 Penentuan Dosis Aloksan

Aloksan merupakan derivate pirimidin sederhana yang merusak sel beta

pancreas sehingga menurunkan produksi insulin. Aloksan yang diberikan dalam

bentuk serbuk yang kemudian dilarutkan dengan aquades. Dalam percobaan ini

mencit disuntikkan aloksan sebanyak 120mg/kgBB secara intraperitoneal.

3.8 Identifikasi Variabel

1. Variabel bebas : ekstrak beras merah (Oryza nivara)

Skala variabel : nominal

2. Variabel terikat : Kadar glukosa darah mencit Balb/C jantan

Skala variabel : numerik

3. Variabel luar :

a. Dapat dikendalikan : makanan, minuman, faktor genetik, jenis

kelamin, usia, dan berat badan

b. Tidak dapat dikendalikan : kondisi psikologis (stres), hormonal,

penyakit hati dan pankreas, kualitas ekstrak beras merah

28
3.8 Definisi Operasional Variabel

3.8.1 Hewan Coba

Hewan coba yang digunakan adalah mencit (Mus musculus) jantan, sehat

dan mempunyai aktivitas normal, tidak kawin, berumur kira-kira 4-6 minggu

dengan berat kira-kira 20-30 gram

3.8.2 Mencit DM

Mencit DM adalah mencit (Mus musculus) jantan dengan kadar glukosa

darah >200 mg/dl setelah diinduksi aloksan

3.8.3 Ekstrak Beras Merah

Ekstrak beras merah adalah beras merah yang telah diserbukkan sebanyak

1 kg yang diekstraksi dengan pelarut Etanol asam. Mula-mula beras yang telah

dihaluskan dimasukkan ke dalam wadah maserasi lalu ditambahkan cairan

hingga seluruh sampel terendam. Wadah lalu ditutup rapat dan dibiarkan selama

1 jam dalam sonikator. Campuran kemudian disaring dan dilakukan sebanyak 5

kali masing-masing. Ekstrak yang diperoleh kemudian dikumpulkan dan

pelarutnya diuapkan hingga ekstrak terbebas dari pelarutnya, selanjutnya air yang

tersisa di dalam ekstrak dihilangkan dengan cara liofilisasi hingga diperoleh

ekstrak kering.

Untuk dosis 1000 mg/kgBB,

1000 𝑚𝑔
Dosis 1 ekor mencit = 𝑥 20 𝑔𝑟𝑎𝑚𝐵𝐵 = 20 𝑚𝑔
1000𝑔𝑟𝑎𝑚𝐵𝐵

Untuk dosis 1500 mg/kgBB,

1500 𝑚𝑔
Dosis 1 ekor mencit = 𝑥 20 𝑔𝑟𝑎𝑚𝐵𝐵 = 40 𝑚𝑔
1000𝑔𝑟𝑎𝑚𝐵𝐵

29
Untuk dosis 4000 mg/kgBB,

4000 𝑚𝑔
Dosis untuk 1 ekor mencit = 𝑥 20 𝑔𝑟𝑎𝑚𝐵𝐵 = 80 𝑚𝑔
1000𝑔𝑟𝑎𝑚𝐵𝐵

Karena volume cairan maksimal yang dapat diberikan per oral pada mencit

adalah 1 ml/20 gramBB, disarankan takaran pemberian tidak melebihi setengah

kali volume maksimalnya. Oleh karena itu dilakukan pengenceran ekstrak.

Ekstrak beras merah ditimbang sebanyak 5 gram kemudian dilarutkan dalam 50

ml aquades sampai jenuh.

5 𝑔 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 5000 𝑚𝑔 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘


Pengenceran ekstrak = =
50 𝑚𝑙 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠 50 𝑚𝑙 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠

= 100 mg ekstrak dalam 1 ml larutan.

Atau dengan kata lain 1 ml larutan mengandung 100 mg ekstrak. Bila

dosis mencit adalah 20 mg, 40 mg, dan 80 mg, maka volume ekstrak yang

diberikan adalah 0,2 ml, 0,4 ml, dan 0,8 ml tiap kelompok mencit setiap hari.

3.8.4 Kadar Glukosa Darah

Kadar glukosa darah adalah jumlah glukosa yang dialirkan melalui darah

sebagai sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Kadar normal glukosa darah

sewaktu adalah 100-199 mg/dl, sedangkan kadar glukosa darah sewaktu pada

pasien diabetes ≥ 200mg/dl. Kadar normal glukosa darah puasa adalah 100-125

mg/dl, sedangkan kadar glukosa darah puasa pada pasien diabetes ialah ≥

126mg/dl.

Kadar glukosa darah hewan uji diukur dengan menggunakan Blood Glucose

Test Meter (GlucoDrTM). Darah didapat dari pengambilan darah di pembuluh

darah ekor mencit.

30
3.9 Alat dan Bahan yang Digunakan

3.9.1 Alat-alat yang digunakan

1. Kandang hewan uji beserta kelengkapan pemberian pakan dan

minum

2. Gelas dan labu ukur

3. Spuit injeksi tuberculin

4. Sonde mencit

5. Blood Glucose Test Meter (GlucoDrTM)

6. Timbangan elektrik

3.9.2 Bahan-bahan yang digunakan

1. Aloksan

2. Ekstrak beras merah

3. Aquadest

4. Buffer sitrat

3.10 Cara Kerja

3.10.1 Pembuatan Ekstrak Beras Merah (Oryza nivara)

Beras merah yang telah diserbukkan sebanyak 1 kg

diekstraksi dengan pelarut Etanol asam. Mula-mula beras yang telah

dihaluskan dimasukkan ke dalam wadah maserasi lalu ditambahkan

cairan hingga seluruh sampel terendam. Wadah lalu ditutup rapat

dan dibiarkan selama 1 jam dalam sonikator. Campuran kemudian

disaring dan dilakukan sebanyak 5 kali masing-masing. Ekstrak yang

31
diperoleh kemudian dikumpulkan dan pelarutnya diuapkan hingga

ekstrak terbebas dari pelarutnya, selanjutnya air yang tersisa di

dalam ekstrak dihilangkan dengan cara liofilisasi hingga diperoleh

ekstrak kering.

3.10.2 Perlakuan Mencit

a. Kandang mencit disiapkan

b. Mencit diadaptasikan dengan lingkungan selama 1 minggu.

c. Mencit sebanyak 24 ekor diukur kadar GDS kemudian dicatat

sebagai kadar GDS awal.

d. Kemudian dilakukan induksi aloksan dosis 120 mg/kgBB

Kemudian diukur GDS ± 2 hari setelah induksi aloksan dimana

sebelum dilakukannya pengukuran, mencit dipuasakan selama 18

jam. Mencit dengan kadar GDS < 200 mg/dl dipisahkan

(exclude) selanjutnya dikelompokkan menjadi 4 kelompok,

masing-masing kelompok 6 ekor mencit.

a. Kelompok 1 diberi pakan dan minum standar (kontrol).

b. Kelompok 2 diberi diet standar dan diberi ekstrak beras merah

dengan injeksi dosis 1000 mg/mencit setiap hari

c. Kelompok 3 diberi diet standar dan diberi ekstrak beras merah

dengan injeksi dosis 1500 mg/mencit setiap hari.

d. Kelompok 4 diberi diet standar dan diberi ekstrak beras merah

dengan injeksi dosis 4000 mg/mencit setiap hari.

32
e. Pemeriksaan glukosa darah untuk menilai penurunan kadar GDS

mencit dilakukan pada hari kelima belas, 1 hari setelah akhir

penelitian yang dilakukan sekitar 14 hari

33
3.11 Alur Penelitian

Mencit Exclude
1000 𝑚𝑔
𝑥 20 𝑔𝑟𝑎𝑚𝐵𝐵 =
1000𝑔𝑟𝑎𝑚𝐵𝐵
20 𝑚𝑔 t
Aloksan dosis 120 mg/kgBB Kadar GDS < 200 mg/dL

Kadar GDS ≥ 200 mg/dL

Perlakuan Perlakuan Perlakuan Perlakuan


kelompok I kelompok II kelompok III kelompok IV

Pengukuran kadar
glukosa setelah 7 hari dan
15 hari perlakuan

Penurunan kadar
glukosa darah

Analisis statistik untuk uji pengaruh pemberian ekstrak


beras merah terhadap kadar gula darah mencit :
Uji One Way Anova

Analisis statistik untuk uji korelasi antara peningkatan


konsentrasi
Teknik ekstrak
Analisis Databeras merah dan penurunun kadar
gula darah mencit :
Uji Spearman Correlation Test

34
Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan program

Statistical Products and Service Solutions (SPSS) for Windows Release 21.0.

Teknik analisis data yang akan digunakan tergantung pada hasil distribusi data.

Untuk uji pengaruh pemberian ekstrak beras merah terhadap kadar gula darah

mencit digunakan uji one way Anova. Jika distribusi data yang didapatkan normal,

maka teknik analisa data yang digunakan adalah uji one way Anova, dimana jika

hasil uji Anova signifikan maka dilanjutkan dengan post hoc test. Derajat

kemaknaan yang digunakan adalah α = 0.05. Namun, jika distribusi data

didapatkan hasil skewed, maka teknik analisis data yang digunakan adalah uji

Kruskall Wallis. Sedangkan, untuk uji korelasi antara peningkatan konsentrasi

ekstrak beras merah dan penurunan kadar gula darah mencit digunakan uji

Spearman correlation test.

3.12 Etika Penelitian

Hal-hal yang terkait dengan etika penelitian ini adalah :

1. Menyertakan surat izin penelitian kepada pihak Fakultas Kedokteran

Universitas Muslim Indonesia

2. Menyertakan surat izin dari Fakultas Kedokteran dan dosen pembimbing

kepada laboratorium yang akan digunakan untuk meneliti.

35
BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi UMI

Gambar 4.1 Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi UMI

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi

UMI pada bulan Agustus 2016. Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi

UMI terletak di Kampus II Universitas Muslim Indonesia, tepat nya Jl. Urip

Sumoharjo Km. 5. Laboratorium Farmakologi UMI didirikan seiring dengan

pembentukan Fakultas Farmasi UMI ditahun 2001. Kemudian, sejak tahun

2012 berpindah ke lantai 4 dan 5 gedung laboratorium Fakultas Farmasi UMI

sisi Utara.

Alasan peneliti memilih tempat ini sebagai lokasi penelitian karena

laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi UMI menyediakan fasilitas untuk

pembuatan ekstrak, pengujian-pengujian praklinik, dan tempat pemeliharaan

hewan coba. Selain itu, laboratorium ini sudah sering dijadikan sebagai

36
tempat penelitian mahasiswa(i) semester akhir fakultas kedokteran dan

fakultas farmasi. Hingga tahun 2016, sudah lebih dari 200 peneliti yang

menyelesaikan penelitiannya dilaboratorium ini setiap tahunnya.

37
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Farmasi

Universitas Muslim Indonesia yang beralamat di Jalan Urip Sumohardjo KM 04

Kota Makassar. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Agustus hingga

September 2016. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimen untuk

mengetahui pengaruh ekstrak beras merah (Oryza nivara) terhadap kadar glukosa

darah mencit (Mus musculus). Jumlah sampel yang diteliti yaitu sebanyak 24 ekor

yang terdiri atas 4 kelompok mencit.

Pengukuran kadar glukosa darah mencit dilakukan sebelum pemberian

Aloksan (Minggu 1), setelah pemberian Aloksan (Minggu II) dan setelah

pemberian ekstrak beras merah (Minggu III dan minggu IV). Hasil pengukuran

diinput ke dalam aplikasi microsoft excel 2010 dan selanjutnya dianalisa dengan

bantuan aplikasi Statistical Package for The Science 23 (SPSS 23,0). Adapun

hasil analisis data tersebut sebagai berikut:

5.1. DESKRIPSI DATA

Hasil penginputan data telah diinput kedalam aplikasi excel 2010. Berikut

ini adalah hasil distribusi kadar kolesterol darah pada masing-masing

kelompok.

38
a. Tabel 5.1.1. Distribusi Kadar Kolesterol Pada Kelompok A

Mencit Setelah adaptasi Setelah injeksi Pemberian Pemberian


(mg/dL) aloksan NaCMC 1% NaCMC 1%
(mg/dL) hari ke-7 hari ke-14
A1 79 242 236 233
A2 73 213 209 192
A3 86 315 281 269
A4 96 271 269 258
A5 72 267 257 239
A6 80 238 221 207
Rerata 81 257,7 245,5 233
Sumber : Data primer penelitian, Agustus-September 2016

b. Tabel 5.1.2. Distribusi Kadar Kolesterol Pada Kelompok B

Mencit Setelah adaptasi Setelah injeksi Setelah Setelah


(mg/dL) aloksan pemberian pemberian
(mg/dL) ekstrak ekstrak
beras merah beras merah
hari ke-7 hari ke-14
(mg/dL) (mg/dL)
B1 91 253 181 160
B2 76 223 107 96
B3 73 289 263 181
B4 81 224 181 148
B5 77 238 174 158
B6 96 213 134 126
Rerata 82,3 240 173,3 144,8
Sumber : Data primer penelitian, Juni-Juli 2016

c. Tabel 5.1.3. Distribusi Kadar Kolesterol Pada Kelompok C

39
Mencit Setelah adaptasi Setelah injeksi Setelah Setelah
(mg/dL) aloksan pemberian pemberian
(mg/dL) ekstrak ekstrak
beras merah beras merah
hari ke-7 hari ke-14
(mg/dL) (mg/dL)
C1 79 274 182 159
C2 89 323 126 98
C3 91 300 289 111
C4 85 224 107 51
C5 74 246 138 103
C6 94 292 169 107
Rerata 85,3 276,5 168,5 104,8
Sumber : Data primer penelitian, Juni-Juli 2016

d. Tabel 5.1.4. Distribusi Kadar Kolesterol Pada Kelompok D

Mencit Setelah adaptasi Setelah injeksi Setelah Setelah


(mg/dL) aloksan pemberian pemberian
(mg/dL) ekstrak ekstrak
beras merah beras merah
hari ke-7 hari ke-14
(mg/dL) (mg/dL)
D1 72 202 158 175
D2 90 341 276 254
D3 77 229 184 151
D4 79 235 182 166
D5 89 247 151 158
D6 72 269 128 124
Rerata 79,8 253,8 179,8 171,3
Sumber : Data primer penelitian, Juni-Juli 2016

Selain dari tabel diatas untuk memudahkan melihat perubahan kadar

glukosa darah, data penelitian juga disajikan dalam bentuk grafik sebagai berikut:

Gambar 5.1.1. Grafik Perubahan Kadar Glukosa Darah Pada Mencit

40
300

250

200

150

100

50

0
kontrol 1000mg/kgBB 1500mg/kgBB 2000mg/kgBB

GDP (mg/dl) GDS (mg/dl) hari ke-7 hari ke-14

Sumber: Data primer penelitian, Juni-Juli 2016

Berdasarkan tabel dan grafik diatas, terlihat bahwa kadar glukosa darah

mencit mengalami peningkatan setelah pemberian injeksi aloksan (Minggu 2).

Setelah masing-masing kelompok mendapatkan perlakuan berbeda pada dosis

pemberian ekstrak beras merah (Minggu 3 dan 4), maka terdapat perbedaan rerata

penurunan pada masing-masing kelompok mencit.

5.2. PENINGKATAN GLUKOSA DARAH

Dalam penelitian ini peningkatan kadar glukosa darah dilakukan

dengan memberikan aloksan untuk semua kelompok sampel. Pemberian

aloksan diberikan selama sekali dalam minggu kedua, kemudian dilakukan

pengukuran kadar glukosa darah mencit.

Dari grafik di atas diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar glukosa

darah pada semua kelompok. Namun penilaian secara objektif didapatkan

dari analisis statistik SPSS. Karena data dependen, berjumlah 2 (sebelum

41
dan sesudah pembebanan), maka uji statistik yang cocok adalah dependent

T-Test. Hasil uji bisa dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.2.1. Efek Pemberian Induksi Aloksan

Kadar Glukosa Darah N Rerata + s.d. P

Sebelum pemberian aloksan 24 82,1 + 8,15


0,000
Sesudah pemberian aloksan 24 257 + 37,4

*Uji Dependent T-Test Sumber: Data primer, Juni-Juli 2016

Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa nilai signifikansi 0,000,

lebih kecil dari 0,05. Sehingga terdapat perbedaan yang signifikan kadar

glukosa darah hewan coba sebelum dan sesudah pemberian induksi aloksan.

Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa induksi aloksan yang diberikan

pada semua kelompok sampel, efektif meningkatkan kadar glukosa hewan

coba.

5.3. EFEK EKSTRAK BERAS MERAH

Pada penelitian kali ini terdapat 4 kelompok sampel yang

mendapatkan perlakukan berbeda. Kelompok pertama, tidak mendapatkan

perlakuan pemberian ekstrak beras merah, kelompok kedua mendapatkan

perlakuan berupa pemberian ekstrak beras merah sebanyak

1000mg/kgBB/hari, kelompok ketiga mendapatkan perlakuan berupa

pemberian ekstrak beras merah sebanyak 1500/kgBB/hari, dan kelompok

keempat mendapatkan perlakuan berupa pemberian ekstrak beras merah

sebanyak 2000/kgBB/hari.

42
Untuk melihat apakah ekstrak beras merah efektif menurunkan kadar

kolesterol maka terlebih dahulu dilakukan uji terhadap kelompok kontrol

yang tanpa dilakukan perlakuan beruapa pemberian ekstrak beras merah.

Tabel 5.3.1. Efek Air Biasa Terhadap Kadar Glukosa Darah

Kelompok n Rerata + S.D. P

Kontrol Hari ke-7 6 245,5 + 28,1

Hari ke-14 6 233 + 29,3 0,055

*Uji Dependent T-Test Sumber : Data Primer Penelitian Juni-Juli 2016

Dari tabel 5.3.1. hasil pengujian Dependent T-Test didapatkan nilai

signifikan 0,055. Karena lebih besar dari 0,05 maka hal ini berarti pemberian

air biasa tidak efektif untuk menurunkan kadar glukosa darah hewan coba

mencit (Mus musculus).

Selanjutnya ingin diketahui apakah pemberian ekstrak beras merah

efektif menurunkan kadar glukosa hewan coba. Karena jumlah kelompok

sampel ada empat (lebih dari dua) dan kelompok sampel tidak saling

berhubungan (independen), maka analisis yang digunakan adalah One Way

Anova karena data berdistribusi normal dan memiliki variasi yang homogen.

Tabel 5.3.2. Efek Ekstrak Beras Merah Terhadap Kadar Glukosa

Darah Mencit

Kelompok N Rerata + S.B. P

Perlakuan 1 Hari ke-7 6 173,3 + 53,1

Hari ke-14 6 144,8 + 29,8

Perlakuan 2 Hari ke-7 6 168,5 + 65,1 0,000

43
Hari ke-14 6 104,8 + 34,4

Perlakuan 3 Hari ke-7 6 179,8 + 51,5

Hari ke-14 6 171,3 + 44

*Uji One Way Anova Sumber : Data primer penelitian, Juni-Juli 2016

Dari tabel 5.3.1, hasil pengujian anova didapatkan nilai signifikan

0,000. Karena lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal

ini berarti ada pengaruh ekstrak beras merah terhadap kadar glukosa darah

mencit. Untuk melihat perbedaan signifikan nilai rata-rata antar setiap

kelompok perlakuan yang mengalami perbedaan secara statistik, maka

pengujian dilanjutkan dengan uji LSD.

Tabel 5.3.3. Analisis Perbandingan Tiap Kelompok Percobaan

(I) Kelompok kelompok Sig.

Hari ke-7 Perlakuan 1 0,024

Kontrol Perlakuan 2 0,017

Perlakuan 3 0,038

Hari ke-14 Perlakuan 1 0,000

Kontrol Perlakuan 2 0,000

0,006
Perlakuan 3

*Uji LSD Sumber: Data primer penelitian, Juni-Juli 2016

Hasil uji LSD yang pada tabel 5.2.3.2. menunjukkan perbedaan yang

signifikan atau bermakna bila nilai signifikasi tiap kelompok perlakuan p <

0,05. Pada hari ke- 7, kelompok kontrol memberikan perbedaan yang

signifikan yaitu perlakuan 1 (p=0,024), perlakuan II (p=0,017),dan

44
perlakuan III (p=0,038). Pada hari ke-14, kelompok kontrol memberikan

perbedaan yang signifikan yaitu perlakuan 1 (p=0,000), perlakuan II

(p=0,000),dan perlakuan III (p=0,006)

5.4. PEMBAHASAN

5.4.1. Pemberian induksi aloksan

Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa pemberian induksi

aloksan sangat besar pengaruhnya terhadap kadar glukosa darah

mencit. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian dimana pada

minggu kedua setelah pemberian induksi aloksan didapatkan

peningkatan yang signifikan dari kadar glukosa darah mencit, yaitu

pada kelompok kontrol meningkat sebesar 176,7 mg/dL, perlakuan 1

meningkat sebesar 157,6 mg/dL, perlakuan II meningkat sebesar

191,1 mg/dL, dan perlakuan III meningkat sebesar 174 mg/dL. Secara

statistik, didapatkan perbedaan kadar glukosa minggu 1 dan 2 dengan

nilai signifikansi 0,000.

Aloksan dapat menyebabkan Diabetes Melitus tergantung

insulin pada binatang tersebut (aloksan diabetes) dengan karakteristik

mirip dengan Diabetes Melitus tipe 1 pada manusia. Aloksan bersifat

toksik selektif terhadap sel beta pancreas yang memproduksi insulin

karena terakumulasinya aloksan secara khusus melalui transporter

glukosa yaitu GLUT2. Aloksan bereaksi dengan merusak substansi

esensial di dalam beta pancreas sehingga menyebabkan berkurangnya

45
granula-granula pembawa insulin di dalam sel beta pancreas. Aloksan

meningkatkan pelepasan insulin dan protein dari sel beta pancreas

tetapi tidak berpengaruh pada sekresi glucagon. Efek ini spesifik

untuk sel beta pancreas sehingga aloksan dengan konsentrasi tinggi

tidak berpengaruh terhadap jaringan lain. 33,34

5.4.2. Efektifitas Pemberian Ekstrak Beras Merah

Penurunan kadar glukosa darah pada mencit tiap kelompok

percobaan yang diberikan ekstrak beras merah diduga karena

adanya senyawa aktif pada beras merah. Dalam penelitian ini tidak

dilakukan isolasi zat zat aktif yang terkandung pada beras merah

yang diduga berperan dalam hasil penelitian. Kandungan senyawa

aktif yang diduga memberikan pengaruh menurunkan kadar

glukosa darah mencit ialah Flavonoid.

Senyawa flavonoid pada beras merah memiliki kemampuan

sebagai antidiabetes, yaitu dapat menurunkan gula darah dengan

meningkatkan sekresi insulin dan mencegah resistensi insulin.30

Flavonoid dapat meregenerasi kerusakan sel beta pankreas.

Flavonoid juga merupakan antioksidan yang dapat menghilangkan,

membersihkan, menahan pembentukan ataupun meniadakan

pengaruh radikal bebas. Flavonoid juga telah banyak diteliti untuk

mengeksplorasi peran pentingnya dalam pengobatan diabetes.

Flavonoid telah menunjukkan manfaat terhadap manifestasi

46
diabetes melitus, baik dengan mencegah absorbsi glukosa atau

dengan meningkatkan toleransi glukosa. Telah dibuktikan bahwa

flavonoid dapat berperan sebagai insulin mimetics, menstimulasi

ambilan glukosa di jaringan perifer dan meregulasi aktivitas

dan/atau ekspresi dari enzim-enzim yang teribat dalam jalur

metabolisme karbohidrat .31

Flavonoid memiliki mekanisme dalam penghambatan

fosfodiesterase sehingga kadar cAMP dalam sel β pancreas

meninggi. Hal ini akan meransang sekresi insulin melalui jalur Ca,

dimana peningkatan cAMP akan menyebabkan penutupan kanal K+

ATP dalam membrane plasma sel beta. Keadaan ini mengakibatkan

terjadinya depolarisasi membrane dan membukanya kanal Ca

sehingga ion Ca++ masuk ke dalam sel dan menyebabkan sekresi

insulin oleh sel β pancreas.32

Pada kelompok percobaan yang tidak diberikan apapun

terjadi penurunan kadar glukosa darah , namun penurunan kadar

glukosa darah pada kelompok ini sangatlah kecil yakni 12,1 mg/dl

pada hari ke-7 dan menurun 24,6 mg/dl pada hari ke-14.

Sedangkan pada kelompok percobaan (kelompok B)

dengan pemberian ekstrak beras merah dengan dosis 1000

mg/kgBB/hari didapatkan penurunan kadar glukosa darah sebesar

66,6 mg/dL pada hari ke-7 dan 95,1 mg/dL pada hari ke-14. Pada

kelompok C dengan pemberian ekstrak beras merah dengan dosis

47
1500 mg/kgBB/hari didapatkan penurunan kadar glukosa darah

sebesar 183,5 mg/dL pada hari ke-7 dan 108 mg/dL pada hari ke-

14, dan pada kelompok D dengan pemberian ekstrak beras merah

dengan dosis 2000 mg/kgBB/hari didapatkan penurunan kadar

glukosa darah sebesar 124,8 mg/dL pada hari ke-7 dan 74 mg/dL

pada hari ke-14.

Selanjutnya untuk melihat penurunan kadar glukosa darah

yang bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan

menggunakan Uji One Way Anova yang dilanjutkan dengan Uji

Statistik Post Hoc (LSD) maka didapatkan hasil bahwa semua

perlakuan dengan pemberian ekstrak beras merah terjadi penurunan

yang signifikan (p<0,05), pada hari ke-7 yaitu (perlakuan 1=0,024;

perlakuan II=0,017; dan perlakuan III=0,038) dan pada hari ke-14

yaitu (perlakuan 1=0,000; perlakuan II=0,000; dan perlakuan

III=0,006). Hal ini disebabkan senyawa-senyawa aktif yang

terkandung didalam beras merah seperti flavonoid yang dapat

menstimulasi ambilan glukosa di jaringan perifer dan meregulasi

aktivitas dan/atau ekspresi dari enzim-enzim yang teribat dalam

jalur metabolisme karbohidrat, sehingga kadar glukosa dalam

darah semakin rendah.

Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa

“Ekstrak beras merah memiliki efektifitas dalam menurunkan

kadar glukosa darah mencit”. Efektifitas ekstrak beras merah

48
semakin meningkat pada dosis 1500 mg/kgBB yang diberikan pada

kelompok C dalam penelitian ini.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Vincentius Julio Halimputera (2015) bahwa ekstrak

beras merah mampu menurunkan kadar glukosa dalam darah.

Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Ismail

dkk (2014) yang berjudul Uji efek hipoglikemik ekstrak beras

beras merah pada tikus putih jantan (rattus norvegicus) yang

diinduksi dengan streptozotosin. Hasil penelitian ini didapatkan

bahwa ekstrak beras merah dapat menurunkan kadar glukosa dalam

darah tikus yang diinduksi dengan streptozotosin.

Dikutip dari penelitian Ismail dkk, Hal ini diduga

disebabkan karena ekstrak beras merah dapat merangsang

pelepasan insulin pada sel yang tidak rusak sempurna. Efek

penurunan kadar glukosa darah diduga melalui perbaikan sel-sel

beta pulau Langerhans oleh komponen ekstrak, karena kandungan

flavonoid dan antosianin juga bersifat antioksidan sehingga dapat

melindungi kerusakan sel-sel pankreas dari radikal bebas (Giusti

dan Wrostlad, 2001). Penelitian lainnya melaporkan bahwa beras

berwarna banyak mengandung antosianin, flavonoid dan polifenol

lainnya (Moko et al., 2014; Yodmanee et al., 2011). Adanya

kandungan yang sangat bermanfaat dalam ekstrak beras merah,

sehingga bisa dikembang sebagai neutraseutikal.

49
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut :

1. Terjadi peningkatan signifikan kadar glukosa darah mencit setelah

pemberian induksi aloksan (P = 0.000)

2. Terjadi penurunan signifikan kadar glukosa darah mencit Kelompok B

pada hari ke-7 setelah pemberian ekstrak beras merah dengan dosis

1000 mg/kgBB/hari (P=0,026)

3. Terjadi penurunan signifikan kadar glukosa darah mencit kelompok C

pada hari ke-7 setelah pemberian air rebusan daun sirsak dengan dosis

1500 mg/kgBB/hari (P=0,017)

4. Terjadi penurunan signifikan kadar glukosa darah mencit kelompok

D pada hari ke-7 setelah pemberian air rebusan daun sirsak dengan

dosis 2000 mg/kgBB/hari (P=0,038)

5. Terjadi penurunan signifikan kadar glukosa darah mencit Kelompok B

pada hari ke-14 setelah pemberian ekstrak beras merah dengan dosis

1000 mg/kgBB/hari (P=0,000)

6. Terjadi penurunan signifikan kadar glukosa darah mencit kelompok C

pada hari ke-14 setelah pemberian air rebusan daun sirsak dengan

dosis 1500 mg/kgBB/hari (P=0,000)

50
7. Terjadi penurunan signifikan kadar glukosa darah mencit kelompok

D pada hari ke-14 setelah pemberian ekstrak beras merah dengan

dosis 2000 mg/kgBB/hari (P=0,006)

8. Terdapat perbedaan yang bermakna kadar glukosa darah hari ke-7 dan

hari ke-14 antara mencit kelompok A yang tidak diberi air rebusan

daun sirsak (P=0,055) dengan kelompok mencit B, Kelompok C dan

kelompok D yang diberi ekstrak beras merah. (P=0,000)

9. Penurunan kadar glukosa darah mencit paling banyak didapatkan pada

kelompok mencit C yang diberi dosis ekstrak beras merah sebesar

1500 mg/kgBB/hari.

6.2 SARAN

Mengacu pada hasil penelitian, maka penulis mengisyaratkan untuk :

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang zat-zat aktif yang

terkandung di dalam ekstrak beras merah (Oryza nivara) untuk

mengetahui jenis zat aktif yang paling berperan dalam menurunkan

kadar glukosa darah.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang dosis maksimal dari

ekstrak beras merah (Oryza nivara) yang dapat digunakan sebagai

pengobatan.

3. Membudidayakan beras merah (Oryza nivara) sebagai makanan

sehari-hari.

51
6.3 KENDALA SELAMA PENELITIAN

Selama masa penelitian, peneliti mengalami beberapa kendala

yang cukup sulit diatasi, di antaranya :

1. Kurangnya kepustakaan mengenai pemberian dosis ekstrak beras

merah (Oryza nivara) untuk manusia

2. Kurangnya kepustakaan mengenai kadar glukosa darah mencit (Mus

musculus) yang akurat sehingga sulit untuk menggolongkan mencit

DM secara tepat.

3. Keterbatasan dana yang tersedia sedangkan dana yang diperlukan

dalam penelitian ini cukup besar.

Apabila penelitian ini dikembangkan, diharapkan peneliti lain dapat menjadikan

kendala-kendala yang telah disebutkan di atas sebagai bahan pembelajaran

sehingga dapat menutupi berbagai kekurangan pada penelitian ini.

52
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization.10 facts about diabetes.2012.

http://www.who.int/features/factfiles/diabetes/facts/en/index1.html, diakses

pada 19 Mei 2015.

2. WHO. Worldwide prevalence of diabetes mellitus 2005. WHO global

database on diabetes mellitus. Geneva: world Health Organization; 2007.

3. Kurnia Trisnawati,Shara dan Soedijono Setyorogo.2013.Faktor Resiko

Kejadian Diabetes MelitusTipe II Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng

Jakarta Barat Tahun 2012.Jurnal Ilmiah Kesehatan.

4. Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2013.Jakarta:Riskesdas

www.litbang.depkes.go.id

5. Depkes. Profil Kesehatan Kota Makassar, Makassar: Departemen

Kesehatan Sulawesi Selatan; 2011.

6. Ahmad Taqwa,A dkk.2014.Pola Konsumsi Pangan Berdasarkan Indeks

Glikemik dengan Kadar Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Melitus

Tipe II di Puskesmas Kota Makassar.Jurnal Kesehatan.

7. Ekawati,ER.Hubungan Kadar Glukosa Terhadap Hipertrigliseridemia pada

Penderita Diabetes Melitus.2012.

8. Ruslianti dan Clara.2007.Sehat dengan Makanan Berserat.Jakarta:PT

AgroMedia Pustaka

53
9. Dr. Ir. Muhammad Ahkam Subroto, M.App.ScReal Food True

Health.Jakarta:Agro Media

10. Departemen Kesehatan. 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju

Indonesia Sehat. Jakarta: Depkes RI

11. Ismail Marzuki, S., Si., M.Si., Kimia dalam Keperawatan. 2010, Pustaka

As Salam: Takalar.

12. James, J., Prinsip-prinsip Sains untuk Keperawatan. 2008, Erlangga

Medical Series.

13. Szablewski, L., Glucose Homeostasis and Insulin Resistance. 2011:

Bentham Science Publishers.

14. Mark, D.B., Biokimia Kedokteran Dasar. Jakarta: EGC.

15. Chee, F. and T. Fernando, Closed-Loop Control of Blood Glucose. 2007:

Springer.

16. H, G., Schaum's : Outlines Biologi Ed. 2. 2006: Erlangga.

17. Brand-Miller, J., K. Foster-Powell, and D. Mendosa, The New Glucose

Revolution What Makes My Blood Glucose Go Up ... and Down?: 101

Frequently Asked Questions about Your Blood Glucose Levels. 2006:

Marlowe & Company.

18. Purnamasari, Dyah. 2014. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus.


Dalam : Setiati S., Alwi I., Simadibrata MI. (eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid 2. Edisi 6. Jakarta : Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp : 2323
19. PERKENI, 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2 di Indonesia. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia

54
20. WHO. 2006. Definition and diagnosis of diabetes mellitus and intermediate
hyperglycemia. Report of a WHO/IDF Consultation.
21. J.C Ozougwu, Obimba K.C., et.al. The pathogenesis and pathophysiology
of type 1 and type 2 diabetes mellitus : A Review. Nigeria :Academics
Journal. 2013 Volume 4 Number 4.
22. American Diabetes Association. 2015. Standards on Medical Care in
Diabetes. The Journal of Clinical and Applied Research and Education.
Volume 38 Supplement 1.
23. SULAWESI, B.P.T.H., Oryza nivira. Informasi Singkat Benih, 2012.

24. Supriyatna, dkk.2014.Seri Herbal Medik.Katalog Dalam

Terbitan:Yogyakarta.Ed 1. Cet 1

25. Ruslianti dan Clara.2007.Sehat dengan Makanan Berserat.Jakarta:PT

AgroMedia Pustaka

26. Houston D.F. 1970. Nutritional Properties of Rice.

Washington,D.C.:National Academy of Science.

27. Rimbawan, Siagian A. 2004. Indeks Glikemik Pangan. Jakarta: Penebar

Swadaya.

28. National Center for Biotechnology Information (NCBI). (2011, January

20). Retrieved June 15, 2016, from

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3024208/

29. Ito, Y., Mizukuchi, A., & Kise, M. (2010). Postprandial Blood Glucose and

Insulin Response to Pre-germinated Brown Rice in Healthy Subjects.

30. Suliartini,. Gusti, R. Sadimantara, G.R. Wijayanto, T. Muhidin. 2011.


Pengujian Kadar Antosianin Padi Gogo Beras Merah Hasil Koleksi
Plasma Nutfah Sulawesi Tenggara Crop Agro Vol. 4 No.2 . Fakultas
Pertanian Universitas Haluleo. Kendari.

55
31. Brahmachari, G., Bio-flavonoids with promising antidiabetic potentials: A
critical survey. Opportunity, Challenge and Scope of Natural Products in
Medicinal Chemistry, 2011: p. 187-212.
32. Panjuantiningrum, F. 2009. Pengaruh Pemberian Buah Naga Merah

(Hylocereus mangostana L.) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah

Tikus Putih yang diinduksi Aloksan. Skripsi. Universitas Sebelas Maret.

Surakarta.

33. Watkins D, Cooperstein SJ, Lazarow A. Effect of alloxan on permeability

of pancreatic islet tissue in vitro. [Internet]. 2008 [cited 2016 June 15].

Available from:

http://ajplegacy.physiology.org/cgi/content/abstract/207/2/436

34. Filipponi P, Gregorio F, Cristallini S, Ferrandina C, Nicoletti I, Santeusanio

F. Selective impairment of pancreatic A cell suppreession by glucose

during acute alloxan – induced insulinopenia: in vitro study on isolated

perfused rat pancreas. [Internet]. 2008 [cited 2016 June 15]. Available

from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/3522213

56
57

Anda mungkin juga menyukai