Anda di halaman 1dari 19

BAGIAN PSIKIATRI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2015


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN ZAT


MULTIPEL DAN PENGGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF LAINNYA
SINDROM KETERGANTUNGAN
KEADAAN PUTUS ZAT
(F19.2 + F19.3)

Oleh:
Ramdita Amalia (11120150011)

Pembimbing Supervisor :
dr. Ham F. Susanto, SpKJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN PSIKIATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2015
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Ramdita Amalia

NIM : 11120150011

Judul Laporan Kasus : Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat
Multipel dan Penggunaan Zat Psikoaktif dengan Sindrom
Ketergantungan dan Keadaan Putus Zat (F19.2 + F19.3)

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian psikiatri
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Oktober 2015

Mengetahui,

Supervisor

dr. Ham F. Susanto , M.Kes, SpKJ


LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Ramdita Amalia

NIM : 11120150011

Judul Referat : Duka Cita

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian psikiatri
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Oktober 2015

Mengetahui,

Supervisor

dr. Ham F. Susanto , M.Kes, SpKJ


LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. AB
Umur : 17 tahun
Jenis Kelamin : Laki laki
Status Pernikahan : Belum menikah
Agama : Islam
Warga Negara : Indonesia
Suku Bangsa : Makassar
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :-
Alamat : Jl. Syekh Yusuf, Perum Makassar Satelit
no. C2
Diagnosa sementara : Gangguan Mental dan Perilaku Akibat
Penggunaan Zat Multipel dan Penggunaan
Zat Psikoaktif
Masuk Poli Jiwa RS Bayangkara : 24 Oktober 2015

LAPORAN PSIKIATRI
I. Riwayat Penyakit (diperoleh dari Autoanamnesis dan alloanamnesis)
A. Keluhan utama :
Lemas
B. Riwayat gangguan sekarang :
Keluhan dan Gejala
Seorang pasien laki-laki masuk UGD RS Bhayangkara dengan keluhan
lemas. Keluhan dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Keluhan pasien
disertai dengan sakit kepala, mual, muntah, berdebar, keringat dingin
dan gemetar. Pasien juga mengeluh sulit tidur dan nafsu makan
menurun.
Riwayat kejang dialami 2 hari yang lalu, sehingga pasien terjatuh dan
melukai mata kirinya. Kejang selama 30 menit disertai keluar busa
putih pada mulut pasien. Kejang telah dialami yang ketiga kalinya.
Sebelumnya pasien mengaku pernah mengalami kejang pada tahun
2013 dan 2014, pada saat pasien kelas 1 SMA dan pada saat kelas 2
SMA, dan sempat diopname di RS Bhayangkara.

Pasien mengaku lemas karena sudah 2 hari pasien tidak mengkonsumsi


obat-obatan. Pasien mengaku sudah mengkonsumsi obat-obatan sejak
di bangku SMP kelas 2 yaitu pada tahun 2011. Awalnya pasien
mengkonsumsi Tramadol sebanyak 10 kapsul dalam sehari. Pada saat
itu pasien terpengaruh oleh bujukan teman SMP nya, yang mengatakan
bahwa obat tersebut dapat memberikan efek percaya diri dan semangat
jika dikonsumsi dalam jumlah yang banyak. Setelah mencoba pertama
kali pasien langsung merasakan efek tersebut, sehingga sejak saat itu
pasien mulai mengkonsumsi Tramadol rutin setiap hari, apalagi pasien
mudah mendapatkan obat tersebut dari teman sekolahnya, dan
harganya murah.

Selama pasien mengkonsumsi Tramadol, pasien mengaku sering


menambahkan dosis yang diminumnya perhari, hingga sekarang pasien
sudah mengkonsumsi Tramadol 25 kapsul per hari. Efek yang
dirasakan pasien saat mengkonsumsi Tramadol adalah rasa percaya
diri meningkat, pikiran segar, dan semangat. Selain Tramadol, pasien
juga mengaku sering mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan lain.
Obat-obatan tersebut menurut pasien adalah SM (Somadril) dan Trihex
(Trihexylphenidyl). Pasien juga pernah mengkonsumsi Topsi (ganja),
yang digunakan dengan cara diisap, tampak seperti rokok. Menurut
pasien obat-obatan lain tersebut tidak dikonsumsi setiap hari karena
harganya yang cukup mahal. Alkohol, Trihex, dan Topsi biasanya
dikonsumsi oleh pasien ketika sedang berpesta bersama teman-
temannya, karena saat dikonsumsi zat tersebut dapat memberikan efek
kesenangan yang berkepanjangan (euforia), dan tidak mudah lelah.
Tempat yang sering dijadikan tempat berpesta mereka adalah di kafe-
kafe area Pantai Losari, sekitar 3 kali dalam seminggu. Sedangkan
untuk SM (somadril) dikonsumsi pada saat lelah dan ingin merasa
tenang. Efek yang diberikan seperti melayang dan berhalusinasi.
Biasanya dikonsumsi di kamar pasien pada malam hari, sebanyak 8
tablet.

Konsumsi pasien terhadap obat-obatan ini tidak diketahui oleh


keluarga pasien, hingga saat pasien mengalami kejang (overdose)
untuk pertama kalinya pada saat kelas 1 SMA, tahun 2013. Saat itu
pasien dilarikan ke UGD RS Bhayangkara dan setelah penanganan
pasien mengaku pada orangtuanya bahwa ia sudah lama
mengkonsumsi obatan-obatan. Ibu pasien yang mendengar pengakuan
anaknya sangat kaget dan sempat tidak sadarkan diri. Menurut ibu
pasien, ia memang sudah mulai curiga karena perilaku pasien yang
mulai berubah, yang dulunya pasien merupakan anak penurut tetapi
sekarang pasien mulai sering membantah orang tuanya dan sering
keluar malam. Apalagi saat kakak-kakak pasien mulai mengeluh sering
kehilangan uang ketika di rumah. Pasien mengaku bahwa ia memang
mencuri uang saudaranya untuk membeli obat. Meskipun keluarga
pasien terbilang mampu, pasien mengaku bahwa uang jajan yang
diberikan orangtua per hari belum cukup untuk membeli obat sehingga
ia harus mendapatkan uang lebih walaupun dengan cara mencuri.
Setelah mengetahui pengakuan pasien tentang mengkonsumsi obat-
obatan, ayah pasien sangat marah, dan meminta ibu pasien untuk lebih
memperhatikan anaknya. Pasien meminta maaf dan pada saat itu
berjanji bahwa ia sudah berhenti dan tidak akan menggunakan obat-
obatan lagi. Akan tetapi ibu pasien sangat menyayangi dan
memanjakan pasien karena pasien merupakan anak bungsu dan satu-
satunya anaknya yang masih sekolah dan belum bekerja, sehingga
pengawasan ibunya kurang ketat dan tidak tegas dalam mendidik
anaknya, ditambah ketidakpatuhan pasien dan pengaruh lingkungan
pergaulannya menyebabkan pasien dengan mudah kembali
mengkonsumsi obat-obatan lagi. Hingga pada saat pasien mengalami
overdosis untuk kedua kalinya pada tahun 2014 dan tetap tidak ada
perubahan perilaku dari orang tua pasien dalam menangani masalah
anaknya, sehingga pasien dengan mudah kembali menggunakan obat-
obatan lagi hingga pada saat ini pasien kembali dirawat di RS
Bhayangkara akibat kejang karena overdosis yang ketiga kalinya.

Hendaya/Disfungsi:
- Hendaya dalam bidang sosial (-)
- Hendaya dalam bidang pekerjaan (-)
- Hendaya dalam penggunaan waktu senggang (-)
 Faktor Stressor Psikososial:
- Faktor pergaulan
 Hubungan gangguan, sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan
psikis sebelumnya:
- Riwayat penyakit medis (-)
- Riwayat trauma (-)
- Riwayat kejang (+)
- Riwayat infeksi (-)
- Riwayat NAPZA (+)
C. Riwayat gangguan sebelumnya :
1. Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada
2. Riwayat penggunaan zat psikoaktif
Alkohol, Tramadol, Trihexaphenidyl, Somadril, Ganja
3. Riwayat gangguan psikiatri sebelumnya
Pasien tidak memiliki riwayat psikiatri sebelumnya.
D. Riwayat kehidupan pribadi :
1. Riwayat Prenatal dan Perinatal ( 0-1 tahun )
Pasien lahir normal, cukup bulan dan lahir di rumah sakit. Selama
masa kehamilan, ibu pasien dalam keadaan sehat. Pasien tumbuh dan
berkembang dengan baik. Pasien merupakan anak yang diharapkan.
2. Masa Kanak Awal ( 1-3 tahun )
Pasien diasuh oleh orangtua. Pertumbuhan dan perkembangan pasien
pada masa anak-anak awal sesuai dengan perkembangan anak
seusianya. Tidak ada masalah perilaku yang menonjol.
3. Masa Kanak Pertengahan ( 4-11 tahun )
Semasa sekolah pasien dapat mengikuti pelajaran dengan baik.
Pasien tinggal bersama orang tuanya. Pasien mudah bergaul dan
memiliki banyak teman.
4. Masa Kanak Akhir ( 12-18 tahun )
Pasien mulai mengkonsumsi obat-obatan pada usia 13 tahun akibat
pergaulan teman sekolahnya.
5. Riwayat Kehidupan Beragama
Pasien beragama Islam.

E. Riwayat Kehidupan keluarga :


1. Pasien anak terakhir dari 4 bersaudara.
2. Hubungan dengan orangtua dan saudara lainnya baik
3. Pasien belum menikah.
4. Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama (-)

F. Situasi Sekarang :
Pasien tinggal bersama dengan orangtua dan saudaranya.

G. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya :


Pasien merasa dirinya akan segera meninggal jika terus
mengkonsumsi obat-obatan, dan meminta bantuan agar bisa
disembuhkan dari ketergantungannya terhadap obat-obatan.

II. STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan: Seorang laki-laki wajah sesuai umur, perawakan
sedang dan perawatan diri baik.
2. Kesadaran: Baik
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor: normoaktif
4. Pembicaraan: Spontan, lancar dengan intonasi biasa dan bicara
cukup banyak dan antusias. Gangguan bicara tidak ada.
5. Sikap terhadap pemeriksa: Kooperatif.
B. Keadaan afektif (mood), perasaan dan empati, keserasian:
1. Mood : senang
2. Afek : inapropriate
3. Keserasian : serasi
4. Empati : dapat dirabarasakan
C. Fungsi Intelektual (kognitif):
1. Taraf pendidikan: Sesuai dengan tingkat pendidikan pasien
2. Daya konsentrasi: Baik
3. Orientasi:
 Waktu : Baik
 Tempat : Baik
 Orang : Baik
4. Daya ingat:
 Daya Ingat Jangka Panjang : baik
 Daya Ingat Jangka Pendek : baik
 Daya Ingat Jangka Segera :baik
5. Pikiran abstrak: Baik
6. Bakat kreatif: Tidak ada
7. Kemampuan menolong diri sendiri: Tidak baik
D. Gangguan persepsi:
1. Halusinasi: Ada (saat mengkonsumsi zat psikoaktif)
2. Ilusi: Tidak ada
3. Depersonalisasi: Tidak ada
4. Derealisasi: Tidak ada
E. Proses berpikir :
1. Arus pikiran :
a. Produktivitas :Baik, spontan
b. Kontiniuitas : Relevan dan koheren
c. Hendaya berbahasa : Tidak ada
2. Isi pikiran
a. Preokupasi : Tidak ada
b. Gangguan isi pikiran : Tidak ada.
F. Pengendalian impuls : Baik
G. Daya Nilai
1. Norma Sosial : Baik
2. Uji daya Nilai : Baik
3. Penilaian Realitas : Baik
H. Tilikan (insight) :Derajat 6 (sadar kalau dirinya sakit dan perlu
pengobatan)
I. Taraf dapat dipercaya : Dapat dipercaya.

III. Pemeriksaan Diagnostik Lebih Lanjut


A. Status Internus :
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tanda vital
 Tekanan Darah : 120/80 mmHg
 Pernapasan : 20 x/mnt
 Nadi : 88x/menit
 Suhu : 36,8oC
B. Status neurologik
1. GCS : E4 V5 M6
2. Rangsang Meningeal : tidak dilakukan
3. Tanda ekstrapiramidal
- Tremor tangan : tidak ada
- Cara berjalan : normal
- Keseimbangan : baik
4. Sistem saraf Motorik & Sensorik dalam batas normal
5. Kesan : normal

IV. Ikhtisar Penemuan Bermakna


Seorang pasien laki-laki masuk UGD RS Bhayangkara dengan keluhan
lemas. Keluhan dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Keluhan pasien
disertai dengan sakit kepala, mual, muntah, berdebar, keringat dingin
dan gemetar. Pasien juga mengeluh sulit tidur dan nafsu makan
menurun.

Riwayat kejang dialami 2 hari yang lalu, sehingga pasien terjatuh dan
melukai mata kirinya. Kejang selama 30 menit disertai keluar busa
putih pada mulut pasien. Kejang telah dialami yang ketiga kalinya.
Sebelumnya pasien mengaku pernah mengalami kejang pada tahun
2013 dan 2014, pada saat pasien kelas 1 SMA dan pada saat kelas 2
SMA, dan sempat di opname di RS Bhayangkara.

Pasien mengaku lemas karena sudah 2 hari pasien tidak mengkonsumsi


obat-obatan. Pasien mengaku sudah mengkonsumsi obat-obatan sejak
di bangku SMP kelas 2 yaitu pada tahun 2011. Awalnya pasien
mengkonsumsi Tramadol sebanyak 10 kapsul dalam sehari. Pada saat
itu pasien terpengaruh oleh bujukan teman SMP nya, yang mengatakan
bahwa obat tersebut dapat memberikan efek percaya diri dan semangat
jika dikonsumsi dalam jumlah yang banyak. Setelah mencoba pertama
kali pasien langsung merasakan efek tersebut, sehingga sejak saat itu
pasien mulai mengkonsumsi Tramadol rutin setiap hari, apalagi pasien
mudah mendapatkan obat tersebut dari teman sekolahnya, dan
harganya murah.

Selama pasien mengkonsumsi Tramadol, pasien mengaku sering


menambahkan dosis yang diminumnya perhari, hingga sekarang pasien
sudah mengkonsumsi Tramadol 25 kapsul per hari. Efek yang
dirasakan pasien saat mengkonsumsi Tramadol adalah rasa percaya
diri meningkat, pikiran segar, dan semangat. Selain Tramadol, pasien
juga mengaku sering mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan lain.
Obat-obatan tersebut menurut pasien adalah SM (Somadril) dan Trihex
(Trihexylphenidyl). Pasien juga pernah mengkonsumsi Topsi (ganja),
yang digunakan dengan cara diisap, tampak seperti rokok. Menurut
pasien obat-obatan lain tersebut tidak dikonsumsi setiap hari karena
harganya yang cukup mahal. Alkohol, Trihex, dan Topsi biasanya
dikonsumsi oleh pasien ketika sedang berpesta bersama teman-
temannya, karena saat dikonsumsi zat tersebut dapat memberikan efek
kesenangan yang berkepanjangan (euforia), dan tidak mudah lelah.
Tempat yang sering dijadikan tempat berpesta mereka adalah di kafe-
kafe area Pantai Losari, sekitar 3 kali dalam seminggu. Sedangkan
untuk SM (somadril) dikonsumsi pada saat lelah dan ingin merasa
tenang. Efek yang diberikan seperti rileks, melayang dan berhalusinasi.
Biasanya dikonsumsi di kamar pasien pada malam hari, sebanyak 8
tablet.

Konsumsi pasien terhadap obat-obatan ini tidak diketahui oleh


keluarga pasien, hingga saat pasien mengalami kejang (overdose)
untuk pertama kalinya pada saat kelas 1 SMA, tahun 2013. Saat itu
pasien dilarikan ke UGD RS Bhayangkara dan setelah penanganan
pasien mengaku pada orangtuanya bahwa ia sudah lama
mengkonsumsi obatan-obatan. Ibu pasien yang mendengar pengakuan
anaknya sangat kaget dan sempat tidak sadarkan diri. Menurut ibu
pasien, ia memang sudah mulai curiga karena perilaku pasien yang
mulai berubah, yang dulunya pasien merupakan anak penurut tetapi
sekarang pasien mulai sering membantah orang tuanya dan sering
keluar malam. Apalagi saat kakak-kakak pasien mulai mengeluh sering
kehilangan uang ketika di rumah. Pasien mengaku bahwa ia memang
mencuri uang saudaranya untuk membeli obat. Meskipun keluarga
pasien terbilang mampu, pasien mengaku bahwa uang jajan yang
diberikan orangtua per hari belum cukup untuk membeli obat sehingga
ia harus mendapatkan uang lebih walaupun dengan cara mencuri.
Setelah mengetahui pengakuan pasien tentang mengkonsumsi obat-
obatan, ayah pasien sangat marah, dan meminta ibu pasien untuk lebih
memperhatikan anaknya. Pasien meminta maaf dan pada saat itu
berjanji bahwa ia sudah berhenti dan tidak akan menggunakan obat-
obatan lagi. Akan tetapi ibu pasien sangat menyayangi dan
memanjakan pasien karena pasien merupakan anak bungsu dan satu-
satunya anaknya yang masih sekolah dan belum bekerja, sehingga
pengawasan ibunya kurang ketat dan tidak tegas dalam mendidik
anaknya, ditambah ketidakpatuhan pasien dan pengaruh lingkungan
pergaulannya menyebabkan pasien dengan mudah kembali
mengkonsumsi obat-obatan lagi. Hingga pada saat pasien mengalami
overdosis untuk kedua kalinya pada tahun 2014 dan tetap tidak ada
perubahan perilaku dari orang tua pasien dalam menangani masalah
anaknya, sehingga pasien dengan mudah kembali menggunakan obat-
obatan lagi hingga pada saat ini pasien kembali dirawat di RS
Bhayangkara akibat kejang karena overdosis yang ketiga kalinya.
V. Evalusi Multiaksial
Aksis I:
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik diketahui bahwa pasien memiliki
riwayat penggunaan tramadol, alkohol, trihexyphenidyl, somadril dan
ganja sejak lama. Jumlah dan frekuensi penggunaan sehingga gangguan
akibat penggunaan zat multipel dapat ditegakkan. Terdapat beberapa
gejala yang mengarah pada diagnostik sindrom ketergantungan, yaitu:
 Adanya keinginan yang kuat serta dorongan untuk menggunakan
zat
 Kesulitan untuk menghentikan penggunaan zat
 Adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat psikoaktif yang
diperlukan guna memperoleh efek yang sama yang biasanya
diperoleh dengan dosis yang lebih rendah
 Menyadari kerugian yang dirimbulkan bagi kesehatan namun tetap
menggunakan zat.
Selain itu timbul gejala-gejala fisik (lemas, sakit kepala, mual, muntah,
berdebar, keringat dingin) dan gangguan tidur yang didapatkan setelah 2
hari tidak mengkonsumsi zat. Hal ini menandakan diagnosis keadaan putus
zat dapat ditegakkan. F19.2 + F19.3 (Gangguan Mental dan Perilaku
Akibat Penggunaan Zat Multipel dan Zat Psikoaktif Lainnya. Sindrom
Ketergantungan + Keadaan Putus Zat)
Aksis II :
Ciri kepribadian tidak khas.
Aksis III :
Tidak terdapat gangguan fisik.
Aksis IV :
Adanya faktor pemicu (trigger) sosial, yaitu pengaruh pergaulan sekolah
yang tidak baik.
Aksis V :
80-71 = Gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam
sosial, dan sekolah.
VI. Daftar Problem
 Organobiologik : Tidak ditemukan adanya gangguan fisik.
 Psikologik : Perilaku dan aktivitas psikomotor normoaktif, afek
inappropriate, empati dapat dirabarasakan, daya ingat jangka panjang tidak
terganggu, intelegensia dan pengetahuan umum sesuai dengan pendidikan
dan usia, halusinasi ada jika mengkonsumsi zat, waham tidak ada, tilikan
derajat enam. Pasien sadar bahwa harus berhenti, tetapi keinginan untuk
mengkonsumsi zat kembali sangat kuat.
 Sosiologik : Penggunaan zat akibat terpengaruh dari pergaulan
sekolah dan teman bermain pasien.
VII. Rencana Terapi
a. Farmakoterapi : Clozapine 25 mg (0-0-1)
Fluoxetine 20 mg 1 x 1
b. Psikoterapi
 Ventilasi: Memberikan kesempatan kepada pasien untuk
menceritakan masalah pasien dan keinginan pasien.
 Konseling: Memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien
agar memahami penyakitnya dan bagaimana cara menghadapinya.
c. Sosioterapi: Memberikan penjelasan kepada pasien, keluarga pasien
dan orang-orang di sekitarnya. Sehingga dapat menerima dan
menciptakan suasana lingkungan yang membantu. Rehabilitasi
merupakan terapi yang paling efektif untuk pecandu zat psikoaktif.
Apabila lingkungan tempat tinggal dan sekolah pasien tidak
mendukung maka pasien harus dimasukkan di panti rehabilitasi.

VIII. Follow Up
Memantau keadaan pasien dan perkembangan penyakitnya dengan
memberi tahu kepada pasien dan keluarga pasien bahwa pasien harus
memiliki niat yang kuat untuk sembuh, serta keluarga yang terus
mendukung pasien hingga pasien dapat sembuh.
IX. Prognosis : Dubia et malam
Faktor pendukung : - Dukungan keluarga
- Keinginan pasien sendiri untuk sembuh
Faktor penghambat : - Lingkungan pergaulan di sekolah dan teman-
teman bermain pasien
- Keluarga pasien kurang tegas dalam mendidik
pasien
- Ibu pasien yang memanjakan pasien

X. Diskusi Pembahasan

Berdasarkan hasil anamnesa serta pemeriksaan status mental, dan

merujuk pada kriteria diagnostik dari PPDGJ III, penderita dalam kasus

ini dapat didiagnosa sebagai gangguan mental dan perilaku akibat

penggunaan zat multipel dan zat psikoaktif lainnnya dengan

sindrom ketergantungan + keadaan putus zat (F19.2 + F19.3).

Penyalahgunaan zat adalah suatu perilaku mengonsumsi atau

menggunakan zat-zat tertentu yang dapat mengakibatkan bahaya pada

diri sendiri maupun orang lain. Peyalahgunaan zat melibatkan pola

penggunaan berulang yang menghasilkan konsekuensi yang merusak.

Konsekuensi yang merusak bisa termasuk kegagalan untuk memenuhi

tanggung jawab utama seseorang (misalnya: sebagai pelajar, sebagai

pekerja, atau sebagai orang tua), menempatkan diri dalam situasi di mana

penggunaan zat secara fisik berbahaya (contoh mencampur minuman dan

penggunaan obat), berhadapan dengan masalah hukum berulang kali

yang meningkat karena penggunaan obat. Memiliki masalah sosial atau


interpersonal yang kerap muncul karena pengunaan zat (contoh: berkelahi

karena mabuk).

Ketergantungan dan penyalahgunaan merupakan manifestasi fisik dan

psikologis dari penyakit akibat penggunaan obat- obatan yang

menyebabkan ketergantungan atau disalahgunakan. Kedua hal tersebut

merupakan masalah perilaku. Dengan kata lain masalahnya bukan

terletak pada obat-obatan tersebut, tapi pada cara orang yang memakai

obat- obatan tersebut.

Farmakoterapi yang diberikan kepada pasien ini berprinsip hanya untuk

mengatasi gejala psikotik dan gangguan mental akibat putus zat pasien

yang dapat berupa cemas, depresi, maupun gangguan tidur. Pasien

diberikan Clozapine dengan dosis 25 mg per hari. Clozapine merupakan

golongan anti-psikotik atypical. Clozapine disarankan untuk diminum

pada malam hari, karena Clozapine memiliki efek sekunder yaitu sedasi

yang kuat, sehingga keluhan sulit tidur pasien juga dapat teratasi. Selain

itu pasien juga diberikan Fluoxetine dengan dosis 20 mg per hari,

Fluoxetine merupakan obat golongan Selective Serotonin Reuptake

Inhibitor (SSRI) yang sebenarnya merupakan golongan anti depresi.

Fluoxetine diberikan pada pasien ini untuk menangani gejala depresi yang

timbul akibat keadaan putus zat.

Untuk terapi penggunaan zat pasien, maka pasien harus diterapi

berdasarkan Kepmenkes RI No 420 tentang Pedoman Layanan Terapi


dan Rehabilitasi Komprehensif pada Gangguan Penggunaan NAPZA

Berbasis Rumah Sakit, tindakan penanganan pada pasien dengan

penyalahgunaan zat meliputi Gawat darurat NAPZA – Detoksifikasi –

Rehabilitasi – Rawat jalan/Rumatan. Apabila kondisi pasien

memungkinkan, pasien penyalahgunaan NAPZA dapat langsung

menjalani rawat jalan/rumatan.

Pada fase rehabilitasi dilakukan penyesuaian perilaku pasien agar tidak

kembali menggunakan NAPZA. Fase rehabilitasi diawali dengan

program jangka pendek (1-3bulan) dengan fokus penanganan masalah

medis, psikologis dan perubahan perilaku. Apabila program ini sukses,

fase rehabilitasi dilanjutkan dengan program jangka panjang (6 bulan-

lebih) yang dilanjutkan dengan aftercare dengan terapi berbasis

komunitas.
DAFTAR PUSTAKA

1. D.Elvira, Sylvia. Hadisukanto, Gitayanti. Buku Ajar Psikiatri. 2010. Jakarta:


Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Cetakan 1. 2001. Jakarta: Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atma Jaya. Dicetak oleh PT.Nuh Jaya.
3. Maslim, Rusdi. Panduan Praktis, Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.
Cetakan ketiga. 2007. Jakarta: Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-
Unika Atma Jaya. Dicetak oleh PT.Nuh Jaya.
4. Joewana, Satya. 2005. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan
Zat Psikoaktif. Jakarta: EGC.
5. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2010. Keputusan Menteri Kesehatan Republik. Indonesia
Nomor 420/Menkes/Sk/Iii/2010 Tentang Pedoman Layanan Terapi dan
Rehabilitasi Komprehensif pada Gangguan Penggunaan NAPZA Berbasis
Rumah Sakit.

Anda mungkin juga menyukai