Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Jalur Pejalan Kaki


Jalur pejalan kaki adalah jalur yang disediakan untuk pejalan kaki guna
memberikan pelayanan kepada pejalan kaki sehingga dapat meningkatkan kelancaran,
keamanan, dan kenyamanan pejalan kaki tersebut. Pejalan kaki merupakan salah satu
pengguna jalan yang memiliki hak dalam penggunaan jalan. Untuk itu, pada jaringan
jalan perlu disediakan trotoar bagi pejalan kaki. Jalur pejalan kaki, yaitu lintasan yang
diperuntukkan untuk berjalan kaki, dapat berupa trotoar.

2.1.1 Fungsi Jalur Pejalan Kaki


Fasilitas pejalan kaki harus direncanakan berdasarkan ketentuan-ketentuan
sebagai berikut :
1) Pejalan kaki harus mencapai tujuan dengan jarak sedekat mungkin, aman
dari lalu lintas yang lain dan lancar.
2) Terjadinya kontinuitas fasilitas pejalan kaki, yang menghubungkan
daerah yang satu dengan yang lain.
3) Apabila jalur pejalan kaki memotong arus lalu lintas yang lain harus
dilakukan pengaturan lalu lintas, baik dengan lampu pengatur ataupun
dengan marka penyeberangan, atau tempat penyeberangan yang tidak
sebidang. Jalur pejalan kaki yang memotong jalur lalu lintas berupa
penyeberangan (Zebra Cross), marka jalan dengan lampu pengatur lalu
lintas (Pelican Cross), jembatan penyeberangan dan terowongan.
4) Fasilitas pejalan kaki harus dibuat pada ruas-ruas jalan di perkotaan atau
pada tempat-tempat dimana volume pejalan kaki memenuhi syarat atau
ketentuan ketentuan untuk pembuatan fasilitas tersebut.
5) Jalur pejalan kaki sebaiknya ditempatkan sedemikian rupa dari jalur lalu
lintas yang lainnya, sehingga keamanan pejalan kaki lebih terjamin.
6) Dilengkapi dengan rambu atau pelengkap jalan lainnya, sehingga pejalan
kaki leluasa untuk berjalan, terutama bagi pejalan kaki yang tuna daksa.
7) Perencanaan jalur pejalan kaki dapat sejajar, tidak sejajar atau memotong
jalur lalu lintas yang ada.

Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 5


8) Jalur pejalan kaki harus dibuat sedemikian rupa sehingga apabila hujan
permukaannya tidak licin, tidak terjadi genangan air serta disarankan
untuk dilengkapi dengan pohon-pohon peneduh.
9) Untuk menjaga keamanan dan keleluasaan pejalan kaki, harus dipasang
kerb jalan sehingga fasilitas pejalan kaki lebih tinggi dari permukan
jalan.
10) Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut dapat memberikan gambaran
mengenai fungsi Jalur Pejalan Kaki, adalah sebagai berikut :
 Keamanan menjadi prioritas utama bagi pengguna pejalan kaki.
 Adanya pemisahan yang jelas antara jalur pejalan kaki dan jalur
kendaraan.
 Kenyamanan dengan menyediakan fasilitas penunjang, seperti
tempat duduk/istirahat, halte, dll.
 Harus mengakomodir pengguna jalur yang disabilitas.
 Terkoneksi dengan jenis moda yang lainnya.

2.1.2 Tipologi Jalur Pejalan Kaki


Secara umum jalur pejalan kaki memiliki tipologi sebagai berikut:
1) Ruang pejalan kaki di sisi jalan (Sidewalk), merupakan bagian dari
sistem jalur pejalan kaki dari tepi jalan raya hingga tepi terluar lahan
milik bangunan
2) Ruang Pejalan Kaki di sisi Air (Promenade), ruang pejalan kaki yang
pada salah satu sisinya berbatasan dengan badan air (danau, laut, sungai,
atau kolam) dan sisi lainnya berupa jalan, tanaman, dan bangunan.
3) Ruang Pejalan kaki di Tepi Bangunan (Arcade), ruang pejalan kaki yang
berdampingan dengan bangunan pada salah satu atau kedua sisinya.
Arcade umumnya disediakan pada kawasan perdagangan/komersial.
4) Ruang Pejalan kaki di RTH (Green Pathway), merupakan ruang pejalan
kaki yang terletak diantara ruang terbuka hijau agar pejalan kaki tidak
berjalan di atas rumput atau tanaman yang ada di RTH/taman.
5) Ruang Pejalan kaki di bawah tanah (Underground), ruang pejalan kaki
yang terletak diantara ruang bawah tanah (Underground) biasanya
disediakan sebagai penghubung antar bangunan.

Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 6


6) Ruang pejalan kaki di atas tanah (elevated), ruang pejalan kaki berupa
fasilitas penyebarangan tidak sebidang agar jalur pedestrian yang ada
tidak terputus dan untuk memudahkan dalam pergantian jalur yang
berbeda.

2.1.3 Persyaratan Jalur Pejalan Kaki


Berdasarkan pedoman teknik perencanaan jalur pejalan kaki pada jalan umum
persyaratan jalur pejalan kaki adalah sebagai berikut:
1. Trotoar
 Trotoar hendaknya ditempatkan pada sisi luar bahu jalanatau sisi luar
jalur Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA).Trotoar hendaknya dibuat sejajar
dengan jalan, akan tempatTrotoar dapat tidak sejajar dengan jalan bila
keadaantopografi atau keadaan setempat yang tidak memungkinkan.
 Trotoar hendaknya ditempatkan pada sisi dalam salurandrainase terbuka
atau di atas saluran drainase yang telahditutup.
 Trotoar pada tempat pemberhentian bus harus ditempatkansecara
berdampingan/sejajar dengan jalur bus.
2. Penyeberangan Sebidang
a. Penyeberangan Zebra
Bisa dipasang di kaki persimpangan tanpa APILL (alat pemberi isyarat lalu
lintas) ataudi ruas/link jalan.
 Apabila persimpangan diatur dengan lampu pengatur lalu lintas,
hendaknya pemberian waktu penyeberanganmenjadi satu kesatuan
dengan lampu pengatur lalulintas persimpangan.
 Apabila persimpangan tidak diatur dengn lampupengatur lalu lintas,
maka kriteria batas kecepatanadalah < 40 km/jam.
b. Penyeberangan Pelikan
 Dipasang pada ruas/link jalan, minimal 300 meterdari persimpangan.
 Pada jalan dengan kecepatan operasional rata-rata lalulintas kendaraan
> 40 km/jam
3. Penyeberangan Tak Sebidang
a. Jembatan

Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 7


 Bila jenis jalur penyeberangan dengan menggunakanzebra atau
pelikan sudah mengganggu lalu lintaskendaraan yang ada.
 Pada ruas jalan dimana frekwensi terjadinyakecelakaan yang
melibatkan pejalan kaki cukuptingi.
 Pada ruas jalan yang mempunyai arus lalu lintas danarus pejalan kaki
yang cukup.

b. Terowongan
 Bila jenis jalur penyeberangan dengan menggunakan jembatan tidak
memungkinkan untuk diadakan.
 Bila lokasi lahan atau medan memungkinkan untuk dibangun
terowongan

2.1.4 Kriteria Jalur Pejalan Kaki


Kriteria jalur pejalan kaki menurut Utermann (1984) adalah safety
(keselamatan), convenience (kondisi menyenangkan), comfort (kenyamanan), dan
attractiveness (daya tarik).
a) Safety (Keselamatan)
Pejalan kaki harus mudah untuk bergerak atau berpindah dengan
perlindungan kendaraan bermotor. Keamanan pedestrian dari kecelakaan
dan gangguan-gangguan khusus oleh kendaraan umum yang merupakan
penyebab utama banyaknya kecelakaan.
Keselamatan berarti terlindungi dari kecelakaan yang terutama
disebabkan oleh kendaraan bermotor maupun oleh kondisi trotoar yang rusak.
Keselamatan dalam berjalan menurut Untermann (1984:26), berhubungan
dengan besar kecilnya konflik antara kendaraan yang menggunakan jalan
yang sama, keselamatan pengguna dengan karakteristik khusus seperti anak-
anak, lansia dan orang-orang dengan keterbatasan fisik.
Karakteristik umum kecelakaan pejalan kaki antara lain:
 Ketidak hati-hatian pengendara
 Tertabrak oleh kendaraan bermotor pada saat menyeberang pada
persimpangan

Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 8


 Tertabrak oleh kendaraan bermotor pada saat berjalan di depan
dengan arah yang sama dengan lalu lintas.
 Kecepatan kendaraan sepeda motor (penyebab kebanyakan kematian
pejalan kaki)
 Tiba-tiba berjalan pada satu kawasan (secara umum merupakan tipe
kecelakaan pejalan kaki bagi anak-anak)
 Berada di belakang kendaraan (pengendara sulit untuk melihat anak-
anak dan orang yang berjalan di belakangnya).
b) Convenience (kondisi menyenangkan)
Pejalan kaki harus memiliki rute bebas dari hambatan dari satu lokasi ke
lokasi yang lain. Karakteristik perjalanan pedestrian yang sesuai bergantung
kepada sistem perjalanan yang langsung/directness, kontinuitas serta
ketersediaan jalur pejalan kaki.
Kesenangan meliputi kesesuaian desain skala lingkungan dengan
kemampuan pejalan kaki, yakni:
 Nyaman dalam berjalan adalah terbebas dari gangguan yang dapat
mengurangi kelancaran pejalan kaki bergerak melakukan perpindahan
dari satu tempat ke tempat lain.
 Kesinambungan perjalanan, tidak ada halangan sepanjang jalur
sirkulasi. Halangan dapat berupa kondisi jalur sirkulasi yang rusak
ataupun aktifitas dalam jalur sirkulasi.
Kesenangan, apabila jalur pejalan kaki terlihat menarik bagi dari segi
kegiatan di sekitar jalur tersebut atau keindahan. Selain itu berhubungan dengan
penyediaan fasilitas pejalan kaki berupa street furniture, sehingga pejalan kaki
dapat berjalan secara menerus dan berkelanjutan dengan jarak yang masih
dalam jangkauan.
c) Comfort (kenyamanan)
Pejalan kaki harus memiliki jalur yang mudah dilalui. Kenyamanan
dipengaruhi oleh jarak tempuh, sehingga memungkinkan pejalan kaki
memperpanjang perjalanannya.
Faktor yang mempengaruhi jarak tempuh adalah:
 Waktu yang berkaitan dengan maksud atau kepentingan berjalan kaki.

Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 9


 Kenyamanan orang berjalan kaki dipengaruhi oleh cuaca dan jenis
aktifitas
Kenyamanan pejalan kaki adalah ketika pejalan kaki memiliki jalur yang
mudah dilalui, seperti halnya kendaraan bermotor berjalan di jalan bebas
hambatan. Kenyamanan adalah segala sesuatu yang memperlihatkan
penggunaan ruang secara harmonis, baik dari segi bentuk, tekstur, warna, aroma,
suara, bunyi, cahaya atau lainnya. Hubungan harmonis yang dimaksudkan
adalah keteraturan, dinamis, dan keragaman yang saling mendukug terhadap
penciptaan ruang bagi manusia, sehingga mempunyai nilai keseluruhan yang
mengandung keindahan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan antara lain:
Sirkulasi
Sirkulasi merupakan perputaran atau peredaran. Aspek-aspek yang
terkait dengan sirkulasi pejalan kaki adalah dimensi jalan dan jalur pejalan
kaki, tempat asal sirkulasi dan tempat tujuan sirkulasi pejalan kaki, maksud
perjalanan, waktu dan volume pejalan kaki.
Aksesibilitas
Merupakan derajat kemudahan yang dapat dicapai seseorang terhadap
suatu objek, pelayanan atau pun lingkungan. Ketentuan-ketentuan yang
harus terpenuhi dalam suatu rute perjalanan, meliputi:
 Peniadaan hambatan dan halangan
 Lebar dan bebas
 Kawasan laluan dan istirahat
 Kemiringan/ grades
 Curb ramps pada trotoar
 Ramps
 Permukaan dan tekstur
Gaya alam dan iklim
Merupakan keadaan alam sekitar dan iklim yang terjadi pada suatu
waktu. Gaya alam dan iklim ini dapat diidentifikasi dengan pengamatan
radiasi matahari, angin, curah hujan dan temperatur.

Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 10


Kebersihan
Sesutau yang bersih selain menambah daya tarik lokasi, juga
menambah rasa nyaman bagi pejalan kaki karena bebas dari kotoran sampah
dan bau-bauan yang tidak menyenangkan.
Keindahan
Keindahan merupakan unsur kenyamanan yang mencakup kepuasan
batin dan panca indera, sehingga sulit untuk menilai keindahan bagi setiap
orang karena memiliki persepsi yang berbeda-beda.
d) Attractiveness (menarik)
Pada tempat-tempat tertentu diberikan elemen yang dapat menimbulkan
daya tarik seperti elemen estetika, lampu penerang jalan dan lain-lain. Pada
kawasan perdagangan kriteria daya tarik ini dilihat dari segi yang berbeda, yaitu
keberadaan etalase pertokoan dan hal yang menarik orang untuk berkunjung
kembali.
Jalur pejalan kaki yang kompleks sekali akan pemenuhan kriterianya,
didasarkan pada segi manusia dan lingkungannya, serta hubungan keduanya,
sehingga dapat terjalin keseimbangan antara lingkungan dengan kebutuhan
manusia itu sendiri. Jalur pejalan kaki merupakan salah satu ruang public yang
dapat digunakan oleh berbagai manusia beserta kegiatannya.
Adapun beberapa elemen perancangan kota yang dapat mempengaruhi
pemanfaatan jalur pejalan kaki menurut Shirvani (1985), yaitu:
 Tata guna lahan (land use), merupakan pengaturan penggunaan
lahan untuk menentukan pilihan yang terbaik dalam mengalokasikan
fungsi sehingga dapat memberikan gambaran keseluruhan
bagaimana daerah-daerah pada suatu kawasan tersebut seharusnya
berfungsi.
 Bentukan, massa, dan bangunan, meliputi ketinggian bangunan,
kepejalan bangunan, koefisien lantai bangunan, koefisien dasar
bangunan, garis sempadan bangunan, langgam, skala, material,
tekstur, dan warna.
 Sirkulasi dan parkir. Sirkulasi adalah elemen perancangan kota yang
secara langsung dapat membentuk dan mengkontrol pola kegiatan
kota yang termasuk didalamnya adalah transportasi jalan publik,

Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 11


pedestrian way, dan tempat-tempat transit yang dapat memperkuat
karakter suatu daerah. Tempat parkir memiliki pengaruh langsung
pada suatu lingkungan, terutama kawasan komersial. Tempat parkir
ini dapat memberikan dua efek langsung pada kualitas lingkungan,
yaitu kelangsungan aktivitas komersial dan pengaruh visual yang
penting pada bentuk fisik dan susunan kota.
 Ruang terbuka (open space), yaitu merupakan ruang yang terjadi
dengan membatasi alam. elemen ruang terbuka kota meliputi
lansekap, jalan, taman, dan ruang-ruang rekreasi.
 Jalur pejalan kaki, yang perencanaannya harus memperhatikan
aspek-aspek pendukung aktifitas di sepanjang jalan dan street
furniture.
 Pendukung aktifitas, yaitu semua fungsi bangunan dan kegiatan-
kegiatan yang mendukung ruang public suatu kawasan kota.
 Penandaan (signage), yaitu merupakan petunjuk arah jalan, rambu
lalu lintas, media iklan, dan berbagai bentuk penandaan lain.
o Preservasi, merupakan perlindungan terhadap lingkungan
tempat tinggal (permukiman) dan urban space (alun-alun, plasa,
area perbelanjaan) yang memiliki ciri khas.

2.1.5 Tingkat pelayanan Jalur Pejalan Kaki


Tingkat pelayanan atau level of service merupakan salah satu yang
mempengaruhi penyediaan pelayanan ruang pejalan kaki, termasuk ukuran dan
dimensinya. Dalam pedoman penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana ruang
pejalan kaki di perkotaan yang dikeluarkan oleh Dirjen Penataan Ruang, Departemen
Pekerjaan Umum, tingkat pelayanan jalur pejalan kaki diperoleh dari perbandingan
luas jalur pedestrian dengan pejalan kaki serta arus pejalan kaki.

Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 12


Luas pedestrian Arus pejalan kaki Tingkat
way/pedestrian (pedestrian/menit/ pelayanan Keterangan
(m2/orang) meter) (LOS)
Orang dapat berjalan dengan
bebas, para pejalan kaki dapat
menentukan arah berjalan dengan
> 5,6 < 16 A
bebas, dengan kecepatan yang relatif
cepat tanpa menimbulkan gangguan
sesama pejalan kaki

5,6 >16 – 23 B

Ruang pejalan kaki masih


memiliki kapasitas normal, para
pejalan kaki dapat bergerak dengan
arus yang searah secara normal
walaupun pada arah yang
>2,2 – 3,7 >23 – 33 C
berlawanan akan terjadi
persinggungan kecil. Arus pejalan
kaki berjalan dengan normal tetapi
relatif lambat karena keterbatasan
ruang antar pejalan kaki
Ruang pejalan kaki mulai
terbatas, untuk berjalan dengan arus
normal harus sering berganti posisi
dan merubah kecepatan. Arus
berlawanan pejalan kaki memiliki
>1,1 – 2,2 >33 – 49 D potensi untuk dapat menimbulkan
konflik. LOS yang demikian masih
menghasilkan arus ambang nyaman
untuk pejalan kaki tetapi berpotensi
timbulnya persinggungan dan
interaksi antar pejalan kaki.

Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 13


Luas pedestrian Arus pejalan kaki Tingkat
way/pedestrian (pedestrian/menit/ pelayanan Keterangan
(m2/orang) meter) (LOS)
Setiap pejalan kaki akan
memiliki kecepatan yang sama,
karena banyaknya pejalan kaki yang
ada. Berbalik arah, atau berhenti
akan memberikan dampak pada arus
>0,75 – 1,4 >49 – 75 E secara langsung. Pergerakan akan
relatif lambat dan tidak teratur.
Keadaan ini mulai tidak nyaman
untuk dilalui tetapi masih merupakan
ambang bawah dari kapasitas
rencana ruang pejalan kaki.
Kecepatan arus pejalan kaki
sangan lambat dan terbatas. Akan
sering terjadi konflik dengan para
pejalan kaki yang sedarag ataupun
berlawanan. Untuk berbalik arah atau
berhenti tidak mungkin dilakukan.
<0,75 Beragam F Katakter ruang pejalan kaki ini lebih
kearah berjalan sangat pelan dan
mengantri. LOS yang seperti
demikian merupajan tingkat
pelayanan yang sudah tidak nyaman
dan sudah tidak sesuai dengan
kapasitas ruang pejalan kaki.

Tabel 2.1 Standar penyediaan pelayanan jalur pedestrian

Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan
Kaki di Perkotaan

Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 14


2.1.6 Elemen Jalur Pejalan Kaki
Elemen jalur pejalan kaki terdiri atas dua elemen, yaitu elemen material dan
elemen pendukung jalur pejalan kaki. Elemen material yang dimaksud merupakan
elemen jalur pedestrian sendiri yang mencakup bentuk, warna dan tekstur jalur pejalan
kaki, sedangkan untuk elemen pendukung terdiri atas lampu penerangan, vegetasi,
tempat sampah, telepon umum, halte dan tanda petunjuk lainnya.
a. Elemen Material Jalur Pejalan Kaki
Elemen-elemen material yang umumnya digunakan pada jalur pedestrian
adalah paving (beton), bata atau batu. Paving beton dibuat dengan variasi
bentuk, tekstur, warna dan variasi bentuk yang memiliki kelebihan terlihat
seperti batu bata, serta pemasangan dan pemeliharaannya mudah. Paving beton
ini dapat digunakan di berbagai tempat karena kekuatannya, jalan yang
terpasang paving atau beton dapat dilewati mobil, sepeda motor, bus dan
kendaraan lainnya. Bentuk dapat dibuat untuk pola jalur pedestrian agar tidak
terlihat monoton dan memberikan suasana yang berbeda. Batu merupakan salah
satu material yang paling tahan lama, memiliki daya tahan yang kuat dan mudah
dalam pemeliharaannya. Batu granit adalah salah satu yang sering digunakan
pada jalur pedestrian yang membutuhkan keindahan. Bata, merupakan bahan
yang mudah didapat, serta mudah dalam pemeliharaannya. Bata memiliki tekstur
dan dapat menyerap air dan panas dengan cepat, tetapi mudah retak.

b. Elemen Pendukung Jalur Pejalan Kaki


Elemen pendukung jalur pejalan kaki adalah sebagai berikut:
 Lampu Penerangan
Penempatan lampu penerangan direncanakan sedemikian rupa sehingga
dapat memberikan penerangan yang merata, memberikan keamanan dan
kenyamanan bagi pengendara.
 Vegetasi dan Pot Bunga
Kriteria vegetasi adalah dapat berfungsi sebagai peneduh dan ditempatkan
pada jalur tanaman.
 Halte
Kriteria halte adalah terlindung dari cuaca dan ditempatkan pada pinggir
jalan utama.

Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 15


 Tanda Penunjuk
Kriteria tanda penunjuk adalah penyatuan tanda penunjuk dengan lampu
penerangan, sehingga lebih efisien dan mudah untuk dibaca. Terletak di
tempat terbuka dan tidak tertutup pepohoan. Tanda penunjuk memuat
informasi tentang lokasi dan fasilitasnya.
 Tempat Sampah
Perletakkan tempat sampah diatur (15-20 meter), sehingga memudahkan
dalam sistem pengangkutan. Tempat sampah disesuaikan dengan jenis
sampah.
 Telepon umum
Kriteria telepon umum adalah sebagai berikut:
a. Ciri sebagai fasilitas telekomunikasi
b. Memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pengguna
c. Udah terlihat, terlindung dari cuaca
d. Penempatan pada tepi atau tengah area pedestrian
e. Tiap satu fasilitas telepon umum berdimensi lebar ± 1 meter.

2.1.7 Ukuran dan Dimensi


Standar umum yang baik, yang digunakan dalam perencanaan penempatan
elemen-elemen pendukung jalur pejalan kaki yang berupa pohon, lampu-lampu, bangku
istirahat, dll yang ditetapkan sedemikian rupa sehingga terciptanya kenyamanan bagi
pejalan kaki tetapi pedestrian juga masih tetap mempunyai street furniturenya.

Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 16


1) Ruang gerak Bagi Orang Dewasa

Berdiri Jangkauan ke samping Berdiri Jangkauan ke depan

Duduk Jangkauan ke Samping Duduk Jangkauan ke Depan

Gambar 2. 1 Ukuran Dasar Untuk Orang Dewasa


Sumber: Dirjen Bina Marga No. 022/T/BM/1999

Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 17


2) Ruang Gerak Bagi Penyandang Cacat Pengguna “Kruk”

Jangkauan ke Samping Jangkauan ke Depan

Gambar 2. 2 Ukuran Dasar Ruang Penyandang Cacat Pengguna Kruk


Sumber: Dirjen Bina Marga No. 022/T/BM/1999

3) .Ruang Gerak Bagi Penyandang Cacat Tuna Netra

Jangkauan ke Samping Jangkauan ke Depan

Jangkauan Samping dengan Tongkat Jangkauan Depan dengan Tongkat


Gambar 2. 3 Ukuran Dasar Ruang Penyandang Cacat Tuna Netra
Sumber: Dirjen Bina Marga No. 022/T/BM/1999

Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 18


4) Ruang Gerak Bagi Penyandang Cacat Berkursi Roda

Jangkauan ke Samping Jangkauan ke Depan

Gambar 2. 4 Ukuran Dasar Penyandang Cacat Berkursi Roda


Sumber: Dirjen Bina Marga No. 022/T/BM/1999

2.1.8 Street Furniture


Fasilitas pelengkap yang dibutuhkan oleh pejalan kaki sebagai sarana penunjang
di jalur pedestrian (Street Furniture) antara lain adalah:
a) Drainase
Keberadaan drainase sebagai sarana penunjang jalur pejalan kaki
berfungsi sebagai penampung dan jalur aliran air pada ruang pejalan kaki.
Keberadaan drainase akan dapat mencegah terjadinya banjir dan
genangangenangan air pada saat hujan. Dimensi minimal adalah lebar 50
centimeter dan tinggi 50 centimeter. Drainase bisa diletakkan di samping atau
di bawah jalur pejalan kaki.

Gambar 2. 5Penampang Melintang Drainase Pada Jalur Pejalan Kaki


(Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan
Kaki di Perkotaan)
Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 19
b) Jalur Hijau
Jalur hijau yang ditempatkan sebagai sarana pendukung dalam jalur
pejalan kaki berfungsi sebagai peneduh untuk pejalan kaki. Jalur hijau
diletakan pada jalur amenitas (jalur pendukung sebagai penempatan fasilitas
pendukung jalur pejalan kaki) dengan lebar 150 centimeter dan bahan yang
digunakan adalah tanaman peneduh. Sedangkan untuk jenis tanamannya
disesuaikan dengan jalur pejalan kaki yang ada dan lebar jalur amenitas.

Gambar 2. 6 Fasilitas jalur Hijau


(Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan
Kaki di Perkotaan)

c) Lampu Penerangan
Lampu penerangan diletakkan pada jalur amenitas. Terletak setiap 10
meter dengan tinggi maksimal 4 meter, dan bahan yang digunakan adalah
bahan dengan durabilitas tinggi seperti metal & beton cetak. Selain itu, cahaya
yang dipancarkan oleh lampu penerangan harus cukup terang sehingga pejalan
kaki yang berjalan bisa melihat di waktu gelap/malam hari. Kriteria
penempatan lampu penerangan adalah:

a. Ditempatkan pada jalur penyeberangan jalan.

b. Pemasangan bersifat tetap dan bernilai struktur.

c. Cahaya lampu cukup terang sehingga apabila pejalan kaki melakukan


penyeberangan bisa terlihat pengguna jalan baik di waktu
gelap/malan hari.

d. Cahaya lampu tidak membuat silau pengguna jalan lalu lintas


kendaraan.
Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 20
Gambar 2. 7 Fasilitas Lampu Penerangan

(Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan SaranaRuang


Pejalan Kaki di Perkotaan)

d) Tempat Duduk
Tempat duduk diletakan pada jalur amenitas. Terletak setiap 10 meter
atau pada tempat-tempat pergantian moda dengan lebar 40-50 centimeter,
panjang 150 centimeter dan bahan yang digunakan adalah bahan dengan
durabilitas tinggi seperti metal dan beton cetak.

Gambar 2. 8 Fasilitas Tempat Duduk


(Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang
Pejalan Kaki di Perkotaan)

e) Pagar Pengaman
Pagar pengaman diletakan pada jalur amenitas dan berfungsi untuk
melindungi pejalan kaki dari bahaya kecelakaan. Pagar pengaman diletakkan
pada titik tertentu yang dianggap berbahaya dan memerlukan perlindungan
dengan tinggi 90 centimeter, dan bahan yang digunakan adalah metal/beton

Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 21


yang tahan terhadap cuaca dan kerusakan atau bisa juga digunakan pagar
pengaman yang berasal dari tanaman pada jalur pejalan kaki yang tidak
berbahaya sebagai penambah nilai estetika.
Kriteria penempatan pagar pengaman adalah:
 Apabila volume pejalan kaki di satu sisi jalan sudah > 450
orang/jam/lebar efektif (dalam meter)
 Apabila volume kendaraan sudah > 500 kendaraan/jam
 Kecepatan kendaraan > 40 km/jam
 Kecenderungan pejalan kaki tidak meggunakan fasilitas
penyeberangan
 Bahan pagar bisa terbuat dari konstruksi bangunan atau tanaman.

Gambar 2. 9 Fasilitas Pagar Pengaman


(Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang
Pejalan Kaki di Perkotaan)

f) Tempat Sampah
 Kriteria : perletakan tempat sampah yang diatur dalam jarak tertentu
(jarak penempatan 15-20 meter), mudah dalam system
pengangkutannya, dan jenis tempat sampah yang disediakan memiliki
tipe yang berbeda-beda sesuai dengan fungsinya (tempat sampah kering
dan tempat sampah basah).
 Dalam merencanakan desain tempat sampah, hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah : mudah dalam system pengangkutannya (jika
termuat sampah tertutup), bentuk dan model tempat sampah mengacu
pada kondisi / lokasi penempatan, tempat sampah harus fungsional, dan
desain dari ketinggian tempat sampah harus dapat dijangkau dengan
tangan dalam memasukkan sampah (60-70 cm).

Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 22


Gambar 2. 10 Fasilitas Tempat Sampah
Sumber: http://rudyct.com/PPS702-ipb/08234/totok_priyanto.pdf

g) Marka, Perambuan dan Papan Informasi (Signage)


Marka dan perambuan, papan informasi (signage) diletakan pada jalur
amenitas, pada titik interaksi sosial, pada jalur dengan arus pedestrian padat,
dengan besaran sesuai kebutuhan, dan bahan yang digunakan terbuat dari
bahan yang memiliki durabilitas tinggi, dan tidak menimbulkan efek silau.
Kriteria penempatan perambuan adalah:
 Penempatan dan dimensi rambu sesuai dengan spesifikasi rambu
 Jenis rambu sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan keadaan
medan.
Kriteria penempatan marka adalah:
 Marka hanya ditempatkan pada Jalur Pejalan Kaki penyeberangan
sebidang.
 Keberadaan marka mudah terlihat dengan jelas oleh pengguna jalan
baik di siang hari maupun malam hari.
 Pemasangan marka harus bersifat tetap dan tidak berdampak licin bagi
penguna jalan.

Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 23


Gambar 2. 11 Fasilitas Marka, Perambuan, Papan Informasi (Signage)

Sumber: http://rudyct.com/PPS702-ipb/08234/totok_priyanto.pdf

h) Halte/Shelter Bus
Halte/shelter bus dan lapak tunggu diletakan pada jalur amenitas. Shelter
harus diletakan pada setiap radius 300 meter atau pada titik potensial kawasan,
dengan besaran sesuai kebutuhan, dan bahan yang digunakan adalah bahan
yang memiliki durabilitas tinggi seperti metal. Kriteria penentuan lokasi lapak
tunggu adalah:
 Disediakan pada median jalan.
 Disediakan pada pergantian roda, yaitu dari pejalan kaki ke roda
kendaraan umum.

Gambar 2. 12 Fasilitas Halte/Shelter Bus dan Lapak Tunggu


Sumber: http://rudyct.com/PPS702-ipb/08234/totok_priyanto.pdf

Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 24


i) Telepon Umum
Telepon umum diletakan pada jalur amenitas. Terletak pada setiap radius
300 meter atau pada titik potensial kawasan, dengan besaran sesuai kebutuhan
dan bahan yang digunakan adalah bahan yang memiliki durabilitas tinggi
seperti metal.

Gambar 2. 13 Fasilitas Telepon Umum


Sumber: http://rudyct.com/PPS702-ipb/08234/totok_priyanto.pdf

j) Fasilitas bagi Penyandang Cacat


Pedestrian way merupakan suatu ruang publik yang semua orang
mempunyai hak yang sama untuk menggunakannya, baik pengguna pedestrian
semua umur ataupun bagi penyandang cacat. Khusus untuk pedestrian way
bagi penyandang cacat mempunyai persyaratan rancangan. Persyaratan khusus
untuk rancangan bagi pejalan kaki yang mempunyai cacat fisik adalah sebagai
berikut :
 Jalan tersebut setidaknya memiliki lebar 1.5 meter, dengan tingkat
maksimal 5%.
 Pejalan kaki harus mudah mengenal permukaan jalan yang lurus
atau jika ada berbagai perubahan jalan yang curam pada tingkat
tertentu.
 Menghindari berbagai bahaya yang berpotensi mengancam
keselamatan penyandang cacat seperti jeruji, lubang, dan lain-lain
yang tidak harus ditempatkan di jalan yang mereka lalui.

Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 25


 Ketika penyandang cacat menyeberang jalan, tingkat trotoarnya
harus disesuaikan sehingga mereka mudah melaluinya.
 Jika jalan tersebut digunakan oleh orang tuna netra, berbagai
perubahan dalam tekstur trotoar dapat digunakan sebagai tanda-
tanda praktis.
 Jalan tersebut tidak boleh memiliki permukaan yang licin.
 Persyaratan lainnya disesuaikan dengan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis
Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan.

Gambar 2.14.Kebutuhan ruang gerak minimum pejalan kaki berkebutuhan khusus

Selain persyaratan khusus untuk perancangannya, pedestrian way bagi


penyandang cacat juga mempunyai beberapa fasilitas yang harus disediakan.
Berikut fasilitas pada pedestrian way bagi penyandang cacat :
 Ram (ramp), diletakan di setiap persimpangan, prasarana ruang
pejalan kaki yang memasuki enterance bangunan, dan pada titik-titik
penyeberangan.
 Jalur difabel, diletakan di sepanjang prasarana jaringan pejalan kaki.

Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 26


2.1.9 Fasilitas Utama Jalur Pedestrian (dikutip dalam “Pedestrian Ways Dalam
Perancangan Kota”
1. Trotoar
Bagian dari daerah manfaat jalan yang berfungsi sebagai jalur pejalan kaki
yang pelayanannya ditingkatkan/diperkeras, yang dirancang berdasarkan
kebutuhan minimum dengan memperhatikan keamanan, kelancaran dan
kenyamanan bagi pejalan kaki dan penyandang cacat.
Elemen-elemen material yang umumnya digunakan pada jalur pedestrian
adalah paving ( beton ), bata atau batu.
a. Paving atau beton
Paving beton dibuat dengan variasi bentuk,tekstur, warna, dan variasi
bentuk yangmemiliki kelebihan terlihat seperti batu bata,serta pemasangan dan
pemeliharaannyamudah. Paving beton ini dapat digunakan diberbagai tempat
karena kekuatannya.

Gambar 2.15:Paving blok


(Sumber :www.google.com, 2016)

b. Batu
Batu merupakan salah satu material yang paling tahan lama, memiliki daya
tahan yang kuat dan mudah dalam pemeliharaannya. Batu granit adalah salah
satu yang sering digunakan pada jalur pedestrian yang membutuhkan keindahan.

Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 27


Gambar 2.16 :Batu krikil untuk pedestrian
(Sumber :www.google.com, 2016)

c. Bata
Bahan material ini merupakan bahan yang mudah pemeliharaannya, serta
mudah pula didapat. Bata memiliki tekstur dan dapat menyerap air dan panas
dengan cepat tetapi mudah retak.

2. Jenis Material Pedestrian


 Jenis material yang digunakan untuk prasarana dan sarana jaringan
pejalan kaki adalah:
a) Bahan yang dapat menyerap air (tidak licin).
b) Tidak menyilaukan.
c) Perawatan dan pemeliharaan yang relatif murah.
d) Cepat kering (air tidak menggenang jika hujan turun).
 Jenis Material Permukaan
Ketentuan penggunaan jenis material permukaan adalah sebagai
berikut:
a) Secara umum terdiri dari material yang padat, akan tetapi dapat
juga digunakan jenis ubin, batu dan batu bata. Bahan dapat terbuat
dari material yang padat dan aspal yang kokoh, stabil dan tidak
licin.
b) Sebaiknya menghindari permukaan yang licin, karena akan
mempersulit bagi pengguna kursi roda atau pengguna alat bantu
berjalan.
c) Permukaan yang tidak konsisten secara visual (keseluruhan warna
dan tektur) dapat membuat sulit bagi pejalan kaki dengan

Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 28


keterbatasan kemampuan untuk membedakan perbedaan perubahan
warna dan pola yang ada di trotoar dan penurunan atau perubahan
tingkatan yang ada.
 Jenis Material untuk Permukaan Dekoratif
Ketentuan penggunaan jenis material untuk permukaan dekoratif
adalah sebagai berikut:
a) Material permukaan dengan batu yang diperindah atau kumpulan
batu yang menonjol. Cat dan material termoplastik lainnya
biasanya digunakan untuk menandai jalan penyeberangan, dan pada
umumnya licin bila basah.
b) Batu kerikil dan batu bata dapat meningkatkan kualitas estetika dari
trotoar tetapi dapat menambah energi bagi pejalan kaki yang
mempunyai kelemahan mobilitas. Untuk alasan ini, batu bata dan
batu kerikil tidak direkomendasikan.
Material permukaan yang bertekstur dekoratif dapat membuat lebih
sulit bagi pejalan kaki dengan keterbatasan penglihatan, untuk mendeteksi
peringatan tersebut perlu menyediakan informasi (tanda) kritis tentang

2.2. KEINDAHAN
2.2.1 Kenyamanan visual tekstur
Tekstur berasal dari sebuah kata yang berarti “menjalin”. Tekstur pada
dasarnya adalah suatu penjalinan pola-pola atau titik-titik kasar maupun halus
yang tidak teratur pada suatu permukaan benda sehingga menimbulkan efek pada
permukaan benda tersebut. Titik-titik ini dapat berbeda dalam ukuran, warna,
bentuk atau sifat dan karakternya, seperti misalnya ukuran besar, kecil, warna
terang gelap, bentuk bulat, persegi atau tak beraturan sama sekali dan lain-lain.
Suatu tekstur yang susunannya teratur dapat disebut corak atau pattern. Tekstur
dapat diketahui oleh penglihatan, dan oleh rabaan tangan yang dapat
membedakan jenis permukaan.

Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 29


Gambar 2.17 :Sketsa Tekstur

2.2.2 Kenyamanan visual dalam pencahayaan


Dalam perancangan arsitektur lansekap suasana gelap dan terang
dapat menghasilkan suatu nilai dan kesan yang menarik terhadap tapak.
Tata letak sumber cahaya terhadap benda atau elemen lensekap
menyebabkan terjadinya bayang–bayang yang menimbulkan rangsangan
yang beraneka ragam.

Gambar 2.18: Arah sumber cahaya (bias cahaya) yang menghasilkan estetika tersendiri

Aplikasi Pencahayaan dalam desain arsitektur lansekap sebagai


berikut :
a. Penerangan cahaya sebagai aksentuasi
Cahaya dapat digunakan untuk memperjelas elemen atau benda
yang akan dijadikan aksentuasi.

Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 30


Gambar 2.19 :Cahaya memperkuat Aksentuasi terhadap Elemen Lansekap
(Sumber :http//rachmat-arsitektur.blogspot.com/2011/02/virtual-regionalism.html)

b. Penerangan cahaya sebagai pembentuk bayang-bayang


Efek bayangan yang terjadi akibat sinar cahaya terhadap dinding
akan memberikan kesan visual yang atraktif. Bentuk bayangan dapat
diatur dengan memindahkan sudut tertentu dalam sumber cahaya.

Gambar 2.20 :Cahaya sebagai pembentuk bayangan


(sumber : http//www.luminagroup-id.com/blogwp/)

Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 31


c. Penerangan Cahaya sebagai refleksi
Penerangan cahaya lampu yang memberikan refleksi terhadap
objek tertentu agar tekstur bisa lebih bisa terlihat nyata.
d. Penerangan Cahaya sebagai pengarah sirkulasi
Penerangan sumber cahaya untuk memberikan pengarahan
terhadap jalan dan juga sirkulasi.

2.2.3. kenyamanan visual warna

Visual sangat di butuhkan pada pedestrian untuk memperindah


pedestrian supaya pengguna pedestrian tidak bosan akan pedestrian terlebih
apabila menghubungkan warna visual dengan warna daerah setempat dan
penngabungan dengan ornament nya.

Gambar 2.21 :Gorga Batak Toba


(Sumber :www.google.com/gorgabataktoba)
Gorga memiliki seni yang sangat indah dan akan memberikan
kenyamanan visual bagi pengguna jalur pedestreian.

2.3.Pejalan Kaki
2.3.1 Pengertian Pejalan kaki
Menurut UU Nomor 22 Tahun 2009 yang dimaksud pejalan kaki adalah setiap
orang yang berjalan di ruang lalu lintas jalan. Pejalan kaki atau pedestrian menurut
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di
Perkotaan adalah pengguna jalur pejalan kaki, baik dengan maupun tanpa alat bantu.
Istilah pejalan kaki atau pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal
dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pejalan kaki atau orang yang berjalan kaki.
Pedestrian dalam hal tersebut memiliki arti pergerakan atau perpindahan orang atau

Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 32


manusia dari satu tempat sebagai titik tolak ke tempat lain sebagai tujuan dengan
menggunakan moda jalan kaki. Pedestrian juga diartikan sebagai pergerakan atau
sirkulasi atau perpindahan orang atau manusia dari satu tempat ke titik asal (origin) ke
tempat lain sebagai tujuan (destination) dengan berjalan kaki (Rubenstein, 1992).

2.3.2 Ukuran dan Dimensi


Lebar efektif minimum jaringan pejalan kaki berdasarkan kebutuhan orang adalah
60 centimeter ditambah 15 centimeter untuk bergoyang tanpa membawa barang,
sehingga kebutuhan total minimal untuk 2 (dua) orang pejalan kaki berpapasan menjadi
150 centimeter. Untuk arcade dan promenade yang berada di daerah pariwisata dan
komersial harus tersedia area untuk window shopping atau fungsi sekunder minimal 2
meter.

Gambar 2.22 :Ukuran Desain Ruang Pejalan Kaki


(Sumber: ASCE, American Society of Civil Engineers, 1981

Lebar jaringan pejalan kaki berdasarkan lokasi menurut Keputusan Menteri


Perhubungan No. KM 65 Tahun 1993 tentang Fasilitas Pendukung Kegiatan Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan disajikan pada Tabel.

Tabel 2.23 :Lebar Jaringan Pejalan Kaki

Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 33


2.4. Tinjauan Desa Wisata

2.4.1. Pengertian Desa Wisata

Desa wisata adalah suatu bentuk intergrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas
pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan
tata cara dan tradisi yang berlaku (Nuryanti, 1993). Desa wisata (rural tourism) merupakan
pariwisata yang terdiri dari keseluruhan pengalaman pedesdaan, atraksi alam, tradisi, unsur-
unsur yang unik yang secara keseluruhan dapat menarik minat wisatawan (Joshi, 2012).

Menurut Chafid Fandeli secara lebih komprehensif menjabarkan desa wisata sebagai
suatu wilayah pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian
desa, baik dari segi kehidupan sosial budaya, adat-istiadat, aktivitas keseharian, arsitektur
bangunan, dan struktur tata ruang desa, serta potensi yang mampu dikembangkan sebagai
daya tarik wisata, misalnya : atraksi, makanan dan minuman, cinderamata, penginapan, dan
kebuthan wisata lainnya (Chafid Fandeli, 2002).

Maka, dapat disimpulkan bahwa desa wisata merupakan suatu bentuk integrasi antara
atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan
masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. Suatu desa wisata
memiliki daya tarik yang khas (dapat berupa keunikan fisik lingkungan alam pedesaan,
maupun kehidupan sosial budaya masyarakatnya) yang dikemas secara alami dan menarik,
sehingga daya tarik pedesaan dapat menggerakkan kunjungan wisatawan ke desa tersebut
(Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, 2011: 1).

Ada dua pengertian tentang desa wisata : (1) Apabila tamu menginap disebut desa
wisata; (2) Apabila tamu hanya berkunjung disebut wisata desa. Masyarakat adalah
penggerak utama dalam desa wisata.Masyarakat itu sendiri yang mengelola pariwisata
tersebut, sehingga tidak ada investor yang bisa masuk untuk mempengaruhi perkembangan
desa wisata itu sendiri.Apabila ada suatu desa wisata yang dikelola oleh investor, berarti desa
tersebut bukanlah desa wisata dalam arti sebenarnya (Hasbullah Asyari, 2010: 2).

Menurut Pariwisata Inti Rakyat (PIR), yang dimaksud dengan desa wisata adalah suatu
daerah wisata yang menyajikan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian pedesaan,
baik dari sisi kehidupan sosial, ekonomi, budaya, keseharian, adat-istiadat, memiliki

Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 34


arsitektur dan tata ruang yang khas dan unik, atau kegiatan perekonomian yang unik dan
menarik, serta memiliki potensi untuk dikembangkannya komponen kepariwisataan.

Desa wisata merupakan salah satu bentuk wisata pedesaan.Wisata pedesaan merupakan
perjalanan yang berorientasi menikmati suasana kehidupan pedesaan, menghormati, serta
memperoleh nilai tambah hidup dari budaya dan tradisi masyarakat setempat serta
lingkungan alam, juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.Kehidupan sehari-
hari masyarakat setempat dan lingkungannya merupakan obyek dan daya arik wisata.
Lingkup desa wisata dapat berupa alam, seperti gunung, persawahan, hutan, tebing, bentang
alam, flora dan fauna, juga taman laut; budaya seperti peninggalan sejarah, adat istiadat,
tradisi, kehidupan sehari-hari, dan karya arsitektur; atau berupa suajana, yaitu karya budaya
(benda) yang ‘menyatu’ dengan bentang alam.

Dalam artian yang sederhana, desa wisata merupakan suatu obyek wisata yang
memiliki potensi seni dan budaya unggulan di suatu wilayah pedesaan yang berada di
pemerintahan daerah.Desa wisata hidup mandiri dengan potensi yang dimilikinya dan dapat
menjual berbagai atraksi-atraksinya sebagai daya tarik wisatawan tanpa melibatkan investor.

Universitas Katolik Santo Thomas Medan | Seminar Arsitektur 35

Anda mungkin juga menyukai