Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

SEORANG PENDERITA SIROSIS HEPATIS DEGENERASI


MALIGNANT DENGAN HEPATITIS B VIRUS

Oleh:

A.A.A. Listya Samanta Dharma,


S.Ked (1871121035)

Pembimbing:
dr. Dewa Gde Agung Budiyasa, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUD SANJIWANI GIANYAR

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS WARMADEWA

2019
Laporan Kasus

SEORANG PASIEN SIROSIS HEPATIS DEGENERASI MALIGNANT


DENGAN HEPATITIS B VIRUS

Anak Agung Ayu Listya Samanta Dharma, Dewa Gde Agung Budiyasa
Bagian/KSM Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Warmadewa/ RSUD Sanjiwani Gianyar

Sirosis Hepatis (SH) merupakan penyakit kronis hepar irreversible ditandai oleh
fibrosis, disorganisasi struktur lobulus dan vaskuler, serta nodul regeneratif dari
1
hepatosit . Sirosis hepatis menempati urutan ke 7 penyebab kematian didunia.
Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. World Health
Organization (WHO) tahun 2002 memperkirakan 783.000 pasien di dunia
meninggal akibat sirosis hepatis. Sirosis hati ini merupakan penyebab kematian
ketiga pada penderita berusia 45-46 tahun setelah penyakit kardiovaskular dan
2
kanker. Menurut laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-rata
prevalensi sirosis hati adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal
Penyakit Dalam, atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang
dirawat. Perbandingan prevalensi sirosis pada pria : wanita adalah 2,1 : 1 dan usia
rata – rata 44 tahun.1
Etiologi sirosis hepatis mempengaruhi penanganan pada penyakit ini.
Penyebab utama sirosis hepatis adalah virus hepatitis B, virus hepatitis C,
alokohol dan kelainan metabolik. Berdasarkan morfologi Sherlock SH dibagi
menjadi mikronodular, makronodular dan campuran, Sirosis hepatis secara klinis
terbagi menjadi sirosis hepatis kompensata dan sirosis hepatis dekompensata yang
1,2
mengacu pada hipertensi porta dan kerusakan fungsi hati Diagnosis klinis SH
dibuat berdasarkan kriteria Soedjono dan Soebandiri. Diagnosa SH ditegakkan
apabila ditemukan 5 dari 7 keadaan berupa eritema palmaris, spider nevi, vena
kolateral atau varises esofagus, asites dengan atau tanpa edema, splenomegali,
hematemesis dan melena, rasio albumin dan globulin terbalik. Timbulnya
komplikasi-komplikasi seperti asites, ensefalopati, varises esophagus

1
menandai terjadinya pergantian dari SH fase kompensasi yang asimtomatik
menjadi SH dekompensasi2 Ada tidaknya komplikasi menentukan prognosis
pasien sirosis hati. Pada pasien sirosis kompensata mempunyai harapan hidup
lebih lama, bila tidak berkembang menjadi sirosis dekompensata. Harapan hidup
10 tahun pasien sirosis kompensata sekitar 47 %, sedangkan pada sirosis
3
dekompensata hanya sekitar 16% dalam waktu 5 tahun.
Berikut ini merupakan salah satu laporan kasus sirosis hepatis yang
ditemui di RSUD Sanjiwani Gianyar. Penulis tertarik untuk melaporkan kasus ini
karena termasuk salah satu kasus yang sering ditemui bertujuan untuk
memberikan informasi mengenai sirosis hepatis, mengetahui gejala dan tanda
yang timbul serta memberikan terapi yang tepat sesuai dengan standar kompetensi
dokter Indonesia.

Kasus
Seorang pasien laki-laki, berinisial IWA, usia 63 tahun, petani, asal banjar Buruan,
Kabupaten Gianyar, agama Hindu, Bali, pasien datang ke IGD RSUD Sanjiwani
diantar oleh keluarganya dalam keadaan sadar pada tanggal 31 Desember 2018
dengan keluhan utama perut membesar yang dirasakan sejak kurang lebih 1 bulan
sebelum masuk rumah sakit. Pembesaran perut pasien dikatakan perlahan pada
seluruh lapang perut yang dirasakan semakin hari semakin membesar dan
bertambah tegang. Keluhan utama pasien membuat pasien merasa nyeri pada ulu
hati dan mual, namun tidak sampai membuat pasien kesulitan bernafas. Tidak ada
faktor memperberat ataupun memperingan keluhan pasien.
Nyeri ulu hati dan mual dirasakan dari 1 bulan yang lalu namun memberat
dari 10 hari SMRS. Nyeri ulu hati dikatakan seperti tertusuk – tusuk dan terasa
eneg. Pasien mengatakan pada saat masuk makanan terasa tidak nyaman dan
mengeluh mual. Muntah dikatakan baru 1 kali pada saat 2 hari SMRS. Muntah
sebanyak ½ gelas aqua berisikan makanan yang dimakan, tidak terdapat lendir
maupun darah. Keluhan nyeri yang disertai mual ini dirasakan terus menerus
sepanjang hari dan tidak membaik ketika diberikan makanan. Keluhan tersebut
menyebabkan pasien malas makan (tidak nafsu makan)

2
Awal keluhan pasien mulai muncul sejak 3 bulan yang lalu dimana kedua
kaki pasien bengkak. Keluhan memberat sejak 1 bulan lalu dimana pasien selalu
merasa lemas dan kesulitan untuk berjalan. Bengkak dikatakan tidak berkurang
ataupun bertambah ketika dipakai berjalan ataupun diistirahatkan. Pasien tidak
merasakan panas, nyeri, maupun kemerahan pada kakinya yang bengkak. Riwayat
trauma pada kaki pasien disangkal. Keluhan ini sangat menganggu aktivitas
pasien.
Selain itu, pasien juga mengeluh lemas sejak 2 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Keluhan lemas dikatakan dirasakan terus menerus dan tidak
menghilang walaupun pasien telah beristirahat. Keluhan ini dikatakan dirasakan di
seluruh bagian tubuh dan semakin memberat dari hari ke hari akhirnya 10 hari
SMRS pasien tidak bisa melakukan aktivitas sehari – hari.
Pasien mengatakan bahwa buang air besarnya berwarna hitam seperti aspal
dengan konsistensi sedikit lunak sejak 1 minggu SMRS dengan frekuensi 2 kali
per hari. Buang air kecil dikatakan berwarna seperti teh sejak 1minggu SMRS,
dengan frekuensi 4 – 5 kali per hari dan volumenya kurang lebih ½ gelas tiap kali
kencing. Rasa nyeri ketika buang air kecil disangkal oleh pasien. Pasien juga
mengeluhkan bahwa kedua matanya berwarna kuning sejak 2 bulan SMRS. Warna
kuning ini muncul perlahan – lahan. Riwayat kulit tubuh pasien menguning
disangkal. Selain itu, dikatakan pula bahwa beberapa hari terakhir, pasien merasa
gelisah dan susah tidur di malam hari. Keluhan demam dan gusi berdarah
disangkal oleh pasien.Keluhan lain yang dirasakan pasien yaitu sesak, berat badan
menurun, perubahan mood, nafsu makan berkurang, rambut rontok, dan
bergemetar (tremor)
Riwayat penyakit terdahulu, pasien memiliki riwayat penyakit hepatitis B
yang diketahui dari 1tahun lalu, riwayat penyakit kronis lain seperti diabetes
melitus, hipertensi, asma, dan penyakit jantung disangkal oleh pasien. Anggota
keluarga lainnya tidak ada yang memiliki keluhan yang sama seperti yang diderita
pasien. Riwayat penyakit kronis dikeluarga juga disangkal. Pasien sudah menikah
dan tinggal bersama anak - anaknya. Dulunya pasien bekerja sebagai petani
namun setelah sakit pasien tidak bekerja lagi. Pasien riwayat merokok dan
mengkonsumsi alcohol sejak usia muda namun semenjak sakit pasien berhenti

3
merokok dan megnkonsumsi alcohol. Dulu pasien merokok kira – kira 2 batang
per hari. Riwayat alergi dan penggunaan tattoo juga disangkal oleh pasien.
Riwayat berhubungan badan dengan wanita lain disangkal.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kesan sakit sedang, kesadaran compos
mentis (E4V5M6), tekanan darah 80/60 mmHg, nadi 100 x/menit, respirasi
o
20x/menit, suhu aksila 36,5 C, gula darah acak 48, berat badan 58kg dan tinggi
badan 157cm. Kepala dalam keadaan normal dengan wajah tampak pucat, tampak
anemis dan ikterus pada kedua mata dengan refleks pupil positif isokor. Tidak
didapatkan kelainan pada pemeriksaan THT. Pada pemeriksaan leher tidak
terdapat pembesaran kelenjar getah bening, kelenjar tiroid tidak teraba. Pada
pemeriksaan dada untuk bagian paru-paru didapatkan bentuk dada normal,
simetris dibagian kiri maupun kanan baik dalam keadaan statis maupun dinamis
serta tidak ada jejas maupun kelainan kulit. Saat pemeriksaan palpasi, gerakan
dada simetris dan vocal fremitus normal pada kedua lapang dada kiri dan kanan.
Pada pemeriksaan perkusi didapatkan bunyi sonor. Suara nafas didapatkan suara
vesikuler pada kedua lapang paru tanpa disertai suara nafas tambahan. Pada
pemeriksaan fisik jantung iktus kordis tidak terlihat dan saat palpasi iktus kordis
tidak teraba. Pada pemeriksaan perkusi didapatkan batas atas pada parasternal line
ICS 2 sinistra, batas kanan pada parasternal line ICS 4 dextra dan batas kiri pada
midclavikula line ICS 5 sinistra. Pada auskultasi didapatkan suara jantung S1S2
tunggal regular tanpa disertai murmur. Dari pemeriksaan abdomen, pada inspeksi
tampak adanya distensi, tampak pelebaran vena kolateral. Pada pemeriksaan
auskultasi didapatkan bising usus normal yaitu 10 kali/menit, dari perkusi
abdomen didapatkan undulasi (+), shifting dullness (+) dan traube space timpani
ke redup. Pada palpasi didapatkan hepar dan lien sulit teraba karena perut distensi,
ada nyeri tekan pada regio epigastrium dan hipokondrium. Tampak edema pada
kedua ekstremitas bawah dan teraba hangat pada ekstremitas. Pada telapak tangan
tampak eritema palmaris dan kuku-kuku ekstremitas tampak white nails.
Dari pemeriksaan laboratorium, darah lengkap didapatkan WBC
6,4x103/µL, Gran% 50,8%, Lymph% 34,5%, RBC 3,79x10 6/µL, HCT 37,1%,

HGB 12,8 g/dL, PLT 43x103/µL, MCV 97,8 fL, MCH 33,8 pg, MCHC 34,5 g/dL.
Pada pemeriksaan kimia darah didapatkan, Ureum 43 mg/dL, Creatinin 1,3

4
mg/dL, Bilirubin Total 20,78 mg/dL, Albumin 1,89 g/dL, Bilirubin Direk 13,32
mg/dL, Bilirubin Indirek 7,46 mg/dL, ALP 86 L/L, Globulin 4,40 g/dL, Protein
total 6,65g/dl. Pada pemeriksaan elektrolit didapatkan, Natrium 146 mmol/L,
Kalium 2,4 mmol/L dan Clorida 106 mmol/L. Pada pemeriksaan serologi
ditemukan HbsAg postitif (hepatitis B virus). Pada pemeriksaan USG di RSUD
Gianyar didapatkan kesan massa solid lobus kanan hepar curiga hepatoma dan
ascites massif. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang pasien di diagnosis dengan sirosis hepatis degenerasi malignant (Child
Pugh C) + Hepatitis B virus + Trombositopenia + Hipokalemia + Hipoalbumin +
Hipoglikemia. Pengobatan yang diberikan yaitu pemasangan IVFD NaCl 0,9% :
D10 (1:1) ~ 12 tpm, Ranitidin 2 x 1 amp (PO), Curcuma 3x1 tab (PO), Antasida 3
x CI (PO) dan Albumin 1x1 fls (iv).
Pasien dirawat sampai meninggal dari tanggal 31 Desember 2018 - 13
Januari 2019. Follow up pasien pada hari Senin, 31 Desember 2018 pukul 08.00
wita. Pasien mengeluh mual namun tidak disertai muntah. Mual dikatakan sudah
lebih mereda dibandingkan saat masuk IGD, nyeri ulu hati, makan dan minum
menurun karena rasa tidak nyaman pada perut, BAB sedikit pada pukul 3 pagi
berwarna kuning dengan konsistensi padat, BAK sudah 6x dari masuk IGD hingga
pukul 08.00 pagi warna seperti teh. Pada pemeriksaan tanda vital tekanan darah
120/70 mmHg, nadi 84 x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu aksila 36,5 ºC, GDP
115. Pemeriksaan mata tampak konjungtiva anemis dan ikterus. Pemeriksaan leher
dan thorax masih dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan
distensi, warna kuning, tampak pelebaran vena kolateral, bising usus (+) normal,
perkusi ditemukan timpani pada seluruh lapang abdomen, shifting dulnes (+),
undulasi (+), traube space timpani ke redup. Pada palpasi abdomen ditemukan
nyeri tekan hipokondrium dan epigastrium, pembesaran hepar dan lien sulit
dievaluasi, pasien tampak tremor dan masih bisa diajak berbicara dan bengkak
pada kedua kaki pasien. Assesment Sirosis Hepatis (Child Pugh C) ec Hepatitis B
dengan Gastropati Hipertensi Porta dengan Ascites Grade
II dengan Hipoalbuminemia, Trombositopenia dan Hipoglikemia dengan syok
hipovolemik. Penatalaksanaan Dextrosa 10% ~ 20 tpm, Ranitidine 2x1 amp,
Curcuma 3 x 1 tab, Transfusi albumin 1 fls/hari s/d albumin > 3 g/dL, drip KCl

5
50mcq dalam NaCl 0,9% ~ 20 tpm, diet rendah garam dan rendah protein dan
pasien di planningkan untuk dilakukan USG abdomen.
Follow up pasien pada hari rabu, 2 Januari 2019 pukul 08.00 wita,
pemeriksaan tanda vital tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 80 x/menit, respirasi
20 x/menit, suhu aksila 36,5 ºC. Keluhan muntah tidak ada, makan minum seperti
biasa dan pemeriksaan fisik masih seperti hari sebelumnya. Pasien sering
terbangun untuk kencing hampir lebih dari 3 kali. Pasien sudah melakukan USG
Abdomen dan didapatkan kesan massa solid lobus kanan hepar curiga hepatoma.
Assesment Sirosis Hepatis (Child Pugh C) Ec Hepatitis B degenerasi maligna
dengan Ascites Grade II dengan Hipoalbuminemia, Trombositopenia dan
Hipoglikemia dengan syok hipovolemik. Penatalaksanaan sesuai dengan terapi
sebelumnya. Pasien diplaningkan dengan cek DL, Na, K, Cl, GDA ulang.
Follow up pasien pada hari kamis, 3 Januari 2019 pukul 08.00 wita,
pemeriksaan tanda vital dalam batas normal, GDA 75. Keluhan pasien saat
inilemas, makan minum seperti biasa, BAB (-) BAK (+) sudah 2x dan warna
kencing seperti teh. Pemeriksaan fisik masih seperti hari sebelumnya. Assesment
Sirosis Hepatis (Child Pugh C) Ec Hepatitis B degenerasi maligna dengan Ascites
Grade II dengan Hipoalbuminemia, Trombositopenia dan Hipoglikemia dengan
syok hipovolemik. Penatalaksanaan dextrosa 40% ~ 1 vial ; Dextrosa 10% ~
20tpm ; Ranitidine 2x1 amp ; Curcuma 3 x 1 tab ; Transfusi albumin 1 fls/hari s/d
albumin > 3 g/dL, drip KCl 50mcq dalam NaCl 0,9% ~ 20 tpm, Na, K, Cl post
drip, check GDA setiap jam 6 pagi.
Follow up pasien pada hari jumat, 4 Januari 2019 pukul 08.00 wita,
pemeriksaan tanda vital dalam batas normal, GDA 99. Keluhan pasien saat ini
lemas, makan minum seperti biasa, BAB (+) BAK (+). Pemeriksaan fisik masih
seperti hari sebelumnya. Assesment Sirosis Hepatis (Child Pugh C) Ec Hepatitis B
degenerasi maligna dengan Ascites Grade II dengan Hipoalbuminemia,
Trombositopenia dan Hipoglikemia dengan syok hipovolemik. Penatalaksanaan
Dextrosa 10% ~ 20tpm ; dextrosa 40% ~ 1 vial ; Ranitidine 2x1 amp ; Curcuma 3
x 1 tab ; Transfusi albumin 1 fls/hari s/d albumin > 3 g/dL (stop, karena hasil
albumin 2,75), drip KCl 50mcq dalam NaCl 0,9% ~ 20 tpm.

6
Follow up pasien pada hari sabtu dan minggu, 5 dan 6 Januari 2019 pukul
08.00 wita, pemeriksaan tanda vital dalam batas normal. Keluhan pasien saat ini
masih sama, makan minum seperti biasa, BAB (+) BAK (+). Pemeriksaan fisik
masih seperti hari sebelumnya. Assesment Sirosis Hepatis (Child Pugh C) Ec
Hepatitis B degenerasi maligna dengan Ascites Grade II dengan
Hipoalbuminemia, Trombositopenia dan Hipoglikemia dengan syok hipovolemik.
Penatalaksanaan Dextrosa 10% : NaCl 0,9% : 1 : 1 ~ 20tpm ; Ranitidine 2x1
amp ; Curcuma 3 x 1 tab ; drip KCl 50mcq dalam NaCl 0,9% ~ 20 tpm (stop)
Follow up pasien pada hari senin, 7 Januari 2019 pukul 08.00 wita,
pemeriksaan tanda vital dalam batas normal, GDA: 62. Keluhan pasien saat ini
lemas disertai dengan batuk berdahak, makan minum seperti biasa, BAB (-) BAK
(+). Pemeriksaan fisik masih seperti hari sebelumnya. Assesment Sirosis Hepatis
(Child Pugh C) Ec Hepatitis B degenerasi maligna dengan Ascites Grade II
dengan Hipoalbuminemia, Trombositopenia, Hipoglikemia dengan syok
hipovolemik membaik. Penatalaksanaan Dextrosa 10% : NaCl 0,9% : 1 : 1 ~
20tpm ; Ranitidine 2x1 amp ; Curcuma 3 x 1 tab ; Antasida 3 x CI. Planning
pulang apabila trombosit >100.
Follow up pasien pada hari selasa, 8 Januari 2019 pukul 08.00 wita,
pemeriksaan tanda vital dalam batas normal, GDA: 106. Keluhan pasien saat ini
lemas disertai dengan batuk berdahak, dahak susah untuk dikeluarkan sehingga
pada saat tidur pasien terdengar seperti mengorok, makan minum seperti biasa,
BAB (+) BAK (+). Pemeriksaan fisik masih seperti hari sebelumnya. Assesment
Sirosis Hepatis (Child Pugh C) Ec Hepatitis B degenerasi maligna dengan Ascites
Grade II dengan Hipoalbuminemia,Trombositopenia dan Hipoglikemia.
Penatalaksanaan Dextrosa 10% : NaCl 0,9% : 1 : 1 ~ 20tpm ; Ranitidine 2x1
amp ; Curcuma 3 x 1 tab ; Antasida 3 x CI. Planning pulang apabila trombosit
>100.
Follow up pasien pada hari rabu dan kamis, 9 dan 10 Januari 2019 pukul
08.00 wita, pemeriksaan tanda vital dalam batas normal, GDA tanggal 9 : 88 dan
GDA tanggal 10 : 70. Keluhan pasien saat ini masih sama seperti kemarin, makan
minum seperti biasa, BAB (-) BAK (+). Pemeriksaan fisik masih seperti hari
sebelumnya. Assesment Sirosis Hepatis (Child Pugh C) Ec Hepatitis B degenerasi
maligna dengan Ascites Grade II dengan Hipoalbuminemia, Trombositopenia dan

7
Hipoglikemia. Penatalaksanaan Dextrosa 10% : NaCl 0,9% : 1 : 1 ~ 20tpm ;
Ranitidine 2x1 amp ; Curcuma 3 x 1 tab ; Antasida 3 x CI. Planning pulang
apabila trombosit >100.
Follow up pasien pada hari jumat, 11 Januari 2019 pukul 08.00 wita,
pasien mengalami penurunan kesadaran. Pemeriksaan tanda vital tekanan darah
120/80, nadi 88x/menit, temperature 37,6C. Pasien tidak bisa makan dan minum,
BAB (-) BAK (+) sedikit. Pemeriksaan fisik masih seperti hari sebelumnya.
Assesment Sirosis Hepatis (Child Pugh C) Ec Hepatitis B degenerasi maligna
dengan Ascites Grade II dengan Hipoalbuminemia, Trombositopenia dan
Hipoglikemia. Penatalaksanaan Dextrosa 10% : NaCl 0,9% : 1 : 1 ~ 20tpm ;
Ranitidine 2x1 amp ; Curcuma 3 x 1 tab ; Antasida 3 x CI. Planning pulang
apabila trombosit >100. KIE keluarga pasien mengenai keadaan pasien.
Follow up pasien pada hari sabtu, 12 Januari 2019 pukul 08.00 wita,
pasien tidak sadar. Pemeriksaan tanda vital tekanan darah 100/80, nadi 72x/menit,
temperature 37,8C, respiratory rate 32. Pasien tidak bisa makan dan minum, BAB
(-) BAK (-). Pemeriksaan fisik reflek pupil negative pada pupil kanan, pupil kiri
relfek positif.. Assesment Sirosis Hepatis (Child Pugh C) Ec Hepatitis B
degenerasi maligna dengan Ascites Grade II dengan Hipoalbuminemia,
Trombositopenia dan Hipoglikemia. Penatalaksanaan Dextrosa 10% : NaCl 0,9%
: 1 : 1 ~ 20tpm ; Ranitidine 2x1 amp ; Curcuma 3 x 1 tab ; Antasida 3 x CI.
Paracetamol flash 3 x 1.
Hari minggu, 13 Januari 2019 pukul 04.30 wita, kondisi pasien memburuk,
keluarga pasien melaporkan bahwa pasien sempat sadar dan berbicara sesuatu,
setelah itu pasien tidak sadar kembali. GCS E1V1M1, tanda vital tidak dapat
diukur, kedua pupil tampak midriasis, dilakukan resusitasi jantung sebanyak 3
siklus dan perekaman jantung didapatkan hasil asystole. Pasien dinyatakan
meninggal oleh dokter jaga IGD pada pukul 04.45. Assesment Sirosis Hepatis
(Child Pugh C) Ec Hepatitis B degenerasi maligna dengan Ascites Grade II
dengan Hipoalbuminemia, Trombositopenia dan Hipoglikemia. Penatalaksanaan
Dextrosa 10% : NaCl 0,9% : 1 : 1 ~ 20tpm ; Ranitidine 2x1 amp ; Curcuma 3 x 1
tab ; Antasida 3 x CI. Paracetamol flash 3 x 1.

8
Pembahasan
Sirosis hepatis adalah penyakit hepar kronis yang ditandai dengan reaksi
inflamasi, nekrosis, terbentuknya sel-sel fibrotik, nodul regeneratif, serta jaringan
parut yang menggantikan sel hepatosit normal sehingga mengakibatkan distorsi

struktur hepar dan hilangnya sebagian besar fungsi hepar 1,2. Penyebab sirosis
hepatis mayoritas disebabkan oleh infeksi virus kronis yaitu hepatitis B dan C,
serta steatohepatitis seperti kebiasaan minum alkohol yang berlebihan dan
obesitas. Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, virus hepatitis B merupakan
penyebab tersering dari sirosis hepatis yaitu sebesar 40-50% kasus, diikuti oleh
virus hepatitis C dengan 30-40% kasus, sedangkan 10-20% sisanya tidak
diketahui penyebabnya dan termasuk kelompok virus bukan B dan C. Sementara
itu, alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin kecil sekali
frekuensinya karena belum ada penelitian yang mendata kasus sirosis akibat

alkohol3. Pada kasus ini kemungkinan penyakit sirosis diakibatkan karena


perkembangan penyakit kronis dari infeksi virus hepatitis B. Pasien sudah
mengetahui terkena hepatitis B dari 2 tahun lalu. Kemudian saat dilakukan
pemeriksaan HbsAg diperoleh hasil positif. Manifestasi klinis sirosis hepatis
dibagi menjadi dua yaitu sirosis hepatis kompensasi dan dekompensasi. Pada
pasien dengan sirosis hepatis kompensasi biasanya tidak menunjukkan gejala yang
spesifik bahkan bisa asimptomatis. Biasanya pasien mengeluh penurunan nafsu
makan, berat badan menurun, dan lemas. Sedangkan pada pasien sirosis hepatis
dekompensasi gejala – gejala akan lebih menonjol akibat dari kegagalan fungsi

hati dan hipertensi porta4,5 Gejala tersebut meliputi kerontokan rambut badan,
gangguan tidur, dan demam yang tidak begitu tinggi. Selain itu, dapat pula disertai
dengan gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus
haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, hematemesis, melena,
serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi,
sampai koma. Hipogonadism bisa terjadi pada laki-laki yang dapat menyebabkan
impotensi, infertile, atau penurunan libido. Pada wanita akan mengalami

amenorea atau perdarahan menstrual yang irregular.5,6


Kegagalan fungsi hati terjadi karena adanya perubahan pada jaringan
parenkim hati menjadi jaringan fibrotik dan penurunan perfusi jaringan hati

9
sehingga mengakibatkan nekrosis hati. Sedangkan hipertensi porta merupakan
gabungan hasil peningkatan resistensi vaskular intrahepatik dan peningkatan
aliran darah melalui sistem porta. Resistensi intrahepatik meningkat melalui 2 cara
yaitu secara mekanik dan dinamik. Secara mekanik resistensi berasal dari fibrosis
yang terjadi pada sirosis, sedangkan secara dinamik berasal dari vasokontriksi
vena portal sebagai efek sekunder dari kontraksi aktif vena portal dan septa

myofibroblas, untuk mengaktifkan sel stelata dan sel-sel otot polos4,5,6.

Gejala Kegagalan Fungsi Hati Gejala Hipertensi Porta

• Ikterus • Varises esophagus/cardia


• Spider naevi • Splenomegali
• Ginekomastisia • Pelebaran vena kolateral
• Hipoalbuminemia • Ascites
• Kerontokan bulu ketiak • Hemoroid
• Ascites • Caput medusa
• Eritema palmaris
• White nail

Pada anamnesis didapatkan pasien mengeluh nyeri perut, perut kembung semakin
hari semakin membesar, lemas badan, wajah pucat, BAB berwarna hitam, muntah
darah, wajah kuning, nafsu makan menurun, kencing berwarna seperti teh, berat
badan menurun, tidak bisa tidur, gelisah, perubahan mood, kedua kaki bengkak.
Jadi dari hasil anamnesis, gejala yang dialami pasien sesuai dengan kepustakaan
tentang manifestasi klinis sirosis hepatis. Fakor risiko yang ada pada pasien
berdasarkan riwayat keluarga, dan riwayat pribadi sosial, didapatkan keluarga
pasien tidak ada yang memiliki keluhan serupa dan meninggal karena penyakit
hati dan berdasarkan riwayat pribadi sosial pasien dikatakan sejak usia muda
sering mengkonsumsi alcohol dan riwayat berhubungan seksual dengan wanita
lain disangkal. Namun dari hal pemeriksaan seroimunologi HbsAg positif
menandakan pasien terinfeksi virus hepatitis B sehingga penyebab dari sirosis
hepatis pada pasien sesuai dengan kepustakaan yaitu alkohol dan virus hepatitis B.

Berdasarkan kepustakaan pemeriksaan fisik yang ditemukan pada pasien


terkait dengan kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Manifestasi klinis yang

10
didapatkankan bila terjadi kegagalan fungsi hati yaitu ikterus, spider nervi,
ginekomastia, hipoalbuminemia, kerontokan bulu ketiak, eritema palmaris dan
white nails sedangkan gejala timbulnya hipertensi porta yaitu varises esopagus,
3,5,6
splenomegali, pelebaran vena kolateral, ascites, hemoroid, caput medusa. Pada
pemeriksaan fisik pasien hanya didapatkan ikterus pada kedua mata, distensi
abdomen, ascites, eritema palmaris, white nails dan edema pitting pada kedua
kaki. Namun ada beberapa gejala yang tidak ditemukan pada pasien yaitu spider
nervi, ginekomastia, kerontokan bulu ketiak, pelebaran vena kolateral, dan caput
medusa. Pada pasien tidak diketahui mengalami splenomegali atau tidak karena
pemeriksaan hepar dan lien sulit dievaluasi karena cairan ascites yang banyak.
Pemeriksaan hemoroid tidak dievaluasi pada pasien. Sehingga hasil pemeriksaan
fisik pasien dengan kepustakaan sesuai.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien yaitu pemeriksaan
darah lengkap, kimia darah, elektrolit, USG, EKG dan Seroimunologi. Dari hasil
darah lengkap pasien didapatkan WBC, HGB dalam batas normal, Hematokrit
rendah, Platelet rendah, serta MCV, MCH, MCHC dalam batas normal.
Berdasarkan kepustakaan pada pasien sirosis hepatis kelainan hematologik yang

ditemukan ialah anemia, trombositopenia, lekopenia, dan platelet rendah.6,7


Namun pada pasien hanya ditemukan trombositopenia dan platelet pasien masih
dalam batas normal. Berdasarkan kepustakaan pada pasien sirosis hepatis akan
ditemukan hipoalbuminemia yang disebabkan karena gangguan sintesis sel hati
karena lesi sel hati yang luas dan kronik. Pada sirosis sel hati mengalami
kerusakan arsitektur hati, penimbunan jaringan ikat, dan terdapat nodul pada
jaringan hati dapat dijumpai rasio albumin : globulin terbalik artinya kadar
globulin meningkat dan albumin menurun. Selain itu ditemukan peningkatan
SGOT dan SGPT pada pasien sirosis hepatis karena destruksi sel hepar. Kadar
bilirubin total meningkat yang akan menyebabkan ikterik yang disebabkan

gangguan fungsi ekskresi hati.8 Pada pemeriksaan kimia darah pasien didapatkan
ureum normal, creatinin tinggi, protein total normal, albumin rendah, globulin
tinggi, dan SGOT tinggi sesuai dengan kepustakaan.
Pada pasein sirosis hepatis biasanya akan ditemukan gangguan elektrolit
7,8
yaitu hiponatremia dan hipokalemia karena gangguan pengaturan cairan Hasil

11
pemeriksaan elektrolit pasien didapatkan penurunan kalium sehingga sesuai
dengan kepustakaan. Pada pemeriksaan faal hemostasis yang diperiksa pada
pasien hanya Bleeding time/Cloting time pasien dalam batas normal namun
pemeriksaan PT tidak dilakukan pada pasien biasanya pada pasien sirosis hepatis
7
protrombin time biasanya memanjang Berdasarkan kepustakaan pasien dengan
sirosis hepatis dilakukan pemeriksaan endoskopi biasanya ditemukan varises
esopagus dan gastropati. Varises esophagus terjadi karena bendungan aliran darah
menuju hati. Aliran tersebut akan mencari jalan alternative yaitu kepembuluh
darah diesophagus, lambung atau vena rectum yang lebih kecil dan mudah pecah.
Ketidakseimbangan antara tekanan aliran darah dengan kemampuan pembuluh
darah mengakibatkan pembesaran dan pecahnya pembuluh darah sehingga dapat

menyebabkan hematemesis melena.9 Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan


endoskopi.
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan untuk menunjang
diagnosis pada pasien dengan sirosis hepatis adalah pemeriksaan ultrasonografi
(USG), pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan radiologi yang sering dilakukan
pada pasien dengan sirosis hepatis dikarenakan pemeriksaannya yang non invasif
dan mudah dikerjakan. Pada pemeriksaan USG dapat dilakukan evaluasi ukuran

hati, sudut hati, permukaan homogenitas dan ada tidaknya massa. 2,4,7 Pada
penderita sirosis hepatis stadium lanjut biasanya ditemukan hepar yang mengecil
dan terdapat nodular, dengan permukaan yang tidak rata dan ada peningkatan
ekogenitas parenkim hati. Selain itu pada pemeriksaan USG juga dapat ditemukan
ada tidaknya karsinoma hati, dan biasanya ditemukan kesan adanya
hepatosplenomegali dengan tanda-tanda penyakit hati kronis yang disertai ascites
yang merupakan salah satu tanda dari kegagalan fungsi hati dan hipertensi

porta.1,3 Pada pasien dilakukan pemeriksaan USG dengan kesan massa solid lobus
kanan hepar curiga hepatoma. Penatalaksanaan pasien dengan sirosis hepatis yaitu
dengan terapi non medikamentosa dan terapi medikamentosa. Prinsip
penatalaksanaan kasus sirosis hepatis menyesuaikan dengan etiologi dari sirosis
hepatis. Tujuannya adalah untuk mengurangi progresifitas dari penyakit.
Menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati, pencegahan
dan penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan kasus sirosis.

12
Terapi non medikamentosa yang dapat dianjurkan kepada pasien yaitu diet
seimbang 35-40 kkal/KgBB ideal dengan protein 1,2-1,5 g/KgBB/hari, berhenti
mengkonsumi alkohol dan merokok, pembatasan obat-obat hepatotoksik dan
aktivitas fisik untuk mencegah atrofi otot namun pada pasien dengan komplikasi
ascites maka pasien harus tirah baring dan diet rendah garam serta pembatasan
cairan 1 liter perhari sedangkan terapi medikamentosa dapat diberikan terapi

suportif sesuai keluhan dan komplikasi yang dialami pasien. 4,10,11 Pada pasien
terapi non medikamentosa yang dilakukan ialah tirah baring dan puasa untuk
mencegah muntah darah pada pasien. Selain melalui nutrisi enteral, pasien juga
diberi nutrisi secara parenteral dengan pemberian infus kombinasi NaCl 0,9%,
dekstrosa 10% diengan perbandingan 1 : 1 dengan 20 tetes per menit. Keluhan
mual yang dialami pasien diberikan pengobatan ranitidine untuk meredakan
keluhan gastropati hipertensi porta tersebut. Respon diuretik dapat dimonitor
dengan penurunan berat badan 0,5kg/hari tanpa edema kaki atau 1kg/hari dengan
edema kaki. Hipoalbuminemia yang menyebabkan terjadinya bengkak pada kaki
diterapi dengan memberikan transfusi albumin hingga kadar albumin >3 g/dL.
Parasintesis asites dilakukan apabila ascites sangat besar. Biasanya
pengeluarannya mencapai 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.
Pada pasien ini tidak dilakukan parasintesis karena ascites masih dalam grade II
sehingga terapi yang diberikan berupa diet rendah garam dan pemberian diuretic.
Pemberian curcuma adalah sebagai hepatoprotektif digunakan untuk melindungi
hati sehingga dapat memperlambat kerusakan sel hati contohnya curcuma sebagai
antioksidan dan antiradang.
Pasien juga diberikan albumin karena berdasarkan hasil laboratorium
kimia darah kadar albumin pasien sangat rendah sehingga perlu diberikan albumin
untuk memperbaiki kadar albumin dalam darah. Jadi selama perawatan pasien
diberikan terapi yaitu Infuse NaCl 0,9% : D10% (1:1), Curcuma 3x1 tab, Albumin
1x1 fls, Ranitidin 2 x 1 amp (iv), Antasida 3 x CI.

Kesimpulan
Seorang laki-laki berusia 61 tahun dengan keluhan perut membesar sejak 1 bulan
yang lalu. Keluhan lain yang dirasakan pasien yaitu lemas, wajah pucat dan

13
kuning, sesak, berat badan menurun, kencing berwarna teh, muntah darah, BAB
hitam, tidak bisa tidur, gelisah, perubahan mood, nafsu makan berkurang dan
kedua kaki bengkak. Pasien memiliki riwayat mengkonsumsi alkohol dan rokok,
riwayat berhubungan badan dengan wanita lain disangkal. Hasil USG RSUD
Sanjiwani Gianyar didapatkan gambaran sirosis hepatis degenerasi malignant
dengan ascites masif, hasil pemeriksaan fisik didapatkan ikterus, ascites, edema
pitting pada kedua kaki, hasil seroimunologi didapatkan HbsAg positif sehingga
dari hal tersebut pasien didiagnosis dengan Sirosis hepatis degenerasi malignant,
hepatitis B virus, hiponatremia, hipokalemia dan melena dengan komplikasi
encephalopati hepatic grade II. Terapi yang diberikan pada pasien berupa terapi
non medikamentosa dan medikamentosa. Pasien dinyatakan meninggal pada
tanggal 13 Januari 2019 karena apneu.

14
Daftar Pustaka
1. Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I,
Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed.
Jakarta; Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia.
2009. Page 668-673.
2. Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis Hati. In: Askandar Tjokroprawirao,
Poernomo Boedi Setiawan, et al. Buku Ajar Penyakit Dalam, Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. 2008. Page 129-136.
3. Lovena, A; Miro, S & Efrida. 2017. Karakteristik Pasien Sirosis Hepatis di
RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas 6(1) pp: 5-6
4. Tanto, C; Liwang, F; Hanifan, S & Pradipta, EA. 2014. Kapita Selekta
Kedokteran Edisi IV Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius pp: 693-697
5. Wahyudo, R. 2014. A 78 Years Old Woman With Hepatic Cirrhosis.
Faculty of Medicine, Lampung University. J Medula Unila Vol 3 No 1 pp:
174-175
6. Verhelst, X; Geerts, A & Vlierberghe, HV. 2016. Cirrhosis: Reviewing The
Literature and Future Perspectives. Departement of Hepatology and
Gastroenterology, Ghent University Hospital, European Medical Journal
pp: 111-117
7. Rosida, A. 2016. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hati. Bagian
Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat.
Berkala Kedokteran. Vol 12 No 1 pp: 123-131
8. Figueiredo, A; Bermejo, FR; Perdigoto, R; & Marcelino, P. 2012. Review
Article The End-Organ Impairment in Liver Cirrhosis: Appointments for
Critical Care. Critical Care Research and Practice
9. Mulyo, S. 2016. Profilaksis Primer Perdarahan Varises Gastroesofagus
pada Sirosis Hati: Peranan Penghambat Beta. SMF Penyakit Dalam,
RSUD Siwa, Sulawesi Selatan Vol 43 No 12 pp: 940-944
10. Budhiarta, DMF. 2017. Penatalaksanaan dan Edukasi Pasien Sirosis Hati
dengan Varises Esofagus di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2014. Intisari
Sains Medis. Vol 8 No1 pp: 19
11. Virgonita, S & Zulkarnain, AK. 2012. Pola Penggunaan Obat pada Pasien
Sirosis Hati di Instalasi Rawat Inap Bangsal Penyakit Dalam Rumah Sakit
Dr. Sardjito Yogyakarta. Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta. Majalah
Farmasuetik Vol 8 No 3 pp: 218-226

Anda mungkin juga menyukai