LAPORAN PENDAHULUAN
Oleh:
NIM. 170070301111011
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN
CVA Emboli DENGAN DM
DI RUANG 26 STROKE UNIT DALAM RSUD dr SAIFUL ANWAR MALANG
Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Medikal Ruang 26 Stroke RSSA Malang
Oleh :
Hanifah Irma Ritmadiani
NIM. 170070301111011
( ) ( )
A. DEFINISI
Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan lumen
pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal, sehingga aliran darah
menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini menyebabkan iskemik. Stroke thrombosis
dapat mengenai pembuluh darah besar termasuk sistem arteri carotis atau pembuluh darah
kecil termasuk percabangan sirkulus wilis dan sirkulasi posterior. Tempat yang umum terjadi
thrombosis adalah titik percabangan arteri serebral khususnya distribusi arteri carotis interna
(Price & Wilson, 2006).
Thrombus yang memicu terjadinya stroke disebabkan adanya hipertensi yang disebut
sebagai silent killer, diabetes melitus, obesitas dan berbagai gangguan kesehatan yang terkait
dengan penyakit degeneratif (Waspadji, 2007). Penyakit-penyakit tersebut timbul karena
gaya dan pola hidup masyarakat yang tidak sehat, seperti malas bergerak, makanan berlemak
dan kolesterol tinggi, sehingga banyak diantara mereka mengidap penyakit yang menjadi
pemicu timbulnya serangan stroke. Salah satu penyaki yaitu DM, Diabetes melitus (DM)
adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya
sebagai akibat suatu defi siensi sekresi insulin atau berkurangnya efektif tas biologis dari
insulin atau keduanya
B. ETIOLOGI
Diabetes Miletus sebagai penyebab stroke thrombosis
Komplikas diabetes melitus menjadi stroke iskemik salah satunya adalah adanya
suatu proses aterosklerosis. Terjadinya hiperglikemia menyebabkan kerusakan dinding
pembuluh darah besar maupun pembuluh darah perifer disamping itu juga akan
meningkatkan agegrat platelet dimana kedua proses tersebut dapat menyebabkan
aterosklerosis. Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
mengerasnya pembuluh darah pembuluh darah (Gilroy,2000; Hankey dan Lees, 2001; Ryden
et al 2007)
Kondisi makroangiopati yang mengarah ke arterosklerosisi menyebabkan kerusakan
dinding arteri sehingga membentuk bekuan darah yang disebut thrombus. Bekuan darah
thrombus yang menghalangi aliran darah akan mengakibatkan penurunan aliran darah.
Thrombus juga akan membesar dan menutup lumen arteri atau thrombus akan terlepas dan
membentuk emboli yang akan mengikuti aliran darah ke daerah lain, emboli ini pada
umumnya berlangsung cepat dan gejala yang timbul kurang dari 10 - 30 detik bisa
menyumbat ke pembuluh darah arteri orak yang lebih kecil sehingga vaskularissasi otak
berkurang atau tersumbat yang mengakibatkan jaringan otak mengalam iskemia sehingg
amenyebabkan Stroke. Trombosis diawali dengan adanya kerusakan endotel, sehingga tampak
jaringan kolagen di bawahnya. Proses trombosis terjadi akibat adanya interaksi antara trombosit dan
dinding pembuluh darah, adanya kerusakan endotel pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang
normal bersifat antitrombosis karena adanya glikoprotein dan proteoglikan yang melapisi sel endotel
dan adanya prostasiklin (PGI2) pada endotel yang bersifat vasodilator dan inhibisi platelet agregasi.
Pada endotel yang mengalami kerusakan, darah akan berhubungan dengan serat-serat kolagen
pembuluh darah, kemudian merangsang trombosit dan agregasi trombosit dan merangsang trombosit
mengeluarkan zat-zat yang terdapat di dalam granulagranula di dalam trombosit dan zat-zat yang
berasal dari makrofag yang mengandung lemak. Akibat adanya reseptor pada trombosit menyebabkan
perlekatan trombosit dengan jaringan kolagen pembuluh darah.
Insufisiensi suplai darah disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder terhadap
perdarahan akibat ruptur arteri (aneurisma) Ruptura Aneurisma Sekuler (Gerry) Merupakan
lepuhan yang lemah dan berdinding tipis yang menonjol pada tempat yang lemah. Penyebab
aneurisme antara lain Hypercoagulasi pada polysitemia Darah bertambah kental, peningkatan
viskositas /hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral juga Arteritis
(radang pada arteri) (Lynda Juall Carpenito, 1995).
C. FAKTOR RESIKO
Hypertensi, faktor resiko utama
Penyakit kardiovaskuler
Kadar hematokrit tinggi
DM (peningkatan anterogenesis)
Pemakaian kontrasepsi oral
Penurunan tekanan darah berlebihan dalam jangka panjang
Obesitas, perokok, alkoholisme
Kadar esterogen yang tinggi
Usia > 35 tahun
Penyalahgunaan obat
Gangguan aliran darah otak sepintas
Hyperkolesterolemia
Infeksi
Kelainan pembuluh darah otak (karena genetik, infeksi dan ruda paksa)
Lansia
Penyakit paru menahun (asma bronkhial)
Asam urat
(Brunner & Suddarth, 2000: 94-95, Harsono, 1996:60-65)
D. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika, pada tahun 2002, jumlah orang meninggal karena stroke sekitar 162.672
orang. Jumlah tersebut setara dengan 1 di antara 15 kematian di Amerika Serikat. Saat ini
ada 4 juta orang di Amerika Serikat yang hidup dalam keterbatasan sik akibat stroke,
dan 15-30% di antaranya menderita cacat menetap (Centers for Disease Control and
Prevention, 2009).
Berdasarkan laporan European Journal of Neurology pada 2005 mengungkapkan
bahwa di beberapa negara Uni Eropa, seperti Islandia, Norwegia, dan Swiss, insidensi
stroke diperkirakan 1,1 juta orang setiap tahunnya (Valery F, 2009). Di Asia yang
kebanyakan merupakan negara berkembang jumlah penderita stroke lebih banyak
daripada di negara maju. Konferensi Stroke Internasional yang diadakan di Wina, Austria,
tahun 2008 juga mengungkapkan bahwa di kawasan Asia jumlah kasus stroke terus
meningkat (Soemarmo, 2008).
Angka kejadian stroke di Indonesia meningkat dengan tajam. Saat ini Indonesia
merupakan negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia. Data stroke yang
dikeluarkan oleh Yayasan Stroke Indonesia menyatakan pada tahun 2004, penelitian di
sejumlah rumah sakit menemukan pasien rawat inap karena stroke jumlahnya sekitar
23.000 orang. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 mendata kasus
stroke di wilayah perkotaan di 33 provinsi dan 440 kabupaten, hasilnya adalah penyakit
stroke merupakan pembunuh utama di kalangan penduduk perkotaan,
World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita diabetes
melitus mencapai lebih dari 180 juta jiwa diseluruh dunia. Kejadian ini akan meningkat
dua kali lipat di tahun 2030 dan Indonesia menempati urutan ke-4 di dunia (WHO, 2006).
E. KLASIFIKASI
Secara umum stroke dibedakan menjadi 2, yaitu :
b. Stroke iskemik , adalah stroke yang disebabkan oleh aterotrombosis atau emboli, yang
masing-masing akan mengganggu atau memutuskan aliran darah otak atau cerebral
blood flow (CBF). Nilai normal CBF adalah 50–60 ml/100 mg/menit. Iskemik terjadi
jika CBF < 30 ml/100mg/menit (Wibowo dkk., 2001).
a. Stroke trombotik pembuluh darah besar dengan aliran lambat biasanya terjadi saat
tidur, saat pasien relatif mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun
Ada dua jenis stroke trombotik :
Trombosis pembuluh darah besar (large vessel thrombosis), bentuk paling umum
dari stroke trombotik, terjadi di arteri besar otak (termasuk sistem arteri karotis).
Dampak dan kerusakan cenderung diperbesar karena semua pembuluh darah kecil
yang disuplai arteri telah dicabut dari darah. Dalam kebanyakan kasus, trombosis
pembuluh besar disebabkan oleh kombinasi dari penumpukan plak jangka panjang
(aterosklerosis) diikuti oleh pembentukan gumpalan darah yang cepat. Kolesterol
tinggi merupakan faktor risiko umum untuk jenis stroke.
Trombosis pembuluh darah kecil (infark lacunar) terjadi ketika aliran darah
tersumbat untuk pembuluh darah arteri kecil (termasuk sirkulus Willisi dan
sirkulus posterior). Ini telah dikaitkan dengan tekanan darah tinggi (hipertensi)
dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
b. Stroke embolik terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik
mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Embolus berasal dari bahan
trombotik yang terbentuk di dinding rongga jantung atau katup mitralis (Sylvia A.P.
& Lorraine M.W., 2006).
b) Stroke involusi:
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat
semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c) Stroke komplit:
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan
istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
F. PATOFISIOLOGI (Terlampir)
G. MANIFESTASI KLINIS
Stroke iskemik merupakan penyakit yang progresif dengan berbagai macam tampilan klinis,
dari yang ringan hingga yang berat. Gambaran klinis stroke iskemik dapat berupa kelemahan anggota
tubuh (jarang pada kedua sisi), hiperrefleksia anggota tubuh, kelemahan otot-otot wajah, dysarthria,
dysfagia, peningkatan reflex muntah, diplopia, nystagmus, kelemahan otot mata, dan penurunan
kesadaran.
a. Defisit Motorik
Hemiparese, hemiplegia
Distria (kerusakan otot-otot bicara)
Disfagia (kerusakn otot-otot menelan)
b. Defisit Sensori
Defisit visual (umum karena jaras visual terpotong sebagian besar pada hemisfer
serebri)
Hemianopsia homonimosa (kehilangan pandangan pada setengah bidang
pandang pada sisi yang sama)
Diplopia (penglihatan ganda)
Penurunan ketajaman penglihatan
Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan,
nyeri, tekanan, panas dan dingin)
Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan
tentang posisi bagian tubuh)
c. Defisit Perseptual (Gangguan dalam merasakan dengan tepat dan menginterpretasi
diri dan/atau lingkungan)
Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap ekstremitas
yang mengalami paralise; kelainan unilateral)
Disorientasi (waktu, tempat, orang)
Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan obyek-obyek dengan
tepat)
Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indera)
Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruang, memperkirakan ukurannya
dan menilai jauhnya
Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
Disorientasi kanan kiri
d. Defisit Bahasa/Komunikasi
Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara yang
dapat difahami) - dapat berbicara dengan menggunakan respons satu kata
Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan - mampu untuk
berbicara, tetapi menggunakan kata-kata dengan tidak tepat dan tidak sadar tentang
kesalahan ini)
Afasia global (kombinasi afasia ekspresif dan reseptif) – tidak mampu
berkomunikasi pada setiap tingkat
Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan)
e. Defisit Intelektual
Kehilangan memori
Rentang perhatian singkat
Peningkatan distraktibilitas (mudah buyar)
Penilaian buruk
Ketidakmampuan untuk mentransfer pembelajaran dari satu situasi ke situasi yang
lain
Ketidakmampuan untuk menghitung, memberi alasan atau berpikir secara abstrak
f. Disfungsi Aktivitas Mental dan Psikologis
Labilitas emosional (menunjukkan reaksi dengan mudah atau tidak tepat)
Kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial
Penurunan toleransi terhadap stres
Ketakutan, permusuhan, frustasi, marah
Kekacauan mental dan keputusasaan
Menarik diri, isolasi
Depresi
g. Gangguan Eliminasi (Kandung kemih dan usus)
Lesi unilateral karena stroke mengakibatkans sensasi dan kontrol partial kandung
kemin, sehingga klien sering mengalami berkemih, dorongan dan inkontinensia
urine.
Jika lesi stroke ada pada batang otak, maka akan terjadi kerusakan lateral yang
mengakibatkan neuron motorik bagian atas kandung kemih dengan kehilangan
semua kontrol miksi
Kemungkinan untuk memulihkan fungsi normal kandung kemih sangat baik
Kerusakan fungsi usus akibat dari penurunan tingkat kesadaran, dehidrasi dan
imobilitas
Konstipasi dann pengerasan feses
h. Gangguan Kesadaran
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan radiologi
CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993), edema, hematoma,
iskemia dan infark (Doengoes, 2000: 292)
MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E.
Doenges, 2000: 292)
Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998) atau membantu menenukan penyebab
stroke yang lebih spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik
oklusi atau ruptur (Doengoes, 2000: 292)
Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis
pada penderita
Pemeriksaan laboratorium
Pungsi lumbal: pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor
masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998).
Tekanan normal biasanya ada trombosis, emboli dan TIA. Sedangkan tekanan
yang meningkat dan cairan yang mengandungdarah menunjukkan adanya
perdarahan subarachnoid atau intrakranial. Kadar protein total meningkat pada
kasus trombosis sehubungan dengan proses inflamasi (Doengoes, 2000: 292)
Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula
darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun
kembali. (Jusuf Misbach, 1999)
Pemeriksaan darah lengkap: unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
(Linardi Widjaja, 1993)
I. PENATALAKSANAAN
1. Konservatif
a. Pemenuhan cairan dan elektrolit dengan pemasangan infus.
b. Mengurangi edema post iskemik
Gliserol
Diberikan dalam larutan NaCl atau D5% dengan konsentrasi 10%
(500ml/hari), diberikan perinfus selama 8 jam (tetesan maksimal 90
tetes/menit) selama 5 hari, setelah itu diberikan gliserol per oral selama 2
minggu/lebih dengan dosis 4x30 ml/hari
Manitol
Diberikan sebagai pengganti gliserol
2. Operatif
Apabila upaya menurunkan TIK tidak berhasil maka perlu dipertimbangkan
evakuasi hematom karena hipertensi intrakranial yang menetap akan
membahayakan kehidupan klien.
Ticlodipine
3. Pengobatan Pembedahan
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
d. Ligasi arteri karotis komunis di leher khusunya pada aneurisma
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a) Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan
klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif,
tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien.
(Marilynn E. Doenges et al, 1998)
- Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia
urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus
negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus.(Doengoes, 1998 dan Doengoes, 2000: 290)
- Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik
(hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan
tingkat kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290)
- Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri
otot
- Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
- Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
- Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan tanda emosi
yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulian
mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)
- Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
- Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
- Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan
rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese wajah.
Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada
salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman tidak
sama, refleks tendon melemah secara kontralateral, apraksia
Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang
sensorik kontralteral.
Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan
refleks patologis.
Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran,
gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan masalah,
afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll (Jusuf Misbach, 1999, Doengoes,
2000: 291)
C. Intervensi Keperawatan
Gangguan Perfusi Jaringan Serebral
1) Dapat dihubungkan dengan : interupsi aliran darah, vasospasme serebral, edema
serebral
2) Kemungkinan dibuktikan oleh : perubahan tingkat kesadaran, perubahan dalam respon
motorik/sensorik; gelisah, perubahan tanda-tanda vital.
3) Kriteria Evaluasi
- Mempertahankan tingkat kesadaran fungsi kognitif dan motorik / sensori
- Mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil.
4) Intervensi keperawatan
(1) kaji faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab terjadinya koma atau
menurunnya perfusi jaringan otak
R/ mempengaruhi intervensi
(2) Catat status neurologis dan bandingkan dengan keadaan normal
R/ mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK
dan mengetahui lokasi luas dan kemajuan kerusakan SSP
(3) Pantau tanda-tanda vital
R/ reaksi mungkin terjadi oleh karena tekanan / trauma serebral pada daerah
vasomotor otak
(4) Evaluasi pupil : ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksi terhadap cahaya
R/ reaksi pupil berguna dalam menentukan apakah batang otak tersebut masih
baik. Ukuran dan kesamaan pupil ditentukan oleh keseimbangan antara
persyaratan simpatis dan parasimpatis yang mempersarafinya
(5) Catat perubahan dalam penglihatan : kebutuhan, gangguan lapang pandang
R/ gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak yang terkena
dan mempengaruhi intervensi yang akan dilakukan
(6) Kaji fungsi bicara jika pasien sadar
R/ perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari lokasi
(7) Letakkan kepala engan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis
R/ menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan
sirkulasi
(8) Pertahankan keadaan tirah baring : ciptakan lingkungan yan tenang
R/ aktivitas yang kontinu dapat meningkatkan TIK, istirahat dan ketenangan
diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik
(9) Cegah terjadinya mengejan saat defekasi dan pernafasan yang memaksa
R/ manuver valsava dapat meningkatkan TIK dan memperbesar risiko terjadinya
perdarahan
(10) Kaji adanya kedutan, kegelisahan yang meningkat, peka rangsang dan serangan
kejang
R/ merupakan indikasi adanya meningeal kejang dapat mencerminkan adanya
peningkatan TIK /trauma serebral yang memerlukan perhatian dan intervensi
selanjutnya.
Kolaborasi : Beri oksigen sesuai indikasi, anti koagulasi, antifibrolitik, antihipertensi,
Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi
DAFTAR PUSTAKA
Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami & Menghindari Hipertensi, Jantung, dan
Stroke. Dianloka Pustaka: Yogyakarta
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Salemba Medika: Jakarta
Corwin, Elisabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Salemba Medika: Jakarta
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC:
Jakarta
Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik Edisi 4. EGC: Jakarta
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Carpenito Linda Juall. (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, EGC,
Jakarta.
Depkes RI. (1996). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Diknakes, Jakarta.
Harsono. (1996). Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi 1, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.