Anda di halaman 1dari 28

Departemen Medikal

LAPORAN PENDAHULUAN

CVA (CEREBRO VASCULAR ACCIDENT) EMBOLI


DENGAN DM (DIABETES MILETUS)

Ruang 26 Stroke RSSA

Oleh:

Hanifah Irma Ritmadiani

NIM. 170070301111011

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017
HALAMAN PENGESAHAN
CVA Emboli DENGAN DM
DI RUANG 26 STROKE UNIT DALAM RSUD dr SAIFUL ANWAR MALANG

Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Medikal Ruang 26 Stroke RSSA Malang

Oleh :
Hanifah Irma Ritmadiani

NIM. 170070301111011

Telah diperiksa dan disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

( ) ( )
A. DEFINISI

Stroke/Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)/Cerebro Vascular Disease


(CVD)/Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi kehilangan fungsi otak
secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke bagian otak (Brunner &
Suddarth, 2000: 94)
Stroke (CVA) atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap gangguan
neurologi mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui
sistem suplai arteri otak sehingga terjadi gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan
terjadinya kematian otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau
kematian. Menurut WHO stroke adalah adanya defisit neurologis yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)

Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan lumen
pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal, sehingga aliran darah
menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini menyebabkan iskemik. Stroke thrombosis
dapat mengenai pembuluh darah besar termasuk sistem arteri carotis atau pembuluh darah
kecil termasuk percabangan sirkulus wilis dan sirkulasi posterior. Tempat yang umum terjadi
thrombosis adalah titik percabangan arteri serebral khususnya distribusi arteri carotis interna
(Price & Wilson, 2006).
Thrombus yang memicu terjadinya stroke disebabkan adanya hipertensi yang disebut
sebagai silent killer, diabetes melitus, obesitas dan berbagai gangguan kesehatan yang terkait
dengan penyakit degeneratif (Waspadji, 2007). Penyakit-penyakit tersebut timbul karena
gaya dan pola hidup masyarakat yang tidak sehat, seperti malas bergerak, makanan berlemak
dan kolesterol tinggi, sehingga banyak diantara mereka mengidap penyakit yang menjadi
pemicu timbulnya serangan stroke. Salah satu penyaki yaitu DM, Diabetes melitus (DM)
adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya
sebagai akibat suatu defi siensi sekresi insulin atau berkurangnya efektif tas biologis dari
insulin atau keduanya
B. ETIOLOGI
Diabetes Miletus sebagai penyebab stroke thrombosis

Komplikasi DM ada 2, yaitu komplikasi metabolik yang menyebabkan ketoasidosis diabetic


(DKA) yang ditandai hiperglikemia (GD >300ng/dl) dan komplikasi vaskuler yang yang
dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah kecil (mikroangipati)
mengakibatkan retinopati diabetic dan penyumbatan di pembuluh darah besar
(makroangiopati) mengakibatkan aterosklerosis, gangrene ekstremitas dan stroke.

Komplikas diabetes melitus menjadi stroke iskemik salah satunya adalah adanya
suatu proses aterosklerosis. Terjadinya hiperglikemia menyebabkan kerusakan dinding
pembuluh darah besar maupun pembuluh darah perifer disamping itu juga akan
meningkatkan agegrat platelet dimana kedua proses tersebut dapat menyebabkan
aterosklerosis. Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
mengerasnya pembuluh darah pembuluh darah (Gilroy,2000; Hankey dan Lees, 2001; Ryden
et al 2007)
Kondisi makroangiopati yang mengarah ke arterosklerosisi menyebabkan kerusakan
dinding arteri sehingga membentuk bekuan darah yang disebut thrombus. Bekuan darah
thrombus yang menghalangi aliran darah akan mengakibatkan penurunan aliran darah.
Thrombus juga akan membesar dan menutup lumen arteri atau thrombus akan terlepas dan
membentuk emboli yang akan mengikuti aliran darah ke daerah lain, emboli ini pada
umumnya berlangsung cepat dan gejala yang timbul kurang dari 10 - 30 detik bisa
menyumbat ke pembuluh darah arteri orak yang lebih kecil sehingga vaskularissasi otak
berkurang atau tersumbat yang mengakibatkan jaringan otak mengalam iskemia sehingg
amenyebabkan Stroke. Trombosis diawali dengan adanya kerusakan endotel, sehingga tampak
jaringan kolagen di bawahnya. Proses trombosis terjadi akibat adanya interaksi antara trombosit dan
dinding pembuluh darah, adanya kerusakan endotel pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang
normal bersifat antitrombosis karena adanya glikoprotein dan proteoglikan yang melapisi sel endotel
dan adanya prostasiklin (PGI2) pada endotel yang bersifat vasodilator dan inhibisi platelet agregasi.
Pada endotel yang mengalami kerusakan, darah akan berhubungan dengan serat-serat kolagen
pembuluh darah, kemudian merangsang trombosit dan agregasi trombosit dan merangsang trombosit
mengeluarkan zat-zat yang terdapat di dalam granulagranula di dalam trombosit dan zat-zat yang
berasal dari makrofag yang mengandung lemak. Akibat adanya reseptor pada trombosit menyebabkan
perlekatan trombosit dengan jaringan kolagen pembuluh darah.
Insufisiensi suplai darah disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder terhadap
perdarahan akibat ruptur arteri (aneurisma) Ruptura Aneurisma Sekuler (Gerry) Merupakan
lepuhan yang lemah dan berdinding tipis yang menonjol pada tempat yang lemah. Penyebab
aneurisme antara lain Hypercoagulasi pada polysitemia Darah bertambah kental, peningkatan
viskositas /hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral juga Arteritis
(radang pada arteri) (Lynda Juall Carpenito, 1995).

Dapat disimpulkan bahwa stroke (CVA) iskemi bisa disebabkan oleh :


 Lumen arteri menyempit (arterosklerosis) mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
 Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis
 melepaskan kepingan thrombus (embolus) lalu menyumbat ke arteri yang lebih kecil
di otak.
 Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma.

C. FAKTOR RESIKO
 Hypertensi, faktor resiko utama
 Penyakit kardiovaskuler
 Kadar hematokrit tinggi
 DM (peningkatan anterogenesis)
 Pemakaian kontrasepsi oral
 Penurunan tekanan darah berlebihan dalam jangka panjang
 Obesitas, perokok, alkoholisme
 Kadar esterogen yang tinggi
 Usia > 35 tahun
 Penyalahgunaan obat
 Gangguan aliran darah otak sepintas
 Hyperkolesterolemia
 Infeksi
 Kelainan pembuluh darah otak (karena genetik, infeksi dan ruda paksa)
 Lansia
 Penyakit paru menahun (asma bronkhial)
 Asam urat
(Brunner & Suddarth, 2000: 94-95, Harsono, 1996:60-65)
D. EPIDEMIOLOGI

Di Amerika, pada tahun 2002, jumlah orang meninggal karena stroke sekitar 162.672
orang. Jumlah tersebut setara dengan 1 di antara 15 kematian di Amerika Serikat. Saat ini
ada 4 juta orang di Amerika Serikat yang hidup dalam keterbatasan 􀀁 sik akibat stroke,
dan 15-30% di antaranya menderita cacat menetap (Centers for Disease Control and
Prevention, 2009).
Berdasarkan laporan European Journal of Neurology pada 2005 mengungkapkan
bahwa di beberapa negara Uni Eropa, seperti Islandia, Norwegia, dan Swiss, insidensi
stroke diperkirakan 1,1 juta orang setiap tahunnya (Valery F, 2009). Di Asia yang
kebanyakan merupakan negara berkembang jumlah penderita stroke lebih banyak
daripada di negara maju. Konferensi Stroke Internasional yang diadakan di Wina, Austria,
tahun 2008 juga mengungkapkan bahwa di kawasan Asia jumlah kasus stroke terus
meningkat (Soemarmo, 2008).
Angka kejadian stroke di Indonesia meningkat dengan tajam. Saat ini Indonesia
merupakan negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia. Data stroke yang
dikeluarkan oleh Yayasan Stroke Indonesia menyatakan pada tahun 2004, penelitian di
sejumlah rumah sakit menemukan pasien rawat inap karena stroke jumlahnya sekitar
23.000 orang. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 mendata kasus
stroke di wilayah perkotaan di 33 provinsi dan 440 kabupaten, hasilnya adalah penyakit
stroke merupakan pembunuh utama di kalangan penduduk perkotaan,
World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita diabetes
melitus mencapai lebih dari 180 juta jiwa diseluruh dunia. Kejadian ini akan meningkat
dua kali lipat di tahun 2030 dan Indonesia menempati urutan ke-4 di dunia (WHO, 2006).

E. KLASIFIKASI
Secara umum stroke dibedakan menjadi 2, yaitu :

a. Stroke hemoragik, adalah perdarahan yang tidak terkontrol di otak. Perdarahan


tersebut dapat mengenai dan membunuh sel otak, sekitar 20% stroke adalah stroke
hemoragik (Gofir, 2009).

b. Stroke iskemik , adalah stroke yang disebabkan oleh aterotrombosis atau emboli, yang
masing-masing akan mengganggu atau memutuskan aliran darah otak atau cerebral
blood flow (CBF). Nilai normal CBF adalah 50–60 ml/100 mg/menit. Iskemik terjadi
jika CBF < 30 ml/100mg/menit (Wibowo dkk., 2001).

Perbedaan antara CVA infark dan CVA Bleeding sebagai berikut:

Gejala (anamnesa) Infark Perdarahan


Permulaan (awitan) Sub akut/kurang mendadak Sangat akut/mendadak
Waktu (saat “serangan”) Bangun pagi/istirahat Sedang aktifitas
Peringatan + 50% TIA -
Nyeri Kepala +/- +++
Kejang - +
Muntah - +
Kesadaran menurun Kadang sedikit +++

Koma/kesadaran menurun +/- +++


Kaku kuduk - ++
Kernig - +
pupil edema - +
Perdarahan Retina - +
Bradikardia hari ke-4 sejak awal
Penyakit lain Tanda adanya Hampir selalu
aterosklerosis di retina, hypertensi,
koroner, perifer. Emboli aterosklerosis, HHD
pada ke-lainan katub,
fibrilasi, bising karotis
Pemeriksaan:
Darah pada LP -
X foto Skedel + +
Kemungkinan
Angiografi Oklusi, stenosis pergeseran glandula
pineal
Aneurisma. AVM.
CT Scan Densitas berkurang massa intra hemisfer/
(lesi hypodensi) vaso-spasme.
Massa intrakranial
Opthalmoscope Crossing phenomena densitas bertambah.
Silver wire art (lesi hyperdensi)
Lumbal pungsi Perdarahan retina atau
 Tekanan Normal corpus vitreum
 Warna Jernih
 Eritrosit < 250/mm3 Meningkat
Arteriografi oklusi Merah
EEG di tengah >1000/mm3
ada shift
shift midline echo
Klasifikasi Stroke Iskemik Berdasarkan Penyebabnya

a. Stroke trombotik pembuluh darah besar dengan aliran lambat biasanya terjadi saat
tidur, saat pasien relatif mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun
Ada dua jenis stroke trombotik :
 Trombosis pembuluh darah besar (large vessel thrombosis), bentuk paling umum
dari stroke trombotik, terjadi di arteri besar otak (termasuk sistem arteri karotis).
Dampak dan kerusakan cenderung diperbesar karena semua pembuluh darah kecil
yang disuplai arteri telah dicabut dari darah. Dalam kebanyakan kasus, trombosis
pembuluh besar disebabkan oleh kombinasi dari penumpukan plak jangka panjang
(aterosklerosis) diikuti oleh pembentukan gumpalan darah yang cepat. Kolesterol
tinggi merupakan faktor risiko umum untuk jenis stroke.
 Trombosis pembuluh darah kecil (infark lacunar) terjadi ketika aliran darah
tersumbat untuk pembuluh darah arteri kecil (termasuk sirkulus Willisi dan
sirkulus posterior). Ini telah dikaitkan dengan tekanan darah tinggi (hipertensi)
dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
b. Stroke embolik terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik
mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Embolus berasal dari bahan
trombotik yang terbentuk di dinding rongga jantung atau katup mitralis (Sylvia A.P.
& Lorraine M.W., 2006).

Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:


a) TIA (Trans Iskemik Attack):
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa
jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu
kurang dari 24 jam.

b) Stroke involusi:
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat
semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.

c) Stroke komplit:
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan
istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
F. PATOFISIOLOGI (Terlampir)
G. MANIFESTASI KLINIS
Stroke iskemik merupakan penyakit yang progresif dengan berbagai macam tampilan klinis,
dari yang ringan hingga yang berat. Gambaran klinis stroke iskemik dapat berupa kelemahan anggota
tubuh (jarang pada kedua sisi), hiperrefleksia anggota tubuh, kelemahan otot-otot wajah, dysarthria,
dysfagia, peningkatan reflex muntah, diplopia, nystagmus, kelemahan otot mata, dan penurunan
kesadaran.

Berikut adalah gejala penyakit stroke :


 Rasa lemas secara tiba-tiba pada wajah, lengan, atau kaki, seringkali terjadi pada salah satu
sisi tubuh.
 Mati rasa pada wajah, lengan atau kaki, terutama pada satu sisi tubuh.
 Kesulitan berbicara atau memahami pembicaraan.
 Kesulitan melihat dengan satu mata atau kedua mata.
 Kesulitan berjalan, pusing, hilang keseimbangan.
 Sakit kepala parah tanpa penyebab jelas, dan hilang kesadaran atau pingsan. Kemenkes RI,
2014)

Menurut Hudak dan Gallo dalam bukunya Keperawatan Kritis: Pendekatan


Holistik (1996: 258-260), terdapat manifestasi akibat stroke, yaitu:

a. Defisit Motorik
 Hemiparese, hemiplegia
 Distria (kerusakan otot-otot bicara)
 Disfagia (kerusakn otot-otot menelan)
b. Defisit Sensori
 Defisit visual (umum karena jaras visual terpotong sebagian besar pada hemisfer
serebri)
 Hemianopsia homonimosa (kehilangan pandangan pada setengah bidang
pandang pada sisi yang sama)
 Diplopia (penglihatan ganda)
 Penurunan ketajaman penglihatan
 Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan,
nyeri, tekanan, panas dan dingin)
 Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan
tentang posisi bagian tubuh)
c. Defisit Perseptual (Gangguan dalam merasakan dengan tepat dan menginterpretasi
diri dan/atau lingkungan)
 Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap ekstremitas
yang mengalami paralise; kelainan unilateral)
 Disorientasi (waktu, tempat, orang)
 Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan obyek-obyek dengan
tepat)
 Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indera)
 Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruang, memperkirakan ukurannya
dan menilai jauhnya
 Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
 Disorientasi kanan kiri
d. Defisit Bahasa/Komunikasi
 Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara yang
dapat difahami) - dapat berbicara dengan menggunakan respons satu kata
 Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan - mampu untuk
berbicara, tetapi menggunakan kata-kata dengan tidak tepat dan tidak sadar tentang
kesalahan ini)
 Afasia global (kombinasi afasia ekspresif dan reseptif) – tidak mampu
berkomunikasi pada setiap tingkat
 Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
 Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan)
e. Defisit Intelektual
 Kehilangan memori
 Rentang perhatian singkat
 Peningkatan distraktibilitas (mudah buyar)
 Penilaian buruk
 Ketidakmampuan untuk mentransfer pembelajaran dari satu situasi ke situasi yang
lain
 Ketidakmampuan untuk menghitung, memberi alasan atau berpikir secara abstrak
f. Disfungsi Aktivitas Mental dan Psikologis
 Labilitas emosional (menunjukkan reaksi dengan mudah atau tidak tepat)
 Kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial
 Penurunan toleransi terhadap stres
 Ketakutan, permusuhan, frustasi, marah
 Kekacauan mental dan keputusasaan
 Menarik diri, isolasi
 Depresi
g. Gangguan Eliminasi (Kandung kemih dan usus)
 Lesi unilateral karena stroke mengakibatkans sensasi dan kontrol partial kandung
kemin, sehingga klien sering mengalami berkemih, dorongan dan inkontinensia
urine.
 Jika lesi stroke ada pada batang otak, maka akan terjadi kerusakan lateral yang
mengakibatkan neuron motorik bagian atas kandung kemih dengan kehilangan
semua kontrol miksi
 Kemungkinan untuk memulihkan fungsi normal kandung kemih sangat baik
 Kerusakan fungsi usus akibat dari penurunan tingkat kesadaran, dehidrasi dan
imobilitas
 Konstipasi dann pengerasan feses
h. Gangguan Kesadaran

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan radiologi
 CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993), edema, hematoma,
iskemia dan infark (Doengoes, 2000: 292)
 MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E.
Doenges, 2000: 292)
 Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998) atau membantu menenukan penyebab
stroke yang lebih spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik
oklusi atau ruptur (Doengoes, 2000: 292)
 Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis
pada penderita
Pemeriksaan laboratorium
 Pungsi lumbal: pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor
masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998).
Tekanan normal biasanya ada trombosis, emboli dan TIA. Sedangkan tekanan
yang meningkat dan cairan yang mengandungdarah menunjukkan adanya
perdarahan subarachnoid atau intrakranial. Kadar protein total meningkat pada
kasus trombosis sehubungan dengan proses inflamasi (Doengoes, 2000: 292)
 Pemeriksaan darah rutin
 Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula
darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun
kembali. (Jusuf Misbach, 1999)
 Pemeriksaan darah lengkap: unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
(Linardi Widjaja, 1993)

Pemeriksaan Saraf Kranial


1. Fungsi saraf kranial I (N. Olfaktorius)
Pastikan rongga hidung tidak tersumbat oleh apapun dan cukup bersih. Lakukan
pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang hidung klien dan dekatkan bau-
bauan seperti kopi dengan mata tertutup klien diminta menebak bau tersebut.
Lakukan untuk lubang hidung yang satunya.
2. Fungsi saraf kranial II (N. Optikus)
a. Catat kelainan pada mata seperti katarak dan infeksi sebelum pemeriksaan.
Periksa ketajaman dengan membaca, perhatikan jarak baca atau menggunakan
snellenchart untuk jarak jauh.
b. Periksa lapang pandang: Klien berhadapan dengan pemeriksa 60-100 cm,
minta untuk menutup sebelah mata dan pemeriksa juga menutup sebelah mata
dengan mata yang berlawanan dengan mata klien. Gunakan benda yang
berasal dari arah luar klien dank lien diminta , mengucapkan ya bila pertama
melihat benda tersebut. Ulangi pemeriksaan yang sama dengan mata yang
sebelahnya. Ukur berapa derajat kemampuan klien saat pertama kali melihat
objek. Gunakan opthalmoskop untuk melihat fundus dan optic disk (warna
dan bentuk)
3. Fungsi saraf kranial III, IV, VI (N. Okulomotoris, Troklear dan Abdusen)
a. Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi konjungtiva, dan
ptosis kelopak mata
b. Pada pupil diperiksa reaksi terhadap cahaya, ukuran pupil, dan adanya
perdarahan pupil
c. Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam posisi
cardinal) yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas, medial bawah lateral
bawah. Minta klien mengikuti arah telunjuk pemeriksa dengan bolamatanya

4. Fungsi saraf kranial V (N. Trigeminus)


a. Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kilit wajah daerah maxilla,
mandibula dan frontal dengan mengguanakan kapas. Minta klien
mengucapkan ya bila merasakan sentuhan, lakukan kanan dan kiri.
b. Dengan menggunakan sensori nyeri menggunakan ujung jarum atau peniti di
ketiga area wajah tadi dan minta membedakan benda tajam dan tumpul.
c. Dengan mengguanakan suhu panas dan dingin juag dapat dilakukan diketiga
area wajah tersebut. Minta klien menyebabkanutkan area mana yang
merasakan sentuhan. Jangan lupa mata klien ditutup sebelum pemeriksaan.
d. Dengan rasa getar dapat pukla dilakukan dengan menggunakan garputala
yang digetarkan dan disentuhkan ke ketiga daerah wajah tadi dan minta klien
mengatakan getaran tersebut terasa atau tidak
e. Pemerikasaan corneal dapat dilakukan dengan meminta klien melihat lurus ke
depan, dekatkan gulungan kapas kecil dari samping kea rah mata dan lihat
refleks menutup mata.
f. Pemeriksaan motorik dengan mengatupkan rahang dan merapatkan gigi
periksa otot maseter dan temporalis kiri dan kanan periksa kekuatan ototnya,
minta klien melakukan gerakan mengunyah dan lihat kesimetrisan gerakan
mandibula.
5. Fungsi saraf kranial VII (N. Fasialis)
a. Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air garam dan sentuhkan
ke ujung lidah, minta klien mengidentifikasi rasa ulangi untuk gula dan asam
b. Fungsi motorik dengan meminta klien tersenyum, bersiul, mengangkat kedua
alis berbarengan, menggembungkan pipi. Lihat kesimetrisan kanan dan kiri.
Periksa kekuatan otot bagian atas dan bawah, minta klien memejampan mata
kuat-kuat dan coba untuk membukanya, minta pula klien utnuk
menggembungkan pipi dan tekan dengan kedua jari.
6. Fungsi saraf kranial VIII (N. Vestibulokoklear)
a. cabang vestibulo dengan menggunakan test pendengaran mengguanakan
weber test dan rhinne test
b. Cabang choclear dengan rombreng test dengan cara meminta klien berdiri
tegak, kedua kaki rapat, kedua lengan disisi tubuh, lalu observasi adanya
ayunan tubuh, minta klien menutup mata tanpa mengubah posisi, lihat apakah
klien dapat mempertahankan posisi
7. Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosovaringeus dan Vagus)
a. Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan ovula dan palatum, normal bila
uvula terletak di tengan dan palatum sedikit terangkat.
b. Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang faring
menggunakan aplikator dan observasi gerakan faring.
c. Periksa aktifitas motorik faring dengan meminta klien menel;an air sedikit,
observasi gerakan meelan dan kesulitan menelan. Periksa getaran pita suara
saat klien berbicara.
8. Fungsi saraf kranial XI(N. Asesoris)
a. Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan kedua bahu
secara bersamaan dan observasi kesimetrisan gerakan.
b. Periksa fungsi otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien menoleh ke
kanan dan ke kiri, minta klien mendekatkan telinga ke bahu kanan dan kiri
bergantian tanpa mengangkat bahu lalu observasi rentang pergerakan sendi
c. Periksa kekuatanotottrapezius dengan menahan kedua bahu klien dengan
kedua telapak tangan danminta klien mendorong telapak tangan pemeriksa
sekuat-kuatnya ke atas, perhatikan kekuatan daya dorong.
d. Periksa kekuatan otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien untuk
menoleh kesatu sisi melawan tahanan telapak tangan pemeriksa, perhatikan
kekuatan daya dorong
9. Fungsi saraf kranial XII (N. Hipoglosus)
a. Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah ke kiri dan ke kanan, observasi
kesimetrisan gerakan lidah
b. Periksa kekuatan lidah dengan meminta klien mendorong salah satu pipi
dengan ujung lidah, dorong bagian luar pipi dengan ujung lidah, dorong kedua
pipi dengan kedua jari, observasi kekuatan lidah, ulangi pemeriksaan sisi yang
lain

Pemeriksaan Fungsi Motorik


Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks
cerebri, impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus
pyramidal medulla spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan kekuatan.
1. Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2. Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada
berbagai persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara
berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga
yang agak menahan pergerakan pasif sehingga tenaga itu mencerminkan
tonus otot.
 Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot
disebut kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan
tetap sama. Pada tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu
kondisi dimana kekuatan otot tidak tetap tapi bergelombang dalam
melakukan fleksi dan ekstensi extremitas klien.
 Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji
tahanan terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi
pergelangan tangan.
 Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.
3. Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara
aktif menahan tenaga yang ditemukan oleh pemeriksa. Otot yang diuji
biasanya dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot
dengan skala Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)
0 = tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = gerakan kontraksi.
2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan
atau gravitasi.
3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = kekuatan kontraksi yang penuh.

Pemeriksaan Fungsi Sensorik


Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara
pemeriksaan sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh
sebab itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan
yang lain (tetapi ada yang menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan
karena pasien belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan baik).
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengevaluasi respon klien terhadap
beberapa stimulus. Pemeriksaan harus selalu menanyakan kepada klien jenis
stimulus.
Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai
perasaan geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa
dingin (coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang
keluhan motorik (kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan
sebagainya) disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai
untuk pemeriksaan sensorik meliputi:
1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada
perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2. Kapas untuk rasa raba.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4. Garpu tala, untuk rasa getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
a. Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
b. Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya),
untuk pemeriksaan stereognosis
c. Pen / pensil, untuk graphesthesia.

Pemeriksaan Fungsi Refleks


Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks
hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan (+)
2 = normal (++)
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++)
4 = hyperaktif, dengan klonus (++++)
Refleks-refleks yang diperiksa adalah :
1. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih
300. Tendon patella (di tengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul
dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris
yaitu ekstensi dari lutut.
2. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan
bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan
pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks
hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi
sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran
gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 , tendon triceps diketok
dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila
ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebabkanar
keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
4. Refleks Achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini
kaki yang diperiksa bisa diletakkan/disilangkan di atas tungkai bawah
kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa
gerakan plantar fleksi kaki.
5. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen di atas dan di bawah umbilikus. Kalau
digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang
digores.
6. Refleks Babinski
Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit
traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian
lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi
bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan
dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi
plantar semua jari kaki.

Pemeriksaan khusus sistem persarafan


untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan
pemeriksaan :
1. Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada, kaku kuduk positif (+).
2. Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala
klien dan tangan lain didada klien untuk mencegah
badan tidak terangkat. Kemudian kepala klien
difleksikan kedada secara pasif. Brudzinski I
positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi
pada sendi panggul dan sendi lutut.
3. Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul
secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan
lutut.
4. Tanda Kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba
meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut.
Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut
1350 terhadap tungkai atas.
Kernig (+) bila ekstensi lutut pasif akan
menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
5. Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri
sepanjang m. ischiadicus.

Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :


a. Decorticate posturing, terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal.
Tampak kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua
pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar
kedalam dan kaki plantar fleksi.
b. Decerebrate posturing, terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau
diencephalon.
Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi, ekstensi dan
menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki plantar fleksi.

I. PENATALAKSANAAN
1. Konservatif
a. Pemenuhan cairan dan elektrolit dengan pemasangan infus.
b. Mengurangi edema post iskemik
 Gliserol
Diberikan dalam larutan NaCl atau D5% dengan konsentrasi 10%
(500ml/hari), diberikan perinfus selama 8 jam (tetesan maksimal 90
tetes/menit) selama 5 hari, setelah itu diberikan gliserol per oral selama 2
minggu/lebih dengan dosis 4x30 ml/hari

 Manitol
Diberikan sebagai pengganti gliserol

2. Operatif
Apabila upaya menurunkan TIK tidak berhasil maka perlu dipertimbangkan
evakuasi hematom karena hipertensi intrakranial yang menetap akan
membahayakan kehidupan klien.

3. Pada fase sub akut / pemulihan ( > 10 hari ) perlu :


 Terapi wicara.
 Terapi fisik.
 Stoking anti embolisme.
1. Penatalaksanaan Medis
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai
berikut:
a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
 Mempertahankan saluran napas yang paten, yaitu sering lakukan
penghisapan lendir, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernapasan.
 Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termasuk usaha
memperbaiki hipertensi dan hipotensi.
b. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung
c. Merawat kandung kemih, serta sedapat mungkin jangan memakai kateter
d. Menempatkan klien pada posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin. Posisi klien harus diubah setiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.
2. Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan
b. Dapat diberikan histamine, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intraarterial
c. Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran
sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.
d. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau
memberatnya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem
kardiovaskular.
e. Antiplatelet
 Aspirin.

Mekanisme aksi dari aspirin yaitu menghambat fungsi platelet


melalui inaktivasi COX (Cyclooxygenase) secara irreversible. Meta
analisis memperlihatkan aspirin menurunkan resiko stroke, infark
miokardium, dan kematian vascular. U.S. Food and Drug Administration
merekomendasikan dosis aspirin 50-325 mg per hari pada pasien stroke.
Efek samping utama ketidaknyamanan pada lambung.
 Clopidogrel

Clopidogrel merupakan antagonis reseptor ADP (adenosine


diphosphate) platelet. Penelitian pada 19.000 pasien dengan penyakit
atherosclerosis vascular bermanisfestasi seperti stroke iskemik, infark
miokard, atau penyakit arteri perifer simptomatis, 75 mg clopidogrel lebih
efektif (8,7% penurunan resiko relative) daripada 325 aspirin dalam
menurunkan resiko stroke, miokard infark, atau penyakit arteri perifer
lainnya.

 Ticlodipine

Ticlodipine mempunyai mekanisme menghambat jalur adenosine


diphosphate (ADP) dari membran platelet. Dosis yang direkomendasi dari
ticlodipine 250 mg dalam dua kali pemberian per hari. Ticlodipine
memiliki efek samping lebih banyak dibandingkan aspirin, termasuk diare,
mual, dispesia.

 Dipiridamol dengan aspirin.

Dipiridamol merupakan cyclic nucleotide phosphodiesterase


inhibitor. The Second European Stroke Prevention Study (ESPS-2)
merandomisasi 6.602 pasien dengan riwayat TIA atau stroke untuk
ditatalaksana dengan aspirin (25 mg dua kali per hari), dipiridamol (200
mg dua kali per hari), kombinasi keduanya, atau plasebo. Peneliti
melaporkan peningkatan efek dipiridamol (37%) ketika dikombinasikan
dengan aspirin.

3. Pengobatan Pembedahan
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
d. Ligasi arteri karotis komunis di leher khusunya pada aneurisma
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a) Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan
klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif,
tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien.
(Marilynn E. Doenges et al, 1998)

(a) Data demografi


Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, diagnose medis.

(b) Keluhan utama


Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)

(c) Riwayat penyakit sekarang


Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000) Sedangkan stroke
infark tidak terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri
copula, tidak kejang dan tidak muntah, kesadaran masih baik.

(d) Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D.
Ignativicius, 1995)

(e) Riwayat penyakit keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus. (Hendro Susilo, 2000)

(f) Riwayat psikososial


Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor
biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.(Harsono, 1996)

(g) Pola-pola fungsi kesehatan


- Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.

- Pola nutrisi dan metabolisme


Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut, kehilangan
sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai dengan
kesulitan menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291)

- Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia
urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus
negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus.(Doengoes, 1998 dan Doengoes, 2000: 290)
- Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik
(hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan
tingkat kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290)
- Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri
otot
- Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
- Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.

- Pola sensori dan kognitif


Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang
sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses
berpikir.

- Pola reproduksi seksual


Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan
stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.

- Pola penanggulangan stress


Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.

- Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan tanda emosi
yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulian
mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)

- Pola tata nilai dan kepercayaan


Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E. Doenges,
2000)

(h) Pemeriksaan fisik


- Keadaan umum
 Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
 Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang
tidak bisa bicara
 Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
- Pemeriksaan integumen
 Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu
 Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
 Rambut : umumnya tidak ada kelainan
- Pemeriksaan kepala dan leher
 Kepala : bentuk normocephalik
 Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
 Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
- Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan, adanya hambatan jalan nafas. Merokok
merupakan faktor resiko.

- Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.

- Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus


Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine

- Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

- Pemeriksaan neurologi
 Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan
rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese wajah.
 Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada
salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman tidak
sama, refleks tendon melemah secara kontralateral, apraksia
 Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang
sensorik kontralteral.
 Pemeriksaan refleks
 Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan
refleks patologis.
 Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran,
gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan masalah,
afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll (Jusuf Misbach, 1999, Doengoes,
2000: 291)

B. Diagnosa Keperawatan CVA


1. Resiko ketidakefektipan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
TIK , penambahan isi otak sekunder terhadap perdarahan otak
2. Resiko injury berhubungan dengan Profil darah yang tidak normal (misalnya
leukositosis/leucopenia, perubahan factor pembekuan darah, trombositopenia, sickle
cell, penurunan kadar Hb)
3. Bersihan jalan nafas inefektif yang berhubungan dengan Disfungsi neuromuscular
Gangguan pola nafas yang berhubungan dengan Gangguan neurologi, Disfungsi
neuromuscular

C. Intervensi Keperawatan
Gangguan Perfusi Jaringan Serebral
1) Dapat dihubungkan dengan : interupsi aliran darah, vasospasme serebral, edema
serebral
2) Kemungkinan dibuktikan oleh : perubahan tingkat kesadaran, perubahan dalam respon
motorik/sensorik; gelisah, perubahan tanda-tanda vital.
3) Kriteria Evaluasi
- Mempertahankan tingkat kesadaran fungsi kognitif dan motorik / sensori
- Mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil.
4) Intervensi keperawatan
(1) kaji faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab terjadinya koma atau
menurunnya perfusi jaringan otak
R/ mempengaruhi intervensi
(2) Catat status neurologis dan bandingkan dengan keadaan normal
R/ mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK
dan mengetahui lokasi luas dan kemajuan kerusakan SSP
(3) Pantau tanda-tanda vital
R/ reaksi mungkin terjadi oleh karena tekanan / trauma serebral pada daerah
vasomotor otak
(4) Evaluasi pupil : ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksi terhadap cahaya
R/ reaksi pupil berguna dalam menentukan apakah batang otak tersebut masih
baik. Ukuran dan kesamaan pupil ditentukan oleh keseimbangan antara
persyaratan simpatis dan parasimpatis yang mempersarafinya
(5) Catat perubahan dalam penglihatan : kebutuhan, gangguan lapang pandang
R/ gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak yang terkena
dan mempengaruhi intervensi yang akan dilakukan
(6) Kaji fungsi bicara jika pasien sadar
R/ perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari lokasi
(7) Letakkan kepala engan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis
R/ menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan
sirkulasi
(8) Pertahankan keadaan tirah baring : ciptakan lingkungan yan tenang
R/ aktivitas yang kontinu dapat meningkatkan TIK, istirahat dan ketenangan
diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik
(9) Cegah terjadinya mengejan saat defekasi dan pernafasan yang memaksa
R/ manuver valsava dapat meningkatkan TIK dan memperbesar risiko terjadinya
perdarahan
(10) Kaji adanya kedutan, kegelisahan yang meningkat, peka rangsang dan serangan
kejang
R/ merupakan indikasi adanya meningeal kejang dapat mencerminkan adanya
peningkatan TIK /trauma serebral yang memerlukan perhatian dan intervensi
selanjutnya.
Kolaborasi : Beri oksigen sesuai indikasi, anti koagulasi, antifibrolitik, antihipertensi,
Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi
DAFTAR PUSTAKA

 Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami & Menghindari Hipertensi, Jantung, dan
Stroke. Dianloka Pustaka: Yogyakarta
 Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Salemba Medika: Jakarta
 Corwin, Elisabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta
 Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Salemba Medika: Jakarta
 Price & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC:
Jakarta
 Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik Edisi 4. EGC: Jakarta
 Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
 Carpenito Linda Juall. (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, EGC,
Jakarta.
 Depkes RI. (1996). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Diknakes, Jakarta.
 Harsono. (1996). Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi 1, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai