Penanggulangan Kasus Trauma Pada Gigi Anak
Penanggulangan Kasus Trauma Pada Gigi Anak
DISUSUN OLEH:
PENDAHULUAN ......................................................................................... 3
BAB II ............................................................................................................ 5
2.5 Obliterasi Kanal Pulpa dan Diskolorisasi Mahkota akibat trauma ........ 23
BAB IV ........................................................................................................ 71
PEMBAHASAN .......................................................................................... 71
LAMPIRAN 1 .............................................................................................. 79
BAB I
PENDAHULUAN
Traumatic Dental Injury (TDI) atau trauma dental merupakan salah satu kasus
yang memiliki prevalensi yang cukup tinggi pada anak-anak1. Penelitian mencatat
bahwa dengan menurunnya prevalensi karies gigi dan penyakit periodontal, maka TDI
merupakan ancaman yang nyata bagi kesehatan gigi dan mulut anak-anak1,2. Sebanyak
5% dari seluruh kasus trauma sering terjadi pada daerah rongga mulut, dan pada anak-
anak usia prasekolah, 40% kecelakaan sering terjadi pada daerah kepala dan muka3,4.
Sekitar 33% anak usia prasekolah dan 25% anak usia sekolah di Amerika pernah
mengalami TDI, dan di antaranya, area yang sering terkena jejas yaitu bibir atas,,
kecelakaan terutama pada daerah gigi dan mulut yaitu pada usia 1-3 tahun, dimana
anak-anak tersebut baru belajar berjalan dan nantinya, berlari, memanjat dan
melakukan tindakan yang menantang. Hal ini menyebabkan gigi sulung rentan terkena
jejas dan trauma sejak dini, yang nantinya mempengaruhi benih gigi permanen maupun
TDI disertai dengan fraktur pada gigi geligi merupakan suatu pengalaman yang
cukup menakutkan untuk pasien anak-anak dan merupakan tindakan yang memerlukan
kemampuan, pengalaman dan penilaian yang akurat serta efektif7. Hal ini disebabkan
karena adanya tulang alveolar yang lebih elastis dan mudah fraktur, sehingga fraktur
mahkota maupun akar juga mudah terjadi pada anak-anak di usia yang lebih tua (4-6
tahun)6.
Mayoritas dari trauma gigi seringnya terjadi pada anak-anak, sehingga dokter
gigi yang mendapatkan konsul harus dapat menangani kasus trauma tersebut secepat
mungkin4. Hal ini diakibatkan kondisi oral dan emosi dari anak kecil sangat amat
Prosedur pertolongan pertama pada trauma gigi sulung yang tidak tepat
dapat membahayakan benih gigi permanennya. Tujuan utama dari diagnosis dan
perawatan trauma pada anak-anak dengan gigi sulung adalah penanggulangan rasa
berkembang8.
2.1.1Anamnesis
Riwayat yang perlu ditanyakan dengan lengkap yaitu keluhan utama dan
dimana, kapan dan bagaimana trauma tersebut terjadi. Informasi tambahan seperti
status kesadaran anak, episode amnesia, ketidaksadaran, muntah, sakit kepala, dan
tanda-tanda seperti perdarahan dari oral dan telinga perlu diketahui sehingga
Pemeriksaan klinis dan kontrol yang dilakukan pada setiap follow up harus
child abuse pada anak usia dibawah 5 tahun apabila terdapat tanda tanda seperti
trauma pada bibir, gusi, lidah, palatum dan trauma parah pada gigi3,6.
Gambar 1. Posisi pemeriksaan dan perawatan untuk anak usia dibawah 3 tahun 2,6
Pemeriksaan obyektif seperti tes palpasi, tes vitalitas (dengan EPT dan gutta
percha) perlu dilakukan walaupun pada anak, penutupan akar yang belum sempurna
perkembangan akar pada gigi yang telah mengalami injuri sehingga respon tes EPT
benih gigi permanen, tahap pembentukan akar dari gigi permanen, jaringan di
sekitar gigi sulung yang terkena trauma, dan gigi tersebut3,8. Pemeriksaan
radiografi multipel perlu dilakukan pada lokasi yang berbeda, dengan gold standar
dan nasofaring. Hal ini dapat terjadi ketika terdapat laserasi bibir, hiudng, pipi,
lidah atau palatum. Jalan nafas yang adekuat dapat dilakukan dengan intubasi
dengan penjahitan dan ligasi dari pembuluh darah. Pemberian cairan secara IV
membuang seluruh beda asing dan eksisi dari jaringan nekrotik. Stewart9
menyarankan untuk memberikan pencegahan tetanus dengan langkah sebagai
berikut :
Toxoid (TT).
0.5 ml TT injeksi IM
3. Imunisasi selesai (>10 tahun) dan telah diberikan booster (<10 tahun)
0.5 ml TT injeksi IM
5. Imunisasi selesai (>10 tahun) dan belum diberikan booster, luka kotor,
Pemberian 250-500 unit tetanus immune human globulin dan 0.5 mL TT.
2.1.5 Anastesi
digunakan untuk mencegah distorsi luka. Bayi dan anak kecil dapat dilakukan
Sebuah panduan untuk mengatasi trauma pada gigi sulung telah dibuat oleh
dan kondisi dari gigi sulung sehingga memudahkan dalam memberikan perawatan2.
contohnya : pemberian inhalasi sedasi, membersihkan daerah kerja agar steril, dan
Garis retak dapat dilihat dengan tes transluminasi / dengan cahaya. Apabila
gigi mengalami retak tanpa kehilangan struktur gigi, maka dapat diindikasikan
Complicated.
melibatkan terbukanya kamar pulpa. Terbagi menjadi dua, yaitu fraktur email, dan
Apabila fraktur dari gigi sulung hanya mengenai permukaan email, maka
area dari fraktur cukup dihaluskan dengan dental handpiece dan bur poles atau
dibiarkan apabila area fraktur halus ketika dilakukan sondasi dan pasien tidak ada
keluhan. Apabila ada daerah yang tajam dan melukai jaringan sekitarnya, dokter
gigi harus menghaluskan daerah tersebut, gigi harus terus dipantau agar tidak terjadi
apabila segmen fraktur rapi, dengan resin komposit. Prognosis dari trauma ini
baik10.
Apabila Fraktur yang melibatkan dentin terjadi pada gigi sulung, maka gigi
dapat dilakukan restorasi dengan bahan sewarna gigi. Pada bagian dentin dapat
dilakukan seal dengan glass ionomer (GI) untuk mencegah microleakage. Apabila
kehilangan struktur gigi besar, maka dapat direstorasi dengan komposit. Gigi yang
telah direstorasi harus dilakukan kontrol 3-4 minggu3,8. Prognosis dari trauma ini
baik10. Pada fraktur horizontal dengan kehilangan mahkota cukup banyak, atau
tersisa 1/3 koronal, maka dapat diberikan celluloid strip crown untuk gigi anterior,
dan stainless steel crown untuk gigi posterior11. Sebelum peletakan crown,
Fraktur yang melibatkan email dan dentin, dengan adanya ekspos pulpa.
Dalam pemeriksaan klinis dapat terlihat adanya titik kemerahan dari pulpa yang
terekspos, atau bahkan mengeluarkan darah dari dalam kamar pulpa. Dalam
Pulpotomy. CaOH merupakan bahan yang sesuai untuk prosedur ini. Pasta
CaOH dapat diaplikasikan diatas pulpa, dan diberikan liner Glass Ionomer dan
kooperatif, atau kondisi akar yang sudah teresorpsi dan keadaan gigi yang
dekat dengan umur eksfoliasi dapat memberikan alternatif lain yaitu ekstraksi.
Follow Up yang dilakukan pada pasien ini yaitu 1 minggu untuk kontrol, 6-
8 minggu untuk kontrol dan foto radiografi, hingga 1 tahun untuk kontrol dan foto
radiografi. Prognosis baik apabila vitalitas positif, adanya pembentukan akar dari
benih gigi permanen dan hard tissue barrier yang imatur. Prognosis buruk apabila
tidak adanya pembentukan akar benih gigi tetap, sehingga dapat dilakukan ekstraksi
Fraktur yang melibatkan email, dentin dan pulpa serta struktur akar, pulpa
dapat terekspos maupun tidak. Fragmen gigi dapat ditemukan baik goyang maupun
diantaranya :
dari akar dan fragment besar cukup stabil untuk menahan restorasi
koronal.
minggu, 6-8 minggu untuk kontrol dan foto radiografi, monitor klinis dan
radiografis 1 tahun kemudian untuk melihat keadaan gigi yang asimtomatik dan
Bagian koronal dari gigi mobile dan dapat terjadi displacement. Fraktur
biasanya terletak di pertengahan akar atau 1/3 apikal akar. Apabila fragmen koronal
tidak berpindah, maka tidak ada perawatan yang dilakukan. Apabila fragmen
koronal berpindah, lakukan reposisi dan splinting. Kasus-kasus ini membutuhkan
kontrol 1 minggu, 6-8 minggu kontrol dan 1 tahun untuk monitoring gigi permanen
dibiarkan hingga terjadi resorbsi. Pada kasus ini, laukan kontrol setiap 1 tahun
Gambar 6. Radiografi Apeks Akar Gigi Sulung yang Mengalami Trauma (a)
Fraktur akar pada 1/3 akar gigi 51,61 (2) akar Gigi yang Ditinggalkan Teresorpsi secara
Alami2
2.2.4 Fraktur Alveolar (S. 02.40 dan S. 02.60)
Fraktur melibatkan dinding soket alveolar (S. 02.40) dan meluas ke tulang
prosesus alveolaris sekitarnya (S. 02.60). Segmen tersebut bergerak dan terdapat
dislokasi pada area yang terkena trauma. Pada kasus ini dapat ditemukan adanya
apikal akar gigi sulung dan benih gigi permanen masih tertutup tulang. Radiografi
lateral dapat memberikan informasi relasi kedua gigi tersebut dan segmen yang
Lakukan stabilisasi dari segmen tersebut selama 4 minggu dan monitor gigi
kontrol dan lakukan tes radiografi, 6-8 minggu kontrol dan tes radiografi dan1 tahun
kontrol, radiografi dan monitoring dari benih gigi permanen. Prognosis yang baik
dapat dilihat dari oklusi normal, tidak ada tandanya periodontitis apikalis dan tidak
sentuhan normal. Tidak terdapat mobiliti dan perdarahan sulkus. Tidak ditemukan
kelainan pada radiografi. Pada kasus ini hanya dilakukan observasi, tidak ada
Follow up untuk kasus ini yaitu kontrol 1 minggu dan 6-8 minggu kontrol.
Prognosis yang baik dapat dilihat dari pembentukan akar benih gigi permanen.
Prognosis buruk apabila tidak terbentuknya akar pada benih gigi permanen dan
terdapat diskolorasi hitam pada mahkota, dan tidak dilakukan perawatan kecuali
tidak ditemukan dan foto oklusal diindikasikan untuk melihat adanya tanda-tanda
displacement dari fraktur akar. Pada kasus ini hanya dilakukan observasi, dan
pemberian dental health education yaitu dengan menyikat gigi dengan sikat gigi
berbulu lembut dan kompres dengan larutan 0.12% chlorhexidine (alcohol free)
Follow up dari kasus ini yaitu 1 minggu kontrol, 6-8 minggu kontrol.
secepatnya. Prognosis baik apabila adanya pembentukan akar gigi permanen dan
adanya warna merah. abu dan kuning menunjukan obliterasi pulpa. Prognosis
buruk apabila tidak terbentuk akar di benih gigi permanen dan diskolorisasi hitam
pada mahkota3.
Gambar 10. Subluksasi
Terdapat displacement sebagian dari gigi keluar dari socket. Gigi terlihat
lebih memanjang dan goyang. Pada radiograf terlihat adanya ruang di apikal
ligament periodontal3.
displacement, pembentukan akar dan kooperatif pasien. Ekstrusi minor (<3 mm)
pada gigi imatur, harus dengan hati-hati lakukan repossi atau biarkan gigi secara
alami kembali ke posisi semula. Ekstrusi mayor (>3mm) pada gigi sulung yang
Follow up dari kasus ini yaitu : 1 minggu kontrol, 6-8 minggu kontrol dan
Diskolorisasi dapat terjadi dan apabila terdapat diskolorisasi hitam dari gigi, harus
apabila adanya pembentukan akar gigi permanen dan adanya warna merah. abu dan
kuning menunjukan obliterasi pulpa. Prognosis buruk apabila tidak terbentuk akar
1. Apabila tidak ada interferensi oklusal, atau kasus anterior open bite yang
diindikasikan
3. Apabila terdapat interferensi oklusal yang parah, maka gigi dapat secara
Follow up untuk kasus ini yaitu 1 minggu kontrol, 2-3 minggu kontrol,
6-8 minggu kontrol dan radiografi, 1 tahun kontrol dan radiografi. Prognosis yang
baik yaitu gigi vital asimtomatik, secara klinis dan radiografis periodonsium
yaitu tidak adanya pembentukan akar dari benih gigi permanen, terdapat
diskolorisasi gelap. Tidak ada perawatan untuk diskolorisasi gelap, kecuali adanya
periodontitis apikalis3.
mengenai benih gigi permanen. Secara radiografis dapat terlihat bagian apex masuk
ke labial bone plate. Apabila ujung akar displacement ke arah gigi permanen, maka
gigi tidak dapat terlihat dan gigi terlihat memanjang. Namun, apabila ujung akar
displacement ke arah labial bone plate maka mahkota gigi terlihat lebih pendek dari
mahkota gigi kontralateral. Perawatan yang dilakukan apabila gigi menekan labial
bone plate, maka gigi dibiarkan agar terjadi reposisi spontan. Apabila gigi tersebut
Follow up yang dilakukan yaitu : 1 minggu kontrol, 3-4 minggu kontrol dan
foto radiografi, 6-8 minggu kontrol, 6 bulan kontrol dan radiografi, 1 tahun untuk
kontrol dan radiografi serta monitoring benih gigi permanen yang akan tumbuh.
Prognosis baik dapat dilihat dari gigi erupsi spontan atau berada di posisi semula,
tidak ada diskolorisasi atau diskolorisasi sementara. Prognosis buruk apabila gigi
tetap berada pada tempatnya, diskolorisasi gelap persisten, terdapat jejas pada benih
Gambar 14. Gambaran Luksasi Intrusif (a) Luksasi ke arah labial bone plate
(b) ke arah benih gigi3
Gambar 15. Manifestasi Klinis Intrusif Luksasi (a) skema intrusif luksasi, (b)
gambaran klinis, terlihat mahkota 51 lebih rendah disbanding mahkota 61, (c) secara
radiografis, akar gigi 51 tumpang tindih dengan benih gigi 1110
2.2.7 Avulsi (S. 03.22)
Kondisi ini memungkinkan gigi keluar secara seluruhnya dari soket. Secara
radiografi, sangat penting untuk memastikan bahwa gigi sudah keluar secara
seluruhnya, tidak ada fragmen yang tertinggal atau adanya benih gigi permanen
yang terlihat intrusi. Dalam hal ini, tidak direkomendasikan untuk dilakukan
permanen.
radiografi, 1 tahun untuk kontrol dan radiografi serta monitoring benih gigi
permanen yang akan tumbuh, Prognosis buruk apabila terdapat jejas pada benih
fraktur akar intra-alveolar. Antibiotik sistemik dapat digunakan pada kasus TDI
Dokter gigi anak perlu komunikasi tentang antibiotik yang sering dipakai oleh
dokter anak3,8.
2.4 Prognosis dan Komplikasi
2. Perubahan Warna
4. Kehilangan ruangan
5. Ankylosis
sering diajukan oleh orang tua dari anak. Diskolorisasi merupakan komplikasi uum
yang terjadi setelah trauma luksasi, Diskolorisasi tersebut dapat bersifat sementara,
berwarna biru kekuningan akibat dari obliterasi kanal pulpa, maupun permanen,
berwarna kehitaman. Sebagian dari gigi dapat kembali ke warna semula, dan
terdapat periodontitis apikalis, maka perlu dilakukan perawatan sauran akar Hal ini
Gambar 19. Diskolorisasi gigi 51,61 Akibat Trauma (a) gambaran klinis warna
mahkota berubah menjadi kehitaman (b) Gambaran radiografi tidak terdapat kelainan5
Gambar 20. Enamel Hypoplasia pada gigi Insisif Sentral Akibat Intrusi usia 18
bulan. (b) Setelah dilakukan penambalan dengan komposit 2
Gambar 21. Defek Enamel Akibat Avulsi Gigi Sulung pada usia 2 tahun2
Gambar 22. Subluksasi Gigi Insisif Membuat Obliterasi Kamar Pulpa (a) pada saat trauma,
(b) 2 tahun berikutnya obliterasi kamar pulpa 2
Penyembuhan yang baik dari trauma pada gigi dan jaringan sekitarnya
pembengkakan, gigi goyang, sinus tract, dan infeksi lainnya. Apabila terjadi
komplikasi lainnya seperti demam dan pembengkakan gusi, orang tua dapat
Trauma gigi atau yang dikenal dengan Traumatic Dental Injury (TDI) dapat
diartikan sebagai kerusakan yang mengenai jaringan keras gigi dan atau periodontal
karena sebab mekanis.10 Trauma gigi anterior dapat terjadi secara langsung dan
tidak langsung, terutama insisivus sentralis dan insisivus lateralis rahang atas,
berlaku baik pada gigi sulung maupun gigi permanen. Trauma gigi secara langsung
terjadi ketika benda keras langsung mengenai gigi, sedangkan trauma gigi secara
tidak langsung ketika terjadi benturan mengenai dagu menyebabkan gigi rahang
bawah membentur rahang atas dengan kekuatan atau tekanan besar dan tiba-tiba.11
Trauma gigi dapat melibatkan kerusakan atau kehilangan dari gigi yang
terlibat dan akan dapat mempengaruhi fisik, estetik dan psikologi anak.Jika trauma
gigi terjadi pada saat anak mulai menyadari tentang penampilan, maka keadaan
tersebut akan mengurangi rasa percaya diri anak sehingga anak akan mencoba
untuk tidak tersenyum dikarenakan hal tersebut.12 Trauma yang mengenai gigi
anterior juga akan membuat anak susah untuk menggigit, kesulitan dalam
mengucapkan kalimat yang jelas dan akan merasa malu untuk memperlihatkan
giginya.13
3.1 Pemeriksaan Trauma
kelengkapan jalan terjadinya suatu penyakit atau jejas, yang dapat diperoleh
pemeriksaan klinis yang baik dapat mendukung dalam penegakkan diagnosis suatu
penyakit sehingga dengan adanya diagnosis yang tepat dapat melakukan perawatan
yang tepat untuk menangani pasien. Hal-hal penting yang harus diperhatikan
untuk melihat keparahan dan pola fraktur adalah pemeriksaan radiografi. Kondisi
pada pasien. Hal-hal penting yang harus diketahui dari kondisi sistemik pasien
adalah ada atau tidaknya anomali pada jantung, hepatitis B, dan lesi trauma yang
untuk diketahui. Selain riwayat umum, riwayat dental, sosial dan riwayat
keluargapun harus diketahui, hal ini untuk menjadi penunjuk bagi operator untuk
Riwayat terjadinya trauma harus diketahui secara jelas dan pasti mengenai
kapan waktu terjadinya trauma, dimana pada saat terjadinya trauma, bagaimana
trauma itu bisa terjadi, dan sudah dilakukan perawatan untuk trauma tersebut atau
belum. Waktu terjadinya trauma penting untuk diketahui terutama bagi fraktur
dental yang melibatkan kerusakan pada daerah pulpa. Interval waktu yang panjang
luka, lesi abrasif maupun pembengkakan pada daerah ekstraoral. Kerusakan tulang
maksila dan mendibulapun dapat teraba jika dilakukan palpasi pada daerah
ada dirongga mulut, seperti jaringan lunak dilihat dan diamati adanya kemerahan,
abrasi atau robek, selain jaringan lunak, tahap perkembangan dan kelainan
Tes-tes khusus yang perlu dilakukan pada pasien yang mengalami trauma
dental adalah:15
pada permukaan gigi selama beberapa detik. Tes vitalitas pulpa dengan
2. Pemeriksaan radiografi
kerusakan struktur dental yang lebih detail. Distorsi yang minimal pada
Sebuah panduan untuk mengatasi trauma pada gigi tetap telah dibuat oleh
dan kondisi dari gigi tetap sehingga memudahkan dalam memberikan perawatan18.
Prognosis pada kasus ini baik jika tes respon pulpa positif,
mengenai lapisan enamel saja, tidak ada lapisan dentin yang terkena.
Pada kasus ini mobility normal, dan tes sensitivitas pulpa biasanya
positif.
Prognosis pada kasus ini baik jika tes respon pulpa positif,
pada mahkota gigi yang hanya mengenai enamel dan dentin saja
positif.
dari pulpa (no bleeding) biasanya akan dilakukan perawatan pulp capping.17
memungkinkan dressing CaOH dapat diletakan pada gigi yang fraktur agar
i. Orthodontic Band
kunyah.
Gambar 29. Mahkota Tahan Karat23
restorasi permanen23.
Restorasi yang dapat digunakan adalah
secara estetik baik. Restorasi ini juga ekonomis. Pada kasus ini, pin
restorasi komposit23.
Keuntungan :
i. Preparasi minimal
Kerugian
kurang ekonomis23.
4. Mahkota ¾ modifikasi
yang estetik23.
adanya luksasi atau fraktur akar. Pada kasus ini mobility normal, dan
Prognosis pada kasus ini baik jika tes respon pulpa positif,
dengan gingivektomi.
d. Ekstrusi bedah
e. Root subemergence
f. Ekstraksi
fraktur vertical.
Prognosis pada kasus ini baik jika tes respon pulpa positif,
apical.
pilihan.
palatal.
b. Ektrusi ortodontik fragmen apical
c. Ekstrusi bedah
d. Root submergence
dibiarkan.
e. Ekstraksi
fraktur vertical.
Prognosis pada kasus ini baik jika tes respon pulpa positif,
Jadi, penatalaksanaan fraktur mahkota atau akar pada bagian enamel, dentin
dan sementum yang dengan atau tanpa keterlibatan jaringan pulpa, perawatan
emergensi pada kasus ini untuk gigi permanen adalah dengan cara menstabilisasi
bagian mahkota. Perawatan definitif untuk keadaan ini antara lain membuang
antara lain: pulp capping, pulpotomi (gambar 5), dan perawatan saluran akar.17
Gambar 34. A.Skematik pulpotomi menggunakan diamond bur high speed sedalam
2 mm disertai air pendingin, B. Bahan Pulp Capping serta ionomer Semen ditempatkan
sebagai lining, C. Foto klinis akses pulpotomi 17
g. Fraktur akar (root fracture), yaitu pada bagian korona dapat bergerak
abu-abu).
mahkota pada posisi yang benar secara anatomis sesegera mungkin untuk
ini.
Gambar 37. Proses Reposisi gigi permanen dengan fraktur pada
1/3 apikal17
setelah 1 tahun.
Prognosis pada kasus ini baik jika tes respon pulpa positif
Prognosis pada kasus ini baik jika tes respon pulpa positif,
laminadura.
diindikasikan.
tersebut.
concusion dan sub luksasi. Pada kedua kasus ini gigi masih berapa pada
negative.
Pada gambaran radiografis, terdapat pelebaran membrane
periodontal.
diindikasikan.
1 tahun.
Prognosis pada kasus ini baik jika tes respon pulpa positif,
laminadura.
diindikasikan.
tidak lengkap :
reposisi ortodontik
lengkap :
berkembang.
pembedahan.
d. Ada kemungkinan gigi menjadi nekrosis pulpa dengan
5 tahun kemudian.
Prognosis pada kasus ini baik jika erupsi gigi tetap ditempat,
diindikasikan.
f. Luksasi lateral adalah bergesernya gigi dalam arah
negative.
periodontal.
5 tahun kemudian.
Prognosis pada kasus ini baik jika tes respon pulpa positif,
tanda resorpsi.
biasanya baik. Jika gigi telah mengering selama lebih dari satu jam,
pulpa gigi tersebut.9 Di sisi lain, gigi yang sudah tertutup apeks
kompresi dari soket alveolar pada rahang atas. Hal ini dapat juga
dan kompresi dari soket alveolar pada rahang bawah. Hal ini dapat
pada rahang atas yang melibatkan dinding soket labial atau lingual,
soket.
5 tahun kemudian18.
Prognosis pada kasus ini baik jika tes respon pulpa positif
disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka
gigi yang masih goyang setelah di reposisi.18 Dalam semua kasus trauma, splint
umum prognosis gigi yang terkena trauma ditentukan oleh jenis trauma daripada
penyembuhan jaringan lunak dan jaringan keras serta mencegah cegera lebih lanjut.
Splint yang efektif harus berfungsi, yang artinya harus menghubungkan satu
gigi yang tidak terkena trauma di kedua sisi gigi yang mengalami trauma. Ini akan
sulit dilakukan pada periode gigi campur karena gigi primer akan bergerak,
sebagian gigi akan erupsi atau posisi gigi yang tidak berdekatan. Apabila terjadi
pada kasus yang seperti itu, pemanjangan splinting mungkin diperlukan agar
Banyak tipe splinting yang diapat digunakan dalam kasus trauma. Tetapi
mencegah resiko trauma lebih lanjut atau tertelanya gigi yang goyang
2. Mudah dipasang dan dilepaskan tanpa menambah trauma atau kerusakan
ligament periodontal
6. Tidak menghalangi jika ingin dilakukan tes sensivitas pulpa dan akses
endodontik
7. Mudah dibersihkan
Komposit dan wire splint merupakan splint yang paling umum digunakan
dan splint yang pfleksibel dalam pratek karena memiliki diameter kawat yang tidak
Alternatif lain untuk kawat adalah dengan menggunakan tali pancing dan
braket ortodontik pada gigi dengan ortodontik berbasis resin semen yang terhubung
oleh wire 0.14 niti yang fleksibel. Penggunaan splinting ini memungkin kan gigi
telah diintrusi atau tidak direposisi dengan baik terhadap hubungan oklusal yang
kekuatan gaya ortodontik dapat mengganggu fase penyembuhan pada gigi yang
mengalami trauma. Sementara itu, tipe spinting ini dapat mengiritasi bibir bila di
bandingkan dengan komposit dan wire splint, pada umumnya hal ini dapat
4. Fiber splint
Fiber splint ini menggunakan polyethylene atau Kevlar fibre mesh dan
TM
dilekatkan dengan menggunakan resin sepert Optibont FL dan atau dengan
Swiss), RibbondTM (Ribbond Inc., Seattle, USA) atau EverStick (Stick Tech
tersedia secara komersil. Hasil penelitian Andreansen dkk, penggunaan fiber split
5. Splinting titanium
flexible yang terbuat dari titanium dengan tebal 0,2 mm dan lebar 2,8 mm. Splinting
ini memiliki struktur rhomboid yang aman terhadap struktur gigi dengan
penggunaan komposit flowable. Kerugian jenis splinting ini adalah biaya yang
relatif mahal.
Arch bar splint ini awalnya diadopsi untuk fraktur maksila dan mandibular
ligature. Kekurangan dari teknik ini adalah splinting tipe ini kaku dan arch bar bias
longgar dan menyebabkan iritasi. Dapat juga terjadi kerusakan pada gingiva dan
klinik, dimana bahan splinting tidak tersedia diklinik. Jenis splinting ini umumnya
8. Splinting komposit
yang kaku dan karenanya tidak direkomendasikan oleh IADT. Splinting komposit
menyebabkan iritasi gingiva yang lebih besar bila dibandingkan dengan kawat dan
splinting yang panjang dan kaku dapat meningkatkan proses resorbsi. Diperlukan
waktu hanya 1 minggu untuk mendapatkan gingiva yang adekuat setelah proses
resorbsi, tetapi jika ada keterlibatan tulang, seperti cedera lateral atau fraktur tulang
splinting menjadi lebih panjang, maka diperluka perawatan ekstra agar kawat tidak
menghambat erupsi dari gigi tetap, pentingnya menjaga kebersihan mulut harus
menghilangkan retensi plak dan dekalsifikasi. Tidak ada standar protocol untuk
menghilangkan resin komposit, tetapi teknik yang digunakan seperti tang, scalers
komposit dengan menggunakan disk abrasive dan bur carbide tungsten dapat
menghasilkan permukaan yang paling halus pada permukaan email, tetapi semua
ultrasonic dan diamond bur menyebabkan enamel menjadi lebih kasar sehingga
menandai bagian komposit apabila sudah mendekati permukaan email dan resin
80% dari trauma dental dihasilkan melalui olahraga, dan sering terjadi pada
4 gigi anterior. Untuk itulah, dibutuhkan face guard dan mouthguard yang baik.
higienis
PEMBAHASAN
Trauma adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis yang disebabkan
Trauma gigi anterior sering terjadi pada anak-anak karena anak-anak lebih aktif
daripada orang dewasa dan koordinasi serta penilaiannya tentang keadaan belum
cukup baik sehingga sering terjatuh saat belajar berjalan, berlari, bermain dan
berolahraga.(15)
Trauma gigi anterior dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung.
Trauma gigi secara langsung terjadi ketika benda keras langsung mengenai gigi.
Sedangkan trauma gigi secara tidak langsung terjadi ketika benturan yang mengenai
dagu menyebabkan gigi rahang bawah membentur gigi rahang atas dengan
kekuatan atau tekanan besar dengan tiba-tiba. Frekuensi trauma cenderung meningkat
saat anak mulai merangkak, berdiri, belajar berjalan, dan biasanya berkaitan dengan masih
Trauma pada gigi dapat menyebabkan injuri pulpa dengan atau tanpa
kerusakan mahkota atau akar , atau pemindahan gigi dari soketnya. Trauma pada
gigi memang sulit untuk diantisipasi, namun dapat dilakukan pencegahan. Orangtua
dan pengasuh anak dapat diedukasi untuk melakukan pencegahan trauma pada anak
menggunakan helm saat bersepeda, dan memakai mouthguard. Trauma pada gigi
sistematis terhadap anak yang terkena trauma sangat diperlukan. Penilaian meliputi
etiologi terjadinya injuri, pemeriksaan visual dan radiografi, serta tes tambahan
seperti palpasi, perkusi dan mobiliti. Radiografi intraoral sangat berguna untuk
pertimbangan status kesehatan pasien dan status perluasan injuri. Pengalaman yang
tinggi dalam penanganan atau rujukan yang tepat dapat berguna untuk memastikan
bermain. Cedera yang menyebabkan gigi atas berputar sering terjadi pada anak
kecil yang baru belajar berjalan karena mereka sering terjatuh selama bermain dan
ketika belajar berjalan. Secara umum cedera lebih sering terjadi pada anak laki.
Trauma yang tumpul cenderung menyebabkan kerusakan yang besar pada jaringan
lunak dan jaringan pendukung, sedangkan kecepatan yang tinggi atau luka tusuk
Trauma gigi dapat mengenai satu atau lebih dari dua gigi sulung maupun
gigi tetap. Perawatan yang dilakukan harus berdasarkan pada diagnosa yang tepat.
Penanganan dini trauma gigi sangat berpengaruh pada vitalitas dan proses
pencegahan trauma pada anak diantaranya, menggunakan seat belts atau child
KESIMPULAN
Perawatan trauma gigi pada anak merupakan suatu tindakan yang harus
Penanganan tingkah laku anak meliputi teknik saat pemeriksaan, perawatan, dan
evaluasi hendaknya juga menjadi perhatian bagi para orang tua dan dokter gigi.
Oleh karena keberhasilan perawatan sangat ditentukan oleh cara-cara tersebut. Para
dokter gigi hendaknya tetap bersikap tenang dalam menghadapi anak yang
memberikan prognosis yang lebih baik pula. Anamnesa pada pasien dan keluarga
perlu dilakukan secara sistematis agar operator atau dokter gigi dapat menentukan
rencana perawatan yang baik. Beberapa hal yang perlu ditanyakan dan dikonfirmasi
ulang pada pasien dan keluarganya adalah waktu terjadinya trauma, lokasi kejadian,
proses terjadinya, ada tidaknya kehilangan kesadaran pasca trauma, ada tidaknya
cedera pada gigi sebelum kejadian, ada tidaknya perubahan oklusi atau gigitan
setelah kejadian, dan riwayat penyakit umum lainnya yang menunjang dalam
proses perawatan.
Pemeriksaan klinis pada kasus trauma gigi sulung juga perlu dilakukan
secara sistematis. Proses ini dilakukan setelah gigi dibersihkan dari segala debris
pasca trauma. Inspeksi visual dan palpasi perlu dilakukan pada jaringan keras dan
juga jaringan lunak, ekstra oral dan juga intra oral. Pada pemeriksaan intra oral,
dilakukan pula tes perkusi, tekan, vitalitas pulpa, dan terakhir adalah pemeriksaan
yang mungkin akan terjadi jika anak datang pasca terjadinya trauma. Anak yang
pernah mengalami trauma memiliki kemungkinan lebih besar gangguan pada gigi
tetapnya, efek yang akan terjadi akan semakin parah apabila trauma yang didapat
sangat parah, misalnya anak dengan keadaan avulsi atau intrusi akibat trauma.
Trauma yang terjadi pada anak dapat mempengaruhi perkembangan pada gigi
permanen penggantinya.
DAFTAR PUSTAKA
1. El-kenany M., Awad SM. Prevalence and risk factors of traumatic dental
injuries to permanent anterior teeth among 8 e 12 years old school children
in Egypt. Pediatr Dent J [Internet]. 2016;6–12. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.pdj.2016.02.002
7. Mcdonald RE, Avery DR, Dean JA. Dentistry for Child and Adolescence.
8th ed. Rudolph P, editor. St. Louis: Mosby; 2004.
11. Wie SH. Pediatric Dentistry: Total patient care. Philadelphia: Lea &
Febiger; 1988.
12. Carvalho B, Franca C, Heimer M, et al. Prevalence of dental trauma among
6-7- year-old children in the City of Recife, PE, Brazil. Brazil Journal Oral
Science 2012;11(1):72-5.
15. Andreasen JO, Andreasen FM, Bakland LK, Flores MT. Traumatic dental
injuries a manual, 2nd edition. Munksgaard: Blackwell Publishing; 2003.