Anda di halaman 1dari 6

Kasus 7

KEPALA TERKULAI
Tn. J.S umur 65 tahun seorang pensiun tukang las, masuk ke eumah sakit
dengan masalah penglihatan dan sulit menjaga matanya untuk tetap terbuka. Tn S
merasa swmain sukar memegang dan menggunakan alat las karena otot lengan dan
bahu terasa cepat lelah. Awalnya TN. S menganggap ini disebabkan oleh usia lanjut
karena biasanya Tn. S akan merasa lebih baik setelah istirahat di pagi hari. Semenjak
satu minggu lalu Tn. S menderita seperti sakit flu dan sulit bernafas. Pada
pemeriksaan, Tn. S duduk di sisi tempat tidur sambil menyangga rahang dengan
tangan karena ia tidak dapat mengangkat kepalanya. Kemampuan bicara Tn. S
melemah dengan sukar menelan air liurnya. Tn S kemudian mulai menjaani
plasmaferesis

1. Klarifikasi istilah penting


1). Plasmaferesis adalah pemeriksaan darah yang diambil dari pasien dan
dilakukan pemisahan plasma dari sel-sel darah yang kemudian diinfuskan
kembali dngan mengguanakan larutan isotonik yang sesuai. Indikasi
plasmaferesis mencakup : pengeluaran autoantibodi pada histemia gravis.
(Kamus Keperawatan, Retno Sari)

2. Kata kunci
- Kepala terkulai
- Kelopak mata sulit terbuka
- Otot lengan dan bahu cepat lelah
- Sulit bernafas
- Kemampuan bicara dan menelan lemah

3. Mid map
Stoke

Tumor otak Kepala Terkulai Meningitis

Miastenia gravis

Gejala / tanda Miastemia Amyitropic Stroke meningitis


dan gejala gravis Lateral
Sklerosis
Kepala terkulai   - -
mata sulit  - - -
terbuka
Otot lengan    -
dan bahu cepat
lelah
Flu dan Sulit  - - 
bernafas
Kemampuan    -
biara dan
menelan lemah

4. Pertanyaan penting
1). Apa itu myasthenia gravis?
2). Mengapa pasien myastania gravis cepat lelah?
3). Mengapa pada penderita miastemia gravis dilakukan pemeriksaan
plasmaferesis ?
5. Jawaban pertanyaan penting
1). Myasthenia gravis adalah penyakit neuromuskular autoimun kronis yang
menyebabkan kelemahan pada otot rangka, yang bertanggung jawab untuk
bernapas dan menggerakkan bagian tubuh, termasuk lengan dan kaki. Nama
myasthenia gravis, yang berasal dari bahasa Latin dan Yunani, berarti
"kuburan, atau serius, kelemahan otot."

2). Pada orang normal, ada hubungan antara sistem saraf dengan otot-otot.
Hubungan antara keduanya terjadi melalui zat yang
disebut neurotransmiter. Zat neurotransmiter dikeluarkan dari sel saraf dan
akan menempel dan bekerja pada sel otot sehingga otot dapat bekerja
dengan semestinya. Sistem kekebalan tubuh manusia dapat mengeluarkan
antibodi, suatu zat yang dipergunakan untuk melawan kuman
penyakit.Sedangkan pada penderita miastenia gravis, terdapat antibodi yang
menghancurkan tempat neurotransmitter yang menempel pada otot
(reseptor). Sehingga dengan demikian, neurotransmitter yang dikeluarkan
tidak dapat menempel seluruhnya pada sel otot dan menyebabkan
kelemahan dari otot.
3). menurut Sri S. Adianti dalam artikelnya yang berjudul Efek Plasmateresis
pada Hemostatis, pemeriksan plasmaferesis tampaknya merupakan terapi
yang paling meguntungkan pada pasien dengan krsis myasthemia dan pada
pasien dengan gejala yang makin memburuk dengan terapi anti kolinesrease
dan kortikosteroid. Plasmaferesis sangat berguna untuk terapi pengobatan
myastemia gravis. Cara terapi ini yaitu dengan memindahkan atau
mengangkat antibodi pada reseptor asetikolin dan plasma darah. Kemajuan
pada kekuatan otot mungkin terlihat jelas tapi biasanya tidak bertahan lama.
Karena produksi antibodi yang tidak normal masih terus berlanjut. Ketika
plasmaferesis ini dilakukan, proses ini membutuhkan waktu berulang-ulang.
Pertukaran plasma pada khususnya berguna pada saat terjadi kelemahan
myasemia gravis yang sangat hebat atau sebelum menalani pembedahan.

6. Tujuan pembelajaran
Untuk lebih mengetahui dan memahami bagaimana keterkaitan
antara status emosional dan kualitas taraf hidup penderita myastemia gravis
7. Informasi tambahan
Dalam artikel yang berjudul STATUS EMOSIONAL DAN
KUALITAS HIDUP PADA PASIEN MIASTENIA GRAVIS oleh Tri
Antika Rizki Kusuma Putri pada tahun 2017, Hasil penelitian menunjukan
adanya hubungan yang signifikan antara status emosional dengan kualitas
hidup pasien dengan miastenia gravis. Hasil dari penelitian ini akan
membantu penelitian selanjutnya untuk mengembangkan tindakan
keperawatan yang berfokus pada perbaikan status emosional sehingga
kualitas hidup pasien dengan miastenia gravis dapat ditingkatkan.
8. Klarifikasi informasi
Pada penelitian yang dilakukan terhadap 42 pasien miastenia gravis
ditemukan hubungan antara stress dan juga kejadian kekambuhan penyakit
yakni sebesar 35% kejadian. Hal ini diungkapkan karena tingkat depresi
yang tinggi serta rasa tidak aman sebagai dampak dari penyakit dan
sebagian besar merupakan responden perempuan. Lebih lanjut lagi,
disebutkan bahwa pada pasien dengan riwayat krisis miastenik mengalami
seringkali mengalami gangguan psikologis. Hal ini berkaitan dengan
pengalaman pasien dalam melewati masa yang mengancam jiwa akibat
menurunnya fungsi pernapasan yang secara tiba-tiba. Pada sebuah
penelitian di Thailand terkait status emosional pada pasien miastenia gravis
didapatkan hasil bahwa status emosional pasien dengan miastenia gravis
memiliki nilai yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan penduduk
Thailand normalnya. Lebih lanjut dalam penelitiannya disebutkan bahwa
menurunnya kesejahteraan emosional pada pasien miastenia gravis
seringkali dihubungkan dengan terganggunya aktivitas rutin pasien seperti
bekerja, pekerjaan rumah (household), maupun sekolah. Lewat cara
pandang pasien, gejala-gejala yang ditimbulkan oleh miastenia gravis
memiliki dampak yang besar kepada fungsi fisik serta emosional yang dapat
terjadi akibat budaya dan status ekonomi sosial. Hasil karakteristik usia
pada penelitian ini menunjukan hasil yang kurang lebih sama dengan
rentang usia pasien miastenia gravis pada pertama kali onset yakni berkisar
antara 33-38 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian cross sectional
mengenai gambaran kualitas hidup pada pasien miastenia gravis di Brazil
yang sebagian besar respondennya berusia di bawah 50 tahun.
Pada penelitian miastenia gravis lainnya didapatkan data bahwa
penyakit ini memiliki angka insidensi tertinggi pada wanita dalam rentang
usia 35-44 tahun. Kualitas hidup bukan merupakan diagnosa keperawatan
namun merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam pemberian
intervensi keperawatan bagi pasien miastenia gravis. Minimnya pengkajian
terkait status emosional pada pasien di layanan kesehatan seringkali
membuat aspek psikologis termasuk didalamnya status emosional
khususnya pada pasien miastenia gravis tidak terkaji. Perlunya pengkajian
status emosional pada pasien dibutuhkan di pusat layanan kesehatan.
Kolaborasi perawat ruangan dengan perawat spesialis keperawatan jiwa
diharapkan dapat dilakukan guna meminimalisir dampak psikologis dari
penyakit serta menyiapkan pasien ketika keluar dari pusat layanan
kesehatan
9. Klarifikasi informasi
Berdasarkan uraian kasus diatas, setelah kami analisa, kasus ini
mengarah pada diagnosa medis penyakit Myastemia Gravis dengan
manifestasi yang ditunjukan seperti kepala terkulai, Kepala terkulai,
Kelopak mata sulit terbuka, Otot lengan dan bahu cepat lelah, Sulit bernafas,
Kemampuan bicara dan menelan yang lemah. Berdasarakan gejala-gejala
yang muncul dapat dimunculkan beberapa diagnosa pembanding yaitu
tumor otak,, stroke, dan meningitis. Berdasarkan data keempat penyakit
tersebut kami mengangkat Myastenia Gravis sebagai diagnosa medis kasus
tersebut karena semua gejala yang muncul pada kasus sesuai dengan
manifestasi yang ada mengarah pada penyakit myastenia Gravis.
10. Laporan Diskusi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
B. Tujuan
BAB II
KONSEP MEDIS

Anda mungkin juga menyukai