KERACUNAN PESTISIDA
Anggota Kelompok :
Khonsa’ B04130014
Dwi Oktaviyanti B04130020
Panji Andhika Maharta B04130021
Viki Yudis Adisaputra B04130034
Dian Utami B04130035
Khonsa’ B04130014
Latar Belakang
Pestisida atau senyawa kimia pembunuh hama banyak digunakan dalam
bidang pertanian untuk memberantas hama tanaman maupun untuk menangani
ektoparasit pada hewan (Wudianto 2002). Penggunaan pestisida juga terjadi dalam
rumah tangga sebagai pemberantas nyamuk, lalat, dan serangga pengganggu lain
seperti kecoa dan rayap. Pestisida yang digunakan seharusnya memiliki
selektifitas yang baik sehingga dapat membunuh hama sasaran sekuat mungkin
tapi masih bersifat aman bagi manusia dan hewan. Dalam kenyataannya,
penggunaan pestisida saat ini belum benar-benar aman bagi organisme lain yang
bukan sasarannya.
Toksisitas pestisida masih cukup tinggi pada manusia dan hewan karena
masih sering terjadi, baik karena kelalaian, kekurangan pengertian,
ketidaksengajaan kontak, atau karena penyalahgunaan untuk membunuh orang
lain atau hewan dengan sengaja. Dewasa ini, banyak pestisida yang toksisitasnya
tidak terlalu tinggi sehingga tidak memberikan reaksi toksik yang parah bila tidak
sengaja termakan atau terminum dalam jumlah sedikit. Namun, kemudahan
memperoleh pestisida dan ketersediaannya di masyarakat cukup banyak sehingga
kemungkinan terjadinya keracunan pestisida lebih besar dari racun-racun yang
sangat toksik yang jarang digunakan dan tidak mudah didapatkan. Selain bersifat
racun, pestisida juga diduga bersifat karsinogenik sehingga apabila terjadi kontak
secara terus-menerus walaupun dalam jumlah sedikit dan tidak memberika gejala
toksik yang nyata, masih mungkin memberikan pengaruh karsinogeniknya dan
toksisitas kronik.
Kelompok pestisida antara lain adalah insektisida (pembunuh serangga
dan sejenisnya), herbisida (pemberantas gulma), rodentisida (pembunuh hama
pengerat), dan golongan lain yang menimbulkan keracunan. Insektisida yang
sering menimbulkan keracunan adalah kelompok klor organik (organoklorin),
kelompok senyawa karbamat, dan karbamat. Fosfor organik dan karbamat serint
digolongkan dalam satu kelompok karena memberikan daya kerja yang sama
yaitu menghambat enzim kolinesterase yang diperlukan untuk memecah
asetilkolin sehingga sebagian besar efek toksiknya muncul karena daya kerja
parasimpatomimetiknya. Berdasarkan hal itu, maka pengobatan keracunan
senyawa klor organik dan karbamat ataupun karbamat adalah dengan pemberian
parasimpatolitik.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan mengetahui gejala-gejala, penanggulangan, dan
pengenalan racun pada keracunan.
Metode
TINJAUAN PUSTAKA
Pestisida, secara harafiah berarti pebunuh. Pestisida berasal dari kata pest
atau hama dan cide yang berarti membunuh. Dunia pertanian sangat sering sekalu
menggunakan pestisida sebagai pupuk tanaman dan juga pestisida (Djojosumanto
2008). World Health Organization atau WHO (1993) mengklasifikasikan pestisida
ke dalam 4 kelas berbeda atas dasar toksisitas dalam bentuk formulasi padat dan
cair. Klasifikasi tersebut yaitu : Kelas IA (Amat sangat berbahaya); Kelas IB
(Amat berbahaya); Kelas II (Cukup berbahaya); Kelas III (Agak berbahaya).
Penggunaan bahan kimia pestisida dalam bidang pertanian terutama dari
golongan karbamat tergolong sangat tinggi. Hal tersebut bisa dibandingkan
dengan organoklorin. Efek samping dari penggunaan pestisida dapat berdampak
langsung bagi makluk hidup, contohnya melalui pemberian pakan pada hewan
ternak (Indraningsih 1997). Keracunan pestisida golongan karbamat bersifat akut
dan fatal, kasus keracunan pernah dilaporkan terjadi pada 4 ekor sapi Holstein
akibat keracunan terbufos (Pritchard 1989).
Pestisida golongan karbamat merupakan insektisida yang secara luas
digunakan dalam bidang pertanian dan peternakan (Departemen Pertanian 1997).
Paparan senyawa karbamat dapat dibedakan menjadi 2 tipe sindroma. Sindroma
yang pertama yaitu sindroma muskarinik. Sindroma muskarinik menyebabkan
beberapa gejala klinik, yaitu berupa bronchus constrict, hipersekresi bronkus,
oedema paru, hipersalivasi, mual muntah, nyeri abdomen, hiperhidrosis, diare,
hiperemia konjuntiva, bradhikardi dan diare (Kim, Ko & Lee 2013). Onset yang
terjadi setelsh papran akut dapat terjadi sampai beberapa hari tergantung beratnya
tingkat keracunan (Kim, Ko & Lee 2013).Sindroma nikotinik merupakan
sindroma yang pada umumnya terjadi setelah sindroma muskarinik. Sindroma ini
akan mencetuskan terjadinya sindroma intermediate berupa delayed neuropathy.
Selain itu dapat terjadi hiperstimulasi neuromuscular junction yang diikuti dengan
neuromuscular paralysis (Kim, Ko & Lee 2013).
Karbamat bekerja sebagai kolinesterase inhibitor. Kolinesterase sendiri
merupakan enzim yang bertanggung jawab terhadap metabolisme asetilkolin).
Adanya inhibisi kolinesterase akan menyebabkan Asetilkolin tertimbun di sinaps
sehingga terjadi stimulasi yang terus menerus pada reseptor post sinaptik (Lorke
et al 2012). Asetilkolin berperan sebagai neurotransmitter neuron parasimpatis,
secara langsung memberikan inervasi saraf pada jantung melalui saraf vagus,
kelenjar dan otot polos bronkus. Reseptor kolinergik pada daerah ini termasuk ke
dalam tipe muskarinik Inhibisi kolinesterase pada organ tersebut menyebaksna
gejala dominan pparasimpatis pada keracuan karbamat (Klein 2008).
PEMBAHASAN
Tabel 1 Hasil pengamatan pemberian obat Chlorpyrofos
Menit Frekuensi Frekuensi Salivasi Lakrimasi Defekasi Rambut Keringat Urinasi
ke- napas jantung
0 192 212 - - + - - -
5 184 200 - - - + - -
10 188 160 - - - ++ - +
15 180 188 + + - +++ - -
20 164 240 +++ ++ - +++ - +
25 108 252 +++ ++ - +++ - -
DAFTAR PUSTAKA
Chenmet. 2009. http://www.chemnet.com/cas/my/2921-88-2/chlorpyrifos.html.
diakses pada [20181009]. zhejiang China.
Darmansjah I. 2002. Farmakologi dan Terapi edisi 4. Jakarta (ID) : Gaya Baru.
Darmansyah I, Gan S. 1987. Kolinergik, dalam Farmakologi dan Terapi. Jakarta
(ID): UI Press
Departemen Pertanian. 1997. Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan. Jakarta
(ID) : Komisi Pestisida.
Djojosumanto. 2008. Tekik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta (ID) :
Kanisius.
Ganiswara, S. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta (ID): UI Press
Indraningsih. 1997.Pengenalan Keracunan Pestisida Golongan Karbamat pada
Ruminansia. Bogor (ID) : Balai Penelitian Veteriner
Kim J, Ko Y, Lee WJ. 2013. Depressive symptoms and severity of acute
occupational pesticide poisoning among male farmers. Occups
Environ Med.
Klein GM. 2012. Mechanism of action of organophospate pesticide and nerve
agents, in Klein GM (Ed), Disaster preparednes: Emergency response
to organophospate poisoning. New York (US) : Postgraduate Institute
and Quad Medical Education.
Lorke D et al. 2012. Acetylcolinesterase inhibition as pretreatment before acute
exposure to organophospate assesment using methyl-paroxon, CNS
Neurol Disord Drug Targets.
Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar. Jakarta (ID): UI Press
Prihatmoko A, TA I, Saepudin E. 2015. Pengembangan strip test untuk
pendeteksianpestisida Chlorpyrifos dengan platform magnetik
[Skripsi]. Depok(ID): Universitas Indonesia.
Wientarsih I, Prasetyo BF, Madyastuti R, Sutardi LN, Akbari RA. 2017. Obat-
obatan untuk Hewan Kecil. Bogor (ID): IPB Press.
Wudianto R. 2002. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Jakarta(ID): PT Penebar
Swadaya