Anda di halaman 1dari 10

Tanggal Praktikum : Rabu, 3 Oktober 2018

Dosen Pembimbing : Dr Drh Aulia Andi Mustika, Msi


Kelompok Praktikum : 4 / Sore RP. Isotop

KERACUNAN PESTISIDA

Anggota Kelompok :

Khonsa’ B04130014
Dwi Oktaviyanti B04130020
Panji Andhika Maharta B04130021
Viki Yudis Adisaputra B04130034
Dian Utami B04130035
Khonsa’ B04130014

BAGIAN FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI


DEPARTEMEN ANATOMI FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2018
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pestisida atau senyawa kimia pembunuh hama banyak digunakan dalam
bidang pertanian untuk memberantas hama tanaman maupun untuk menangani
ektoparasit pada hewan (Wudianto 2002). Penggunaan pestisida juga terjadi dalam
rumah tangga sebagai pemberantas nyamuk, lalat, dan serangga pengganggu lain
seperti kecoa dan rayap. Pestisida yang digunakan seharusnya memiliki
selektifitas yang baik sehingga dapat membunuh hama sasaran sekuat mungkin
tapi masih bersifat aman bagi manusia dan hewan. Dalam kenyataannya,
penggunaan pestisida saat ini belum benar-benar aman bagi organisme lain yang
bukan sasarannya.
Toksisitas pestisida masih cukup tinggi pada manusia dan hewan karena
masih sering terjadi, baik karena kelalaian, kekurangan pengertian,
ketidaksengajaan kontak, atau karena penyalahgunaan untuk membunuh orang
lain atau hewan dengan sengaja. Dewasa ini, banyak pestisida yang toksisitasnya
tidak terlalu tinggi sehingga tidak memberikan reaksi toksik yang parah bila tidak
sengaja termakan atau terminum dalam jumlah sedikit. Namun, kemudahan
memperoleh pestisida dan ketersediaannya di masyarakat cukup banyak sehingga
kemungkinan terjadinya keracunan pestisida lebih besar dari racun-racun yang
sangat toksik yang jarang digunakan dan tidak mudah didapatkan. Selain bersifat
racun, pestisida juga diduga bersifat karsinogenik sehingga apabila terjadi kontak
secara terus-menerus walaupun dalam jumlah sedikit dan tidak memberika gejala
toksik yang nyata, masih mungkin memberikan pengaruh karsinogeniknya dan
toksisitas kronik.
Kelompok pestisida antara lain adalah insektisida (pembunuh serangga
dan sejenisnya), herbisida (pemberantas gulma), rodentisida (pembunuh hama
pengerat), dan golongan lain yang menimbulkan keracunan. Insektisida yang
sering menimbulkan keracunan adalah kelompok klor organik (organoklorin),
kelompok senyawa karbamat, dan karbamat. Fosfor organik dan karbamat serint
digolongkan dalam satu kelompok karena memberikan daya kerja yang sama
yaitu menghambat enzim kolinesterase yang diperlukan untuk memecah
asetilkolin sehingga sebagian besar efek toksiknya muncul karena daya kerja
parasimpatomimetiknya. Berdasarkan hal itu, maka pengobatan keracunan
senyawa klor organik dan karbamat ataupun karbamat adalah dengan pemberian
parasimpatolitik.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan mengetahui gejala-gejala, penanggulangan, dan
pengenalan racun pada keracunan.

Metode

Percobaan 1: Keracunan Insektisida Organofosfat/Karbamat


Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah mencit, organofosfat (Basudin/Diazinon,
Dimecron), karbamat (Baygon/Propoxur), dan atropine sulfat. Alat yang
digunakan adalah spoit.
Prosedur
Mencit disuntik secara subkutan dengan salah satu insektisida
organofosfat/karbamat) dosis bertingkat, dimulai dari 0.05cc. selanjutnya, gejala
klinis yang terjadi diamati. Bilamana terjadi gejala sesak nafas, mencit diberikan
atropin secara IP.
Gejala klinis yang mungkin dapat terihat dapat dikelompokkan
berdasarkan gejala langsung dan gejala tidak langsung. Gejala langsung seperti
efeknya terhadap kelenjar eksokrin (hipersalivasi, hiperlakrimasi) terhadap pupil
mata (miosis). Gejala tidak langsung seperti efek terhadap otot licin saluran cerna
(diarrhea) dan bronkhus (sesak nafas).
Berdasarkan reseptor yang mempengaruhinya dibedakan menjadi
kelompok gejala muskarinik dan gejala nikotinik. Kelompok gejala muskarinik
(efeknya terhadap organ tempat reseptor muskarinik), misal efeknya terhadap
kelenjar eksokrin, bronkho konstriksi, bradikardi, dll. Gejala nikotinik (organ
tempat reseptor nikotinik misalnya ganglion otonom dan otot rangka), misalnya
peningkatan kontraksi yang diikuti dengan paralisa otot rangka. Gejala SSP
berupa ataxia dan konvulsi.

Percobaan 2: Identifikasi Adanya Unsur P dalam Senyawa Organofosfat


Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah senyawa insektisida organofosfat
(Basudin/Demecron), larutan Ammonium molybdat, dan larutan Asam nitrat
pekat. Alat yang digunakan adalah tabung reaksi.
Prosedur
Senyawa organofosfat diteteskan beberapa tetes ke dalam tabung reaksi
dan HNO3 pekat ditambahkan ke dalam tabung (merubah P organik → P
anorganik). Selanjutnya, dipanaskan beberapa menit, didinginkan kemudian
disaring. Terakhir, Ammonium molybdat ditambahkan ke dalam filtratnya. Bila
ada unsur P akan terbentuk warna hijau kekuningan

TINJAUAN PUSTAKA
Pestisida, secara harafiah berarti pebunuh. Pestisida berasal dari kata pest
atau hama dan cide yang berarti membunuh. Dunia pertanian sangat sering sekalu
menggunakan pestisida sebagai pupuk tanaman dan juga pestisida (Djojosumanto
2008). World Health Organization atau WHO (1993) mengklasifikasikan pestisida
ke dalam 4 kelas berbeda atas dasar toksisitas dalam bentuk formulasi padat dan
cair. Klasifikasi tersebut yaitu : Kelas IA (Amat sangat berbahaya); Kelas IB
(Amat berbahaya); Kelas II (Cukup berbahaya); Kelas III (Agak berbahaya).
Penggunaan bahan kimia pestisida dalam bidang pertanian terutama dari
golongan karbamat tergolong sangat tinggi. Hal tersebut bisa dibandingkan
dengan organoklorin. Efek samping dari penggunaan pestisida dapat berdampak
langsung bagi makluk hidup, contohnya melalui pemberian pakan pada hewan
ternak (Indraningsih 1997). Keracunan pestisida golongan karbamat bersifat akut
dan fatal, kasus keracunan pernah dilaporkan terjadi pada 4 ekor sapi Holstein
akibat keracunan terbufos (Pritchard 1989).
Pestisida golongan karbamat merupakan insektisida yang secara luas
digunakan dalam bidang pertanian dan peternakan (Departemen Pertanian 1997).
Paparan senyawa karbamat dapat dibedakan menjadi 2 tipe sindroma. Sindroma
yang pertama yaitu sindroma muskarinik. Sindroma muskarinik menyebabkan
beberapa gejala klinik, yaitu berupa bronchus constrict, hipersekresi bronkus,
oedema paru, hipersalivasi, mual muntah, nyeri abdomen, hiperhidrosis, diare,
hiperemia konjuntiva, bradhikardi dan diare (Kim, Ko & Lee 2013). Onset yang
terjadi setelsh papran akut dapat terjadi sampai beberapa hari tergantung beratnya
tingkat keracunan (Kim, Ko & Lee 2013).Sindroma nikotinik merupakan
sindroma yang pada umumnya terjadi setelah sindroma muskarinik. Sindroma ini
akan mencetuskan terjadinya sindroma intermediate berupa delayed neuropathy.
Selain itu dapat terjadi hiperstimulasi neuromuscular junction yang diikuti dengan
neuromuscular paralysis (Kim, Ko & Lee 2013).
Karbamat bekerja sebagai kolinesterase inhibitor. Kolinesterase sendiri
merupakan enzim yang bertanggung jawab terhadap metabolisme asetilkolin).
Adanya inhibisi kolinesterase akan menyebabkan Asetilkolin tertimbun di sinaps
sehingga terjadi stimulasi yang terus menerus pada reseptor post sinaptik (Lorke
et al 2012). Asetilkolin berperan sebagai neurotransmitter neuron parasimpatis,
secara langsung memberikan inervasi saraf pada jantung melalui saraf vagus,
kelenjar dan otot polos bronkus. Reseptor kolinergik pada daerah ini termasuk ke
dalam tipe muskarinik Inhibisi kolinesterase pada organ tersebut menyebaksna
gejala dominan pparasimpatis pada keracuan karbamat (Klein 2008).

PEMBAHASAN
Tabel 1 Hasil pengamatan pemberian obat Chlorpyrofos
Menit Frekuensi Frekuensi Salivasi Lakrimasi Defekasi Rambut Keringat Urinasi
ke- napas jantung
0 192 212 - - + - - -
5 184 200 - - - + - -
10 188 160 - - - ++ - +
15 180 188 + + - +++ - -
20 164 240 +++ ++ - +++ - +
25 108 252 +++ ++ - +++ - -

Pemberian obat Chlorpyrofos pada mencit seara subkutan memberikan


efek berupa penurunan frekuensi napas, peningkatan frekunsi jantung, terjadinya
hipersalivasi, terjadinya hiperlakrimasi, rambut berdiri dan urinasi. Hal ini dapat
dilihat pada tabel 1. Frekuensi napas turun pada menit ke lima, naik kembali pada
menit ke sepuluh , namun kembali turun pada menit ke lima belas hingga selesai
pengamatan. Frekuensi jantung juga mengalami penurunan pada menit ke lima
dan sepuluh namun terus meningkat ingga akhir pengamatan. Saliva dan lakrimasi
yang disekresikan oleh mencit juga mulai terlihat pada menit ke lima belas dan
semakin banyak hingga akhir pengamatan. Selain itu rambut tikus mulai berdiri
pada menit ke lima pengamatan dan terus berdiri hingga akhir. Aktivitas urinasi
sempat terjadi pada meniit ke sepuluh dan dua puluh pengamatan. Namun, obat
ini tidak berpengaruh terhdap defekasi dan keringat mencit.
Efek efek obat Chlorpyrofos yang tersaji pada Tabel 1 disebabkan oleh
adanya inhibisi asetilkolinesterase pada saraf. Pestisida Chlorpyrofos tergolong
dalamorganofosfat yang menghambat enzim asetilkolinerase melalui proses
fosforilasi bagian ester anion. Asetikolinerase merupakan suatu kelas enzim yang
mengkatalis hidrolisis asetilkolin, yang merupakan suatu ester dan merupakan
suatu neurotransmitter (Priamoko et al 2015)
Keadaan tersebut menyebabkan sistem organ yang ada dalam tubuhpun
terpengaruhi sesuai dengan data pda tabel 1. Enzim ini memengaruhi fungsi saraf
parasimpatis terganggu sehingga jantung mulai meningkat napas menurun, terjadi
urinari dan efek lainnya. Menurut Samet dan Youssef (2010), Chlorpyrifos
memberikan efek keracunan berupa sakit kepala, pusing, keringat berlebih,
penglihatan tidak jelas, kram, diare, dan beberapa kasus meninggal. Namun,
dalam tabel 1 ada beberapa efek tidak ditunjukkan hal ini bisa terjadi sebab
hewan merasa stres atau sudah defekasi sebelum pengamatan.

Gambar 1 Hasil pengamatan unsur phospat

Selain pengamatan pengujian obat terhadap hewan mencit. Dilakukan


pula pengujian terhadap unsur phospat dalam senyawa tersebut. Hasil positif
ditunjukkan dengan perubahan warna kuning kehijauan pada zat uji. Hasil uji
pada gambar 1 menunjukkan hasil posiif. Warna kuning kehijauan dapat
terbentuk karena adanya reaksi H3PO4 (reaksi asam pekat HNO3 dengan fosfat )
dengan Ammonium molybdat. Adanya fosfat pada senyawa tersebut sesuai
dengan rantai kimia senyawa tersebut berupa C9H11Cl3NO3PS. Dengan struktur
kimia pada gambar 2. Adanya fosfat ini berpengaruh juga terhadap prinsip kerja
senyawa Chlorpyrifos (Chemnet 2009)

Gambar 2 Struktur kimia Chlorpyrifos

DAFTAR PUSTAKA
Chenmet. 2009. http://www.chemnet.com/cas/my/2921-88-2/chlorpyrifos.html.
diakses pada [20181009]. zhejiang China.
Darmansjah I. 2002. Farmakologi dan Terapi edisi 4. Jakarta (ID) : Gaya Baru.
Darmansyah I, Gan S. 1987. Kolinergik, dalam Farmakologi dan Terapi. Jakarta
(ID): UI Press
Departemen Pertanian. 1997. Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan. Jakarta
(ID) : Komisi Pestisida.
Djojosumanto. 2008. Tekik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta (ID) :
Kanisius.
Ganiswara, S. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta (ID): UI Press
Indraningsih. 1997.Pengenalan Keracunan Pestisida Golongan Karbamat pada
Ruminansia. Bogor (ID) : Balai Penelitian Veteriner
Kim J, Ko Y, Lee WJ. 2013. Depressive symptoms and severity of acute
occupational pesticide poisoning among male farmers. Occups
Environ Med.
Klein GM. 2012. Mechanism of action of organophospate pesticide and nerve
agents, in Klein GM (Ed), Disaster preparednes: Emergency response
to organophospate poisoning. New York (US) : Postgraduate Institute
and Quad Medical Education.
Lorke D et al. 2012. Acetylcolinesterase inhibition as pretreatment before acute
exposure to organophospate assesment using methyl-paroxon, CNS
Neurol Disord Drug Targets.
Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar. Jakarta (ID): UI Press
Prihatmoko A, TA I, Saepudin E. 2015. Pengembangan strip test untuk
pendeteksianpestisida Chlorpyrifos dengan platform magnetik
[Skripsi]. Depok(ID): Universitas Indonesia.

Pritchard J. 1989. Organophospate toxicity in dairy cattle. Vet, J. 30 : 179.

Raini M. 2007. Toksikologi Pestisida dan Penanganan Akibat Keracunan


Pestisida. Media Litbang Kesehatan Volume XVII Nomor 3 Tahun
2007. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan RI. 2007.
Samet, Youssef, Lamia Agengui, dan Ridha Abdelhedi. (2010). Anodic
Oxidation of Chlorpyrifos inAqueous Solution at Lead Dioxide
Electrodes . Journal of Electroanalytical Chemistry 650 (2010),
152–158.

Wientarsih I, Prasetyo BF, Madyastuti R, Sutardi LN, Akbari RA. 2017. Obat-
obatan untuk Hewan Kecil. Bogor (ID): IPB Press.
Wudianto R. 2002. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Jakarta(ID): PT Penebar
Swadaya

Anda mungkin juga menyukai