Anda di halaman 1dari 2

AVIAN INFLUENZA

Avian Influenza (AI) merupakan penyakit infeksi pada unggas yang disebabkan virus
infuenza. Virus avian influenza, virus RNA yang termasuk famili Orthomyxoviridae. Virus
AI menyerang organ pernafasan, pencernaan, dan sistem saraf unggas (domestik, eksotik, dan
tidak mengenal rentan umur). Oleh karena sifatnya yang mematikan virus AI tidak hanya
menyerang unggas, virus tersebut dapat menginfeksi beragam spesies termasuk unggas, babi,
kuda, hewan air dan manusia.
Patogenisitas virus AI bervariasi dan umumnya dapat diklasifikasikan menjadi dua
yaitu: Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) dan High Pathogenic Avian Influenza (HPAI).
Secara alami LPAI dapat berubah menjadi HPAI atau sebaliknya. Perubahan ini dapat terjadi
akibat adanya mutasi ataupun reassortment genetik (antigenic drift dan antigenic shift).
Perubahan ini dapat memunculkan strain baru yang lebih virulen dan dapat terjadi dalam
waktu beberapa bulan (Damayanti et al. 2004)
Virus influenza terdiri dari beberapa tipe, antara lain tipe A, tipe B, dan tipe C. Virus
tipe A hanya menyerang hewan, tetapi dapat menyebabkan epidemik pada manusia.
Sementara tipe B dan tipe C hanya menyerang manusia, tidak menyerang hewan. Dalam
virus tipe A mempunyai 16 hemaglutinin (H1-H16) dan 9 neuramidase (N1-N9) (Swayne
2008). Jika keduanya dikombinasikan maka terdapat 135 pasang kemungkinan subtipe virus
yang dapat muncul. Beberapa jenis subtipe (strain) yang sudah dikenal antara lain H1N1,
H1N2, H2N2, H3N3, H5N1, H7N7, dan H9N1. Dari sekian subtipe tersebut dikenal sangat
ganas, yaitu H5 dan H7 (Antinoff 2005).

Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)


Teknik RT-PCR merupakan teknik yang digunakan untuk mendeteksi virus yang
memiliki genom RNA sehingga diperlukan modifikasi teknik PCR karena molekul
sasarannya adalah RNA. RT-PCR merupakan teknik PCR yang dapat menggandakan RNA
menjadi DNA. Teknik RT-PCR terdiri atas dua reaksi yaitu reaksi transkripsi balik (reverse
transcription) yang menggunakan genom RNA virus sebagai cetakan dan menghasilkan
cDNA primer (untai tunggal) serta reaksi penggandaan PCR. Primer yang digunakan sesuai
dengan virus yang akan dideteksi (Akin 2006). PCR merupakan teknik yang relatif sederhana
dan merupakan teknik penggandaan (amplifikasi) dengan menggunakan DNA primer yang
memiliki runutan nukleotida khas untuk molekul asam nukleat yang akan dideteksi. Primer
merupakan molekul oligonukleotida yang disintesis in vitro dan runutan nukleotidanya
disesuaikan dengan genom virus yang akan dideteksi. PCR hanya akan menggandakan asam
nukleat yang sesuai denga primer.
RT-PCR menggunakan sepasang primer yang berkomplemen dengan sikuen yang
jelas dari masing-masing dua untai cDNA. Primer tersebut kemudian diperpanjang dengan
bantuan enzim DNA polymerase dan akan menghasilkan sebuah untai ganda pada setiap
siklusnya dan seterusnya mengikuti amplifikasi logaritmik. RT-PCR meliputi tiga tahap
utama. Tahap pertama adalah reverse transcription (RT) atau transkripsi balik, RNA
ditranskrip balik menjadi cDNA menggunakan enzim reverse transcriptase dan primer.
Tahap ini sangat penting dalam kaitannya dengan proses PCR untuk amplifikasi DNA dengan
bantuan DNA polymerase sebab DNA polymerase hanya dapat bekerja pada template yang
berupa DNA. Tahapan RT dapat dilakukan dalam tabung yang sama dengan PCR (one-step
PCR) atau pada tabung yang terpisah (two-step PCR) menggunakan suhu berkisar 40 °C
sampai 50 °C, tergantung pada karakteristik reverse transcriptase yang digunakan. Tahap
berikutnya adalah denaturasi dsDNA pada 95 °C, pada tahap ini dua untai DNA akan terpisah
dan primer dapat mengikat pada untai tersebut jika temperaturnya diturunkan kemudian yang
selanjutnya akan dimulai rantai reaksi baru. Kemudian suhu diturunkan hingga mencapai
suhu annealing yang bervariasi tergantung primer yang digunakan. Temperatur annealing
dipilih untuk PCR tergantung langsung pada panjang dan komposisi dari primer tersebut. Hal
ini merupakan hasil dari perbedaan ikatan hidrokarbon antara A-T (2 ikatan) dan G-C (3
ikatan). Temperatur annealing biasanya berkisar 5 derajat di bawah Tm (melting temperature)
terendah dari pasangan primer yang digunakan. Tahap akhir adalah amplifikasi PCR yang
merupakan proses dilakukannya perpanjangan DNA menggunakan primer yang memerlukan
Taq DNA polymerase yang termostabil, biasanya pada suhu 72 °C, yang merupakan suhu
optimal untuk aktivitas enzim polymerase. Lamanya masa inkubasi tiap temperatur,
perubahan suhu, dan jumlah siklus dikontrol secara terprogram menggunakan programmable
thermal cycler. Analisa produk PCR tergantung pada kebutuhan PCR.

Antinoff N. 2005. Annnual Meeting: Avian Laboratory Diagnostics. Gulf Coast Veterinary
Specialists. Gulf Coast Avian & Exotics. Houston, TX.
Damayanti R, Dharmayanti NLP, Indriani R, Wiyono A, Darminto. 2004. Gambaran klinis
dan patologis ayam yang terserang flu burung sangat patogenik (HPAI) di beberapa
peternakan di Jawa Timur dan Jawa Barat. JITV 9:128–135.
Akin HM. 2006. Virologi Tumbuhan. Yogyakarta: Kanisius

Anda mungkin juga menyukai