Anda di halaman 1dari 25

KOLEKSI SEMEN DAN PEMERIKSAAN KUALITAS SEMEN

( Makalah Teknologi Reproduksi Ternak)

Oleh :

Ayyub Wibowo
1014061067

JURUSAN PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2015
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena atas berkat limpahan
Rahmat dan Ridho-Nyalah penulis dapat menyelesaikan Tugas Makalah mata kuliah “Teknologi
Reproduksi Ternak” ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yanng telah membantu dan
memberikan arahan serta dukungan, sehingga dalam menyelesaikan pembuatan makalah penulis
menjadi sangat terbantu. Tujuan dari Makalah ini adalah agar pembaca khususnya mahasiswa
dan mahasiswi peternakan agar dapat menambah wawasan pengetahuannya mengenai bahasan
dari setiap materi yang tertuang pada makalah kami.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan masukan sangat penulis harapkan, yang dapat
bermanfaat bagi kami dan bersifat membangun serta berkaitan dengan perbaikan makalah di
masa yang akan datang.

Akhirnya penulis berharap, kiranya makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita
semua dalam konteks pengembangan ilmu pengetahuan.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Koleksi semen atau penampungan semen adalah suatu upaya yang dilakukan oleh

kolektor untuk mendapatkan semen dari seekor pejantan secara sengaja. Untuk mendapatkan

semen secara sengaja, maka pejantan yang akan dikoleksi harus dirangsang oleh seekor betina

(bisa juga menggunakan pejantan atau boneka yang meyerupai sapi) yang telah dipersiapkan

sebagai betina penggoda (pemancing libido). Untuk mengoleksi semen seorang kolektor harus

hati-hati, karena ternak jantan yang akan dikoleksi umumnya bersifat temperamental, sehingga

cukup berbahaya. Oleh sebab itu kolektor yang berpengalaman dan terlatih sangat diutamakan

untuk mendapatkan hasil yang optimal

Permasalahan yang dihadapi dalam bidang peternakan di Indonesia antara lain adalah masih

rendahnya produktifitas dan mutu genetik ternak. Keadaan ini terjadi karena sebagian besar

peternakan di Indonesia masih merupakan peternakan konvensional, dimana mutu bibit,

penggunaan teknologi dan keterampilan peternak relatif masih rendah.

Orientasi swasembada daging sapi tahun 2014 (PSDS 2014) tidak semata-mata diarahkan kepada

pemenuhan kebutuhan konsumen dengan pengendalian impor (sapi dan daging) tetapi lebih

diarahkan dalam konteks peningkatan produksi, kesejahteraan peternak, dan kesinambungan

usaha peternak sapi serta meningkatkan daya saing produksi, sehingga secara langsung maupun

tidak langsung dampaknya akan mengurangi ketergantungan dari impor daging dan sapi bakalan.

Tulang punggung penyediaan daging sapi di Indonesia adalah peternak berskala kecil, karena

hanya sedikit peternak yang berskala menengah atau besar. Peternakan rakyat berskala kecil

biasanya merupakan usaha sambilan sehingga kurang mendapat perhatian khususnya kesehatan

reproduksi ternak. Apakahnya ternaknya sudah cukup sehat sehingga dapat beranak setiap tahun,
atau mengalami gangguan reproduksi yang berdampak pada rendahnya service per conception

(S/C), panjangnya calving interval (CI), rendahnya angka kelahiran dan meningkatnya angka

kemajiran.

Usaha yang bergerak dalam di bidang ternak sapi di Indonesia membutuhkan perhatian khusus

dalam kaitannya dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan populasi setiap tahunnya.

Dalam menanggulangi masalah itu dibutuhkan teknologi tepat yang bisa diterapkan secara

mudah dan efisien. Salah satu teknologi yang bisa digunakan yaitu inseminasi buatan. Inseminasi

Buatan (IB) merupakan salah satu bentuk bioteknologi dalam bidang reproduksi yang

memungkinkan manusia untuk mengawinkan hewan betina tanpa perlu seekor pejantan utuh.

Inseminasi buatan sebagai teknologi merupakan suatu rangkaian proses yang terencana dan

terprogram karena akan menyangkut kualitas genetik hewan di masa yang akan datang

(Kartasudjana, 2001).

Prinsip dari pelaksanaan inseminasi buatan yaitu pencurahan semen ke dalam saluran reproduksi

hewan betina pada saat estrus dengan tujuan agar sel telur yang diovulasikan hewan betina dapat

dibuahi oleh sperma sehingga hewan betina menjadi bunting dan melahirkan anak. Namun pada

perkembangan lebih lanjut, program IB tidak hanya mencakup pemasukan semen ke dalam

saluran reproduksi betina, tetapi juga menyangkut seleksi dan pemeliharaan pejantan,

penampungan, penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan

pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencatatan dan penentuan hasil inseminasi

pada hewan betina. Dengan demikian pengertian IB menjadi lebih luas yang mencakup aspek

reproduksi dan pemuliaan, sehingga istilahnya menjadi artificial breeding (perkawinan buatan)

(Sugoro, 2009).
BAB II
PEMBAHASAN

Proses Penampungan Semen


1. Definisi Insiminasi Buatan
Inseminasi Buatan didefinisikan sebagai proses memasukkan semen ke dalam organ reproduksi

betina dengan menggunakan alat inseminasi (insemination gun). Prosesnya secara luas

mencakup penampungan semen, pengenceran dan pengawetan semen sampai pada deposisi

semen ke dalam saluran reproduksi betina (Hafez, and M. E .Bellin, 2000) . Selanjutnya

dikemukakan bahwa bila dibandingkan dengan perkawinan secara alami, IB memiliki banyak

keuntungan walaupun ada kelemahannya. Keuntungannya adalah dapat mempercepat

penyebaran dan peningkatan mutu genetik ternak . Melalui penggunaan bioteknologi IB,

efisiensi penggunaan pejantan unggul yang terbatas jumlahnya dapat ditingkatkan dengan

memanfaatkan semen secara optimal.

Pada saat ini terdapat dua metode perkawinan yaitu : kawin alam dan kawin suntik atau

inseminasi buatan (IB). IB telah diterima dan diterapkan pada ternak sapi terutama pada

peternakan sapi perah di Indonesia. Namun demikian penerapan teknologi ini masih bermasalah

yakni pengetahuan tentang siklus reproduksi secara benar baik oleh peternak maupun petugas

inseminator.
Perkawinan yang dilakukan dengan menggunakan teknologi IB, memungkinkan seekor pejantan

untuk mengawini lebih banyak betina daripada perkawinan alami yang dapat dilakukannya.

Selain itu, melalui teknologi IB potensi genetik seekor pejantan unggul dapat tersebar luas, tidak

hanya pada daerah tempat pejantan itu berada tetapi juga pada daerah lainnya yang terpisah oleh

jarak dan waktu. (Sugoro,I.2009)

Pelaksanaan kegiatan Inseminasi Buatan (IB) merupakan salah satu upaya penerapan teknologi

tepat, guna yang merupakan pilihan utama untuk peningkatan populasi dan mutu genetik ternak.

Melalui kegiatan IB, penyebaran bibit unggul ternak sapi dapat dilakukan dengan murah, mudah

dan cepat, serta diharapkan dapat meningkatkan pendapatan para peternak.

2. Penampungan Semen

Penampungan semen bertujuan untuk memperoleh semen yang jumlah (volume) nya banyak dan

kualitasnya baik untuk diproses lebih lanjut untuk keperluan inseminasi buatan. Secara umum

penampungan semen adalah ejakulasi yang dipengaruhi oleh factor internal dan ekternal. Faktor

internal yaitu hormone, metabolism, keturunan, makanan, umur, dan kesehatan secara umum dari

pejantan tersebut. Sedangkan faktor eksternal adalah suasana lingkungan, tempat penampungan,

manajemen, para penampung, cuaca, saranan penampungan termasuk teaser dll.

(Sufyanhadi.2012)
Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam melakukan penampungan semen diantaranya :

1. Metode Pengurutan (Massage)

Metode penampungan semen melalui pengurutan dapat diterapkan pada ternak besar (sapi,

kerbau, kuda), dan pada ternak unggas (kalkun dan ayam). Pada ternak besar metode pengurutan

ampulla dan vas deferens diterapkan apabila hewan jantan tersebut memiliki potensi genetik

tinggi akan tetapi tidak mampu melakukan perkawinan secara alam, baik karena libido rendah

atau mempunyai masalah dengan kakinya (lumpuh atau pincang/cedera). Sedangkan pada ternak

ayam atau kalkun metode pengurutan punggung merupakan satu-satunya metode penampungan

yang paling baik hasilnya.

Metode menampung semen secara massage/pengurutan :

 Tangan masuk ke dalam rektum untuk mengurut ampulla vas deferens dan kelenjar

vesikularis ke depan dan ke belakang ± selama 2 menit.

 Perlu keterampilan khusus

 Penis perlu dicuci dgn air hangat dan NaCl fisiologis

 Kualitas semen cenderung rendah

2. Metode Vagina Buatan

Vagina buatan adalah alat yang digunakan untuk menampung spermatozoa dimana alat tersebut

akan dikondisikan sebagaimana vagina asli dari ternak tersebut. Vagina buatan yang akan

digunakan diolesi vaseline agar vagina buatan menjadi licin. Digunakan air panas dengan temp.

antara 50 – 700 C untuk mencapai temperature vagina buatan antara 35 – 400 C.


Struktur dari alat ini adalah sebagai berikut :

 Lapisan luar yang terbuat dari bahan plastik atau karet.

 Lapisan dalam terbuat dari bahan seperti balon yang lembut, karena lapisan ini adalah

tempat masuknya penis, sehingga tidak menyebabkan iritasi pada penis.

 Saluran tempat masuknya air dan udara.

 Selongsong penampungan.

 Tabung digunakan untuk menampung sperma dan diletakkan diujung selongsong.

Penampungan semen menggunakan vagina buatan merupakan metode yang paling efektif

diterapkan pada ternak besar (sapi, kuda, kerbau) ataupun ternak kecil (domba, kambing, dan

babi) yang normal (tidak cacat) dan libidonya bagus. Kelebihan metode penampungan

menggunakan vagina buatan ini adalah selain pelaksanaannya tidak serumit dua metode

sebelumnya, semen yang dihasilkannya pun maksimal. Hal ini terjadi karena metode

penampungan ini merupakan modifikasi dari perkawinan alam. Sapi jantan dibiarkan menaiki

pemancing yang dapat berupa ternak betina, jantan lain, atau panthom (patung ternak yang

didesain sedemikianrupa sehingga oleh pejantan yang akan ditampung semennya dianggap

sebagai ternak betina).

3. Metode Elektro ejakulator

Apabila penampungan semen tidak bisa dilakukan dengan metode vagina buatan dikarenakan

ternak tidak cukup terlatih untuk ditampung, maka perlu dilakukan penampungan dengan

menggunakan alat ini. Perbedaan yang utama dari penampungan vagina buatan adalah volume

yang didapatkan dengan elektro ejakulator adalah dua kali lapit lebih besar dari vagina buatan,

sedangkan densitasnya adalah separuhnya. Meskipun demikian, perbaikan densitas dapat


dilakukan dengan membuang bagian yang tidak mengandung spermatozoa. Bagian ini keluar

dulu setelah dirangsang, kemudian rangsangan dilanjutkan dan penampungan ini menghasilkan

semen dengan densitas yang baik.

Penampungan semen menggunakan metode ini adalah upaya untuk memperoleh semen dari

pejantan yang memiliki kualitas genetik tinggi tetapi tidak mampu melakukan perkawinan secara

alam akibat gangguan fisik atau psikis. Metode ini saat ini lebih banyak diterapkan pada ternak

kecil seperti domba dan kambing karena pada ternak besar lebih mudah dilakukan melalui

metode pengurutan ampula vas deferens.

* Metode menampung semen dengan EE (Electro Ejaculator)

 Dipergunakan untuk hewan yang tidak mampu menaiki hewan pemancing atau yang

tidak biasa melayani vagina buatan.

 Alat berbentuk batang karet dengan panjang 60 cm dan diameter 5 cm yang berisi gelang-

gelang elektrode yang bisa dialiri listrik, dimasukkan ke rektum dan ditekan pada dasar

pelvis.

 Stimulasi diberikan secara ritmik 5-10 detik.

Elektro Ejakulator
Cara Mereproduksi Semen Beku

Reproduksi semen beku hanya dapat dilakukan di Balai Inseminasi Buatan (BIB). Tahapan-

tahapan dalam memproduksi semen beku diantaranya yaitu:

 Mempersiapkan sapi pejantan yang akan diinseminasi yang umurnya 15 – 18 bulan,

tingginya 123 cm dan beratnya minimal 350 kg.

 Persiapan vagina buatan yang suhunya mencapai 420C, vagina buatan ini harus licin,

karena itu gunakan vaseline agar licin seperti vagina yang asli

 Penampungan semen sapi pejantan, sapi pejantan dan spai betina disatukan kemudian

sapi-sapi itu akan melakukan fisin (pemanasan sebelum kawin), bila penis jantan telah

kelihatan merah, tegang dan kencang, maka penis langsung dimasukan ke vagina buatan.

 Kemudian sperma dalam vagina buatan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa.

· Bila sperma berwarna hijau, ada kotoran yang terdorong

· Bila sperma berwarna merah, segar, venis teriritasi

· Bila sperma berwarna cokelat, venis ada yang luka

· Bila sperma berwarna krem susu bening, maka itulah sperma yang bagus

 Penentuan konsentrasi semen segar

 Proses pengenceran sperma

 Proses filing dan sealing, memasukan sperma ke dalam ministrow isi I strow 0,25 CC

 Proses pembekuan

 After throwing dan water intubator test


Teknik koleksi semen dikenal ada 4 cara, yaitu :

 menggunakan tampon;

 menggunakan teknik pengurutan (massage);

 elektroejakulator (electro ejaculator); dan

 menggunakan vagina tiruan (artificial vagina).

Koleksi semen menggunakan tampon sudah lama ditinggalkan, karena teknik tersebut hasilnya

tidak memuaskan. Teknik koleksi dengan tampon merupakan cikal bakal (sejarah) ditemukannya

teknik koleksi semen yang pertama, dan sebagai inspirasi bagi para ahli untuk mengembangkan

teknik koleksi semen yang lebih modern.

Koleksi semen menggunakan teknik pengurutan metodenya hampir sama dengan teknik elektro

ejakulator, hanya menggunakan tangan. Semen yang diperoleh dari hasil koleksi kurang bersih,

sering terkontaminasi kotoran karena semen menetes melalui preputium.

Koleksi semen menggunakan elektroejakulator biasanya dilakukan pada pejantan unggul yang

tidak dapat menungangi betina saat akan dikoleksi semennya, juga untuk hewan langka. Semen

yang diperoleh dari hasil koleksi menggunakan elektroejakulator volumenya relatif banyak,

namun selalu terkontaminasi dengan berbagai reruntuhan sel bahkan darah.

Koleksi semen menggunakan vagina tiruan merupakan teknik yang paling sempurna, karena

semen yang dihasilkan ditinjau dari segi kualitas dan kuantitas sangat memuaskan. Mengacu

pada hasil yang memuaskan tersebut, maka saat ini koleksi semen untuk berbagai jenis ternak

menggunakan vagina buatan.


Pemeriksaan Semen Secara Makroskopik

Evaluasi semen merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan untuk mengetahui kualitas

semen, baik dilakukan secara makroskopik (evaluasi awal) yaitu sesaat setelah semen dikoleksi,

maupun evaluasi secara mikroskopik (evaluasi lanjut).

Evaluasi semen secara makroskopik yang dilakukan adalah :

1) volume semen

2) warna semen

3) ph (derajat keasaman) semen

4) bau semen

5) kekentalan semen (viskositas).

Untuk mengevaluasi semen sapi secara makroskopik tidak diperlukan peralatan khusus atau

tambahan, karena evaluasi ini hanya menggunakan kemampuan mata dan penggunaan indra

lainnya.
1) Volume Semen

Alat yang digunakan : tabung berskala

Tenik pelaksanaan evaluasi secara makroskopik untuk volume semen adalah sebagai berikut

a) ambil tabung berskala yang berisi semen;

b) letakkan tabung pada tempat khusus dengan posisi tegak lurus;

c) arahkan angka (skala) tabung pada arah sinar dengan jarak sekitar 30 cm;

d) amati permukaan semen dan lihat angka yang sesuai dengan permukaan tersebut; dan

e) banyaknya volume semen terbaca.

Banyaknya volume semen berbeda menurut umur, bangsa, ukuran badan, kualitas pakan yang

dikonsumsi, dan frekuensi koleksi semen.

Pengamatan volume semen dan warna semen


2) Warna Semen

Alat yang digunakan untuk mengamati warna semen sama dengan untuk evaluasi volume semen.

Teknik pelaksanaan evaluasi warna semen adalah sebagai berikut :

a) tekniknya sama dengan untuk evaluasi volume semen, hanya fokus pengamatannya adalah

pada warna semen;

b) warna semen sapi normal umumnya krem keputih-putihan (Gambar 34);

c) jika warna semen hijau kekuning-kuningan berarti mengandung pseudomonas auroginosa,

yaitu bakteri yang menyebabkan radang kronis pada saluran reproduksi;

d) jika semen berwarna kemerah-merahan berarti terkontaminasi dengan darah; dan

e) jika semen berwarna kecoklat-coklatan berarti mengandung darah yang telah membusuk.

3) Derajat Keasaman semen (pH semen)

Akibat metabolisme spermatozoa dalam keadaan anaerobik, maka timbunan asam laktat

sebanding dengan kenaikan pH, dan pH berpengaruh terhadap daya tahan hidup spermatozoa. pH

normal semen sapi adalah sekitar 6,8.

pH meterelektrik
Teknik pelaksanaan evaluasi pH semen adalah sebagai berikut :

a) ambil pH meter elektrik;

b) celupkan ujung pH meter tersebut ke dalam semen;

c) baca angka digital yang tertera pada layar monitor, angka tersebut akan muncul secara

otomatis;

d) jika menggunakan pH meter kertas, maka setelah ujung kertas dicelupkan ke dalam semen

akan terjadi perubahan warna;

e) warna yang berubah tersebut disesuaikan dengan indikator warna yang sudah menunjukkan

angka pH dari zat yang diukur;

f) jika semennya normal, maka angka yang diperoleh sama atau mendekati 6,8;

g) jika pH semen terlalu rendah atau terlalu tinggi berarti semennya tidak normal.

4) Kekentalan semen (viskositas)

Evaluasi kekentalan semen dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :

a) menggoyang-goyangkan semen dalam tabung

b) pengukuran menggunakan benang.

Evaluasi ini juga sekaligus dapat menduga konsentrasi spermatozoa yang dikandung semen. Alat

yang digunakan untuk evaluasi viskositas semen adalah seutas benang, mistar atau garisan, dan

contoh semen.
Teknik pelaksanaan evaluasi viskositas semen adalah sebagai berikut :

(1) jika evaluasi tanpa menggunakan alat, maka tabung semen digoyang-goyangkan perlahan-

lahan, dan semen yang ada di dinding tabung akan turun ke dasar tabung;

(2) semakin lama proses penurunan semen ke arah dasar tabung menunjukkan semennya kental,

dan sebaliknya

(3) semakin kental semen yang dievaluasi berarti semakin baik kualitas semen tersebut.

Jika evaluasi menggunakan alat, maka caranya adalah :

(1) ambil seutas benang steril lalu dimasukkan ke dalam semen;

(2) angkat benang ke atas perlahan-lahan sembari diletakkan penggaris di samping tabung;

(3) amati angka pada garisan tepat tempat semen terputus dari benang saat diangkat;

(4) semakin besar angka yang diperoleh, maka semakin kental semen tersebut, dan berarti

kualitas semennya semakin baik.

Pengukuran Kekentalan Semen ( Viskositas )


EVALUASI KUALITAS SPERMA

Evaluasi Semen
Evaluasi atau pemeriksaan semen merupakan suatu tindakan yang perlu dilakukan untuk melihat

kuantitas (jumlah) dan kualitas semen. Pemeriksaan semen dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

pemeriksaan secara makroskopik dan pemerik-saan mikroskopik. Pemeriksaan makroskopik

yaitu pemeriksaan semen secara garis besar tanpa memerlukan alat bantu yang rumit, sedangkan

pemeriksaan mikroskopik bertujuan melihat kondisi semen lebih dalam lagi serta memerlukan

alat bantu yang cukup lengkap.

Evaluasi makroskopik meliputi : volume semen, warna semen, bau semen, kekentalan semen,

dan pH semen. Adapun pemeriksaan mikrokopik meliputi motilitas (gerakan massa sperma,

gerakan individu sperma), konsentrasi sperma dalam tiap mililiter semen, konsentrasi sperma

hidup dalam setiap mililiter semen, persentase spermatozoa hidup, dan persentase abnormalitas

(ketidak-normalan bentuk) sperma.

Pemeriksaan Makroskopik

a. Volume

Amati volume semen melalui skala yang tertera pada dinding tabung penampung. Setiap kali

ejakulasi sapi jantan umumnya menghasilkan 5 – 8 ml, domba 0,8 – 1,2 ml, kambing 0,5 – 1,5

ml, babi 150 – 200 ml, kuda 60 – 100 ml, dan ayam 0,2 – 0,5 ml. Perbedaan volume semen

dipengaruhi oleh : perbedaan individu, umur , bangsa ternak, nutrisi, frekwensi ejakulat, libido

dan kondisi ternak itu sendiri.


b. Warna

Warna semen dapat diamati langsung karena tabung penampung semen terbuat dari gelas atau

plastik tembus pandang. Semen sapi umumnya berwarna putih sedikit krem, semen domba putih

krem krem (lebih tua dari warna semen sapi), semen babi dan kuda menyerupai larutan kanji

(abu-abu encer), sedangkan semen ayam berwarna putih seperti air susu. Warna kemerahan

merupakan tanda bahwa semen terkontaminasi oleh darah segar, sedang apabila warnanya

mendekati coklat dapat merupakan tanda bahwa darah yang mengkontaminasi semen sudah

mengalami dekomposisi. Warna kehijauan merupakan tanda adanaya bakteri pembusuk.

c. Bau

Pegang tabung semen pada posisi tegak lurus. Dekatkan tabung ke bagian muka pemeriksa dan

lewatkan mulut tabung tersebut di bawah lubang hidung. Pada saat tabung melewati lubang

hidung, tarik nafas perlahan sampai bau semen tercium. Semen yang normal, pada umumnya,

memiliki bau amis khas disertai dengan bau dari hewan itu sendiri. Bau busuk bias terjadi

apabila semen mengandung nanah yang disebabkan oleh adanya infeksi organ atau saluran

reproduksi hewan jantan.

d. Kekentalan

Kekentalan atau konsistensi atau viskositas merupakan salah satu sifat semen yang memiliki

kaitan dengan kepadatan/konsentrasi sperma di dalamnya. Semakin kental semen dapat diartikan

bahwa semakin tinggi konsentrasi spermanya.

 Posisikan tabung semen sejajar dengan mata kita dengan jarak kurang lebih 30 cm.

Miringkan tabung tersebut ke arah kiri atau kanan sebesar 45o. Amati gerakan cairan
semen di dalam tabung. Perpindahan cairan yang lambat menandakan bahwa semen

tersebut cukup kental. Sebaliknya, apabila perpindahan cairan berjalan cepat merupakan

petunjuk bahwa semen tersebut encer.

 Ulangi pengamatan dengan mengembalikan posisi tabung ke posisi tegak. Semen ayam,

domba dan sapi umumnya merupakan semen yang sangat kental sampai kental (secara

berurutan), sedangkan kuda dan babi memiliki semen yang encer. Pada umumnya

konsentrasi sejalan dengan perkembangan seksual dan kedewasaan, kualitas makanan

yang diberikan, pengaruh kesehatan reproduksinya dan besar testis. Selain itu juga

dipengaruhi oleh umur pejantan, perbedaan musim dalam tahun, perbedaan tempat

geografis

e. pH (Keasaman)

Keasaman atau pH semen perlu diukur untuk memastikan bahwa cairan semen hasil

penampungan memiliki karakteristik yang normal. Pemeriksaan keasaman semen dapat

dilakukan menggunakan kertas indikator pH (buatan Merck atau Sigma) dengan skala ketelitian

yang cukup sempit, misalnya antara 6 – 8 dengan rentang ketelitian 0,1. Semen pada umumnya

memiliki kisaran pH netral.

Penggunaan pH-meter dapat dilakukan dan memberikan hasil pengukuran yang lebih teliti. Akan

tetapi mengingat ukuran batang detektor (probe) pH-meter yang cukup besar dan volume semen

yang relatif kecil, terutama pada semen ayam dan domba, maka akan menyebabkan banyak

semen yang terbuang karena menempel pada batang detektor pH-meter. Penggunaan pH meter

akan efektif untuk mengukur pH semen kuda atau babi.


 Siapkan satu lembar kertas indikator pH. Pegang pangkalnya dan jangan sekali-sekali

menyentuh bagian ujung yang mengandung bahan indikator.

 Hisap sedikit semen menggunakan pipet hisap. Lalu teteskan semen tersebut pada ujung

kertas indikator pH.

 Amati perubahan warna pada kertas indikator pH kemudian cocokkan dengan skala yang

tertera pada kemasan kertas indikator.

Catatan : Jangan melakukan pemeriksaan pH dengan jalan mencelupkan kertas indikator pada

seluruh contoh semen dalam tabung karena bahan kimia pada ujung kertas indikator dapat

meracuni sperma di dalamnya. Semen sapi normal memiliki pH 6,4 – 7,8; domba 5,9 – 7,3; babi

7,3 – 7,8; kuda 7,2 – 7,8; dan ayam 7,2 – 7,6 (Garner dan Hafez, 2000).

Perbedaan nilai pH kemungkinan disebabkan oleh perbedaan ras, perbedaan complex buffer

system yang terdapat pada plasma semen

Pemeriksaan Mikroskopik

1. Motilitas
Pemeriksaan motilitas merupakan cara pemeriksaan visual dengan bantuan mikroskop yang

dinyatakan secara komparatif, sehingga memungkinkan terjadinya kesalahan dan perbedaan

penafsiran setiap dilakukan pemeriksaan. Semen segar yang baru dikoleksi dan belum

diencerkan dilakukan pemeriksaan motilitas massa dan individu. Gerakan massa sperma

merupakan petunjuk derajat keaktifan bergerak sperma (sebagai indikator tingkat atau persentase

sperma hidup dan aktif) dalam semen.


 Siapkan satu buah gelas objek yang besih. Hangatkan sampai mencapai suhu 37o C.

Lebih baik lagi apabila mikroskop yang kita gunakan memiliki meja objek yang

dilengkapi dengan pemanas yang suhunya dapat diatur.

 Teteskan satu tetes (kira-kira sebesar biji kacang hijau) semen ke permukaan gelas objek.

Tempatkan gelas objek tersebut pada meja objek mikroskop.

 Amati di bawah mikroskop dengan pembesaran lensa 10 x 10. Semen yang bagus, pada

pengamatan di bawah mikroskop, akan memberikan tampilan kumpulan sperma bergerak

bergerombol dalam jumlah besar sehingga membentuk gelombang atau awan yang

bergerak. Hasil pengamatan ini akan memberikan gambaran kualitas semen dalam 6

(enam) kategori (Evans dan Maxwell, 1987) seperti yang disajikan pada table di bawah

ini.
Sistem penilaian gerakan massa sperma menggunakan skore

Score Kelas Keterangan

Padat, gelombang yang terbentuk besarbesar dan bergerak


5 Sangat bagus sangat cepat. Tidak tampak sperma se-cara individual.
Contoh semen tersebut mengandung 90 % atau lebih sperma
aktif.
Gelombang yang terbentuk hampir sama dengan semen yang
4 Bagus memiliki skor 5 tetapi gerakannya sedikit lebih lambat.
Contoh semen tersebut mengandung 70 – 85 % sperma yang
aktif.
Gelombang yang terbentuk berukuran kecil-kecil yang
3 Cukup bergerak/ berpindah tempat dengan lambat. Sperma aktif dalam
contoh semen tersebut berkisar antara 45 – 65 %
Tidak ditemukan adanya gelombang tetapi terlihat gerakan
2 Buruk sperma secara individual. Semen tersebut diperkirakan
mengandung 20 – 40 % sperma hidup.
Hanya sedikit (kira-kira 10 %) sel sperma yang memperlihatkan
1 Sangat buruk tanda-tanda hidup yang bergerak sangat lamban.
Seluruh sperma mati, tidak terlihat adanya sel sperma yang
0 Mati bergerak

Ada pula yang menilai gerakan massa dengan menggunakan derajat gerakan. kriterianya adalah

sebagai berikut:

a. +++ : sangat baik; terlihat gelombang-gelombang besar, banyak,gelap, tebal, dan aktif

bagaikan gumpalan awan hitam dekat waktu hujan yang bergerak cepat berpindah-pindah

tempat;

b. ++ : baik; bila terlihat gelombang-gelombang kecil, jarang, tipis,kurang jelas,dan bergerak

lamban;

c. + : sedang, tidak terlihat gelombang melainkan hanya gerakan- gerakan individual aktif

progresif;
d. 0/N : buruk; necrospermia; bila hanya sedikit atau tidak ada gerakan individu.

Nilai +++ dan ++ dapat digunakan untuk proses pembekuan.

Penilaian gerakan individu yang nampak pada pengamatan menggunakan mikroskop adalah :

0 : sperma tidak bergerak

1 : gerakan berputar di tempat; 0 – 30% bergerak progresif

2 : gerakan berayun atau melingkar; 30 – 50% bergerak progresif

3 : 50 – 80% bergerak progresif

4 : 80 – 90% bergerak progresif

5 : 100% bergerak sagat progresif


KESIMPULAN

 Koleksi semen atau penampungan semen adalah suatu upaya yang dilakukan oleh

kolektor untuk mendapatkan semen dari seekor pejantan secara sengaja

 Penampungan semen bertujuan untuk memperoleh semen yang jumlah (volume) nya

banyak dan kualitasnya baik untuk diproses lebih lanjut untuk keperluan inseminasi

buatan

 Penampungan semen menggunakan vagina buatan merupakan metode yang paling efektif

diterapkan pada ternak besar (sapi, kuda, kerbau) ataupun ternak kecil (domba, kambing,

dan babi) yang normal (tidak cacat) dan libidonya bagus

 Untuk mengevaluasi semen sapi secara makroskopik tidak diperlukan peralatan khusus

atau tambahan, karena evaluasi ini hanya menggunakan kemampuan mata dan

penggunaan indra lainnya.


DAFTAR PUSTAKA

 Kartasudjana, R. 2001. Teknik Inseminasi Buatan. Jakarta: Departemen Pendidikan

Nasional.

 Sugoro, I. 2009. Pemanfaatan Inseminasi Buatan (IB) untuk Peningkatan Produktivitas

sapi. Bandung: Sekolah Tinggi dan Ilmu Hayati ITB.

 Hafez, and M. E .Bellin. 2000. Semen Evaluation Reproduction in FarmAnimals. 7hed.

New 'fork, London

 Sufyanhadi.2012.Metode Penampungan Semen.

http://sufyanhadi.wordpress.com/edukatif/metode-penampungan semen

 Evans G and MaxwelI WMC, 1987. Salamon’s Artificial Insemination of Sheep and

Goats. Butterworths. Sydney.

 Foote RH, 1980. Artificial Insemination. In Reproduction in Farm Animal 4thEdition.

Hafez, E.S.E. (Ed.). Lea and Febiger. Philadelpia.

 Hafez, E.S.E. 1993. Artificial insemination. In: HAFEZ, E.S.E. 1993. Reproduction in

Farm Animals. 6 Th Ed. Lea & Febiger, Philadelphia. Hal 424-439.

 Partodiharjo, Soebadi. 1987. Pemulia Biakkan Ternak Sapi. PT Gramedia, Jakarta.

 Salisbury, G.W dan N.L. Vandemark, 1985, Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan

Pada Sapi, diterjemahkan R. Djanuar, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

 Toelihere, M . R. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Gramedia

 Toelihere MR, 1985. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai