NEONATAL
Disusun oleh :
Kelompok 5
UNIVERSITAS BENGKULU
2018
i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah-nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
tentang “KONSEP DAN PENANGANAN KEGAWATDARURATAN
MATERNAL PADA PERSALINAN KALA III “
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan keritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga
makalah tentang “KONSEP DAN PENANGANAN KEGAWATDARURATAN
MATERNAL PADA PERSALINAN KALA III “ ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca
Hormat kami
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
1. Insersi velamentosa ?
2. Ruptur sinus marginalis ?
3. Plasenta sirkumvalata ?
4. Retensio plasenta ?
5. Atonia uteri ?
6. Robekan jalan lahir ?
1
C. Tujuan
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
D. Manfaat
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Insertio Velamentosa
Insertio velamentosa adalah insersi tali pusat pada selaput janin. Insersi
velamentosa sering terjadi pada kehamilan ganda. Pada insersi velamentosa,
tali pusat dihubungkan dengan plasenta oleh selaput janin. Kelainan ini
merupakan kelainan insersi funiculus umbilikalis dan bukan merupakan
kelainan perkembangan plasenta. Karena pembuluh darahnya berinsersi pada
membran, maka pembuluh darahnya berjalan antara funiculus umbilikalis dan
plasenta melewati membran. Bila pembuluh darah tersebut berjalan didaerah
ostium uteri internum, maka disebut vasa previa. Vasa previa ini sangat
berbahaya karena pada waktu ketuban pecah, vasa previa dapat terkoyak dan
menimbulkan perdarahan. Gejalanya ialah perdarahan segera setelah ketuban
pecah dan karena perdarahan ini berasal dari anak maka dengan cepat bunyi
jantung anak menjadi buruk.
insertio velamentosa
3
Vasa praevia adalah komplikasi obstetrik dimana pembuluh darah janin
melintasi atau berada di dekat ostium uteri internum (cervical os). Pembuluh
darah tersebut berada didalam selaput ketuban (tidak terlindung dengan talipusat
atau jaringan plasenta) sehingga akan pecah bila selaput ketuban pecah.
a) Etiologi
Vasa previa terjadi bila pembuluh darah janin melintasi selaput
ketuban yang berada di depan ostium uteri internum. Pembuluh darah
tersebut dapat berasal dari insersio velamentosa dari talipusat atau bagian
dari lobus suksenteriata (lobus aksesorius). Bila pembulu darah tersebut
pecah maka akan terjadi robekan pembuluh darah sehingga terjadi
kematian janin.
b) Patofiologi
Penyebab dari pendarahan vasa previa yakni adaya pembuluh
darah janin melintasi selaput ketuban yang berada di depan ostium uteri
internum. Dimana pembuluh darah tersebut berasal dari insersio
velamentosa. Patofisologi pendarahan vasa previa disini hampir sama
dengan etiologinya karena hampir semua berhubungan.
c) Diagnose
1. Jarang terdiagnosa sebelum persalinan namun dapat diduga bila usg
antenatal dengan Coolor Doppler memperlihatkan adanya pembuluh
darah pada selaput ketuban didepan ostium uteri internum.
2. Tes Apt : uji pelarutan basa hemoglobin. Diteteskan 2 – 3 tetes larutan
basa kedalam 1 mL darah. Eritrosit janin tahan terhadap pecah
sehingga campuran akan tetap berwarna merah. Jika darah tersebut
berasal dari ibu, eritrosit akan segera pecah dan campuran berubah
warna menjadi coklat.
3. Diagnosa dipastikan pasca salin dengan pemeriksaan selaput ketuban
dan plasenta
4
4. Seringkali janin sudah meninggal saat diagnosa ditegakkan mengingat
bahwa sedikit perdarahan yang terjadi sudah berdampak fatal bagi
janin
d) Penatalaksanaan
1) USG : biometri janin, plasenta (letak, derajat maturasi, dan kelainan).
2) Kardiotokografi:kehamilan > 28 minggu.
3) Laboratorium : darah perifer lengkap.
4) Segera di rujuk ke rumah sakit yang memadai yang dapat melakukan
segera seksio sesar.
5
Walaupun demikian, bagian – bagian janin masih mudah diraba. Tekanan
darah tinggi, serta tidak ada gawat janin. Uterus yang agak tegang ini harus
selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang karena perdarahan
yang berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan adanya
solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan pervaginam yang berwarna
kehitam – hitaman.
6
b) Penanganan ruptur sinus marginalis
Bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan
(perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup)
dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan
spontan.
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus gejala solusio plasenta
makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta
bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup,
lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus
oksitosin untuk mempercepat persalinan Perut tegang sedikit, berarti
perdarahannya tidak terlalu banyak, keadaan janin masih baik dan dapat
dilakukan penanganan secara konservatif dengan observasi ketat,
perdarahan berlangsung terus menerus ketegangan makin meningkat,
dengan janin yang masih baik harus segera dilakukan seksio sesaria,
perdarahan yang berhenti dan keadaan baik pada kehamilan prematur
dilakukan rawat inap.
C. Plasenta sirkumvalata
7
baru diketahui setelah persalinan pada waktu persalinan, perdarahan terjadi
tanpa sakit dan menjelang pembukaan lengkap. Karena perdarahan terjadi
pada saat pembukaan mendekati lengkap, maka bahaya untuk ibu maupun
janinnya tidak terlalu besar.
D. Retensio Plasenta
8
habitual retension) oleh karena itu plasenta harus di keluarkan karna dapat
menimbulkan bahaya perdarahan.
a) Faktor etiologi
Adapun faktor penyebab dari retensio plasenta adalah :
1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh dan
melekat lebih dalam .
2. Plasenta sudah terlepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan
akan meyebabkan perdarahan yang banyak atau adanya lingkaran
konstriksi pada bagian bawah rahim yang akan menghalangi
plasenta keluar .
3. Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi
perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi
perdarahan.
Apabila terjadi perdarahan post partum dan plasenta belum lahir, perlu
di usahakan untuk melahirkan plasenta dengan segera . Jikalau
plasenta sudah lahir, perlu dibedakan antara perdarahan akibat atonia
uteri atau perdarahan karena perlukaan jalan lahir. Pada perdarahan
karena atonia uterus membesar dan lembek pada palpasi, sedang pada
perdarahan karena perlukaan jalan lahir uterus berkontraksi dengan
baik.
9
3. Plasenta Inkreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding
uterus.
4. Plasenta Prekreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan serosa dinding uterus hingga ke peritonium .
5. Plasenta Inkarserata : Tertahannya plasenta di dalam kavum
uteri disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
c) Berdasarkan pregnosis
1. Retensio plasenta tanpa perdarahan
Terjadi bila belum ada bagian plasenta yang lepas atau seluruh
plasenta malah sudah lepas dan plasenta terjepit dalam rahim.
2. Retensio plasenta dengan perdarahan
Menunjukkan bahwa sudah ada bagian plasenta yang sudah
lepas, sedangkan bagian lain masih melekat, sehingga kontraksi
uterus tidak sempurna .
10
Implantasi jonjot khorion plsenta yang menembus lapisan otot
hingga mencapai lapisan serosa di uterus, yang menembus serosa
atau peritoneum dinding rahim
5. Plasenta Inkarserata
Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh
kontraksi ostium uteri.
f) Penanganan
1. Bila tidak terjadi perdarahan : perbaiki keadaan umum penderita
bila perlu misal: infus atau transfusi, pemberian antibiotika,
pemberian antipiretika, pemberian ATS. Kemudian dibantu
dengan mengosongkan kandung kemih. Lanjutkan memeriksa
11
apakah telah terjadi pemisahan plasenta dengan cara Klein,
Kustner atau Strassman.
2. Bila terjadi perdarahan: lepaskan plasenta secara manual, jika
plasenta dengan pengeluaran manual tidak lengkap dapat disusul
dengan upaya kuretase.
3. Bila plasenta tidak dapat dilepaskan dari rahim, misal plasenta
increta/percreta, lakukan hysterectomia.
4. Cara untuk melahirkan plasenta:
a. Dicoba mengeluarkan plasenta dengan cara normal :
Tangan kanan penolong meregangkan tali pusat sedang
tangan yang lain mendorong ringan.
b. Pengeluaran plasenta secara manual (dengan narkose)
Melahirkan plasenta dengan cara memasukkan tangan
penolong kedalam cavum uteri, melepaskan plasenta dari
insertio dan mengeluarkanya.
c. Bila ostium uteri sudah demikian sempitnya, sehingga dengan
narkose yang dalam pun tangan tak dapat masuk, maka dapat
dilakukan hysterectomia untuk melahirkan plasentanya.
E. Atonia uteri
Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah
dilakukan rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri. Perdarahan postpartum
dengan penyebab uteri tidak terlalu banyak dijumpai karena penerimaan
gerakan keluarga berencana makin meningkat.
12
serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang
memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila
serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi.
a) Penyebab
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor
predisposisi (penunjang)
1. Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion,
atau paritas tinggi.
2. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
3. Multipara dengan jarak kelahiran pendek
4. Partus lama / partus terlantar
5. Malnutrisi.
6. Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya plasenta
belum terlepas dari dinding uterus.
13
c) Penanganan Atonia Uteri
1. Mintalah Bantuan. Segera mobilisasi tenaga yang ada dan siapkan
fasilitas tindakan gawat darurat.
2. Lakukan pemeriksaan cepat keadaan umum ibu termasuk tanda
vital(TNSP).
3. Jika dicurigai adanya syok segera lakukan tindakan. Jika tanda -tanda
syok tidak terlihat, ingatlah saat melakukan evaluasi lanjut karena
status ibu tersebut dapat memburuk dengan cepat.
4. Jika terjadi syok, segera mulai penanganan syok.oksigenasi dan
pemberian cairan cepat, Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch
perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
5. Pastikan bahwa kontraksi uterus baik
6. lakukan pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan darah. Bekuan
darah yang terperangkap di uterus akan menghalangi kontraksi uterus
yang efektif. berikan 10 unit oksitosin IM
7. Lakukan kateterisasi, dan pantau cairan keluar-masuk.
8. Periksa kelengkapan plasenta Periksa kemungkinan robekan serviks,
vagina, dan perineum.
9. Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
10. Setelah perdarahan teratasi (24 jam setelah perdarahan berhenti),
periksa kadarHemoglobin:
11. Jika Hb kurang dari 7 g/dl atau hematokrit kurang dari 20%( anemia
berat):berilah sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 120 mg
ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan;
12. Jika Hb 7-11 g/dl: beri sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 60
mg dbitambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6
bulan;
14
F. Robekan Perinium
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan
tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya
terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu
cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati
pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia
suboksipito bregmatika
Perinium merupakan kumpulan berbagai jaringan yang membentuk
perinium, Terletak antara vulva dan anus, panjangnya kira-kira 4 cm. Jaringan
yang terutama menopang perinium adalah diafragma pelvis dan urogenital.
Diafragma pelvis terdiri dari muskulus levator ani dan muskulus koksigis di
bagian posterior serta selubung fasia dari otot-otot ini. Muskulus levator ani
membentuk sabuk otot yang lebar bermula dari permukaan posterior ramus
phubis superior, dari permukaan dalam spina ishiaka dan dari fasia
obturatorius.
Serabut otot berinsersi pada tempat-tempat berikut ini: di sekitar vagina
dan rektum, membentuk sfingter yang efisien untuk keduanya, pada persatuan
garis tengah antara vagina dan rektum, pada persatuan garis tengah di bawah
rektum dan pada tulang ekor. Diafragma urogenitalis terletak di sebelah luar
diafragma pelvis, yaitu di daerah segitiga antara tuberositas iskial dan simpisis
phubis. Diafragma urogenital terdiri dari muskulus perinialis transversalis
profunda, muskulus konstriktor uretra dan selubung fasia interna dan eksterna.
Persatuan antara mediana levatorani yang terletak antara anus dan
vagina diperkuat oleh tendon sentralis perinium, tempat bersatu
bulbokavernosus, muskulus perinialis transversalis superfisial dan sfingter ani
eksterna. Jaringan ini yang membentuk korpus perinialis dan merupakan
pendukung utama perinium, sering robek selama persalinan, kecuali dilakukan
episiotomi yang memadai pada saat yang tepat. Infeksi setempat pada luka
episiotomi merupakan infeksi masa puerperium yang paling sering ditemukan
pada genetalia eksterna. Luka perinium adalah perlukaan yang terjadi akibat
persalinan pada bagian perinium dimana muka janin menghadap.
15
Robekan perinium, dibagi atas 4tingkatan :
a) Etiologi
1. Kepala janin terlalu cepat lahir
2. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
3. Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut
4. Pada persalinan dengan distosia bahu
b) Faktor maternal
1. Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak di tolong
2. Pasien tidak mampu berenti mengejan
3. Partus di selesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang
berlebihan
4. Edema dan kerapuhan pada perineum
5. Perluasan perineum
6. Faktor janin
7. Bayi yang besar
8. Posisi kepala bayi yang normal
9. Kelahiran bokong
10. Ekstraksi forsep yang sukar
11. Distosia bahu
c) Penanganan
1. Persiapan alat
16
a. Bak instrumen ber isi : sarung tangan, pinset chirugis, pinset
anatomis,klem,gunting,catget
b. Cairan antiseptik (betadin)
c. Anastesi : lidokain 1%
2. Persiapan pasien
Ibu posisi litotomi, pasang kain bersih di bawah bokong, atur
lampu kearah vulva atau perineum bersihkan dengan cairan antiseptik
3. Persiapan petugas
Lepas perhiasan dan cuci tangan, pakai sarung tangan DTT untuk
memasukkan lidokain 1% kedalam spuit kemudian pakai sarung tangan
lain
4. Perawatan pasca persalinan
Apabila terjadi robekan tingkat IV berikan antibiotik profilaksis
dosis tunggal :
a. Ampicilin 500 mg/oral
b. DHN metronidazol 500 mg/oral
c. Observasi tanda-tanda infeksi
d. Jangan lakukan pemeriksaan rectal atau enema 2 mgg
e. Berikan pelembut keses selama 1 mg/oral
17
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
insersi tali pusat pada selaput janin. Insersi velamentosa sering terjadi
pada kehamilan ganda. Pada insersi velamentosa, tali pusat dihubungkan
dengan plasenta oleh selaput janin. Bila pembuluh darah tersebut berjalan
didaerah ostium uteri internum, maka disebut vasa previa. Vasa previa ini
sangat berbahaya karena pada waktu ketuban pecah, vasa previa dapat terkoyak
dan menimbulkan perdaraha. Terlepasnya sebagian kecil plasenta dari tempat
implantasinya di dalam uterus sebelum bayi dilahirkan. Berdasarkan tanda
dan gejalanyaRuptur Sinus Marginalis ini merupakan salah satu klasifikasi dari
solusio plasenta. Plasenta yang pada permukaan fetalis dekat pinggir terdapat
cincin putih. Cincin ini menandakan pinggir plasenta, sedangkan jaringan di
sebelah luarnya terdiri dari villi yang tumbuh ke samping di bawah desidua.
Sebagai akibatnya pinggir plasenta mudah terlepas dari dinding uterus dan
perdarahan ini menyebabkan perdarahan antepartum.
B. SARAN
Kami menyadari bahwa makalah kami ini masih jauh dari kata
sempurna,kami mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan makalah ini.
Penulis berharap mudah-mudahan dengan tersusunnya makalah ini dapat
manjadi sumber pemikiran yang berharga bagi mahasiswa/i untuk tambahan
referensi pengetahuan
18
DAFTAR PUSTAKA
EGC: Jakarta.
Sulistyawati, Ari. 2010. Asuhan kebidanan pada ibu bersalin. Jakarta. Salemba
medika
Rohani, Dkk. 2012. Asuhan kebidanan pada masa persalinan. Jakarta. Salemba
medika.
19