Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL

NEONATAL

KONSEP DAN PENANGANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL


PADA PERSALINAN KALA III

Dosen pengampuh : Kurnia Dewiani,S.ST.,M.Keb

Disusun oleh :

Kelompok 5

KENZA ARDET BERNATA F0G017031

REZI DUWI FITRI FOGO17018

VRISKI GITA RAMADHAN F0G017018

VEVI PERMATA VITRI F0G017013

AROMA MUTIARA F0G017032

LIZA ROMINA F0G017030

GINA VERONICA.S. F0G017034

PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BENGKULU

2018

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah-nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
tentang “KONSEP DAN PENANGANAN KEGAWATDARURATAN
MATERNAL PADA PERSALINAN KALA III “

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan keritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga
makalah tentang “KONSEP DAN PENANGANAN KEGAWATDARURATAN
MATERNAL PADA PERSALINAN KALA III “ ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca

Hormat kami

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. II

DAFTAR ISI ............................................................................................. III

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Latar belakang .............................................................................. 1


B. Rumusan masalah ........................................................................... 1
C. Tujuan ......................................................................................... ... 2
D. Manfaat ......................................................................... ................. 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................... 3

A. Insersi velamentosa ........................................................... 3


B. Ruptur sinus marginalis....................................................... 5
C. Plasenta sirkumvalata ......................................................... 7
D. Retensio plasenta ............................................................... 8
E. Atonia uteri ..................................................................... 12
F. Robekan jalan lahir ............................................................ 15

BAB III PENUTUP ......................................................................... ......... 18

A. Kesimpulan ....................................................................... ............ 18


B. Saran ................................................................................................ 18
C. Daftar pustaka ....................................................................... ......... 19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai sesuatu kelainan


yang berbahaya pendarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau
abortus sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan anterpartum.
Pendarahan anterpartum biasanya dibatasi pada perdarahan jalan lahir setelah
persalinan 28 minggu. Perdarahan setelah kehamilan 28 minggu, biasanya lebih
banyak dan lebih berbahaya dari pada sebelum kehamilan 28 minggu, oleh
karena itu memerlukan penanganan yang berbeda. Perdarahan anterpartum yang
berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta umumnya kelainan
servik, biasanya tidak seberapa baerbahayanya. Pada perdarahan anterpartum
pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan
plasenta.

B. Rumusan masalah

1. Insersi velamentosa ?
2. Ruptur sinus marginalis ?
3. Plasenta sirkumvalata ?
4. Retensio plasenta ?
5. Atonia uteri ?
6. Robekan jalan lahir ?

1
C. Tujuan

1. Tujuan umum

Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu


menjelaskan konsep dan penanganan kegawatdaruratan maternal pada
persalinan kala III

2. Tujuan khusus

Agar mahasiswa mengetahui menjelaskan konsep dan penanganan


kegawatdaruratan maternal pada persalinan kala III

D. Manfaat

Agar mahasiswa mengetahui apa saja menjelaskan konsep dan


penanganan kegawatdaruratan maternal pada persalinan kala II

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Insertio Velamentosa

Insertio velamentosa adalah insersi tali pusat pada selaput janin. Insersi
velamentosa sering terjadi pada kehamilan ganda. Pada insersi velamentosa,
tali pusat dihubungkan dengan plasenta oleh selaput janin. Kelainan ini
merupakan kelainan insersi funiculus umbilikalis dan bukan merupakan
kelainan perkembangan plasenta. Karena pembuluh darahnya berinsersi pada
membran, maka pembuluh darahnya berjalan antara funiculus umbilikalis dan
plasenta melewati membran. Bila pembuluh darah tersebut berjalan didaerah
ostium uteri internum, maka disebut vasa previa. Vasa previa ini sangat
berbahaya karena pada waktu ketuban pecah, vasa previa dapat terkoyak dan
menimbulkan perdarahan. Gejalanya ialah perdarahan segera setelah ketuban
pecah dan karena perdarahan ini berasal dari anak maka dengan cepat bunyi
jantung anak menjadi buruk.

insertio velamentosa

3
Vasa praevia adalah komplikasi obstetrik dimana pembuluh darah janin
melintasi atau berada di dekat ostium uteri internum (cervical os). Pembuluh
darah tersebut berada didalam selaput ketuban (tidak terlindung dengan talipusat
atau jaringan plasenta) sehingga akan pecah bila selaput ketuban pecah.

a) Etiologi
Vasa previa terjadi bila pembuluh darah janin melintasi selaput
ketuban yang berada di depan ostium uteri internum. Pembuluh darah
tersebut dapat berasal dari insersio velamentosa dari talipusat atau bagian
dari lobus suksenteriata (lobus aksesorius). Bila pembulu darah tersebut
pecah maka akan terjadi robekan pembuluh darah sehingga terjadi
kematian janin.

b) Patofiologi
Penyebab dari pendarahan vasa previa yakni adaya pembuluh
darah janin melintasi selaput ketuban yang berada di depan ostium uteri
internum. Dimana pembuluh darah tersebut berasal dari insersio
velamentosa. Patofisologi pendarahan vasa previa disini hampir sama
dengan etiologinya karena hampir semua berhubungan.

c) Diagnose
1. Jarang terdiagnosa sebelum persalinan namun dapat diduga bila usg
antenatal dengan Coolor Doppler memperlihatkan adanya pembuluh
darah pada selaput ketuban didepan ostium uteri internum.
2. Tes Apt : uji pelarutan basa hemoglobin. Diteteskan 2 – 3 tetes larutan
basa kedalam 1 mL darah. Eritrosit janin tahan terhadap pecah
sehingga campuran akan tetap berwarna merah. Jika darah tersebut
berasal dari ibu, eritrosit akan segera pecah dan campuran berubah
warna menjadi coklat.
3. Diagnosa dipastikan pasca salin dengan pemeriksaan selaput ketuban
dan plasenta

4
4. Seringkali janin sudah meninggal saat diagnosa ditegakkan mengingat
bahwa sedikit perdarahan yang terjadi sudah berdampak fatal bagi
janin

d) Penatalaksanaan
1) USG : biometri janin, plasenta (letak, derajat maturasi, dan kelainan).
2) Kardiotokografi:kehamilan > 28 minggu.
3) Laboratorium : darah perifer lengkap.
4) Segera di rujuk ke rumah sakit yang memadai yang dapat melakukan
segera seksio sesar.

B. Ruptur sinus marginalis

Ruptur sinus marginalis adalah terlepasnya sebagian kecil plasenta


dari tempat implantasinya di dalam uterus sebelum bayi dilahirkan.
Berdasarkan tanda dan gejalanyaRuptur Sinus Marginalis ini merupakan salah
satu klasifikasi dari solusio plasenta yaitu solusio plasenta kelas 1- ringan.

Solusio plasenta ringan ini disebut juga rupture sinus marginalis,


Ruptur Tanda dan gejalanya belum pasti diketahui secara pasti, perdarahan
pada inversi velamentosa ini terlihat jika telah terjadi vasa previa yaitu
perdarahan segera setelah ketuban pecah dan karena perdarahan ini berasal
dari anak dengan cepat bunyi jantung anak menjadi buruk bisa juga
menyebabkan bayi tersebut meninggal.

Ruptur Sinus Marginalis merupakan bagian dari solutio placenta


ringan yang jarang didiagnosis, mungkin karena penderita selalu terlambat
datang ke rumah sakit,atau tanda-tanda dan gejalanya terlampau ringan
sehingga tidak menarik perhatian penderita maupun dokternya. Apabila terjadi
perdarahan pervaginam, warananya akan kehitam- hitaman dan sedikit sakit.
Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus.

5
Walaupun demikian, bagian – bagian janin masih mudah diraba. Tekanan
darah tinggi, serta tidak ada gawat janin. Uterus yang agak tegang ini harus
selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang karena perdarahan
yang berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan adanya
solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan pervaginam yang berwarna
kehitam – hitaman.

Ruptura sinus marginalis, bila hanya sebagian kecil pinggir plasenta


yang terlepas. Solusio plasenta ringan atau rupture sinus marginalis adalah
terlepasnya plasenta kurang dari ¼ luasnya, tidak memberikan gejala klinik
dan ditemukan setelah persalinan, keadaan umum ibu dan janin
tidakmengalami gangguan, persalinan berjalan dengan lancar pervaginam.
Pecahnya sinus marginalis merupakan perdarahan yang sebagian besar baru
diketahui setelah persalinan. Pada waktu persalinan, perdarahan terjadi tanpa
sakit dan menjelang pembukaan lengkap perlu dipikirkan kemungkinan
perdarahan karena sinus marginalis yang pecah. Karena pembukaan mendekati
lengkap, maka bahaya untuk ibu maupun janinnya tidak terlalu besar.

a) Tanda dan Gejala


Tanda atau gejala dari Solusio plasenta Kelas 1 – ringan (Ruptura sinus
marginalis) adalah :

1. Tidak ada atau sedikit perdarahan dari vagina yang warnanya


kehitam-hitaman, kalau ada perdarahan jumlahnya antara 100-200 cc.
2. Rahim yang sedikit nyeri atau terus menerus agak tegang
3. Tekanan darah dan frekuensi nadi ibu yang normal
4. Tidak ada koagulopati
5. Tidak ada gawat janin
6. Pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan
7. Kadar fibrinogen plasma lebih 150 mg%.

6
b) Penanganan ruptur sinus marginalis
Bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan
(perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup)
dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan
spontan.
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus gejala solusio plasenta
makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta
bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup,
lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus
oksitosin untuk mempercepat persalinan Perut tegang sedikit, berarti
perdarahannya tidak terlalu banyak, keadaan janin masih baik dan dapat
dilakukan penanganan secara konservatif dengan observasi ketat,
perdarahan berlangsung terus menerus ketegangan makin meningkat,
dengan janin yang masih baik harus segera dilakukan seksio sesaria,
perdarahan yang berhenti dan keadaan baik pada kehamilan prematur
dilakukan rawat inap.

C. Plasenta sirkumvalata

Plasenta sirkumvalata adalah plasenta yang pada permukaan fetalis


dekat pinggir terdapat cincin putih. Cincin ini menandakan pinggir plasenta,
sedangkan jaringan di sebelah luarnya terdiri dari villi yang tumbuh ke
samping di bawah desidua. Sebagai akibatnya pinggir plasenta mudah terlepas
dari dinding uterus dan perdarahan ini menyebabkan perdarahan antepartum.

a) Tanda dan Gejala


Pada setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus selalu
dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta, karena
perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada
kelainan plasenta, sedangkan kelainan serviks tidak seberapa berbahaya.
Pecahnya sinus marginalis merupakan perdarahan yang sebagian besar

7
baru diketahui setelah persalinan pada waktu persalinan, perdarahan terjadi
tanpa sakit dan menjelang pembukaan lengkap. Karena perdarahan terjadi
pada saat pembukaan mendekati lengkap, maka bahaya untuk ibu maupun
janinnya tidak terlalu besar.

b) Penanganan Plasenta Sirkumvalata

1. Jika pada kehamilan terjadi perdarahan intermitten dan belum terjadi


abortus ibu disarankan untuk beristirahat total untuk mencegah
terjadinya abortus.
2. Jika sudah terjadi abortus lakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan
yang berwenang dalam hal ini dokter obsgin untuk mencegah
perdarahan yang dapat mengancam jiwa ibu.
3. Jika mengakibatkan solutio plasenta lakukan penanganan seperti
pasien solutio plasenta, jika terjadi perdarahan hebat (nyata atau
tersembunyi) lakukan persalinan segera. Seksio caesarea dilakukan jika
a. janin hidup, gawat janin tetapi persalinan pervaginam tidak dapat
dilaksanakan dengan segera (pembukaan belum lengkap)
b. janin mati tetapi kondisi serviks tidak memungkinkan persalinan
pervaginam dapat berlangsung dalam waktu singkat
c. persiapan, cukup dilakukan penanggulangan awal dan segera
lahirkan bayi karena operasi merupakan satu-satunya cara efektif
untuk menghentikan perdarahan

D. Retensio Plasenta

Retensio Plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu


setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak , artinya
hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan
plasenta manual dengan segera. Terlambatnya kelahiran plasenta selama
setengah jam setelah persalinan bayi, dapat terjadi retensio plasenta berulang (

8
habitual retension) oleh karena itu plasenta harus di keluarkan karna dapat
menimbulkan bahaya perdarahan.

a) Faktor etiologi
Adapun faktor penyebab dari retensio plasenta adalah :
1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh dan
melekat lebih dalam .
2. Plasenta sudah terlepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan
akan meyebabkan perdarahan yang banyak atau adanya lingkaran
konstriksi pada bagian bawah rahim yang akan menghalangi
plasenta keluar .
3. Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi
perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi
perdarahan.

Apabila terjadi perdarahan post partum dan plasenta belum lahir, perlu
di usahakan untuk melahirkan plasenta dengan segera . Jikalau
plasenta sudah lahir, perlu dibedakan antara perdarahan akibat atonia
uteri atau perdarahan karena perlukaan jalan lahir. Pada perdarahan
karena atonia uterus membesar dan lembek pada palpasi, sedang pada
perdarahan karena perlukaan jalan lahir uterus berkontraksi dengan
baik.

b) Jenis retensio plasenta


1. Plasenta Adhesive : Implantasi yang kuat dari jonjot korion
plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi
fisiologis
2. Plasenta Akreta : Implantasi jonjot korion plasenta hingga
memasuki sebagian lapisan miometrium.

9
3. Plasenta Inkreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding
uterus.
4. Plasenta Prekreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan serosa dinding uterus hingga ke peritonium .
5. Plasenta Inkarserata : Tertahannya plasenta di dalam kavum
uteri disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.

c) Berdasarkan pregnosis
1. Retensio plasenta tanpa perdarahan
Terjadi bila belum ada bagian plasenta yang lepas atau seluruh
plasenta malah sudah lepas dan plasenta terjepit dalam rahim.
2. Retensio plasenta dengan perdarahan
Menunjukkan bahwa sudah ada bagian plasenta yang sudah
lepas, sedangkan bagian lain masih melekat, sehingga kontraksi
uterus tidak sempurna .

d) Klasifikasi retensio plasenta


1. Plasenta Adhesiva
Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta
plasenta dan melekat pada desidua dan melekat pada desidua
endometrium lebih dalam
2. Plasenta Akreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki lapisan
miometrium yang menembus lebih dalam miometrium tetapi
belum menembus serosa.
3. Plasenta Inkreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai atau
memasuki miometrium , dimana vili khorialis tumbuh lebih
dalam dan menembus desidua sampai ke miometrium .
4. Plasenta Perkreta

10
Implantasi jonjot khorion plsenta yang menembus lapisan otot
hingga mencapai lapisan serosa di uterus, yang menembus serosa
atau peritoneum dinding rahim
5. Plasenta Inkarserata
Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh
kontraksi ostium uteri.

e) Faktor penyebab retensio plasenta


1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh dan
melekat lebih dalam.
2. \Plasenta sudah terlepas tetapi belum keluar karena atonia uteri
dan akan meyebabkan perdarahan yang banyak atau adanya
lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim yang akan
menghalangi plasenta keluar
3. Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi
perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi
perdarahan
4. Apabila terjadi perdarahan post partum dan plasenta belum lahir,
perlu di usahakan untuk melahirkan plasenta dengan segera .
Jikalau plasenta sudah lahir, perlu dibedakan antara perdarahan
akibat atonia uteri atau perdarahan karena perlukaan jalan lahir.
Pada perdarahan karena atonia uterus membesar dan lembek pada
palpasi, sedang pada perdarahan karena perlukaan jalan lahir
uterus berkontraksi dengan baik.

f) Penanganan
1. Bila tidak terjadi perdarahan : perbaiki keadaan umum penderita
bila perlu misal: infus atau transfusi, pemberian antibiotika,
pemberian antipiretika, pemberian ATS. Kemudian dibantu
dengan mengosongkan kandung kemih. Lanjutkan memeriksa

11
apakah telah terjadi pemisahan plasenta dengan cara Klein,
Kustner atau Strassman.
2. Bila terjadi perdarahan: lepaskan plasenta secara manual, jika
plasenta dengan pengeluaran manual tidak lengkap dapat disusul
dengan upaya kuretase.
3. Bila plasenta tidak dapat dilepaskan dari rahim, misal plasenta
increta/percreta, lakukan hysterectomia.
4. Cara untuk melahirkan plasenta:
a. Dicoba mengeluarkan plasenta dengan cara normal :
Tangan kanan penolong meregangkan tali pusat sedang
tangan yang lain mendorong ringan.
b. Pengeluaran plasenta secara manual (dengan narkose)
Melahirkan plasenta dengan cara memasukkan tangan
penolong kedalam cavum uteri, melepaskan plasenta dari
insertio dan mengeluarkanya.
c. Bila ostium uteri sudah demikian sempitnya, sehingga dengan
narkose yang dalam pun tangan tak dapat masuk, maka dapat
dilakukan hysterectomia untuk melahirkan plasentanya.

E. Atonia uteri

Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah
dilakukan rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri. Perdarahan postpartum
dengan penyebab uteri tidak terlalu banyak dijumpai karena penerimaan
gerakan keluarga berencana makin meningkat.

Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini


(50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi
postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol
perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme
ini. Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-

12
serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang
memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila
serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi.

a) Penyebab
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor
predisposisi (penunjang)
1. Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion,
atau paritas tinggi.
2. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
3. Multipara dengan jarak kelahiran pendek
4. Partus lama / partus terlantar
5. Malnutrisi.
6. Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya plasenta
belum terlepas dari dinding uterus.

b) Pencegahan atonia uteri.


Atonia uteri dapat dicegah dengan Managemen aktif kala III, yaitu
pemberian oksitosin segera setelah bayi lahir (Oksitosin injeksi 10U IM,
atau 5U IM dan 5 U Intravenous atau 10-20 U perliter Intravenous drips
100-150 cc/jam.
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko
perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi
kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat
mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan
transfusi darah.Oksitosin mempunyai onset yang cepat, dan tidak
menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti preparat
ergometrin. Masa paruh oksitosin lebih cepat dari Ergometrin yaitu 5-15
menit. Prostaglandin (Misoprostol) akhir-akhir ini digunakan sebagai
pencegahan perdarahan postpartum.

13
c) Penanganan Atonia Uteri
1. Mintalah Bantuan. Segera mobilisasi tenaga yang ada dan siapkan
fasilitas tindakan gawat darurat.
2. Lakukan pemeriksaan cepat keadaan umum ibu termasuk tanda
vital(TNSP).
3. Jika dicurigai adanya syok segera lakukan tindakan. Jika tanda -tanda
syok tidak terlihat, ingatlah saat melakukan evaluasi lanjut karena
status ibu tersebut dapat memburuk dengan cepat.
4. Jika terjadi syok, segera mulai penanganan syok.oksigenasi dan
pemberian cairan cepat, Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch
perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
5. Pastikan bahwa kontraksi uterus baik
6. lakukan pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan darah. Bekuan
darah yang terperangkap di uterus akan menghalangi kontraksi uterus
yang efektif. berikan 10 unit oksitosin IM
7. Lakukan kateterisasi, dan pantau cairan keluar-masuk.
8. Periksa kelengkapan plasenta Periksa kemungkinan robekan serviks,
vagina, dan perineum.
9. Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
10. Setelah perdarahan teratasi (24 jam setelah perdarahan berhenti),
periksa kadarHemoglobin:
11. Jika Hb kurang dari 7 g/dl atau hematokrit kurang dari 20%( anemia
berat):berilah sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 120 mg
ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan;
12. Jika Hb 7-11 g/dl: beri sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 60
mg dbitambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6
bulan;

14
F. Robekan Perinium
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan
tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya
terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu
cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati
pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia
suboksipito bregmatika
Perinium merupakan kumpulan berbagai jaringan yang membentuk
perinium, Terletak antara vulva dan anus, panjangnya kira-kira 4 cm. Jaringan
yang terutama menopang perinium adalah diafragma pelvis dan urogenital.
Diafragma pelvis terdiri dari muskulus levator ani dan muskulus koksigis di
bagian posterior serta selubung fasia dari otot-otot ini. Muskulus levator ani
membentuk sabuk otot yang lebar bermula dari permukaan posterior ramus
phubis superior, dari permukaan dalam spina ishiaka dan dari fasia
obturatorius.
Serabut otot berinsersi pada tempat-tempat berikut ini: di sekitar vagina
dan rektum, membentuk sfingter yang efisien untuk keduanya, pada persatuan
garis tengah antara vagina dan rektum, pada persatuan garis tengah di bawah
rektum dan pada tulang ekor. Diafragma urogenitalis terletak di sebelah luar
diafragma pelvis, yaitu di daerah segitiga antara tuberositas iskial dan simpisis
phubis. Diafragma urogenital terdiri dari muskulus perinialis transversalis
profunda, muskulus konstriktor uretra dan selubung fasia interna dan eksterna.
Persatuan antara mediana levatorani yang terletak antara anus dan
vagina diperkuat oleh tendon sentralis perinium, tempat bersatu
bulbokavernosus, muskulus perinialis transversalis superfisial dan sfingter ani
eksterna. Jaringan ini yang membentuk korpus perinialis dan merupakan
pendukung utama perinium, sering robek selama persalinan, kecuali dilakukan
episiotomi yang memadai pada saat yang tepat. Infeksi setempat pada luka
episiotomi merupakan infeksi masa puerperium yang paling sering ditemukan
pada genetalia eksterna. Luka perinium adalah perlukaan yang terjadi akibat
persalinan pada bagian perinium dimana muka janin menghadap.

15
Robekan perinium, dibagi atas 4tingkatan :

1. Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina dengan atau


tanpa mengenai kulit perinium
2. Tingkat II : Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea
transversalis, tetapi tidak mengenai spingter ani
3. Tingkat III : Robekan mengenai seluruh perinium dan otot spingter ani
4. Tingkat IV : Robekan sampai mukosa rectum

a) Etiologi
1. Kepala janin terlalu cepat lahir
2. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
3. Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut
4. Pada persalinan dengan distosia bahu

b) Faktor maternal
1. Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak di tolong
2. Pasien tidak mampu berenti mengejan
3. Partus di selesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang
berlebihan
4. Edema dan kerapuhan pada perineum
5. Perluasan perineum
6. Faktor janin
7. Bayi yang besar
8. Posisi kepala bayi yang normal
9. Kelahiran bokong
10. Ekstraksi forsep yang sukar
11. Distosia bahu

c) Penanganan
1. Persiapan alat

16
a. Bak instrumen ber isi : sarung tangan, pinset chirugis, pinset
anatomis,klem,gunting,catget
b. Cairan antiseptik (betadin)
c. Anastesi : lidokain 1%
2. Persiapan pasien
Ibu posisi litotomi, pasang kain bersih di bawah bokong, atur
lampu kearah vulva atau perineum bersihkan dengan cairan antiseptik
3. Persiapan petugas
Lepas perhiasan dan cuci tangan, pakai sarung tangan DTT untuk
memasukkan lidokain 1% kedalam spuit kemudian pakai sarung tangan
lain
4. Perawatan pasca persalinan
Apabila terjadi robekan tingkat IV berikan antibiotik profilaksis
dosis tunggal :
a. Ampicilin 500 mg/oral
b. DHN metronidazol 500 mg/oral
c. Observasi tanda-tanda infeksi
d. Jangan lakukan pemeriksaan rectal atau enema 2 mgg
e. Berikan pelembut keses selama 1 mg/oral

17
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

insersi tali pusat pada selaput janin. Insersi velamentosa sering terjadi
pada kehamilan ganda. Pada insersi velamentosa, tali pusat dihubungkan
dengan plasenta oleh selaput janin. Bila pembuluh darah tersebut berjalan
didaerah ostium uteri internum, maka disebut vasa previa. Vasa previa ini
sangat berbahaya karena pada waktu ketuban pecah, vasa previa dapat terkoyak
dan menimbulkan perdaraha. Terlepasnya sebagian kecil plasenta dari tempat
implantasinya di dalam uterus sebelum bayi dilahirkan. Berdasarkan tanda
dan gejalanyaRuptur Sinus Marginalis ini merupakan salah satu klasifikasi dari
solusio plasenta. Plasenta yang pada permukaan fetalis dekat pinggir terdapat
cincin putih. Cincin ini menandakan pinggir plasenta, sedangkan jaringan di
sebelah luarnya terdiri dari villi yang tumbuh ke samping di bawah desidua.
Sebagai akibatnya pinggir plasenta mudah terlepas dari dinding uterus dan
perdarahan ini menyebabkan perdarahan antepartum.

B. SARAN

Kami menyadari bahwa makalah kami ini masih jauh dari kata
sempurna,kami mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan makalah ini.
Penulis berharap mudah-mudahan dengan tersusunnya makalah ini dapat
manjadi sumber pemikiran yang berharga bagi mahasiswa/i untuk tambahan
referensi pengetahuan

18
DAFTAR PUSTAKA

Mochtar, Rustam, 2007. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Penerbit Buku Kedokteran

EGC: Jakarta.

Saifuddin. A, Bari, dkk. 20011. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.

Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sulistyawati, Ari. 2010. Asuhan kebidanan pada ibu bersalin. Jakarta. Salemba

medika

Winkjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Salemba medika

Rohani, Dkk. 2012. Asuhan kebidanan pada masa persalinan. Jakarta. Salemba

medika.

19

Anda mungkin juga menyukai