Anda di halaman 1dari 28

MATA KULIAH ASUHAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL

MAKALAH KONSEP PENANGANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL PADA


PERSALINAN KALA IV

DOSEN PENGAMPUH : KURNIA DEWIANI,S,ST,.M.Keb

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 5


AROMA MUTIARA F0G017031
GINNA VERONICA S F0G017034
LIZA ROMINA F0G017030
KENZA ARBET BERNATA F0G017032
REZI DWI VITRI F0G017018
VEVI VERMATA VITRY F0G017013
VRISKY GITA F0G017016

PRODI DIII KEBIDANAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BENGKULU
TA.2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya. Dalam makalah ini membahas tentang “Konsep Penanganann Kegawatdaruratan
Maternal pada Persalinan Kala II”. Guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan
pada Kefawatdaruratan Maternal dan Neonatal Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi
dan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan
hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh
karena itu kritik yang bersifat membangun sangat di harapkan. Akhir kata semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Bengkulu, 08 April 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Kata pengantar
Daftar isi
BAB 1 Pendahuluan
1. Latar belakang................................................................................................................
2. Rumusan masalah...........................................................................................................
3. Tujuan............................................................................................................................
4. Manfaat .................................................................................................................
BAB II
Pembahasan
1. Post partum............................................................................................................
2. Post partum primer……………………………………………………………................
3. Post partum Sekunder…………………………………………………………………....
4. Manual Plasta……………………………………………………………………...........
5. KBI, KBE, KAA…………………………………………………………………….....
BAB III Penutup
A. Simpulan .................................................................................................................
B. Saran ....................................................................................................................
Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. .Latar Belakang

Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang masif dan berasal dari tempat implantasi
plasenta, robekan pada jalan lahir dan jaringan sekitarnya juga merupakan salah satu penyebab
kematian ibu di samping perdarahan karena hamil ektopik dan abortus (Prawirohardjo, 2012).

Faktor resiko terjadinya perdarahan postpartum yaitu: usia, paritas, janin besar, riwayat
buruk persalinan sebelumnya, anemia berat, kehamilan ganda, hidramnion, partus lama, partus
presipitatus, penanganan yang salah pada kala III, hipertensi dalam kehamilan, kelainan uterus,
infeksi uterus, tindakan operatif dengan anastesi yang terlalu dalam (Lestrina, 2012). Angka
Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator utama derajat kesehatan masyarakat dan ditetapkan
sebagai salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs). AKI Indonesia diperkirakan
tidak akan dapat mencapai target MDG yang ditetapkan yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2015. Pada Oktober yang lalu kita dikejutkan dengan perhitungan AKI menurut
SDKI 2012 yang menunjukan peningkatan (dari 228 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 359
per 100.000 kelahiran hidup). (AbouZahr, 2010; Abouzahr, 2011)

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian post partum ?


2. Post pasrum primer dan penangananya ?
3. Post partum sekumder dan penangananya ?
4. Manual plasenta ?
5. Penangan pada KBI, KBE dan KAA ?

C. Tujuan

Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor determinan yang dapat menyebabkan kejadian
perdarahan postpartum dan mengetahui bagaimana penanganan Mnaual Plasenta, KBI, KBE dan
KAA..

D. Manfaat
Manfaat Klinis

1. Memberi pengetahuan kepada penulis dan pembaca mengenai penyebab dari


perdarahan postpartum.
2. Menjadi bahan informasi bagi tenaga medis dalam memberikan konseling untuk
mencegah berbagai komplikasi dalam persalinan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perdarahan Postpartum

2.1.1 Pengertian Perdarahan

Postpartum Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih


setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir) (Wiknjosastro, 2000).

Fase dalam persalinan dimulai dari kala I yaitu serviks membuka kurang dari 4 cm
sampai penurunan kepala dimulai, kemudian kala II dimana serviks sudah membuka lengkap
sampai 10 cm atau kepala janin sudah tampak, kemudian dilanjutkan dengan kala III persalinan
yang dimulai dengan lahirnya bayi dan berakhir dengan pengeluaran plasenta. Perdarahan
postpartum terjadi setelah kala III persalinan selesai (Saifuddin, 2002).

Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan
sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok, ataupun merupakan perdarahan yang
menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus dan ini juga berbahaya karena akhirnya jumlah
perdarahan menjadi banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam
syok (Mochtar, 1995).

2.1.2 Penyebab Perdarahan

Postpartum Penyebab perdarahan Postpartum antara lain :

1. Atonia uteri 50% - 60%


2. Retensio plasenta 16% - 17% Universitas Sumatera Utara
3. Sisa plasenta 23% - 24%
4. Laserasi jalan lahir 4% - 5%
5. Kelainan darah 0,5% - 0,8% (Mochtar, 1995).

2.1.3 Klasifikasi Perdarahan Postpartum

Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu (Manuaba, 1998) :


1. Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam
24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah
atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri.
Terbanyak dalam 2 jam pertama.
2. Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan pascapersalinan yang terjadi
setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh
infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.

2.1.4 Gejala Klinik Perdarahan

Postpartum Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari
volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala-gejala baru tampak pada kehilangan
darah sebanyak 20%. Gejala klinik berupa perdarahan pervaginam yang terus-menerus setelah
bayi lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita
pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain
(Wiknjosastro, 2005)

2.2 Perdarahan Postpartum Primer

2.2.1 Pengertian Perdarahan Postpartum Primer

Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24
jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri,
retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri (Manuaba, 1998).
Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Penyebab Perdarahan Postpartum Primer

a. Atonia Uteri

Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan


sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan
fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya perdarahan.
Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada bekas
menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas keseluruhan (Faisal, 2008).
Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang
terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan pasca persalinan. Miometrum
lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oeh pembuluh darah. Masing-masing
serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah serabut kira-kira
berbentuk angka delapan. Setelah partus, dengan adanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika
otot berkontraksi akan menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk
berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya pendarahan pasca persalinan (Faisal, 2008).
Atonia uteri dapat terjadi sebagai akibat :

1. Partus lama
2. Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil, seperti pada hamil kembar,
hidramnion atau janin besar
3. Multiparitas
4. Anestesi yang dalam
5. Anestesi lumbal

Universitas Sumatera Utara Selain karena sebab di atas atonia uteri juga dapat timbul
karena salah penanganan kala III persalinan, yaitu memijat uterus dan mendorongnya ke bawah
dalam usaha melahirkan plasenta, dimana sebenarnya plasenta belum terlepas dari dinding uterus
(Wiknjosastro, 2005).

b. Retensio Plasenta

Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir setengah jam setelah janin
lahir. Hal tersebut disebabkan (Wiknjosastro, 2005) :

1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus


2. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.

Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila sebagian
plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk segera
mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus disebabkan :

1. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva)


2. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus desidua
sampai miometrium (plasenta akreta)
3. Plasenta merekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus sampai
di bawah peritoneum (plasenta perkreta).

Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak
adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran
kontriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio
plasenta). Universitas Sumatera Utara

c. Sisa Plasenta

Sewaktu suatu bagian dari plasenta tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi
secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Perdarahan postpartum yang
terjadi segera jarang disebabkan oleh retensi potonganpotongan kecil plasenta. Inspeksi plasenta
segera setelah persalinan bayi harus menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang
hilang, uterus harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan (Faisal, 2008).

d. Robekan Jalan Lahir

Robekan jalan lahir dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca
persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau
vagina (Saifuddin, 2002). Setelah persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan
perineum. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum juga perlu dilakukan setelah
persalinan.

Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi
banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi yaitu sumber dan
jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum,
vagina, serviks, dan robekan uterus (ruptura uteri). Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma
dan robekan jalan lahir dengan perdarahan bersifat arterill atau pecahnya pembuluh darah vena.
Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam dan
pemeriksaan spekulum setelah sumber perdarahan diketahui dengan pasti, perdarahan dihentikan
dengan melakukan ligasi (Manuaba, 1998).
e. Inversio Uteri

Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk ke dalam kavum uteri,
dapat secara mendadak atau terjadi perlahan (Manuaba, 1998).

Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri
sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Peristiwa ini jarang sekali ditemukan, terjadi
tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Sebab inversio uteri yang tersering
adalah kesalahan dalam memimpin kala III, yaitu menekan fundus uteri terlalu kuat dan menarik
tali pusat pada plasenta yang belum terlepas dari insersinya. Menurut perkembangannya inversio
uteri dibagi dalam beberapa tingkat (Wiknjosastro, 2005) :

1. Fundus uteri menonjol ke dalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari ruang tersebut
2. Korpus uteri yang terbalik sudah masuk ke dalam vagina
3. Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak di luar vagina.

Gejala-gejala inversio uteri pada permulaan tidak selalu jelas. Akan tetapi, apabila
kelainan itu sejak awal tumbuh dengan cepat, seringkali timbul rasa nyeri yang keras dan bisa
menyebabkan syok.

2.3 Penanganan Perdarahan Postpartum Primer

2.3.1 Pencegahan Perdarahan Postpartum Primer

Penanganan terbaik perdarahan postpartum adalah pencegahan. Mencegah atau sekurang-


kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi Universitas Sumatera
Utara perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin,
namun sudah dimulai sejak wanita hamil dengan antenatal care yang baik. Pengawasan antenatal
memberikan manfaat dengan ditemukannya berbagai kelainan secara dini, sehingga dapat
diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah dalam pertolongan persalinannya. Kunjungan
pelayanan antenatal bagi ibu hamil paling sedikit 4 kali kunjungan dengan distribusi sekali pada
trimester I, sekali trimester II, dan dua kali pada trimester III.

Anemia dalam kehamilan harus diobati karena perdarahan dalam batas-batas normal
dapat membahayakan penderita yang sudah anemia. Kadar fibrinogen perlu diperiksa pada
perdarahan yang banyak, kematian janin dalam uterus dan solusio plasenta. Apabila sebelumnya
penderita sudah mengalami perdarahan postpartum, persalinan harus berlangsung di rumah sakit.
Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah dan bila
mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infus
dan obat-obatan penguat rahim (uterus tonikum). Setelah ketuban pecah kepala janin mulai
membuka vulva, infus dipasang dan sewaktu bayi lahir diberikan ampul methergin atau
kombinasi 5 satuan sintosinon (sintometrin intravena) (Mochtar, 1995)

2.4 Beberapa Faktor yang Memengaruhi Perdarahan Postpartum Primer

2.4.1 Umur

Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan yang dapat mengakibatkan
kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang
wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi
reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal
sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan akan
lebih besar (Faisal, 2008).

2.4.2 Pendidikan

Menurut Depkes RI (2002), pendidikan yang dijalani seseorang memiliki pengaruh pada
peningkatan kemampuan berfikir, dimana seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan dapat
mengambil keputusan yang lebih rasional, umumnya terbuka untuk menerima perubahan atau hal
baru dibandingkan dengan individu yang berpendidikan lebih rendah. Pendidikan adalah upaya
persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-
tindakan (praktik) untuk memelihara (mengatasi masalah-masalah), dan meningkatkan
kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan
oleh pendidikan Universitas Sumatera Utara kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan
kesadarannya melalui proses pembelajaran (Notoatmodjo, 2003

2.4.3 Paritas
Paritas merupakan faktor risiko yang memengaruhi perdarahan postpartum primer. Pada
paritas yang rendah (paritas 1) dapat menyebabkan ketidaksiapan ibu dalam menghadapi
persalinan sehingga ibu hamil tidak mampu dalam menangani komplikasi yang terjadi selama
kehamilan, persalinan dan nifas. Sedangkan semakin sering wanita mengalami kehamilan dan
melahirkan (paritas lebih dari 3) maka uterus semakin lemah sehingga besar risiko komplikasi
kehamilan (Manuaba, 1998).

2.4.4 Jarak Antar Kelahiran

Jarak antar kelahiran adalah waktu sejak kelahiran sebelumnya sampai terjadinya
kelahiran berikutnya. Jarak antar kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya
komplikasi kehamilan. Menurut Moir dan Meyerscough (1972) yang dikutip Suryani (2008)
menyebutkan jarak antar kelahiran sebagai faktor predisposisi perdarahan postpartum karena
persalinan yang berturut-turut dalam jangka waktu yang singkat akan mengakibatkan kontraksi
uterus menjadi kurang baik

A. PENGERTIAN PERDARAHAN POSTPARTUM SEKUNDER

Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam 24 jam setelah anak lahir
(Rustam Mochtar, 2012).

Hemoragi Postpartum (PPH) adalah kehilangan darah sebanyak 500 ml atau lebih dari traktus
genitalia setelah melahirkan (Modul Kebidanan Nifas : Hemoragi Postpartum, 2012).
Perdarahan post partum adalah Perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir
(Wiknjosastro,2008).
Perdarahan pasca persalinan adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir yang
terjadi selama atau setelah persalinan kala III (Yetti, 2010).

Perdarahan pasca persalinan ialah perdarahan lebih dari 500 ml yang terjadi setelah lahirnya bayi
(Achadiyat, 2004).

B. TANDA DAN GEJALA PERDARAHAN POSTPARTUM SEKUNDER

Tanda dan gejala terjadinya Pendarahan Post Partum Skunder antara lain sebagai berikut :

1. Pendarahan terjadi secara terus menerus setelah seharusnya lokhia rubra berhenti.
2. Pendarahan dapat terjadi secara mendadak, seperti pendarahan post partum primer dan
di ikuti gangguan system kardiovaskuler sampai syok.
3. Mudah terjadi infeksi skunder sehingga dapat menimbulkan:
a. Lokhia yang terjadi berbau dan keruh
b. Fundus uteri tidak segera mengalami involusi, terjadi subinvolusi uteri.

4. Denyut nadi menjadi cepat dan lemah

5. Tekanan darah menurun

6. Pucat dan dingin

7. Sesak napas

8. Berkeringat

C. DIAGNOSIS PERDARAHAN POSTPARTUM SEKUNDER

Diagnosis Perdarahan Pascapersalinan :

1. Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri


2. Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak.
3. Lakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari: – Sisa plasenta atau selaput ketuban –
Robekan rahim – Plasenta suksenturiata
4. Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises yang pecah
5. Pemeriksaan Laboratorium periksa darah yaitu Hb, COT (Clot Observation Test), dll

Perdarahan pascapersalinan ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan
hingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat berupa
perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus yang juga bahaya karena kita tidak
menyangka akhirnya perdarahan berjumlah banyak, ibu menjadi lemas dan juga jatuh dalam
presyok dan syok. Karena itu, adalah penting sekali pada setiap ibu yang bersalin dilakukan
pengukuran kadar darah secara rutin, serta pengawasan tekanan darah, nadi, pernafasan ibu, dan
periksa juga kontraksi uterus perdarahan selama 1 jam.

E. PENYEBAB PERDARAHAN POSPARTUM SEKUNDER


1. Sisa Plasenta

Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat menimbulkan
perdarahan postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat (biasanya terjadi dalam 6 – 10
hari pasca persalinan). Pada perdarahan postpartum dini akibat sisa plasenta ditandai dengan
perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada perdarahan
postpartum lambat gejalanya sama dengan subinvolusi rahim, yaitu perdarahan yang berulang
atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat sisa plasenta jarang
menimbulkan syok.

Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila penolong
persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta lahir. Apabila kelahiran plasenta
dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan akan sisa plasenta, maka untuk memastikan
adanya sisa plasenta ditentukan dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat bantu
diagnostik yaitu ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta
lahir dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal dalam
rongga rahim.

a. Tanda & gejala

 Perdarahan yang berkelanjutan yang menyimpang dari patrun pengeluaran lokhia normal
 Dapat terjadi perdarahan yang cukup banyak disertai syok.
 Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap
 Perdarahan segera

b. Diagnosa

 Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan


yang menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus,
pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada
mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk
terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.
 Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras biasanya akan
segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang
merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang
bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang
banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir
harus ditampung dan dicatat.
 Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina
dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri
setelah uri keluar.
 Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap
yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan
dalam.
 Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen
uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus
berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan
pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo.
Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan
adanya sisa-sisa plasenta.

c. Penanganan

 Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Dalam kondisi
tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat dikeluarkan secara manual.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif
tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
 Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat
uterotonika melalui suntikan atau per oral.
 Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.

2. Sub involusio

Sub involusio adalah kemacetan atau kelambatan involusio yang disertai pemanjangan
periode pengeluaran lokhea dan kadang-kadang oleh perdarahan yang banyak.proses ini dapat
diikuti oleh leukhore yang berlangsung lama dan perdarahan uterus yang tidak teratur atau
berlebihan. uterus akan teraba lebih besar dan lebih lunak daripada keadaan normalnya.
Gejala :Nyeri tekan perut bawah dan pada uterus, kadang di persulit dengan anemia dan demam.

3. Hematoma nifas

Darah dapat mengalir ke dalam jaringan ikat di bawah kulit yang menutupi genitalia
eksterna atau di bawah mukosa vagina hingga terbentuk hematoma vulva dan vagina keadaan
tersebut biasanya terjadi setelah cidera pada pembuluh darah tanpa adanya laserasi jaringan
supervisial , dan dapat dijumpai baik pada persalinan spontan maupun denga operasi.kadang-
kadang baru terjadi kemudian,dan keadaan ini mungkin disebabkan oleh kebocoran pembuluh
darah yang mengalami nekrosis akibat tekanan yang lama. Yang lebih jarang terjadi, pembuluh
darah yang ruptur terletak diatas vasia pelvik dan keadaan tersebut hematoma akan terbentuk
diatasnya.
Kadang-kadang oleh perdarahan yang banyak.proses ini dapat diikuti oleh leukhore yang
berlangsung lama dan perdarahan uterus yang tidak teratur atau berlebihan. uterus akan teraba
lebih besar dan lebih lunak daripada keadaan normalnya. selama periode tertentu puerperium,
sebagian besar kasus sub involusi terjadi akibat etiologi setempat ( yang sudah diketahui ) yaitu
retensi fragmen plasenta dan infeksi pelvic.dan lebih lunak daripada keadaan normalnya. selama
periode tertentu puerperium, sebagian besar kasus sub involusi terjadi akibat etiologi setempat (
yang sudah diketahui ) yaitu retensi fragmen plasenta dan infeksi pelvic.pembuluh darah yang
ruptur terletak diatas vasia pelvik dan keadaan tersebut hematoma akan ter bentuk
diatasnya.kadand-kadang oleh perdarahan yang banyak.proses ini dapat diikuti oleh leukhore.

4. Hematoma vulva

Khususnya yang terbentuk dengan cepat dapat menyebabkan rasa nyeri mencekam yang
sering menjadi keluhan utama. Hematoma dengan ukuran sedang dapat diserap spontan.jaringan
yang melapisi gumpalan hematoma dapat menghilang karena mengalami nekrosis akibat
penekanan sehingga terjadi perdarahan yamg banyak proses ini dapat diikuti oleh leukhore yang
berlangsung lama dan perdarahan uterus yang tidak teratur atau berlebihan. uterus akan teraba
lebih besar dan lebih lunak daripada keadaan normalnya keadaan ini mungkin disebabkan oleh
kebocoran pembuluh darah yang mengalami nekrosis akibat tekanan yang lama. Yang lebih
jarang terjadi, pembuluh darah yang ruptur terletak diatas vasia pelvik dan keadaan tersebut
hematoma akan ter bentuk diatasnya. Hematoma vulva mudah didiagnosis dengan adanya rasa
nyeri perineum yang hebat dan tumbuh inferksi yang menyeluruh.dengan ukuran yang
bervariasi.jaringan yang melapisi gumpalan hematoma dapat menghilang karena mengalami
nekrosis akibat penekanan sehingga terjadi perdarahan yamg banyak proses ini dapat diikuti oleh
leukhore yang berlangsung lama dan perdarahan uterus yang tidak teratur atau berlebihan. uterus
akan teraba lebih besar dan lebih lunak daripada keadaan normalnya.

F. KOMPLIKASI PERDARAHAN POSPARTUM SEKUNDER

1. Trauma tindakan khususnya kuretase


2. Infeksi berkelanjutan
3. Syok iriversibel

G. PENATALAKSANAAN PERDARAHAN POSTPARTUM SEKUNDER

1. perdarahan karena sisa plasenta

a. Lakukan kuretase untuk menghilangkan sumber perdarahannya.


b. Persiapan
 Pasang infuse & transfusi darah
 Lakukan pemeriksaan laboratorium
 Profilaksis dengan memberikan antibiotik dan antipiretiks

2. perdarahan karena perlukaan jalan lahir. Lakukan evaluasi dan menjahit kembali.

3. perdarahan karena gangguan pembekuan darah

a. Perbaikan factor pembekuan darah


b. Berikan trombosit

H. PENCEGAHAN PENDARAHAN POSTPARTUM SEKUNDER

1. Perawatan masa kehamilan

Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan
terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin
tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik.Menangani
anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat
perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.

2. Persiapan persalinan

Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb,golongan darah, dan
bila memungkinkan sediakan donor darah dan dititipkan di bank darah. Pemasangan cateter
intravena dengan lobang yang besar untuk persiapan apabila diperlukan transfusi. Untuk pasien
dengan anemia berat sebaiknya langsung dilakukan transfusi.
Sangat dianjurkan pada pasien dengan resiko perdarahan postpartum untuk menabung darahnya
sendiri dan digunakan saat persalinan.

3. Persalinan

Setelah bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan circular atau maju mundur
sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan baik. Massae yang berlebihan atau terlalu
keras terhadap uterus sebelum, selama ataupun sesudah lahirnya plasenta bisa mengganggu
kontraksi normal myometrium dan bahkan mempercepat kontraksi akan menyebabkan
kehilangan darah yang berlebihan dan memicu terjadinya perdarahan postpartum.

4. Kala tiga dan Kala empat

a. Uterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depan dilahirkan. Study memperlihatkan
penurunan insiden perdarahan postpartum pada pasien yang mendapat oxytocin setelah
bahu depan dilahirkan, tidak didapatkan peningkatan insiden terjadinya retensio plasenta.
Hanya saja lebih baik berhati-hati pada pasien dengan kecurigaan hamil kembar apabila
tidak ada USG untuk memastikan. Pemberian oxytocin selama kala tiga terbukti
mengurangi volume darah yang hilang dan kejadian perdarahan postpartum sebesar 40%.
b. Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit setelah bayi lahir.
Usaha untuk mempercepat pelepasan tidak ada untungnya justru dapat menyebabkan
kerugian. Pelepasan plasenta akan terjadi ketika uterus mulai mengecil dan mengeras,
tampak aliran darah yang keluar mendadak dari vagina, uterus terlihat menonjol ke
abdomen, dan tali plasenta terlihat bergerak keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta dapat
dikeluarkan dengan cara menarik tali pusat secra hati-hati. Segera sesudah lahir plasenta
diperiksa apakah lengkap atau tidak. Untuk “ manual plasenta “ ada perbedaan pendapat
waktu dilakukannya manual plasenta. Apabila sekarang didapatkan perdarahan adalah
tidak ada alas an untuk menunggu pelepasan plasenta secara spontan dan manual plasenta
harus dilakukan tanpa ditunda lagi. Jika tidak didapatkan perdarahan, banyak yang
menganjurkan dilakukan manual plasenta 30 menit setelah bayi lahir. Apabila dalam
pemeriksaan plasenta kesan tidak lengkap, uterus terus di eksplorasi untuk mencari
bagian-bagian kecil dari sisa plasenta.
c. Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya perlukaan jalan lahir yang dapat
menyebabkan perdarahan dengan penerangan yang cukup. Luka trauma ataupun
episiotomy segera dijahit sesudah didapatkan.

1. Manual Plasenta

A. Pengertian

Plasenta manual adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya pada
dinding uterus dan mengeluarkannya dari cavum uteri secara manual/menggunakan tangan.
Plasenta manual dilakukan setelah dilaksanakan menajemen aktif kala III dimana setelah 30
menit terlalui dan telah diberikan oksitosin 10 unit untuk kedua kalinya plasenta tidak
lahir,dengan catatan ada tanda-tanda perdarahan. Jadi Plasenta manual dilakukan pada saat
terjadi Retensio plasenta. Bia tidak ada tanda-tanda perdarahan plasenta manual tidak boleh
dilakukan karena kemungkinan plasenta menempel pada lapisan miometrium,maka segara
lakukan rujukan.

Manual plasenta merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio


plasenta. Teknik operasi plasenta manual tidaklah sukar, tetapi harus diperkirakan bagaimana
persiapkan agar tindakan tersebut dapat menyelamatkan jiwa penderita.

B. Etiologi

Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada kala tiga
persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase,
retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep
tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus.

- Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu
30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oeh
gangguan kontraksi uterus.

Manual plasenta dilakukan karena indikasi retensio plasenta yang berkaitan dengan :

- Plasenta belum lepas dari dinding uterus dikarenakan:

a) Plasenta adhesive yaitu kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta

b) Plasenta akreta yaitu implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian
lapisan miometrium

c) Plasenta inkreta, yaitu implantasi jonjot korion placenta hingga mencapai/memasuki


miometrium

d) Plasenta perkreta, yaitu implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot
hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.

e) Plasenta inkarserata, yaitu tertahannya plasenta didalam kavum uteri yang disebabkan
oleh konstriksi ostium uteri.

- Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan dan dapat terjadi :

a) perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya Mengganggu kontraksi


otot rahim dan menimbulkan perdarahan.

b) Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan

c) Darah penderita terlalu banyak hilang

d) Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak


terjadi,Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.

C. Fatofisiologi
Manual plasenta dapat segera dilakukan apabila :

a. Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang.


b. Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400 cc
c. Pada pertolongan persalinan dengan narkosa.
d. Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.
e. Manual plasenta dalam keadaan darurat dengan indikasi perdarahan di atas 400 cc dan
teriadi retensio plasenta (setelah menunggu ½ jam). Seandainya masih terdapat
kesempatan penderita retensio plasenta dapat dikirim ke puskesmas atau rumah sakit
sehingga mendapat pertolongan yang adekuat.

Dalam melakukan rujukan penderita dilakukan persiapan dengan memasang infuse dan
memberikan cairan dan dalam persalinan diikuti oleh tenaga yang dapat memberikan
pertolongan darurat.

D. Tanda dan Gejala

a. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai


episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan
polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara
spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
b. Pada pemeriksaan pervagina, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi
secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
c. Perdarahan yang lama > 400 cc setelah bayi lahir.
d. Placenta tidak segera lahir > 30 menit.

E. Penatalaksanaan

Tempat : Ruangan yang tertutup, bersih, aman dan tenTindakan penetrasi kevakum uteri :

1. Berikan obat Deazepam/Ranitidin yang sudah disiapkan dalam spuit kemudian masukkan
melalui cairan infus yang sebelumnya sudah terpasang.

2. Lakukan katerisasi kandung kemih: pastikan kateter masuk dengan benar dan cabut kateter
setelah kandung kemih dikosongkan.
3. Ganti sarung tangan dengan sarung tangan DTT panjang

4. Jepit tali pusat dengan klem/kocher, kemudian tegangkan tali pusat sejajar lantai.

5. Secara Obstetrik masukkan satu tangan (punggung tangan kebawah) ke dalam vagina
dengan menelusuri sisi bawah tali pusat.

6. Setelah tangan mencapai pembukaan serviks, kemudian tangan lain penolong menahan
fundus uteri.

7. Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam ke kavum uteri sehingga mencapai
tempat implantasi plasenta

8. Buka tangan Obstetrik menjadi seperti memberi salam (ibu jari merapat ke pangkal jari
telunjuk).

Melepaskan plasenta dari dinding uterus :

9. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah:

· implantasi di korpus belakang, tangan dalam tetap pada sisi bawah tali pusat. Bila
implantasi di korpus depan, pindahkan tangan dalam ke sisi atas tali pusat dengan punggung
tangan menghadap keatas.

· Implantasi di korpus belakang → lepaskan plasenta dari tempat implantasinya dengan


jalan menyelipkan ujung jari diantara plasenta dan dinding uterus, dengan punggung tangan pada
dinding dalam uterus bagian belakang (menghadap sisi bawah tali pusat).

· Implantasi di korpus depan → lakukan penyisipan ujung jari diantara plasenta dan dinding
uterus dengan punggung tangan pada dinding dalam uterus bagian depan (menghadap sisi atas
tali pusat).

10. kemudian gerakkan tangan kedalam kekiri dan kanan sambil bergeser kekranial sehingga
semua permukaa maternal plasenta dapat dilepaskan.

Pengeluaran Plasenta :
11. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi ulangan untuk
memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding uterus.

12. Pindahkan tangan luar ke supra simfisis untuk menahan uterus pada saat plasenta di
keluarkan.

13. Pegang kocher untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam menarik plasenta keluar
(hindari percikkan darah).

14. Letakkan plasenta ke dalam tempat yang telah di sediakan.

15. Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar) ke dorso kranial setelah plasenta
lahir.

16. Sementara masih menggunakan sarung tangan, kumpulkan semua barang, bahan atau
instrumen bekas pakai dan bersihkan tubuh ibu dan ranjang tindakan.

17. Lakukan dekontaminasi sarung tangan dan semua peralatan yang tercemar darah atau cairan
tubuh lainnya.

18. Lepaskan sarung tangan dan segera cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir,
kemudian keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering.

Perawatan pasca tindakan :

19. Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan tindakan dan instruksi apabila masih
diperlukan.

20. Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan didalam kolom yang tersedia.

21. Buat instruksi pengobatan lanjutan dan hal-hal penting untuk dipantau.

22. Beritahukan pada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai tetapi pasien masih
memerlukan perawatan.

23. Ajarkan ibu dan keluarga tentang asuahan mandiri dan tanda-tanda bahaya yang mungkin
terjadi. Minta keluarga segera melapor pada penolong jika terjadi gangguan kesehatan ibu atau
timbul tanda-tanda bahaya tersebut.
2. Kompresi Bimanual Eksterna (KBE)

Kompresi bimanual eksterna merupakan tindakan yang efektif untuk mengendalikan


perdarahan misalnya akibat atonia uteri. Kompresi bimanual ini diteruskan sampai uterus
dipastikan berkontraksi dan perdarahan dapat dihentikan.ini dapat di uji dengan melepaskan
sesaat tekanan pada uterus dan kemudian mengevaluasi konsistensi uterus dan jumlah
perdarahan.

KBE menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua
beah telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang keluar. Bila perdarahan
berkurang,kompresi diteruskan , pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi. Bila
belum berhasil diakukan kompresi bimanual internal.

3. Kompresi Bimanual Interna (KBI)

Ada kalanya setelah kelahiran plasenta terjadi perdarahan aktif dan uterus tidak
berkontraksi walaupun sudah dilakukan menajemen aktif kala III. Dalam kasus ini uterus tidak
berkontraksi dengan penatalaksanaan menajemen aktif kala III dalam waktu 15 detik setelah
plasenta lahir. Tindakan atau penanganan yang dapat dilakukan adalah melakukan tindakan
kompresi bimanual interna,kompresi bimanual eksterna atau kompresi aorta abdominalis.
Sebelum melakukan tindakan ini harus dipastikan bahwa penyebab perdarahan aadalah atonia
uteri,dan pastikan tidak ada sisa plasenta.

Proses penanganan atonia uteri ini merupakan suatu rangkaian tindakan dalam proses
persalinan. Kompresi Bimanual adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menghentikan
perdarahan secara mekanik. Proses mekanik yang digunakan adalah aplikasi tekanan pada korpus
uteri sebagai upaya pengganti kontraksi miometrium ( yang untuk sementara waktu tidak dapat
berkontraksi). Kontraksi miometrium dibutuhkan untuk menjepit anyaman cabang-cabang
pembuluh darah besar yang berjalan diantaranya.

Kompresi bimanual interna dilakukan saat terjadi perdarahan. Perdarahan postpartum


adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan
karena retensio plasenta.
Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam
setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998). Haemoragic Post
Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya
bayi (Williams, 1998) HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah
kelahiran (Marylin E Dongoes, 2001).

Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:

a. Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir


b. Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir

Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan
post partum :

a. Menghentikan perdarahan.

b. Mencegah timbulnya syok.

c. Mengganti darah yang hilang.Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh
persalinan.

Berdasarkan penyebabnya :

a. Atoni uteri (50-60%)

b. Retensio plasenta (16-17%)

c. Sisa plasenta (23-24%)

d. Laserasi jalan lahir (4-5%)

e. Kelainan darah (0,5-0,8%)

Penatalaksanaan KBI dan KBE:

Persiapan

Tempat : Ruangan tertutup ,aman, tenang dan nyaman


Alat :

Lembar informed consent ( persetujuan ).Alas bokong dan alas penutup perut bawah.Larutan
antiseptik.Analgesik (tramadol 1-2 mg/kgBB).Oksitosin 20 IU (2 ampul).Ergometrin 0,20
mg/ml.Set infus (jarum ukuran 16 atau 18).Cairan infus (ringer Laktat 3 botol).Misoprostol 600-
1000mcg.Oksigen dan regulator 10,1 U/ml.Tensimeter dan stateskop.Lampu sorot.Sarung tangan
DTT/steril (4 pasang).Tabung dan jarum suntik (5 ml dan nomor 23) 2 buahKateter nelaton.
Handuk bersih.Minuman manis untuk rehidrasi

Pasien :

Pasien sudah mengerti dengan tindakan yang akan dilakukan. Ia mengerti bahwa tindakan
dilakukan karenauterusnya tidak berkontraksi dengan baik,Keluarga sudah memahami peran
sertanya untuk tindakan kompresi bimanual eksterna.

Penolong : Siap melakukan kompresi bimanual interna,Kedua tangan sudah memakai sarung
tangan DTT.

Tindakan :

1. Mengosongkan kandung kemih pasien

2. Melakukan pemeriksaan dengan benar sehingga dapat dipastikan bahwa perdarahan ini
disebabkan oleh atonia uteri.

3. LAKUKAN DENGAN SEGERA KOMPRESI BIMANUAL INTERNA (KBI)

a. Penolong berdiri di depan vulva.

b. Membasahi tangan kanan dengan larutan antiseptik.

c. Menyisihkan kedua labia mayora ke arah lateral dengan ibu jari dan jari telunjuk.

d. Memasukkan tangan yang lain secara obstetrik ke dalam introitus vagina (bila perlu
berikan analgesik).

e. Mengubah tangan obstetrik menjadi kepalan dan letakkan dataran punggung jari telunjuk
hingga kelingking pada forniks inferior dan dorong segmen bawah rahim ke kranioanterior.
f. Meletakkan telapak tangan luar pada dinding perut, upayakan untuk mencakup bagian
belakang korpus uterus seluas atau sebanyak mungkin.

g. Melakukan kompresi uterus selama 5 menit dengan cara mendekatkan telapak tangan luar
dengan kepalan tangan dalam forniks anterior.

h. Mempertahankan posisi demikian bila perdarahan berhenti, hingga kontraksi uterus benar-
benar membaik kemudian lanjutkan langkah berikutnya.

Amati apakah uterus berkontraksi, jika :

· YA, maka lanjutkan KBI selama 2 menit, kemudian keluarkan tangan perlahan-lahan lalu
pantau kala IV dengan ketat.

· TIDAK, maka lanjutkan langkah berikutnya.

4. Meminta keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna. Keluarkan perlahan-


lahan tangan kanan dengan mengubah kepalan menjadi tangan obstetrik.

5. Memasukkan kedua tangan ke dalam wadah yang sudah berisi larutan klorin 0,5% lalu
bersihkan sarung tangan.

6. Mengajarkan keluarga cara melakukan KBE (Kompresi Bimanual Eksterna), kemudian


minta keluarga melakukan KBE sementara bidan memsang infus dan memberikan obat
uterotonika.

Cara melakukan KBE adalah sebagai berikut :

a. Penolong berdiri menghadap sisi kanan pasien.

b. Tekan ujung jari telunjuk, tengah, dan manis satu tangan diantara simpisis dan umbilikus
pada korpus depan bawah sehingga fundus uterus naik ke arah dinding abdomen.

c. Meletakkan sejauh mungkin telapak tangan lain di korpus uterus bagian belakang dan
dorong uterus ke arah korpus depan.

d. Menggeser perlahan-lahan ujung ketiga jari tangan pertama ke arah fundus sehingga
telapak tangan dapat menekan korpus uterus bagian depan.
e. Melakukan kompresi korpus uterus dengan jalan menekan dinding belakang dan dinding
depan uterus dengan telapak tangan kiri dan kanan (mendekatkan tangan belakang dan depan).

f. Perhatikan perdarahan. Bila perdarahan berhenti, pertahankan posisi tersebut hingga uterus
dapat berkontraksi dengan baik. Bila perdarahan belum berhenti, lanjutkan pertolongan
berikutnya.

7. Memberikan Ergometrin 0,2 mgIM atau Misoprostol 600-1000 mcg per rektal.

Ergometrin tidak diberikan untuk ibu hipertensi.

8. Memasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan Oksitosin 20 unit
dalam 500 ml Ringer Laktat, habiskan 500 cc pertama secepat mungkin.

9. Memakai sarung tangan DTT dan ulangi KBI.

Amati perkembangannya, apakan uterus berkontraksi. Jika :

YA, maka pantau pasien dengan seksama selama kala IV.

TIDAK, maka lanjutkan ke langkah berikutnya.

10. Segera merujuk pasien

11. Mendampingi pasien ke tempat rujukan

12. Melakukan infus oksitosin 20 unit dalam 500 cc Ringer Laktat dengan laju 500 ml/jam
hingga tiba di empat rujukan atau hingga menghabiskan 1,5 L infus, kemudian lanjutkan dengan
kecepatan 125 ml/jam. Jika tidak tersedia cairan yang cukup, beri 500 ml kedua dengan
kecepatan sedang dan berikan minuman untuk rehidarasi.

Anda mungkin juga menyukai