CT Head
CT Head
Disusun Oleh:
TAHUN 2018
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-
Nya,sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Standar Operasional
Teknik Pemeriksaan CT Scan Kepala di Instalasi Radiologi RS Mardi Rahayu
Kudus”.Penulisan laporan kasus tersebut bertujuan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah CT
Scan.
Penulis menyadari dalam pembuatan laporan kasus ini masih banyak kekurangan,
untuk itu penulis mohon saran dan masukan dari semua pihak. Penulis berharap laporan
kasus ini dapat bermanfaat dan dijadikan studi bersama.
ii
Kudus, 01 Mei 2018
Penulis
iii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Teknik CT SCAN Kepala ?
2. Bagaimana prosedur Teknik CT SCAN Kepala di RS Mardi Rahayu Kudus ?
1
1.3.Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu Teknik CT SCAN Kepala.
2. Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan CT SCAN Kepala di RS Mardi Rahayu
Kudus.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Selain kedua tulang di atas, dasar tengkorak dibentuk pula oleh tulang-
tulang lain seperti tulang kepala belakang, tulang dahi, dan tulang pelipis.
3
a) Os Lacrimal (tulang mata), letaknya di sebelah kanan atau kiri
pangkal hidung, di sudut mata.
b) Os Nasal (tulang karang hidung), letaknya di dalam rongga hidung
dan bentuknya berlipat-lipat.
c) Septum Nasi (sekat rongga hidung) adalah sambungan dari tulang
tapis yang tegak.
2) Bagian rahang
a) Os Maksilaris (tulang rahang atas)
b) Os Zygomaticum, tulang pipi yang terdiri dari dua tulang kiri dan
kanan.
c) Os Palatum (tulang langit-langit), terdiri dari dua buah tulang kiri
dan kanan.
d) Os Mandibularis (tulang rahang bawah), terdiri dari dua bagian yaitu
bagian kiri dan kanan yang kemudian bersatu dipertengahan dagu.
Di bagian depan dari mandibula terdapat prosesus coracoid, tempat
melekatnya otot.
4
5
6
2) Coronal Head
3) Sagital Head
7
- Pusat persarafan yang menangani aktifitas mental, akal, intelegensi,
keinginan dan memori.
- Pusat menangis, buang air besar dan buang air kecil.
Keterangan gambar 1:
1. Medulla oblongata
2. Pons
3. Otak tengah
4. Meningens
5. Otak depan
6. Cerebrum
7. Konvolusi
8. Dienchepalon
9. Cerebellum
10. Hind brain
11. Medulla spinalis
2) Batang Otak (Truncus Enchepali)
Batang otak terdiri dari beberapa bagian.
a) Disenchepalon, bagian batang otak paling atas terdapat diantara
cerebellum dengan mesenchepalon. (Syaifudin, 1997)
Fungsi disenchepalon:
- Vase konstruktor, mengecilkan pembuluh darah.
- Respiratory, membantu proses persarafan.
8
- Mengontrol kegiatan refleks.
- Membantu pekerjaan jantung.
Keterangan gambar:
1. Vena-vena serebri superior
2. Lobus frontalis
3. Vena serebri media
4. Vena-vena serebri inferior
5. Rolandi
6. Serebellum
7. Medulla oblongata
8. Lobus temporalis
10
sekresi (cairan cerebro spinalis). Memperkecil benturan atu gerakan yang
terdiri dari tiga lapisan. ( Syaifudin, 1997)
1) Durameter (lapisan sebelah luar)
Selaput keras pembunaringgkus otak yang berasal dari jaringan ikat
dan kuat dibagian tengkorak terdiri dari selaput tulang tengkorak dan
durameter propia dibagian dalam di canalis vertebralis, kedua lapisan
ini terpisah. (Syaifudin, 1997)
c. Ventrikel Otak
Ventrikel merupakan rangkaian dari empat rongga dalam otak yang
saling berhubungan dan dibatasi oleh ependima (semacam sel epitel yang
membatasi semua rongga otak dan medulla spinalis) dan mengandung CSF
(Cerebrospinal Fluid). Ventrikel otak terdiri dari ventrikel lateral, ketiga
dan keempat. (Price Sylvia, 1995)
d. Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal adalah hasil sekresi plexus khoroid kedalam
ventrikel-ventrikel yang ada dalam otak. Cairan tersebut masuk kedalam
kanalis sentralis sumsum tulang belakang dan juga kedalam ruang
subarachnoid melalui celah-celah yang terdapat pada ventrikel ke empat.
11
Jumlah cairan serebrospinal dalam ventrikel dan ruang subarachnoid
berkisar antara 120-180 ml pada orang dewasa, 100-140 ml pada anak umur
8-10 tahun, dan 40-60 ml pada bayi. Pada orang dewasa, produksi cairan
serebrospinal selama 24 jam berjumlah 430-500 ml, ini berarti dalam 24 jam
cairan serebrospinal diganti sebanyak tiga kali. (Woodruff WW, 1993)
2.2.Patologi
1. Cedera Kepala
b. Beratnya Cedera
12
Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif
kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya
penderita cedera kepala.
1) Cedera Kepala Ringan (CKR)
GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan )
kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada
fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma.
c. Morfologi Cedera
Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :
1) Fraktur Kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak,
dan dapat terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau
tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya merupakan pemeriksaan CT
Scan untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis
fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk
melakukan pemeriksaan lebih rinci.
Tanda-tanda tersebut antara lain :
- Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)
- Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )
- Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan
- Parese nervus facialis ( N VII )
2) Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi loKal dan lesi difus,
walaupun kedua jenis lesi sering terjadi bersamaan.
13
Termasuk lesi lesi local ;
- Perdarahan Epidural
- Perdarahan Subdural
- Kontusio (perdarahan intra cerebral)
Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan
yang normal, namun keadaan klinis neurologis penderita sangat buruk
bahkan dapat dalam keadaan koma. Berdasarkan pada dalamnya koma
dan lamanya koma, maka cedera otak difus dikelompokkan menurut
kontusio ringan, kontusio klasik, dan Cedera Aksona Difus ( CAD).
a) Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria.
Umumnya terjadi pada regon temporal atau temporopariental
akibat pecahnya arteri meningea media ( Sudiharto 1998).
Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan
dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini
disusul oleh gangguan kesadaran progresif disertai kelainan
neurologist unilateral. Kemudian gejala neurology timbul secara
progresif berupa pupil anisokor, hemiparese, papil edema dan
gejala herniasi transcentorial.
Perdarahan epidural difossa posterior dengan perdarahan berasal
dari sinus lateral, jika terjadi dioksiput akan menimbulkan
gangguan kesadaran, nyeri kepala, muntah ataksia serebral dan
paresis nervi kranialis. Cirri perdarahan epidural berbentuk
bikonveks atau menyerupai lensa cembung.
b) Perdarahan subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan
epidural( kira-kira 30 % dari cedera kepala berat). Perdarahan ini
sering terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan yang terletak
antara kortek cerebri dan sinus venous tempat vena tadi bermuara,
namun dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri pada
permukaan otak. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh
permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih
14
berat dan prognosisnya jauh lebih buruk daripada perdarahan
epidural.
d) Cedera Difus
Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat
akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang lebih
sering terjadi pada cedera kepala.
3. Komplikasi
a. Perdarahan intra cranial-Epidural
- Subdural
- Sub arachnoid
- Intraventrikuler
b. Malformasi faskuler
- Fistula karotiko-kavernosa
- Fistula cairan cerebrospinal
- Epilepsi
- Parese saraf cranial
- Meningitis atau abses otak
- Sindrom pasca trauma
15
2.3. Pemeriksaan CT-SCAN
1. Definisi CT-Scan
CT-Scan merupakan perpaduan antara teknologi sinar-x, komputer dan
televisi sehingga mampu menampilkan gambar anatomis tubuh manusia dalam
bentuk irisan atau slice. (Rasad, 1992)
Prinsip kerja CT-Scan hanya dapat men-scanning tubuh dengan irisan
melintang (potongan axial). Namun dengan memanfaatkan teknologi komputer
maka gambaran axial yang telah didapatkan dapat diformat kembali sehingga
didapatkan gambaran coronal, sagital, oblique, diagonal bahkan bentuk tiga
dimensi dari objek tersebut. (Tortorici, 1995)
2. Perkembangan CT-Scan
Godfrey Hounsfield seorang insinyur dari EMI Limited London dengan
James Ambrose seorang teknisi dari Atkinson Morley’s Hospital di London,
Inggris pada tahun 1970 memperkenalkan Computed Tomography Scanning
atau CT-Scan. (Ballinger, 1995)
a. Scanner Generasi Pertama
Prinsip scanner generasi pertama menggunakan pancaran sinar-x model
pencil yang diterima oleh satu atu dua detector. Waktu yang dicapai 4,5
menit untuk member informasi yang cukup pada satu slice dari rotasi tabung
dan detector sebesar 180 derajat.
2) Kolimator
Kolimator berfungsi untuk mengurangi radiasi hambur
membatasi jumlah sinar-x yang sampai ke tubuh pasien serta untuk
meningkatkan kualitas gambaran. Tidak seperti pada pesawat radiografi
konvensional, CT-Scan menggunakan dua buah kolimator. Kolimator
pertama diletakkan pada rumah tabung sinar-x yang disebut pre-pasien
kolimator. Dan kolimator kedua diletakkan diantara pasien dan detector
yang disebut pre-detektor kolimator atau post pasien kolimator.
17
3) Detektor
Selama eksposi berkas sinar-x (foton) menembus pasien dan
mengalami perlemahan (atenuasi). Sisa-sisa foton yang telah ter-
atenuasi kemudian ditangkap oleh detector. Detector memiliki dua tipe,
yaitu detektor solide state dan detektor isian gas.
a. Sistem Kontrol
Pada bagian ini petugas dapat nengontrol parameter-parameter yang
berhubungan dengan beroperasinya CT-Scan seperti pengaturan kV, mA,
waktu scanning, ketebalan irisan (slice thicknes), dan lain-lain. Juga
dilengkapi dengan keyboard untuk memasukkan data pasien dan
pengontrolan fungsi tertentu pada komputer.
18
2-24 gambar tergantung ukuran filmnya (biasanya 8x10 inchi atau 14x17
inchi).
4. Parameter CT-Scan
Beberapa parameter untuk pengontrolan eksposi dan output gambar yang
optimal antara lain:
b. Slice thickness
Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari objek yang
diperiksa. Nilainya dapat di pilih antara 1mm-10mm sesuai dengan
keperluan klinis. Ukuran yang tebal akan menghasilkan gambaran dengan
detai yang rendah sebakliknya ukuran yang tipis akan menghasilkan detai
yang tinggi. Jika ketebalan meninggi akan timbul artefak dan bila terlalu
tipis akan terjadi noise.
c. Range
19
Range adalah perpaduan atau kombinasi dari beberapa slice thickness.
Pemanfaatan range adalah untuk mendapatkan ketebalan irisan yang
berbeda pada satu lapangan pemeriksaan.
d. Volume Investigasi
e. Faktor Eksposi
Faktor eksposi adalah factor-faktor yang berpengaru terhadap eksposi
meliputi tegangan tabung (kV), arus tabung (mA), dan waktu eksposi (s).
Biasanya tegangan tabung bisa dipilih secara otomatis pada tiap-tiap
pemeriksaan.
f. Filed Of View (FOV)
FOV adalah diameter maksimal dari gambaran yang akan
direkonstruksi. Biasanya bervariasi dan biasanya berada pada rentang 12-50
cm. FOV yang kecil akan meningkatkan resolusi karena FOV yang kecil
mampu mereduksi ukuran pixel, sehingga dalam rekonstruksi matriks
hasilnya lebih teliti. Namun bila ukuran FOV lebih kecil, maka area yang
mungkin dibutuhkan untuk keperluan klinis menjadi sulit untuk dideteksi.
g. Gantry tilt
Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang vertikal dengan
gentry (tabung sinar-x dan detektor). Rentang penyudutan antara -25 derajat
sampai +25 derajat. penyudutan gentry bertujuan untuk keperluan diagnosa
dari masing-masing kasus yang dihadapi. Disamping itu bertujuan untuk
mengurangi dosis radiasi terhadap organ-organ yang sensitif.
h. Rekonstruksi Matriks
Rekonstruksi matrikxs adalah deretan baris dari kolom picture elemen
(pixel) dalam pproses perekonstruksian gambar. Rekonstruksi matriks ini
merupakan salah satu struktur elemen dalam lemori komputer yang
berfungsi untuk merekonstruksi gambar. Pada umumnya matriks
berpengaruh terhadap resolusi gambar. Semakin tinggi matriks yang dipakai
maka semakin tinggi resolusinya.
i. Rekonstruksi Algorithma
20
Rekonstruksi algorithma adalah prosedur matematis yang digunakan
dalam merekonstruksi gambar. Penampakan dan karakteristik dari gambar
CT-Scan tergantung pada kuatnya algorithma yang dipilih maka semakin
tinggi resolusi yang gambar yang akan dihasilkan. Dengan adanya metode
ini maka gambaran seperti tulang, soft tissue, dan jaringan-jaringan lain
dapat dibedakan dengan jelas pada layar monitor.
j. Window Width
Window width adalah rentang nilai computed tomography yang di
konversi menjadi gray levels untuk di tampilkan dalam TV monitor. Setelah
komputer menyelesaikan pengolahan gambar melalui rekonstruksi matriks
dan algorithma maka hasilnya akan di konversi menjadi sekala numerik
yang dikenal dengan nama nilai computed tomography.
k. Window Level
Window level adalah nilai tengah dari window yang digunakan untuk
penampilan gambar. Nilainya dapat dipilih dan tergantung pada
karakteristik pelemahan dari struktur obyek yang diperiksa. Window level
menentukan densitas gambar.
21
BAB III
22
3. Petugas Radiologi melakukan fiksasi kepala dan memberi selimut ke tubuh
pasien
4. Petugas Radiologi melakukan registrasi pemeriksaan CT Scan dengan
memasukan data pasien ke computer
5. Kemudian klik Exam, Pilih protocol Head RSMR, lalu klik OK
6. Petugas Radiologi melakukan scanning Topogram Kepala
7. Petugas Radiologi membuat gambar potongan kepala dengan mengatur area
penyinaran dari batas bawah dasar sinus maksilaris sampai batas atas vertex
kepala
8. Petugas Radiologi melakukan Recon Job agar gambaran simetris
9. Petugas Radiologi konsul ke Radiolog apakah pemeriksaan perlu dilanjutkan
dengan kontras
10. Jika Radiolog meminta dilajutkan dengan kontras, maka petugas radiologi
melakukan SPO Pemeriksaan CT Scan Kepala dengan kontras.
11. Jika Radiolog tidak meminta dilanjutkan dengan kontras, maka pemeriksaan
selesai.
12. Petugas Radiologi menginformasikan kepada pasien/ keluarga bahwa
pemeriksaan CT Scan kepala telah selesai
13. Petugas Radiologi mengantar pasien sampai ke ruang tunggu bagian Radiologi
14. Petugas Radiologi merapikan alat dan membuang alat bekas pakai sesuai
prosedur
15. Petugas Radiologi melakukan kebersihan tangan sesuai prosedur
16. Untuk pasien rawat jalan diinformasikan bahwa ada waktu tunggu untuk
pencetakan gambar dan interpretasi oleh Radiolog
17. Untuk pasien rawat inap, petugas radiologi menelepon ruangan bahwa
pemeriksaan telah selesai dan diminta untuk segera menjemput pasien di
radiologi dan melakukan prosedur transfer pasien sesuai prosedur
23
E. Alur Pemeriksaan CT Scan Kepala
MULAI
Petugas Radiologi
Petugas Radiologi
Pasien / keluarga
Pasien/ Tidak
Tandatangani
Keluarga Mema
Setuju nggil Penolakan Tindakan
Pemeriksaan pasien,
melak
ukan
identifi
kasi
Setuju dan
verifik
asi
Petugas Radiologi
3/4
24
3/4
Pasien
Melepas semua benda logam di daerah pemeriksaan
Diam Selama dilakukan pemeriksaan
Petugas Radiologi
Memposisikan pasien tidur di atas meja pemeriksaan dan posisi kepala
berada pada head rest yang telah dipasang
Mengatur posisi meja pemeriksaan sehingga batas atas kepala masuk pada
area penyinaran dan ketinggain meja sejajar dengan MAE
Melakukan fiksasi kepala dan memberi selimut ke tubuh pasien
Melakukan registrasi pemeriksaan CT Scan dengan memasukan data pasien
ke computer
Klik Exam, Pilih Protokol Head RSMR, Lalu Klik OK
Melakukan Scanning Topogram Kepala
Membuat gambar potongan kepala dengan mengatur area penyinaran dari
batas bawah dasar sinus maksilaris sampai batas atas vertek kepala
Melakukan Recon Job agar gambar simetris
Konsul ke Radiolog apakah pemeriksaan perlu dilajutkan dengan kontras
Jika Radiolog memita dilanjutkan dengan kontras, maka Petugas Radiologi
melakukan SPO pemeriksaan CT Scan Kepala Dengan Kontras, Jika
Radiolog tidak meminta dilanjutkan dengan kontras , maka pemeriksaan
selesai
Selesai
25
3.2. Pembahasan
Dari standar prosedur pemeriksaan CT Scan kepala di instalasi radiologi RS
Mardi Rahayu terdapat kekurangan, yaitu penanganan pasien anak anak, acuan
pengolahan gambar dan penanganan pasien non koperatif. Penanganan pasien anak
anak dapat diantisipasi dengan desain ruangan ramah anak, untuk pasien usia dini
dapat digedong atau difiksasi agar pasien tidak bergerak yang akan mengakibatkan
gambar yang kurang baik.
Acuan pengolahan gambar dapat ditambahkan dalam standar prosedur
operasional, sehingga citra yang dihasilkan dapat terstandarisasi. Gambar yang
terstandarisasi sehinga dapat diintrepertasikan oleh Radiolog dengan baik. Penanganan
pasien non kooperatif dapat dibius sementara agar citra yang dihasilkan baik dan
menampakan patologi pada pasien
26
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Standar Prosedur Operasional pemeriksaan CT Scan Kepala di Instalasi Radiologi
RS Mardi Rahayu Kudus sudah menjelaskan teknik pemeriksaan dari pasien masuk
hingga akhir pemeriksaan. Hanya saja tidak dijelaskan prosedur pengolahan gambar
nya. Sehingga masih mengandalkan keahlian pengolahan gambar radiograf dari
masing-masing petugas radiologi.
4.2. Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan Merevisi SPO yang ada dan melengkapinya
seperti menambahkan acuan pengolahan gambar radiograf dan pasien non kooperatif
27
DAFTAR PUSTAKA
28